Anda di halaman 1dari 22

Kisi kisi soal Kebutuhan eliminasi

PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR


ELIMINASI FEKAL
 

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa PSIK FK Unair Program A
semester III mampu mengidentifikasi maslalah yang berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan eliminasi fekal
 

T UJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa PSIK FK Unair Program A
semester III mampu ;

1. menyebutkan  kembali anatomi organ yang terkait dengan eliminasi fekal


2. menjelaskan proses terjadinya defekasi normal
3. menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal
4. menjelaskan masalah umum yang terjadi dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi
fekal
5. membuat asuhan keperawatan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan
eliminasi fekal 

PENDAHULUAN
Eliminasi fakal/eliminasi bowel/BAB/defekasi merupakan proses fisiologis yang sangat
penting bagi tubuh untuk mengeluarkan sampah tubuh (faeses/stool). Jika seseorang
mengalami gangguan eliminasi ini akan menyebabkan masalah gastrointestinal dan
masalah system tubuh lainnya karena fungsi eliminasi bowel berkaitan dengan
beberapa factor seperti pola eliminasi dan kebiasaan BAB seseorang. Seorang perawat
yang sedang menangani klien dengan masalah gangguan eliminasi bowel ini harus
memahami respon klien, tingkat emosional klien, menjaga privasi klien dan
meminimalkan rasa tidak nyaman klien.
 

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN


Saluran pencernaan berfungsi mengabsorbsi cairan dan makanan yang nantinya akan
digunakan oleh sel tubuh dan akan menghasilkan produk sisa dalam bentuk feses.
Saluran pencernaan menyerap cairan sangat tinggi sehingga sangat memegang
peranan penting dalam keseimbangan cairan tubuh. Selain itu saluran pencernaan juga
berfungsi untuk mensekresi seperti pankreas  dan gallbladder.
 

1. Mulut

Didalam mulut makanan dihancurkan secara mekanik dengan menggunakan gigi dan 
bantuan saliva yang mengandung enzim ptyalin sehinggan makanan akan lebih mudah
untuk ditelan

1. Esophagus

Setelah dari mulut makanan dalam bentuk bolus masuk ke esophagus melalui spingter
osopgagus bagian atas (upper esophagus sphinter). Fungsi spingter ini adalah
mencegah makanan refluk ketenggorokan . bolus melewati esophagus sepanjang 25
cm melalui gerakan peristaltic yang dihasilakn dari kontraksi dan relaksasai otot-otot
oesophagus secara involunter. Setelah kurang lebih 15 detik bolus akan sampai di
esophagus bagian bawah dan kemudian masuk kedalam lambung melalui spingter
esophagus bagian bawah (lower esophageal refluk). Spingter ini terletang antara
esophagus dan lambung yang berfungsi mencegah bolus refluk ke esophagus. Antasid
dapat meminimalkan refluks dan makanan berlemak dan nikotin dapat meningkatkan
refluk dari bolus tersebut

1. Lambung

Didalam lambung makanan dicerna secara mekanik dan secara kimiawi. Lambung
mensekresi HCl, mucus, enzym pepsin dan factor intrinsic. Konsentrasi HCl
mempengaruhi keasaman lambung dan keseimbangan asam basa tubuh. HCl
membantu mencampur dan memecah makanan dilambung. Mucus membantu
melindungi mukosa lambung dari keasaman dan aktifitas enzym. Pepsin mencerna
protein walaupun tidak semua protein dicerna didalam lambung. Faktor intrinsik adalah
komponen penting yang dibutuhkan dalam absorbsi vitamin B12 diusus dan untuk
pembentukan formasi sel darah merah.  Kekurangan factor ini dapat menyebabkan
anemia pernicious.
Sebelum makanan meninggalkan lambung, makanan berubah menjadi semicair yang
disebut Chyme sehingga lebih mudah diabsorbsi.

1. Usus halus

Setelah dari lambung, makanan masuk kedalam usus halus yang berdiameter 2.5 cm
dan panjang 6 meter. Bagian ini terdiri dari 3 bagian : duodenum, jejunum, dan ileum.

1. Usus besar

Panjang usus besar sekitar 125 – 150 cm dan terdiri dari 7 bagian : sekum
(menghubungkan usus halus dan usus beasar untuk mencegah regurgitasi), kolon
asenden, kolon tranversum, kolon desenden, kolon sigmoid,  rektum (10 – 15 cm)  dan
anus/orifisium eksternal (2,5 – 5 cm/1 – 2 inc) yang mempunyai 2 spingter : internal
(bersifat involuntar) dan eksternal (bersifat voluntar). Usus besar tersusun oleh 2 serat
otot yaitu otot sirkular dan longitudinal yang menyebabkan usus besar dapat
berkontraksi. Gerakan usus besar dibedakan dalam 3 garakan yaitu :

 Haustral Churning/shurfling

         Yaitu gerakan isi usus kearah depan-belakang sehingga isi usus bercampur dan
terjadi penyerapan air.

