PENDAHULUAN
Eliminasi fakal/eliminasi bowel/BAB/defekasi merupakan proses fisiologis yang sangat
penting bagi tubuh untuk mengeluarkan sampah tubuh (faeses/stool). Jika seseorang
mengalami gangguan eliminasi ini akan menyebabkan masalah gastrointestinal dan
masalah system tubuh lainnya karena fungsi eliminasi bowel berkaitan dengan
beberapa factor seperti pola eliminasi dan kebiasaan BAB seseorang. Seorang perawat
yang sedang menangani klien dengan masalah gangguan eliminasi bowel ini harus
memahami respon klien, tingkat emosional klien, menjaga privasi klien dan
meminimalkan rasa tidak nyaman klien.
1. Mulut
Didalam mulut makanan dihancurkan secara mekanik dengan menggunakan gigi dan
bantuan saliva yang mengandung enzim ptyalin sehinggan makanan akan lebih mudah
untuk ditelan
1. Esophagus
Setelah dari mulut makanan dalam bentuk bolus masuk ke esophagus melalui spingter
osopgagus bagian atas (upper esophagus sphinter). Fungsi spingter ini adalah
mencegah makanan refluk ketenggorokan . bolus melewati esophagus sepanjang 25
cm melalui gerakan peristaltic yang dihasilakn dari kontraksi dan relaksasai otot-otot
oesophagus secara involunter. Setelah kurang lebih 15 detik bolus akan sampai di
esophagus bagian bawah dan kemudian masuk kedalam lambung melalui spingter
esophagus bagian bawah (lower esophageal refluk). Spingter ini terletang antara
esophagus dan lambung yang berfungsi mencegah bolus refluk ke esophagus. Antasid
dapat meminimalkan refluks dan makanan berlemak dan nikotin dapat meningkatkan
refluk dari bolus tersebut
1. Lambung
Didalam lambung makanan dicerna secara mekanik dan secara kimiawi. Lambung
mensekresi HCl, mucus, enzym pepsin dan factor intrinsic. Konsentrasi HCl
mempengaruhi keasaman lambung dan keseimbangan asam basa tubuh. HCl
membantu mencampur dan memecah makanan dilambung. Mucus membantu
melindungi mukosa lambung dari keasaman dan aktifitas enzym. Pepsin mencerna
protein walaupun tidak semua protein dicerna didalam lambung. Faktor intrinsik adalah
komponen penting yang dibutuhkan dalam absorbsi vitamin B12 diusus dan untuk
pembentukan formasi sel darah merah. Kekurangan factor ini dapat menyebabkan
anemia pernicious.
Sebelum makanan meninggalkan lambung, makanan berubah menjadi semicair yang
disebut Chyme sehingga lebih mudah diabsorbsi.
1. Usus halus
Setelah dari lambung, makanan masuk kedalam usus halus yang berdiameter 2.5 cm
dan panjang 6 meter. Bagian ini terdiri dari 3 bagian : duodenum, jejunum, dan ileum.
1. Usus besar
Panjang usus besar sekitar 125 – 150 cm dan terdiri dari 7 bagian : sekum
(menghubungkan usus halus dan usus beasar untuk mencegah regurgitasi), kolon
asenden, kolon tranversum, kolon desenden, kolon sigmoid, rektum (10 – 15 cm) dan
anus/orifisium eksternal (2,5 – 5 cm/1 – 2 inc) yang mempunyai 2 spingter : internal
(bersifat involuntar) dan eksternal (bersifat voluntar). Usus besar tersusun oleh 2 serat
otot yaitu otot sirkular dan longitudinal yang menyebabkan usus besar dapat
berkontraksi. Gerakan usus besar dibedakan dalam 3 garakan yaitu :
Haustral Churning/shurfling
Yaitu gerakan isi usus kearah depan-belakang sehingga isi usus bercampur dan
terjadi penyerapan air.
