Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi maha penyayang , puji
syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang atas nikmatnya maka penulis dapat
menyelesaikan penyusunan ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN
MENJELANG AJAL/ TERMINAL. Penulis makalah ini merupakan salah satu tugas mata
kuliah keperawatan gerontik. Dalam penyusunan makalah ini penulis merasa masih banyak
kekurangan kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengigat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga
kepada semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Palopo, 2016
penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam merawat lanjut usia yang tidak ada harapan untuk untuk sembuh,
seorang perawat professional harus mempunyai keterampilan yang multikompleks.
Sesuai dengan peran yang dimiliki, perawat harus mampu memberi pelayanan
keperawatan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental, sosial, dan spiritual. Perawat
juga dituntut untuk membangun anggota keluargannya dalam memenuhi kebutuhan
klien lanjut usia dan harus menyelami perasaan hidup dan mati.
Pemberian asuhan keperawatan pada lanjut usia yang sedang menghadapi
sakaratul maut tidak selamanya mudah. Klien lanjut usia akan memberi reaksi yang
berbeda-beda, tergantung pada kepribadian dan cara klien lanjut usia menghadapi
hidup. Bagaimanapun keadaannya, perawat harus dapat menguasai situasi, terutama
terhadap keluarga klien lanjut usia. Baiasanya anggota keluarga yang dalam keadaan
krisis ini memerlukan perhatian perawat karena kematian seseorang dapat terjadi
secara tiba-tiba dan dapat pula berlangsung berhari-hari. Kadang-0kadang sebelum
ajal tiba, klien lanjut usia kehilangan kesadarannya terlebih dahulu.
Meninggal adalah suatu pengalaman yang tak ada duannya dalam hidup, dan
dimana-mana tapi jarang di teliti.
Penelitian dimasa lalu menghasilkan beberapa model kesiapan pasien. Salah
satu ialahmodel Kubler-Ross, dengan tahapan menolak, marah, menawar, murung,
menerima, mengharap. Atas dasar ini dokter dapat membantu pasien yang
mebghadapi akhir hayat, berupaya kea rah menerima dan berharap, bidang yang sulit
ini terus menerus di teliti.
Kemajuan teknologi medic seperti pernapasan buatan dan dialysis ginjal telah
berhasil memperpanjang umur pasien, yang dahulu dapat di pastikan meninggal.
Meskipun banyak pasien dapat memanfaatkan kemajuan ini dan proses penyakit dapat
di hentikan atau di balik, mulai di pertanyakan apakah tindakan memperpanjang umur
benar sesuai dengan kepentingan pasien.
2
Pelayanan kesehatan sejak dulu di arahkan untuk menyembuhkan penyakit
dan mencegah kamtian, tetapi baru sekarang para dokter berhadapan dengan keadaan
menjelang ajal yang tidak dapat di elakan.
Banyak para ahli membahas segi hokum, eti, medic dan klinik tentang keputusan di
akhir hayat pasien yang tidak sepenuhnya mampu dan menghadapi kematian segera.
Salah satu pasal adalah hak pasien untuk menolak pengobatan. Untuk Indonesia hal
ini belum lazim perlu dibahas dari segiu etik dan hokum.
(Noorkasiani and S.tamber. 2009)
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Kemampuan berfikir kritis dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia
dengan menjelang ajal/terminal.
2. Tujuan khusus
a. Dapat memahami dan mengetahui tentang konsep dasar lanjut usia (lansia).
b. Dapat memahami dan mengetahui dan mengetahui tentang konsep dasar
menjelang ajal/masa terminal.
c. Dapat memahami dan mengetahui tentang manifestasi klinis menjelang
ajal/terminal.
d. Dapat memahami dan mengetahui tentang tahap-tahap menjelang ajal
e. Dapat memahami dan mengetahui tentang hak-hak asasi pasien menjelang
ajal/terminal.
f. Dapat memahami dan mengetahui tentang perilaku-perilaku menjelang
ajal/terminal.
g. Dapat memahami dan mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien
menjelang ajal/terminal meliputi :
Pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi dan evaluasi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia diatas 60 tahun (uu nomor 13 tahun
1998).
4
nenek atau kakek atau menolak bantuan dalam tugas yang menempatkan
keamanan mereka pada resiko yang benar.
5) Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup
Lansia dapat mengubah rencana kehidupan
6) Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak dewasa
Lansia sering memerlukan penetapan hubungan kembali dengan anak
anaknya yang telah dewasa ,masala keterlibatan,peran kertelibatan
peran,ketergantungan konflik,,perasaan bersalah dan kehilangan memerlukan
pengenalan dan resolusi
7) Menentukan cara untuk memperthankan kualitas hidup lansia haarus belajar
menerima aktifitas dan minat baru untuk mempertahankan kualitas
hidupnya.seseorang yang sebelumnya aktif dalam sosial sepanjang hidupnya
mungkin merasa relatif mudah untuk bertemu orang baru dan mendapat
minat baru.
5
h. Penglihatan mulai kabur.
i. Klien kadang-kadang kelihatan rasa nyeri.
j. Klien dapat tidak sadarkan diri.
2. Psikososial
Sesuai dengan fase-fase kehilangan menurut seorang ahli E. Kuber Ross
mempelajari respon-respon atas menerima kematian dan maut secara
mendalam dari hasil penyelidikan/penelitiannya yaitu:
1. Respon kehilangan
Rasa takut diungkapkan dengan ekspresi wajah (air muka),
ketakutan, cara tertentu untuk mengulurkan tangan.
Cemas diungkapkan dengan cara menggerakkan otot rahang
dan kemudian mengendor.
Rasa sedih diungkapkan dengan mata setengah terbuka atau
menanggis.
2. Hubungan dengan orang lain
Kecemasan timbul akibat ketakutan akan ketidak mampuan
untuk
berhubungan secara interpersonal serta akibat penolakan.
3. GRIEVING (Berduka)
6
1. Reaksi Berduka
a. Menolak dan Isolasi
Tidak percaya terhadap hal tersebut.
Tidak siap menghadapi masalah.
Memperhatikan kegembiraan yang dibuat-buat (menolak berkepanjangan).
b. Marah (Anger)
Marah terhadap orang lain untuk hal-hal sepele: iritabel/sensitive.
c. Bargaining/tawar menawar
Mulai tawar menawar terhadap loss.
Mengekspresikan rasa bersalah , takut , putisment terhadap rasa berdosa, baik
nyata maupun imajinasi
d. Depresi
Rasa berduka terhadap apa yang terjadi.
Kadang bicara bebas atau menarik diri.
e. Acceptane/penermaan
Penurunan interest lingkungan sekitar.
Berkeinginan untuk membuat rencana rencana .
7
Berduka adalah proses pergeeseran melewati nyeri akibat kehilangan.
Kehilangan kesehatan, teman , kerabat, pekerjaan , keamanan financial
merupakan sebagian dari kehilangan kumulatif yang menyebabkann
berduka pada lansia. Periode berduka adalah waktu penyembuhan ,
adaptasi, dan pertumbhan.
Asuhan keperwatan untuk pasien dan pemberi perawatan yang berduka
memerlukan rasa saling memberi yang sensitive, peduli dan empati.
Berbagai pendapat, perasaan dan ketenangan merupakan intervensi
keperawatan yang paling tepat . Bimbingan adaptif dapat membantu
mereka mempersiapkan orang yang menjelang ajal untuk mengahadapi
nyeri dan perasaan alamiah mereka yang berhubungan dengan proses
berduka .
Sekarat adalah bagian dari kehidupan yang merupakan proses menuju kematian.
Dengan makin meningkatnya jumlah populasi usia lanjut, meningkat pula jumlah
penderita penyakit kronis, yang pada suatu saat mengalami keadaan dimana tidak ada
sesuatu yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki kemampuan melakukan aktivitas
sehari hari .
Bagi penderita yang keadaannya tidak sadar/koma dalam, semua fungsi organ
jelas tidak bisa membaik dengan berbagai pengobatan, keadaan yang jelas tidak
member harapan . Akan tetapi apabila penderita masih dalam kesadaran penh , dan
masih mampu bermobilisasi , dengan berbagai fungsi organ yang masih berfungsi, mka
persoalan etika hokum menjadi lebih rumit.