 Peristaltic

         Yaitu gerakan gelombang usus akibat gerakan otot sirkular dan longitudinal
sehingga isi usus bergerak kedepan

 Mass Peristaltic

         Yaitu gerakan yang ditimbulkan karena kontraksi otot usus yang kuat sehingga
terjadi gelombang yang besar. Gerakan ini biasanya terjadi setelah makan dan jika ada
stimulus dari lambung dan usus halus (adanya makanan dalam lambung dan usus
halus)
 

Fungsi utama usus besar adalah :

 Absorbsi/penyerapan air, NaCl dan glukosa yang dikeluarkan dari katup ileosekal
berbentuk chyme. 1500 cc chyem melewati usus besar dalam setiap harinya.
 Protektif oleh adanya sekresi musin (ion karbonat) yang penegeluaranya
dirangsang oleh nervus parasimpatis. Sekresi mukus ini akan meningkat pada
saat seseorang sedang emosi. Fungsi mukutersebu adalah melindungi dinding
usus dari aktifitas bakteri dan melindungi usus dari trauma asam yang dihasilkan
feses
 Eliminasi fekal (defekasi dan flatus)

         Flatus adalah udara besar yang dihasilkan daripemecahan karbohidrat sedangkan
defekasi adalah pengeluaran feses sari anus dan rektum. Frekuensi defekasi
tergantung individu, berfariasi dari beberapa kali perhari sampai 2-3 kali perminggu.
Defekasi terjadi karena adanya rangsang reflek gastrokolika, yaitu reflek peristaltik
didalam usus besar yang dihasilkan ketika makanan masuk lambung yang
menyebabkan. Biasanya bekerja sesudah pagi.
 

Susunan Feses :

 Bakteri yang umumnya sudah mati


 Lepasan epeitelium dari usus
 Sejumlah kecil zat nitrogen terutama musin
 Garam, terutama kalsium fosfat
 Sedikit zat besi, selulosa
 Sisa zat makanan yang tidak dicerna dan air (100 ml)

 
 

PROSES TERJADINYA DEFEKASI


Proses terjadinya defekasi terjadi karena adanya 2 macam reflek:

1. Reflek defekasi intrinsik (intrinsic defecation reflex)

      Ketika feses memasuki kerectum akan menimbulkan distensi dinding rektum
sehingga akan memberikan sinyal saraf yang dikirimkan ke pleksus mesenterika untuk
merangsang timbulnya peristaltik pada kolon desnden, kolon sigmoid dan rektum.
Gerakan ini akan menekan sehingga feses akan masuk ke anus. Spingter anal internal
akan terbuka dan spingter eksternal akan relaks dan defekasi akan terjadi.

1. Reflek defekasi parasimphatik (parasimpathetic defecation reflex)

      Ketika serat saraf yang ada direktum distimulasi maka akan diteruskan ke spinal
cord dan akan kembali menstimulasi kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Saraf
parasimpatis akan mengaktifkan gelombang peristaltik, relaksasi spingter anal internal
dan mengaktifkan reflek defekasi intrinsuk. Spingter anal internal relaksasi, feses akan
masuk ke anal canal. Pada saat seseorang duduk ditoilet/bedpan, spingter anal
eksternal relaksasi.
Selain didukung oleh dua reflek diatas, proses defekasi juga didukung oleh otot
diafragma dan otot abdomen. Dengan adanya peningkatan tekanan otot abdomen
akibat kontraksi otot levator ani dan otot dasar pelvik sehingga fese akan masuk ke anal
kanal. Proses defekasi normal juga dapat difasilitasi oleh fleksi paha (meningkatkan
tekanan abdomen) dan posisi duduk (meningkatkan tekanan pada rektum bagian
bawah)
 

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI FEKAL

1. Tumbuh kembang

      Bayi s/d 2-3 tahun : volume lambung lebih kecil dari orang dewasa,enzim
pencernaan yang kurang, peristaltik usus yang cepat dan fungsi neuromuskular yang
belum berkembang.

1. Remaja : fungsi usus besar yang sudah lebih berkekembang


2. Lansia : kekuatan gigi yang mulai berkurang,enzim disaliva dan lambung
berkurang, peristaltik dan tonus otot abdomen yang berkurang
3. Diet
4. Makanan berserat dan berselullosa penting untuk mendukung volume fekal.
Makanan yang mengandung gas (bawang, kembang kol dan kacang-kacangan)
dan susu sulit dicerna pada sebagian orang (lactosa intoleran). Diet yang tidak
teratur akan menganggu pola defekasi. 
5. Pemasukan cairan : 2000-3000 ml / hari

      Jika intake cairan tidak adekuat atau pengeluaran yang berlebiahan (urin/muntah)
tubuh akan kekurangan cairan sehingga tubuh akan menyerap cairan dari chyme
sehingga feses yang dikeluarkan menjadi keras.

1. Aktifitas otot

      Aktifitas yang meningkat akan meningkatkan peristaltik usus, kekuatab otot perut
dan otot pelvik

1. Faktor psikologis

      Cemas dan marah akan meningkatkan peristaltik sehingga memungkinkan


terjadinya diare. Depresi akan memperlambat peristaltik usus sehingga memungkinkan
terjadinya konstipasi.