Peristaltic
Yaitu gerakan gelombang usus akibat gerakan otot sirkular dan longitudinal
sehingga isi usus bergerak kedepan
Mass Peristaltic
Yaitu gerakan yang ditimbulkan karena kontraksi otot usus yang kuat sehingga
terjadi gelombang yang besar. Gerakan ini biasanya terjadi setelah makan dan jika ada
stimulus dari lambung dan usus halus (adanya makanan dalam lambung dan usus
halus)
Absorbsi/penyerapan air, NaCl dan glukosa yang dikeluarkan dari katup ileosekal
berbentuk chyme. 1500 cc chyem melewati usus besar dalam setiap harinya.
Protektif oleh adanya sekresi musin (ion karbonat) yang penegeluaranya
dirangsang oleh nervus parasimpatis. Sekresi mukus ini akan meningkat pada
saat seseorang sedang emosi. Fungsi mukutersebu adalah melindungi dinding
usus dari aktifitas bakteri dan melindungi usus dari trauma asam yang dihasilkan
feses
Eliminasi fekal (defekasi dan flatus)
Flatus adalah udara besar yang dihasilkan daripemecahan karbohidrat sedangkan
defekasi adalah pengeluaran feses sari anus dan rektum. Frekuensi defekasi
tergantung individu, berfariasi dari beberapa kali perhari sampai 2-3 kali perminggu.
Defekasi terjadi karena adanya rangsang reflek gastrokolika, yaitu reflek peristaltik
didalam usus besar yang dihasilkan ketika makanan masuk lambung yang
menyebabkan. Biasanya bekerja sesudah pagi.
Susunan Feses :
Ketika feses memasuki kerectum akan menimbulkan distensi dinding rektum
sehingga akan memberikan sinyal saraf yang dikirimkan ke pleksus mesenterika untuk
merangsang timbulnya peristaltik pada kolon desnden, kolon sigmoid dan rektum.
Gerakan ini akan menekan sehingga feses akan masuk ke anus. Spingter anal internal
akan terbuka dan spingter eksternal akan relaks dan defekasi akan terjadi.
Ketika serat saraf yang ada direktum distimulasi maka akan diteruskan ke spinal
cord dan akan kembali menstimulasi kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Saraf
parasimpatis akan mengaktifkan gelombang peristaltik, relaksasi spingter anal internal
dan mengaktifkan reflek defekasi intrinsuk. Spingter anal internal relaksasi, feses akan
masuk ke anal canal. Pada saat seseorang duduk ditoilet/bedpan, spingter anal
eksternal relaksasi.
Selain didukung oleh dua reflek diatas, proses defekasi juga didukung oleh otot
diafragma dan otot abdomen. Dengan adanya peningkatan tekanan otot abdomen
akibat kontraksi otot levator ani dan otot dasar pelvik sehingga fese akan masuk ke anal
kanal. Proses defekasi normal juga dapat difasilitasi oleh fleksi paha (meningkatkan
tekanan abdomen) dan posisi duduk (meningkatkan tekanan pada rektum bagian
bawah)
1. Tumbuh kembang
Bayi s/d 2-3 tahun : volume lambung lebih kecil dari orang dewasa,enzim
pencernaan yang kurang, peristaltik usus yang cepat dan fungsi neuromuskular yang
belum berkembang.
Jika intake cairan tidak adekuat atau pengeluaran yang berlebiahan (urin/muntah)
tubuh akan kekurangan cairan sehingga tubuh akan menyerap cairan dari chyme
sehingga feses yang dikeluarkan menjadi keras.