Dalam hal diatas yang menjadi masalah bagi praktek kedokteran di Indonesia
adalah bagaimana memberitahukan keadaan sebenarnya pada penerita yang sering kali
member beban psikologis sangat berat, sehingga keluarga kerapkali menyembunyikan
kebenaran dari klien . menurut hak azaz otonomi , seharusnya klien lah yang paling
berhak tahu atas kondisi kesehatan nya.
Perawat berkewajiban untuk berikan pandangan yang jelas mengenai makna
kematian bagi individu , keluarga sehingga perawatan klien menjelang ajal harus
nyaman dan terhormat. (Hockey,1989;Hurtig dan Steven,1990)
8
Dying atau menjelan ajal adalah bagian dari kehidupan yang merupakan proses
menuju akhir (Kematian)
Kematian adalah apabila seseorang tidak lagi teraba denyut nadinya ,tidak
bernafas selamabeberapa menit dan tidak menunjukan segala reflex, serta tidak ada
kegiatan otak.
Penulis yang paling dikenal dalam bidang kematian dan menjelang ajal adalah
Elizabeth KublerRoss. Hasil kerjanya membuat peka perawat , professional layanan
kesehatan dan konsumen terhadap proses menjelang ajal dan kebutuhan-kebutuhan
yang melekat pada orang yang menjelang ajal. Teorinya mengatakan bahwa orang
yang menjelang ajal mengalami lima tahap, dimulai dengan penyingkapan awal
terminalitas dan berakhir dengan momeng akhir kehidupan. Tahap l, penyangkalan
dan isolasi, biasanya mewakili pertahanan temporer yang digantikan dengan
penerimaan parsial. Penyangkalan ini tidak boleh diinterpretasikansebagai adaptasi
yang negative atau merendahkan. Sebagai pertahanan awal, penyangkalan
membantu seseorang dengan melindunginya dari ansietas dan ketakutan. Pada
Tahap II, kemarahan dan penyangkalan digantikan dengan perasaan marah , gusar ,
iri , kebencian,. Hal ini dianggap sebagai salah satu tahap yang paling sulit bagi
keluarga dan pemberi perawatan karena perasaan ini sering diarahkan pada mereka.
Selama Tahap III, tawar menawar, orang sering berupa negosiasi dengan Tuhan
untuk mendapatkan tambahan waktu. Tahap IV, depresi , meliputi 2 jenis
kehilangan : kehilangan yang terjadi di masalalu dan kehilangan hidup yang akan
terjadi. Yang disebut sebagai persiapan berduka oleh Kubler Ross. Tahap V ,
penerimaan , merupakan fase akhir dari proses menjelang ajal.
Amberton mengisolasi empat strategi koping utama yang digunakan oleh
orang yang menjelang ajal.: penyangkalan , ketergantungan , pemindahan , dan
regresi. Teorinya menekankan pada suatu pendekatan tim dalam merawat orang
yang menjelang ajal, dengan focus pada pendekatan asuhan paliatif daripada
pendekatan kuratif. Dukungan yang konsisten oleh pemberi perawatan diperlukan
pada saat pasien yang menjelang ajal terombang-ambing diantara berbagai bentuk
ketergantungan dan kecukupan diri. Orang yang menjelang ajal perlu mengetahui
bahwa mereka tidak akan diabaikan atau ditinggal sendiri.
9
Pattison tidak menyetujui pembagian proses menjelang ajal menjadi tahapan-
tahapan kronologis yang tersusun. Ia mengindentifikasi berbagai mekanisme koping
ego yang digunakan oeh orang yang menjelang ajal pada berbagai titik yang
berbeda selama siklus hidup. Lansia menggunakan altruism, humor , supresi,
pikiran , antisipasi, dan sublimasi untuk menghadapi kebutuhan-kebutuhan
terminal. Patrison merujuk pada fase-fase proses menjelang ajal : fase akut, fase
kehidupan kronis , fase menjelang ajal, fase akhir. Ia mengatakan bahwa persiapan
reaksi psikologis muncul selama interval hidup-mati. Pendekatan individual
diperlukan untuk menghadapi stress dan krisis yang dapat muncul kapan saja dalam
proses menjelang ajal.
Wiesman mengemukakan adanya kemungkinan fase-fase pada ekspresi
respons emosional yang continue dan berubah-ubah selama proses menjelang ajal.