1. Kebiasaan

      BAB ditempat yang tidak biasanya dan privasi yang kurang akan mempengaruhi
pola BAB

1. Posisi

      Posisi jongkok atau paha fleksi akan meningkatkan tekanan abdomen  dan posisi
duduk akan meningkatkan tekanan rektum sehingga mempermudah defekasi

1. Nyeri

      Adanya hemorroid dapat menyebabkan rasa nyaman saat defekasi sehingga
memungkinkan terjadi konstipasi

1. Kehamilan
2. Oprasi dan anastesi

      Kehamilan akan menekan rektum


      Oprasi dan anastesi akan memblok sisitem parasimpatis (misal dalam jangka 24-48
jam) akan menghentikan pergerakan usus (ileus paralitik)

1. Obat-obatan
      Narkotik, morfin, kodein menyebabkan konstipasi

      Laksatif bersifat menstimulasi eliminasi bowel


 
 

1. Tes diagnostik
2. Kondisi patologis

      Barium enema dapat menyebabkan konstipasi


      Injury spinal cord/kepala dan gangguan mobilisasi dan menurunkan stimulasi
sensori untuk defekasi

      Buruknya fungsi spinal anal akan menyebabkan inkontinensia

1. Irritan

      Makanan yang berbumbu pedas, toksin.bakteri/racun dapat mengiritasi usus dan
menghasilkan diare dan flatulens
 

MASALAH UMUM YANG TERJADI PADA ELIMINASI FEKAL

1. a.      DIARE

Diare merupakan kebalikan dari kostipasi dimana seseorang BAB dengan frekuensi
sering dan konsistensinya tidak berbentuk. Ini disebabkan karena isi usus melewati
usus halus dan kolon secara cepat sehingga belum sempat diabsorbsi dan dapat pula
disebabkan karena adanya iritasi didalam kolon yang dapat menyebabkan peningkatan
sekresi mukosa, feses akan menjadi encer dan klien tidak dapat mengontrol dan
menahan keinginannya untuk BAB. Pada diare dapat menyebabkan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh terutama pada bayi dan orang tua. Penyebab
umum diare adalah
1.      stress psikologis
Kondisi kecemasan dapat meningkatkan motolitas usus dan meningkatkan sekresi
mukus
2.      obat-obatan
Antibiotik dapat menimbulkan inflamasi dan infeksi mukosa usus karena adanya
perekmbangan mikroorganisme patologis. Besi dan cathartic dapat mengiritasi mukosa
usus.
3.      alergi makanan dan minuman, karena proses pencernaan yang tidak sempurna
dari makanan tersebut
4.      intoleransi makanan dan minuman. Intoleransi ini dapat meningkatkan motilitas
usus dan meningkatkan sekresi mucus.
5.      kondisi patologis pada kolon.
Pada sindroma malabsorbsi terjadi penurunan absorbsi cairan. Pada crhon disease
terjadi inflamasi usus dan dapat menyebabkan ulserasi.
6.      lain-lain seperti operasi pembedahan dan adanya ketidakseimbangan keberadaan
flora normal. Dengan adanya penggunaan antibiotik dapat membunuh flora normal

1. b.      KONSTIPATION

Konstipasi adalah menurunya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang
keras dan kering atau tidak adanya feses pada periode waktu tertentu. Hal ini juga
terjadi apabila feses melewati usus sangat lambat sehingga memungkinkan terus terjadi
reabsorbsi selama diusus besar. Konstipasi juga diasosiasikan dengan kesulitan untuk
mengeluarkan feses. Seorang perawat harus mengkaji riwayat pola defekasi klien
sebelum menyatakan seseorang klien mengalami konstipasi karena ada beberapa
orang yang mempunyai pola defekasi tidak setiap hari tapi ada juga yang setiap hari.
Penyebab :

 Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, perubahan
dari kebiasaan rutin dapat dengan cepat merubah pola defekasi
 Diet yang tidak adekuat seperti kurang serat (daging, telur) dan kurang caiaran
yang dapat menyebabkan kandungan air dalam chyeme berkurang sehingga
feses menjadi kering dan keras
 Meningkatnya stess fisiologis stress psikologis : akan mengaktifkan sistem saraf
simpatik dan hormon ephineprin sehingga menyebabkan spastic
bowel/hypertonic constipation/irritable colon
 Kurangnya olah raga seperti berbaring terlalu lama
 Obat-obatan : beberapa obat seperti kodein, morphin, antikolinergik dan zat besi
dapat menurunkan motilitas usus sehingga dapat menyebabkan konstipasi. Besi
dapat merusak mukosa usus sehinga dapat menyebabkan konstipasi tetapi besi
juga dapat mengiritasi mukosa usus sehingga pada beberapa individu besi dapat
menyebabkan diare.
 Usia : pada usila mengalami penurunan kualitas otot perut, sekresi intestinal juga
menurun sehingga menyulitkan proses defekasi
 Proses penyakit : obstruksi usus, ileus paralitik, injury spinal cord dan tumor
 Penggunaan laksatif yang berlebihan : dapat menghambat reflek fisiologis untuk
BAB

Kondisi yang tidak diperbolehkan mengalami konstipasi :

 Post op abdomen dan rektal


 Gangguan kardiovaskular
 Peningkatan tekanan intraokular (glukoma)
 Peningkatan tekanan intra kranial

Menurut Mc Shane & Mc Lane terdapat 3 tipe konstipasi yaitu :

 Rectal constipation

Yaitu perubahan pola BAB yang ditandai dengan adanya retensi feses tapi konsistensi
feses dalam keadaan normal dan akibat adanya perubahan kondisi biopschososial.