1. Aktifitas otot
Aktifitas yang meningkat akan meningkatkan peristaltik usus, kekuatab otot perut
dan otot pelvik
1. Faktor psikologis
1. Kebiasaan
BAB ditempat yang tidak biasanya dan privasi yang kurang akan mempengaruhi
pola BAB
1. Posisi
Posisi jongkok atau paha fleksi akan meningkatkan tekanan abdomen dan posisi
duduk akan meningkatkan tekanan rektum sehingga mempermudah defekasi
1. Nyeri
Adanya hemorroid dapat menyebabkan rasa nyaman saat defekasi sehingga
memungkinkan terjadi konstipasi
1. Kehamilan
2. Oprasi dan anastesi
1. Obat-obatan
Narkotik, morfin, kodein menyebabkan konstipasi
1. Tes diagnostik
2. Kondisi patologis
1. Irritan
Makanan yang berbumbu pedas, toksin.bakteri/racun dapat mengiritasi usus dan
menghasilkan diare dan flatulens
1. a. DIARE
Diare merupakan kebalikan dari kostipasi dimana seseorang BAB dengan frekuensi
sering dan konsistensinya tidak berbentuk. Ini disebabkan karena isi usus melewati
usus halus dan kolon secara cepat sehingga belum sempat diabsorbsi dan dapat pula
disebabkan karena adanya iritasi didalam kolon yang dapat menyebabkan peningkatan
sekresi mukosa, feses akan menjadi encer dan klien tidak dapat mengontrol dan
menahan keinginannya untuk BAB. Pada diare dapat menyebabkan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh terutama pada bayi dan orang tua. Penyebab
umum diare adalah
1. stress psikologis
Kondisi kecemasan dapat meningkatkan motolitas usus dan meningkatkan sekresi
mukus
2. obat-obatan
Antibiotik dapat menimbulkan inflamasi dan infeksi mukosa usus karena adanya
perekmbangan mikroorganisme patologis. Besi dan cathartic dapat mengiritasi mukosa
usus.
3. alergi makanan dan minuman, karena proses pencernaan yang tidak sempurna
dari makanan tersebut
4. intoleransi makanan dan minuman. Intoleransi ini dapat meningkatkan motilitas
usus dan meningkatkan sekresi mucus.
5. kondisi patologis pada kolon.
Pada sindroma malabsorbsi terjadi penurunan absorbsi cairan. Pada crhon disease
terjadi inflamasi usus dan dapat menyebabkan ulserasi.
6. lain-lain seperti operasi pembedahan dan adanya ketidakseimbangan keberadaan
flora normal. Dengan adanya penggunaan antibiotik dapat membunuh flora normal
1. b. KONSTIPATION
Konstipasi adalah menurunya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang
keras dan kering atau tidak adanya feses pada periode waktu tertentu. Hal ini juga
terjadi apabila feses melewati usus sangat lambat sehingga memungkinkan terus terjadi
reabsorbsi selama diusus besar. Konstipasi juga diasosiasikan dengan kesulitan untuk
mengeluarkan feses. Seorang perawat harus mengkaji riwayat pola defekasi klien
sebelum menyatakan seseorang klien mengalami konstipasi karena ada beberapa
orang yang mempunyai pola defekasi tidak setiap hari tapi ada juga yang setiap hari.
Penyebab :
Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, perubahan
dari kebiasaan rutin dapat dengan cepat merubah pola defekasi
Diet yang tidak adekuat seperti kurang serat (daging, telur) dan kurang caiaran
yang dapat menyebabkan kandungan air dalam chyeme berkurang sehingga
feses menjadi kering dan keras
Meningkatnya stess fisiologis stress psikologis : akan mengaktifkan sistem saraf
simpatik dan hormon ephineprin sehingga menyebabkan spastic
bowel/hypertonic constipation/irritable colon
Kurangnya olah raga seperti berbaring terlalu lama
Obat-obatan : beberapa obat seperti kodein, morphin, antikolinergik dan zat besi
dapat menurunkan motilitas usus sehingga dapat menyebabkan konstipasi. Besi
dapat merusak mukosa usus sehinga dapat menyebabkan konstipasi tetapi besi
juga dapat mengiritasi mukosa usus sehingga pada beberapa individu besi dapat
menyebabkan diare.
Usia : pada usila mengalami penurunan kualitas otot perut, sekresi intestinal juga
menurun sehingga menyulitkan proses defekasi
Proses penyakit : obstruksi usus, ileus paralitik, injury spinal cord dan tumor
Penggunaan laksatif yang berlebihan : dapat menghambat reflek fisiologis untuk
BAB
Rectal constipation
Yaitu perubahan pola BAB yang ditandai dengan adanya retensi feses tapi konsistensi
feses dalam keadaan normal dan akibat adanya perubahan kondisi biopschososial.