Ia menekankan pada individualitas seseorang daripada member label berdasarkan
urutan munculnya reaksi emosional.
b. Manifestasi Klinis Dying
a. Gerakan dan pengindraan menghilang secara beraangsur angsur ,biasanya
dimulai pada anggota badan,khusunya kaki dan ujung kaki
b. Gerakan peristaltik menurun
c. Tubuh klien lanjut usia tampak mengembung
d. Badan dingin dan lembab,terutama pada kaki,tangan dan ujung hidungnya
e. Kulit tmpak pucat,warna kebiruan /kelabu
f. Denyut nadi mulai tidak teratur
g. Nafas mendengkur berbunya keras (stridor) yang disebabkan oleh adanya lendir
pada saluran pernapasan yang tidak dapat di keluarkan oleh klien lanjut usia
h. Tekanan darah menurun
i. Terjdi ganguan kesadaran(ingatan menjadi kabur)tubuh klien lanjut usia tampak
mengembung.
10
c. Tahap menjelang Ajal
(menurut Elisabeth kubbler ross)
Tahap tahap ini tidak selamanya beruntutan secara tetap ,tetapi dapat saling tindih,
kadang kadang seorang klien lanjut usia melalui satu tahap tertentu untuk kemudian
kembali ke tahap itu. Lama setiap tahap dapat bervariasi.mulai dari beberapa jam
sampai beberapa bulan apabila tahap tertentu berlangsung sangat singkat, biasa
timbul kesan seolah olah klien lanjut usia melompati usia tahap, kecuali jika
perawat memperhatikan secara seksama dan cermat.
a. Tahaap pertama (penolakan/denial and isolation)
Tahap ini adalah tahap kejutan dan penolakan .Biasanya,sikap itu ditandai
dengan komentar ,saya?Tidak itu tidak mungkinSelama tahap ini klien lanjut
usia sesungguhnya mengatakan bahwa maut menimpah semua orang kecuali
dirinya.klien lanjut usia biasanya terpengaruh oleh sikap penolakan sehingga
ia tidak memperhatikan facta yang munking sedang di jelaskan kepadanya
oleh perawat ,ia bahkan menekan apa yang telah ia dengaratau mungkin akan
meminta pertolongan dari berbagai macam sumber profesional dan non
profesional dalam upaya melarikan diri dari kenyataan bahwa maut sudah
berada di ambang pintu.
b. tahap kedua (marah atau anger )
Tahap ini ditandai oleh rasa marah dan emosi yang tidak terkendali.Klien
lanjut usia itu berkata mengapa saya?sering kali klien lanjut usia akan slalu
mencela setiap orang dalam segala hal.ia mudah marah terhadap perawat dan
petugas kesehatan lainya tentang apa yang mereka lakukan.pada tahap ini,klien
lanjut usia lebih menganggap hal ini merupakan hikmah,dari pada
kutukan.kemarahan di sini merupakan mekanisme pertahanan dari klien lanjut
usia akan tetapi ,kemarahan sesungguhnya tertujuh kepada kesehatan dan
kehidupan pada saat ini pada saat ini perawat kesehatan harus hati hati dalam
memberi penilaian sebagai reaksi yang normal terhadap kematian yang perlu
diungkapkan.
c. Tahap ketiga (tawar menawar/bergaining)
Pada tahap ini,klien lanjut usia pada hahekatnya berkata, ya benar aku,
tetapi Kemarahan biasanya mereka dan klien lanjut usia dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang sedang terjadi dengan
dirinya .Akan tetapi pada tahap tawar menawar ini banyak orang cenderung
11
untuk menyelsaikan urusan rumah tangga mereka sebelum maut tiba,dan akan
menyiapkan beberapa hal,misalnya membuat surat dan mempersiapkan
jaminan hidup bagi orang tercinta yang ditinggalkan.