 Colonic constipation

         Yaitu konstipasi yang ditandai dengan feses yang keras, feses kering akibat
lambatnya pengeluaran feses

 Perceived constipation

         Yaitu konstipasi yang diderita pada seseorang yang menyatakan dirinya
menderita konstipasi hingga orang tersebut mengonsumsi laksatif untuk mengatasinya
 

Karakteristik konstipasi :

 Menurunya frekuensi BAB


 Feses keras dan kering
 Nyeri saat BAB
 Nyeri abdomen
 Distensi abdomen
 Teraba ada tekanan pada rektum/teraba penuh
 Teraba adanya masa fecal (retensi fecal)
 Penurunan nafsu makan

1. c.       FECAL IMPACTION

Impaction merupakn akibat lanjut dari dari konstipasi sehingga tumpukan feses yang
yang keras directum tidak bisa dikeluarkan. Pada impactin yang berat tumpukan feses
yang keras dapat tarjadi sampai direktum dan tidak bisa dikeluarkan. Penyebabnya
antara lain :

 Kebiasaan defekasi yang sangat buruk


 Obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi
 Kondisi tubuh yang lemah, bingung dan tidak sadar
 Konstipasi yang berulang
 Pemeriksaan yang dapat menyebabkan konstipasi seperti barium enema
 Usia lanjut yang ditunjang oleh intake cairan yang kurang, kurangnya aktifitas
dan penurunan tonus otot

Tanda-tanda : Tidak BAB, anoreksia, nausea, vomiting, kembung, dan nyeri rektum.
Pengkajian dengan meraba rektum harus dilakukan dengan hati-hati dan harus
dengan standing order dari dikter karena dapat menimbulkan reflek vagal
(menurunkkan denyut nadi) dan perforasi ( terutama pada orang tua dengan tumor
dikolon)
 

1. Flatulen

Flatulens adalah penumpukan gas pada lumen intestinal, dinding usus meregan dan
mengalami distensi, merasa penuh, nyeri dan kram. Secara fisiologis gas dalam tubuh
akan keluar melalui mulut (sendawa0 dan anus (flatus), tapi jika gas ini berlebihan
seperti pada kasus penggunaan obat penenang, anastesi umum, oprasi abdominal dan
immobilisasi dapat menyebabkan diafragma terdorong keatas, ekspansi paru terganggu
sehingga menggangu pernafasan. Hal-hal yang dapat menyebabkan peningkatan gas
didalam usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan,
pembusukan diusus yang menghasulkan CO2, dan makanan penghasil gas seperti
kembang kol dan bawang.
 

1. Inkonkontinensia fekal

Yaitu suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari
anus, BA encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi
spingter anal, penyakit neuromuskular, trauma spinal cord dan tumor spingter anal
eksternal. Pada situasi tertentu secara mental klien sadar akan kebutuhan BAB tapi
tidak sadar secara fisik. Pakaian klien akan basah, menyebabkan ia akan mengalami
harga diri rendah dan merasa terisolasi. Seperti pada diare inkontinensia bisa bisa
menyebabkan kerusakan kulit, sehingga perawat harus sering memeriksa area perianal
dan anus, harus kering dan bersih. Inkontinensia ini 60% terjadi pada lansia
 
 
 
 

1. Hemorroid

      Hemorroid yaitu dilatasi dan pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal
dan eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, pada kehamilan, gagal jantung
dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat mudah terjadi dengan mudah jika
dinding pembuluh teregang. Jika terjadi inflamasi dan pengerasan, maka klien merasa
panas dan terasa gatal. Karena adanya rasa nyeri saat BAB maka kadang-kadang klien
mengabaikan keinginannya untuk BAB sehingga dapat terjadi konstipasi sebagai akibat
lanjut dari hemorroid.
 