Colonic constipation
Yaitu konstipasi yang ditandai dengan feses yang keras, feses kering akibat
lambatnya pengeluaran feses
Perceived constipation
Yaitu konstipasi yang diderita pada seseorang yang menyatakan dirinya
menderita konstipasi hingga orang tersebut mengonsumsi laksatif untuk mengatasinya
Karakteristik konstipasi :
1. c. FECAL IMPACTION
Impaction merupakn akibat lanjut dari dari konstipasi sehingga tumpukan feses yang
yang keras directum tidak bisa dikeluarkan. Pada impactin yang berat tumpukan feses
yang keras dapat tarjadi sampai direktum dan tidak bisa dikeluarkan. Penyebabnya
antara lain :
Tanda-tanda : Tidak BAB, anoreksia, nausea, vomiting, kembung, dan nyeri rektum.
Pengkajian dengan meraba rektum harus dilakukan dengan hati-hati dan harus
dengan standing order dari dikter karena dapat menimbulkan reflek vagal
(menurunkkan denyut nadi) dan perforasi ( terutama pada orang tua dengan tumor
dikolon)
1. Flatulen
Flatulens adalah penumpukan gas pada lumen intestinal, dinding usus meregan dan
mengalami distensi, merasa penuh, nyeri dan kram. Secara fisiologis gas dalam tubuh
akan keluar melalui mulut (sendawa0 dan anus (flatus), tapi jika gas ini berlebihan
seperti pada kasus penggunaan obat penenang, anastesi umum, oprasi abdominal dan
immobilisasi dapat menyebabkan diafragma terdorong keatas, ekspansi paru terganggu
sehingga menggangu pernafasan. Hal-hal yang dapat menyebabkan peningkatan gas
didalam usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan,
pembusukan diusus yang menghasulkan CO2, dan makanan penghasil gas seperti
kembang kol dan bawang.
1. Inkonkontinensia fekal
Yaitu suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari
anus, BA encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi
spingter anal, penyakit neuromuskular, trauma spinal cord dan tumor spingter anal
eksternal. Pada situasi tertentu secara mental klien sadar akan kebutuhan BAB tapi
tidak sadar secara fisik. Pakaian klien akan basah, menyebabkan ia akan mengalami
harga diri rendah dan merasa terisolasi. Seperti pada diare inkontinensia bisa bisa
menyebabkan kerusakan kulit, sehingga perawat harus sering memeriksa area perianal
dan anus, harus kering dan bersih. Inkontinensia ini 60% terjadi pada lansia
1. Hemorroid
Hemorroid yaitu dilatasi dan pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal
dan eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, pada kehamilan, gagal jantung
dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat mudah terjadi dengan mudah jika
dinding pembuluh teregang. Jika terjadi inflamasi dan pengerasan, maka klien merasa
panas dan terasa gatal. Karena adanya rasa nyeri saat BAB maka kadang-kadang klien
mengabaikan keinginannya untuk BAB sehingga dapat terjadi konstipasi sebagai akibat
lanjut dari hemorroid.
PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
1. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital
Inspeksi gigi dan gusi
Abdoment
Inspeksi : bentuk , kesimetrisan, warna kulit, adanya massa, peristaltik, jaringan
parut, vena, stoma, lesi. Secara normal gelombang peristaltik tidak terlihat, jika dapat
diobservasi berarti terdapat obstruksi intesti. Distensi abdomen biasanya terjadi karena
adanya gas, tumor atau cairan pada rongga peritoneum. Pengukuran dengan meteran
setiap hari menentukan apakah distensi bertambah, tempat pengukuran harus tetap,
misalnya pada umbilikus dan pada waktu yang sama setiap harinya.
Auskultasi : dilakuakan sebelum melakuakn palpasi untuk mencegah perubahan
peristaltik. Dalam auskultasi harus dikaji keadaan bising usus apakah normal,
hipoperistaltik atau hiperperistaltik
Palpasi dan perkusi : lakukan palpassssi secar gentle dan jiak teraba adanya
massa lakukan palpasi lebih dalam lagi dan diperlukan suatu ketrampilan khusus.