PROSES KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

1. Riwayat keperawatan

 Kebiasaan/pola eliminasi sebelumnya : frekuensi dan waktu BAB


 Identifikasi kebiasaan yang membantu BAB : minum air hangat, menggunakan
laksatif, makanan yang spesifik dan apakah membutuhkan waktu lebih lama
untuk BAB
 Tanyakan perubahan BAB, kapan terakhir BAB dan apa kira-kira penyebab
perubahanya
 Tanyakan karakteristik/ciri-ciri fesesnya : keras/lunak, warna dan baunya
 Riwayat diet
 Pemasukan cairan
 Riwayat olah raga/kemampuan mobilisasi
 Kaji apakah perlu bantuan untuk BAB dirumah
 Riwayat oprasi/penyakit yang menyebabkan gangguan saluran cerna
 Kaji adanya ostomy, dan kaji keadaanya
 Kaji apkah menggunakan obat-obatn : laksatif, antasid, zat besi/Fe, analgesik
atau obat lainnya yang menyebabkan gangguan BAB
 Kaji keadaan emosi
 Kaji riwayat sosial

1. Pemeriksaan fisik

 Tanda-tanda vital
 Inspeksi gigi dan gusi
 Abdoment

      Inspeksi : bentuk , kesimetrisan, warna kulit, adanya massa, peristaltik, jaringan
parut, vena, stoma, lesi. Secara normal gelombang peristaltik tidak terlihat, jika dapat
diobservasi berarti terdapat obstruksi intesti. Distensi abdomen biasanya terjadi karena
adanya gas, tumor atau cairan pada rongga peritoneum. Pengukuran dengan meteran
setiap hari menentukan apakah distensi bertambah, tempat pengukuran harus tetap,
misalnya pada umbilikus dan pada waktu yang sama setiap harinya.
 
      Auskultasi : dilakuakan sebelum melakuakn palpasi untuk mencegah perubahan
peristaltik. Dalam auskultasi harus dikaji keadaan bising usus apakah normal,
hipoperistaltik atau hiperperistaltik
 
      Palpasi dan perkusi : lakukan palpassssi secar gentle dan jiak teraba adanya
massa lakukan palpasi lebih dalam lagi dan diperlukan suatu ketrampilan khusus.
Lakukan perkusi untuk mnegetahui adanya cairan dan gas (timpani), tumor dan massa
(dull/redup)
 

 Rektum

Inspeksi adanya anus akan adanya lesi, warna, inflamasi, dan hemorroid. Lakukan
palpasi (dengan menggunakan sarung tangan, jelly dan jari telunjuk) untuk mengkaji
keadaan dinding rektum
 

1. Karakteristik fekal

 Warna

      Norma : bayi (kuning), deawasa (coklat)


      Abnormal : seperti tanah liat (tidak adanya pigmen empedu/obstruksi empedu),
hitam (dimungkinkan karena mengonsumsi Fe, perdarahan saluran pencernaan bagian
atas seperti lambung dan usus kecil, karena diet sayuran hijau seperti bayam dan
daging), merah (dimungkinkan karena adanya perdaranahan saluran pencernaan
bagian bawah seperti rektum atau mengkonsumsi makanan tertentu seperti beets),
pucat (dimungkinkan adanya malabsobsi lemak, diet susu dan produk susu),
orange/hijau (adanya infeksi intestin)

 Bau

      Normal :  padat dan lunak


      Abnormal :

 Konsistensi

      Normal : padat dan lunak 


      Abnormal : keras dan kering (dimungkinkan karena adanya dehidrasi, penurunan
motilitas usus akibat kurang latihan dan kurang diet serat, emotional up set dan laxative
abuse), pada diare konsistensi lebih encer (karena adanya peningkatan motilitas usus
akibat iritasi kolon oleh bakteri)
 Frekuensi :

      Normal : bersifat individual, bayi dengan ASI (4-6x sehari), bayi dengan PASI (1-3x
sehari) dan dewasa (1-3x perminggu)

 Jumlah :

      Normal : tergantung jumlah makan yang masuk, 150 gram sehari (dewasa)

 Ukuran :

      Normal : tergantung diameter rektum, 2,5 cm (dewasa)

 Komposisi :

      Normal : sisa makanan, bakteri yamg mati, lemak, pigmen bilirubin, sel usus dan air
 
 
 

1. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik

Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik dibedakan dalam 2 macam yaitu :

 Direct visualisation tehnic


 Indirect visualisation tehnik
 Endoskopi
 Barium enema
 Pengambilan sampel feses :

 
 

1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko defisit volume caiaran b.d : pengeluaran yang berlebihan (diare),
ketidakseimbangan pengeluaran melalui ostomi
2. Risiko gangguan integritas kulit b.d : diare yang lam, inkontinensia bowel,
adanya ostomi
3. Gangguan rasa : nyeri b.d : peradangan pada hemorroid, distensi
abdomen
4. Defisit perawatan diri b.d : kelemahan muskuloskletal
5. Gangguan gambaran diri b.d : adanya ostomi, inkontinensia fekal
6. Konstipasi b.d :

 Tidak adekuatnya diet berserat


 Immobilisasi / tidak adekuatrnya aktifitas fisik
 Tidak adekuatnya intake cairan
 Nyeri saat defekasi
 Perubahan kebiasaan rutin (pemasukan diet)
 Penyalahgunaaan laksatif
 Penggunaan obat-obatan yang bisa menyebabkan konstipasi (narkotik,
analgesik, Fe, antasid dan antikolinergik)

1. Diare bowel b.d :

 Stress emosional, cemas


 Tidak toleran terhadap makanan (makanan busuk dan beracun)
 Efek samping obat
 Alergi
 Tindakan huknah

1. Inkontinensia bowel b.d :

 Gangguan system saraf pusat


 Injury spinal cord
 Ketidakmampuan menahan defekasi
 Diare
 Impaksi fekal
 Gangguan proses pikir
 kelemahan

1. PERENCANAAN

Tujuan :

1. Mengembalikan pola eliminasi normal


2. Kembeli ke kebiasaan defekasi yang regualr
3. Intake cairan dan makanan adekuat
4. Olah rag ateratur
5. Rasa nyaman terpenuhi
6. Integritas kulit dapat dipertahankan
7. Konsep diri baik

Kriteria hasil :

1. Untuk klien dengan konstipasi :

 Konsistensi feses lunak


 Pola dfekasi normal
 Tidak ada distensi abdomen, flatus dan rektum terasa penuh sebelum defekasi
 Defekasi nyaman
 Diet dan cairan seimbang (8-10 gelas perhari, makanan tinggi serat)
 Latihan teratur setiap hari (minimal 15 menit berjalan/berlari)
 Tidak menahan defekasi
 Menggunakan laksatif seperlunya

1. Untuk klien dengan diare :

 BAB tidak lebih dari 2 kali sehari


 Konsistensi feses baik
 Status hidrasi baik : kulit baik, urin output 60 ml/jam
 Bebas dari nyeri abdomen dan iritasi perianal

1. Untuk klien dengan inkontinensia bowel :

 Pertahankan pola defekasi yang teratur


 Inkontinensia berkurang
 Bebes iritasi perianal dan bau
 Berpertisipasi dalan program training bowel
 Interaksi sosial baik

1. IMPLEMENTASI
1. Mendukung defekasi normal/teratur

            Perawat harus  mempertahankan :

 Privacy dan kanyamanan klien : sampiran, tidak menggunakan bedpan orang


lain, diperlukan WC yang tertutup
 Dukung waktu yang tepat untuk dfekasi
 Berikan diet dan nutrisi yang adekuat :

Untuk klien dengan diare :

 Anjurkan untuk meningkatkan intake cairan


 Makan makanan sedikit tapi sering dan berikan makana yang lunak
 Berikan minuman yang mengandung tinggi potasium
 Hindari minuman yang terlalu dingin dan terlalu panas karena dapat
menstimulasi peristaltik usus
 Hindari makanan berserat dan makanan pedas
 
 

Untk klien dengan flatulens :

 Hindari makanan yang mengandung bicarbonat dan permen karet karena dapt
meningktkan masuknya udara
 Hindari kol, buncis, bawang merah dan kembang kol

 Barikan latihan :

      Pada klien dengan kelemahan otot abdomen dan pelvik, lakukan latihan isometrik :

 Pada posis supine, kencangkan otot perut dan tarik kedalam, tahan selama 10
detik
 Lakukan 5-10 kali pada setiap latihan
 Lakukan latihan 4x /hari
 Penggunaan obat : katartik/laksatif/pencahar, supposituria dan antidiare :

      Katartik/laksatif :

 Meningkatkan pergerakan usus dan melunakkan feses


 Efek obat ditentukan oleh besarnya dosis
 Indikasi : untuk konstipasi, pre radilogic examination dan pembedahan
 Untuk lansia sebaiknya berikan natural laxative (diet tinggi serat dan inteke
cairan adekuat)
 Kontraindikasi : nausea, vomiting, colic, nyeri abdoment

Antidiare :

 Sebagai pelindung lapisan mukosa dan melindungi dari iritasi (demulcent)


 Menyerap gas dan zat toksik dari feses (sdsobent)
 Astringent

Supposituria :

 Dapat melunakan feses, mengeluarkan CO2 dan menstimulasi saraf direktal


 Dimasukan sampai melebihi spingter anal internal
 Gunakan sarung tngan disposible
 Berikan lubrikasi

1. Membantu pasien menggunakan bedpan


2. Memasukkan rektal tube

 Indikasi : distensi abdomen


 Persiapan alat
 Pelaksanaan
 Merupakan suatu tindakan memasukan cairan secar berlahan-lahan kedalam
rektum dan kolon melalui anus dengan mengunakan kanul rektal.
 Tujuan :
o Merangsang peristaltik usus dan defekasi
o Membersihkan kolon untuk persiapan oprasi
o Terapi : mengurangi kadar kalsium yang tinggi dengan natrium
polystyrene sulfonate/kayexalate enema, mengurangi bakteri dengan
neomisin
o Persiapan kolon untuk pemeriksaan diagnostik
o Klasifikasi :
o Cleansing enema : merangsnag peristaltik dengan mengiritasi kolon
melalui pemasukan sejumlah cairan. Efektif setlah 5-10 menit. Ada 2
macam :
 Enema tinggi : membersihkan semua kolon dengan 1000 ml cairan
(dewasa). Biasanya dilakuakn untuk pemeriksaan diagnostik
 Enema rendah : hanya membersihkan rektum dan kolon sigmoid
dengan 500 ml. Selama tindakan posisi klien dipertahankan miring
kiri.
 Carminative enema : bermanfaat untuk mengeluarkan flatus dan
merangsang peristaltik dengan memasukan 60-180 ml cairan
(dewasa)
 Retention enema : dilakukan dengan memasukan minyak kedalam
rektum dan sigmoid. Bermanfaat untuk melembutkan feses dan
melicinkan rektum/anal sehingga dapt memfasilitasi pelepasan
feses.
 Return flow enema/harris flush : bermanfaat untuk melepaskan
flatus dengan menggunakan 100-200 ml cairan sehingga dapat
merangsang peristaltik usus dan mengeluarkan feses
 Tipe enema
 Tap water : 500-1000 ml