Lakukan perkusi untuk mnegetahui adanya cairan dan gas (timpani), tumor dan massa
(dull/redup)
Rektum
Inspeksi adanya anus akan adanya lesi, warna, inflamasi, dan hemorroid. Lakukan
palpasi (dengan menggunakan sarung tangan, jelly dan jari telunjuk) untuk mengkaji
keadaan dinding rektum
1. Karakteristik fekal
Warna
Bau
Konsistensi
Normal : bersifat individual, bayi dengan ASI (4-6x sehari), bayi dengan PASI (1-3x
sehari) dan dewasa (1-3x perminggu)
Jumlah :
Normal : tergantung jumlah makan yang masuk, 150 gram sehari (dewasa)
Ukuran :
Komposisi :
Normal : sisa makanan, bakteri yamg mati, lemak, pigmen bilirubin, sel usus dan air
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko defisit volume caiaran b.d : pengeluaran yang berlebihan (diare),
ketidakseimbangan pengeluaran melalui ostomi
2. Risiko gangguan integritas kulit b.d : diare yang lam, inkontinensia bowel,
adanya ostomi
3. Gangguan rasa : nyeri b.d : peradangan pada hemorroid, distensi
abdomen
4. Defisit perawatan diri b.d : kelemahan muskuloskletal
5. Gangguan gambaran diri b.d : adanya ostomi, inkontinensia fekal
6. Konstipasi b.d :
1. PERENCANAAN
Tujuan :
Kriteria hasil :
1. IMPLEMENTASI
1. Mendukung defekasi normal/teratur
Hindari makanan yang mengandung bicarbonat dan permen karet karena dapt
meningktkan masuknya udara
Hindari kol, buncis, bawang merah dan kembang kol
Barikan latihan :
Pada klien dengan kelemahan otot abdomen dan pelvik, lakukan latihan isometrik :
Pada posis supine, kencangkan otot perut dan tarik kedalam, tahan selama 10
detik
Lakukan 5-10 kali pada setiap latihan
Lakukan latihan 4x /hari
Penggunaan obat : katartik/laksatif/pencahar, supposituria dan antidiare :
Katartik/laksatif :
Antidiare :
Supposituria :
Diberikan berlahan untuk mencegah keracunan air dan kelebihan sirkulasi
9 ml NaCl dalam 1000 ml air atau 1 sdt garam meja dalam 500 ml air. Cocok untuk
bayi dan anak-anak karena dapat menjaga keseimbangan cairan
Cairan hipertonik 120-180 ml
Untuk klien yang tidak toleran dengan cairan yang banyak dan tidak cocok untu
anak-anak
Cairan sabun
5 ml sabun (1sdt) dalam 1000 ml air hangat atau normal salin (perry & potter, 1994)
atau 20 ml sabun dalam 1000 ml air ( kozier 1991).
Carminative
Perhatian :
o Frekuens enema yang terlalu sering dapat merusak reflek defekasi normal
o Cairan sabun yang terlalu banyak dapat mengiritasi mukosa kolon
o Cairan hipertonik seperti phospat akan mengiritasi mukosa dan menarik
cairan disekitar jaringan kolon (osmosis)
o Cairan hipotonik seperti air dapt diserap masuk kealiran darah, akibatnya
bisa terjadi keracunan air. Cairan ini tidak aman bagi klien dengan
gangguan ginjal dan jantung (gagal jantung akut)
o Jenis enem ayang akan diberikan harus dikolaborasikan dengan dokter
o Suhu : 40-43 C (105-110 F) untuk dewasa, 37,7 C (100F) untuk anak, 33
C (untuk oil retentin enema). Suhu yang terlalu tinggi dapat menginjury
mukosa bowel dan suhu yang telalu rendah dapat menyebabkan spasme
otot spingter dan teras tidak nyaman
o Jumlah cairan yang diberikan tergantung macam, usia dan kemampuan
klien
o Lamanya pemberian enema terganyung tujuan dan kemampuan spingter,
biasanya 5-10 menit
o Ukuran kanul : dewas 22-30 Fr, anak-anak 14-18 Fr dan bayi 12 Fr
o Persiapan alat
Sarung tangan
Kontainer enema, tube dan klem, kanul rektal
Cairan enema :
Termometer
Jelly, perlak
Selimut mandi
Tissue dan bengkok
Bedpan
Baskom, waslap
Sabun, handuk
Paket enema :
Sarung tangan