1. Mengeluarkan feses secara manual


2. Enema/huknah/klisma

      Diberikan berlahan untuk mencegah keracunan air dan kelebihan sirkulasi

 Normal saline fisiologis (lebih aman)

      9 ml NaCl dalam 1000 ml air atau 1 sdt garam meja dalam 500 ml air. Cocok untuk
bayi dan anak-anak karena dapat menjaga keseimbangan cairan
 Cairan hipertonik 120-180 ml

      Untuk klien yang tidak toleran dengan cairan yang banyak dan tidak cocok untu
anak-anak

 Cairan sabun

      5 ml sabun (1sdt) dalam 1000 ml air hangat atau normal salin (perry & potter, 1994)
atau 20 ml sabun dalam 1000 ml air ( kozier 1991).

 Minyak seperti minyak zaitun

      90-120 ml minyak (preparat komersial), contoh sodium phospat

 Carminative

      Contoh MGW solution (30 ml magnesium, 60 ml Gliserin dan 90 ml air)

 Perhatian :
o Frekuens enema yang terlalu sering dapat merusak reflek defekasi normal
o Cairan sabun yang terlalu banyak dapat mengiritasi mukosa kolon
o Cairan hipertonik seperti phospat akan mengiritasi mukosa dan menarik
cairan disekitar jaringan kolon (osmosis)
o Cairan hipotonik seperti air dapt diserap masuk kealiran darah, akibatnya
bisa terjadi keracunan air. Cairan ini tidak aman bagi klien dengan
gangguan ginjal dan jantung (gagal jantung akut)
o Jenis enem ayang akan diberikan harus dikolaborasikan dengan dokter
o Suhu : 40-43 C (105-110 F) untuk dewasa, 37,7 C (100F) untuk anak, 33
C (untuk oil retentin enema). Suhu yang terlalu tinggi dapat menginjury
mukosa bowel dan suhu yang telalu rendah dapat menyebabkan spasme
otot spingter dan teras tidak nyaman
o Jumlah cairan yang diberikan tergantung macam, usia dan kemampuan
klien
o Lamanya pemberian enema terganyung tujuan dan kemampuan spingter,
biasanya 5-10 menit
o Ukuran kanul : dewas 22-30 Fr, anak-anak 14-18 Fr dan bayi 12 Fr
o Persiapan alat
 Sarung tangan
 Kontainer enema, tube dan klem, kanul rektal
 Cairan enema :
 Termometer
 Jelly, perlak
 Selimut mandi
 Tissue dan bengkok
 Bedpan
 Baskom, waslap
 Sabun, handuk

Paket enema :

 Sarung tangan
 Paket enem adengan rektal tip
 Jelly
 Perlak
 Handuk mandi
 Tissue dan bengkok
 Bedpan
 Baskom, waslap, handuk dan sabun

 Pelaksanaan
o Persiapan klien : jelaskan tujuan dan prosedur
o Persiapan alat dan bawa dekat dengan klien
o Perawat mencuci tangan
o Jaga privacy klien : usahakan hanya membuka daerah rektal dengan
memaki penutup/handuk, pasang sampiran, pasang pengaman tempat
tidur, dan atur tinggi tempat tidur
o Atur posisi klien : miring kiri dan kaki kanan ditekukkearah umbilikus
o Tempatkan perlak dibawah bokong  klien
o Perawat memasang sarung tangan
o Mengisi cairan irigator dan klem
o Memeriksa kehangatan cairan irigator dengan ujung bagian luar dari
pergelangan tangan
o Melumasi ujung kanul dengan jelly 6-8 cm
o Menentukan letak anus dengan mencari celah antara kedua bikong
dengan tangan nondominan
o Menganjurkan klien relaks dan nafas dalam
o Memasukan ujung kanul perlahan-lahan : dewasa (7,5-10 cm), anak-anak
(5-7,5 cm) dan bayi (2,5-3,75)
o Mengalirkan cairan klisma dengan membuka klem, kemudianmeninggikan
secara bertahap dan perlahan sampai setinggi 30 cm untuk enema
rendah (maksimal 45 cm) dan 7,5 cm untuk bayi
o Memeperhatikan kenyamanan klien, menurunkan kecepatan aliran
dengan cara menurunkan irigator atau mengklem selang jika klien merasa
kram
o Klem selang jika semua cairan telah dimasukan
o Menempatkan tissue disekitar anus dan kanula sambil menarik kanula
perlahan
o Menjelaskan klien bahwa rasa distensi normal dan menganjurkan klien
menahan selam amungkin
o Menempatkan peralatan  