Paket enem adengan rektal tip
Jelly
Perlak
Handuk mandi
Tissue dan bengkok
Bedpan
Baskom, waslap, handuk dan sabun
Pelaksanaan
o Persiapan klien : jelaskan tujuan dan prosedur
o Persiapan alat dan bawa dekat dengan klien
o Perawat mencuci tangan
o Jaga privacy klien : usahakan hanya membuka daerah rektal dengan
memaki penutup/handuk, pasang sampiran, pasang pengaman tempat
tidur, dan atur tinggi tempat tidur
o Atur posisi klien : miring kiri dan kaki kanan ditekukkearah umbilikus
o Tempatkan perlak dibawah bokong klien
o Perawat memasang sarung tangan
o Mengisi cairan irigator dan klem
o Memeriksa kehangatan cairan irigator dengan ujung bagian luar dari
pergelangan tangan
o Melumasi ujung kanul dengan jelly 6-8 cm
o Menentukan letak anus dengan mencari celah antara kedua bikong
dengan tangan nondominan
o Menganjurkan klien relaks dan nafas dalam
o Memasukan ujung kanul perlahan-lahan : dewasa (7,5-10 cm), anak-anak
(5-7,5 cm) dan bayi (2,5-3,75)
o Mengalirkan cairan klisma dengan membuka klem, kemudianmeninggikan
secara bertahap dan perlahan sampai setinggi 30 cm untuk enema
rendah (maksimal 45 cm) dan 7,5 cm untuk bayi
o Memeperhatikan kenyamanan klien, menurunkan kecepatan aliran
dengan cara menurunkan irigator atau mengklem selang jika klien merasa
kram
o Klem selang jika semua cairan telah dimasukan
o Menempatkan tissue disekitar anus dan kanula sambil menarik kanula
perlahan
o Menjelaskan klien bahwa rasa distensi normal dan menganjurkan klien
menahan selam amungkin
o Menempatkan peralatan
1. waktunya :
1. temporary
1. permanent
1. 1. Ileostomy
Feses keluar dari ileostomy keluar dari secara terus menerus dan beraturan. Fese ini
mengandung enzim pencernaan yang dapatmengiritasi kulit sehingga klien dengan
ileostomy harus selalu menggunakan kantong stoma dan harus dijaga dari kerusakan
integritas kulit
1. 2. Asending colostomy
Feses yang keluar melalui asending colostomy berbentuk cair dan hanya keluar
beberapa kali dalam sehari dan tidak beraturan. Tidak mengandung enzim pencernaan
1. 3. Tranverse colostomy
Feses berbau sangat menusuk, konsistensi seperti bubur karena sudah melalui proses
absorbsi air
1. 4. Desending colostomy
1. 5. Sigmoidostomy
1. warna stoma
Warna stoma yang normal adalah tampak kemerahan, warna dengan warna mukosa
bagian dalam usus. Warna stoma yang pucat atau berwarna gelap menunjukan adanya
penurunan sirkulasi kedaerah tersebut
Stoma yang baru akan tampak sedikit membengkak dan akan mulai berkurang setelah
2-3 minggu sampai 6 minggu. Pengurangan bentuk yang sangat drastic menunjukan
adanya sumbatan
Sedikit perdarahan saat disentuh masih dianggap normal, tetapi jika terjadi perdarahan
yang berlebihan harus segera dilaporkan
Kaji jumlah, warna, bau dan konsistensi feses. Kaji akan adanya pus dan darah pada
feses.
1. lain-lain
Kaji adanya keluhan seperti terbakar pada kulit dibawah kantong stoma. Hal ini
menunjukan adanya kerusakan integritas kulit. Rasa tidak nyaman pada perut atau
adanya distensi abdoment juga harus dikaji.
RINGKASAN
a mendukung defekasi normal yang teratur seperti : memberikan waktu yang tepat,
menjaga privasi, mempertahankan diet nutrisi adekuat
b mendukung latihan yang adekuat
c memperhatikan dalam pemberian obat yang mungkin berpengaruh pada
gangguan eliminasi fekal
d membantu klien BAB dengan menggunakan bed pan
e menggunakan rectal tube
f mengeluarkan feses secara manual
g melakukan enema sesuai indikasi
h memberikan perawatan stoma