BOWEL DIVERSION OSTOMIES


Ostomi bisa dibedakan berdasarkan :

1. waktunya :

1. temporary

temporary colostomy sering diindikasikan pada kasus traumatic injury atau pada


peradangan saluran pencernaan, misalnya karena penyakit pada bagian distal saluran
cerna apalagi jika bagian tersebut dalam tahap penyembuhan

1. permanent

permanent colostomy sering diindikasikan pada kasus malfungsi rectum dan anus


akibat penyakit tertentu seperti bowel cancer atau kelainan congenital
 

1. lokasi secara anatomi

1. ileostomy (pada bagian distal usus kecil)


2. cecostomy (ujung awal colon asendent)
3. ascending colostomy (pada kolon asendent)
4. tranverse colostomy (pada kolon tranversum)
5. desending colostomy (pada kolon desenden)
6. sigmoidostomy (pada sigmoid)

lokasi ostomy sangat mempengaruhi karakteristik feses yang dikeluarkan :

1. 1.      Ileostomy

Feses keluar dari ileostomy keluar dari secara terus menerus dan beraturan. Fese ini
mengandung enzim pencernaan yang dapatmengiritasi kulit sehingga klien dengan
ileostomy harus selalu menggunakan kantong stoma dan harus dijaga dari kerusakan
integritas kulit

1. 2.      Asending colostomy
Feses yang keluar melalui asending colostomy berbentuk cair dan hanya keluar
beberapa kali dalam sehari dan tidak beraturan. Tidak mengandung enzim pencernaan
 

1. 3.      Tranverse colostomy

Feses berbau sangat menusuk, konsistensi seperti bubur karena sudah melalui proses
absorbsi air

1. 4.      Desending colostomy

Konsistensi feses sudah lebih padat

1. 5.      Sigmoidostomy

Konsistensi feses normal


 

Tiga tipe stoma ;

1. 1.      the loop colostomy


2. 2.      the double colostomy
3. 3.      the end colostomy

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada klien dengan stoma :

1. warna stoma

Warna stoma yang normal adalah tampak kemerahan, warna dengan warna mukosa
bagian dalam usus. Warna stoma yang pucat atau berwarna gelap menunjukan adanya
penurunan sirkulasi kedaerah tersebut

1. ukuran dan bentuk

Stoma yang baru akan tampak sedikit membengkak  dan akan mulai berkurang setelah
2-3 minggu sampai 6 minggu. Pengurangan bentuk yang sangat drastic menunjukan
adanya sumbatan

1. perdarahan pada stoma

Sedikit perdarahan saat disentuh masih dianggap normal, tetapi jika terjadi perdarahan
yang berlebihan harus segera dilaporkan

1. warna kulit disekitarnya


Perlu diwaspadai adanya kemerahan dan irritasi pada kulit sekitar stoma (5-13 cm dari
stoma)

1. jumlah dan tipe feses

Kaji jumlah, warna, bau dan konsistensi feses. Kaji akan adanya pus dan darah pada
feses.

1. lain-lain

Kaji adanya keluhan seperti terbakar pada kulit dibawah kantong stoma. Hal ini
menunjukan adanya kerusakan integritas kulit. Rasa tidak nyaman pada perut atau
adanya distensi abdoment juga harus dikaji.
 

RINGKASAN

1. Untuk memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan


pemenuhan kebutuhan eliminasi fekal, perawat harus memahamai terlebih
dahulu anatomi dan fisiologi system pencernaan.
2. Proses terjadinya defekasi dipengaruhi oleh 2 reflek yaitu reflek defekasi intrinsic
dan reflek defekasi parasimpatik
3. Untuk mendukung fungsi eliminasi fekal, seorang perawatat harus menegetahui
factor-faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal yaitu usia / tumbuh kembang,
pola nutrisi / diet, intake cairan, aktifitas, factor psikologis, kebiasaan, posisi,
nyeri, kehamilan, operasi dan anestesi, obat-obatan, tes diagnostik, kondisi
patologis, dan irritan
4. sebelum menentukan masalah keperawatan yang berhubungan dengan
gangguan pemenuhan eliminasi fekal, perawat harus melakukan pengkajianyang
meliputi : pola eliminasi sebelumnya, kebiasaan yang mendukung pola BAB,
karakteristik feses, riwayat diet, riwayat diet, pola kativitas, intake cairan dan
temuan pemeriksaan fisik yang mendukung
5. dalam memfasilitasi klien dengan pemenuhan kebutuhan eliminasifekal seorang
perawat harus menguasai implementasi keperawatan yang mendukung yang
meliputi :

a         mendukung defekasi normal yang teratur seperti : memberikan waktu yang tepat,
menjaga privasi, mempertahankan diet nutrisi adekuat
b        mendukung latihan yang adekuat
c         memperhatikan dalam pemberian obat yang mungkin berpengaruh pada
gangguan eliminasi fekal
d        membantu klien BAB dengan menggunakan bed pan
e         menggunakan rectal tube
f         mengeluarkan feses secara manual
g        melakukan enema sesuai indikasi
h        memberikan perawatan stoma
 

Anda mungkin juga menyukai