Selama tawar menawar ,pembohongan yang dikemukakan hendaknya dapat
dipenuhi karena merupakan urussan yang belum selesai dan harus diselesaikan
sebelum mati,misalnya klien lanjut usia mempunyai permintaan terakhir untuk
melihat pertandingan olah raga ,mengunjungi kerabat,melihat cucu
terkecil,atau makan di restoran,perawat dianjurkan memenuhi permohonan itu
karan membantu klien lanjut usia memasuki tahap berikutnya
d. Tahap keempat(sedih /depresi)
Pada tahap ini klien pada lanjut usia pada hakekatnya berkatayang benar
aku.Hal merupakan saat yang menyedihkan karena klien lanjut usia sedang
dalam suasana berkabung,dimasa lampau ,ia sudha kehilangan orang yang
yang dicintai dan sekarang ia akan kehilanaagan nyawanya sendiri,bersamaan
dengan itu,ia harus meninggalkan semua hal yang menyenangkan yang telah
dinikmatinya.selama tahap ini,klien lanjut usia cenderung tidak banyak bicara
dan sering menangis,saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang
disamping klien lanjut usia yang sedang melalui masa sedihnya sebelum
meninggal.
e. Tahap kelima(Menerima /acceptance )
Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian ,menjelang saat ini, klien
lanjut usia telah membereskan segala urusan yang belum selesai dan mungkin
tidak ingin bicara lagi karena sudah menyatakan segala sesuatu,tawar
menawar sudah lewat dan tibalah saat kedamaian dan ketenangan .Seseorang
mungkin saja lama ada pada tahap menerima tetapi bukan tahap pasrah yang
berarti bukan kekalahan.dengan kata lain pasrah pada maut tidak berarti tidak
menerima maut.
12
d. hak asasi pasien menjelang ajal
Lanjut usia berhak untuk diperlakukan sebagai manusia yang hidup sampai ia mati.
Adapun hak hak pasien yang mengalami sakratul maut :
a. Berhak tetap untuk merasa mempunyai harapan meskipun fokusnya dapat
sajah berubah
b. Berhak dirawat oleh mereka yang dapat menghidupkan terus harapan
walaupun dapa berubah .
c. Berhak untuk merasakan perasaan dan emosi mengenai kematian yang sudah
mendekat dengan caranya sendiri
d. Berhak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai
perawatnya .
e. Berhak untuk menghaarapkan terus mendapatkan perhatian medis dan
perawatan waalaupun tujuan penyembuhan harus diubah menjadi tujuan
memberi rass nyaman.
f. Berhak untuk tidak mati kesepian
g. Berhak untuk bebas dalam rasa nyeri
h. Berhak untuk memperoleh jawaban yang jujur atas pertanyaan
i. Berhak untuk tidak di tipu
j. Berhak untuk mendapat bantuan dari dan untuk keluarganya dalm menerima
kematian.
k. Berhak untuk mati dengan tenang dan terhormat
l. Berhak untuk mempertahakan individualitas dan tidak dihakimi atas keputusan
yang mungkin saj bertenntangan dengan orang lain
m. Membicarakan dan memperluas pengalaman keagamaan dan kerohanian
n. Berhak untuk mengharapkan bahwa sesudah tubuh manusia akan di hormati
sesudah mati.
13
e. Perilaku Mejelang Ajal
Seseorang yang menjelang ajal ada u pola perjalanan klinis yang ditunjukan oleh
prilaku klien menurut marthoccio pattem of living dying seperti :
Pola ini memiliki karakteristik sehat yang tinggi (puncak) dan periode krisis
(lemah).Pada kondisi puncak klien mempunyai harapan yang tinggi pada
kondisi yang lembab sebaga kondisi yang menakutkan dan bisa menimbulkan
penurunan depresi pada pola ini walaupun pad kondisipuncak tetapi terjadi
penurunan terus menerus sampai kematian
b. pola dataran yang turun karakteristik dari pola ini adalah adanya sejumlah
kemunduran yang terus bertambah dan tidak terduga dalam periode yang tidak
dapat dipastikan .klien hampir tidak kembali pada kesehatan semulah sebelum
crisis semulah sebelum krisis secara emosional ,pernyatan sis-sia dan
kemaraha klien serta keluarga
c. Pola tebing yang menurun
Karakteristik dari pola ini kehidupan yang mulai surut ,berlahan dan hampir
tidak teramati sampai akhirnya menghebat menuju kematian, terkadang masih
terpasang alat bantuan hidup.
14
5. DEATH (kematian)
Kematian adalah kondisi berhentinya fungsi organ tubuh secara menetap atau
terhentinya kerja otak secara menetap. Meninggal dunia adalah keadaan insane yang
diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan dan
denyut jantung seseorang telah terhenti . Kematian adalah satu fase kehidupan yang
terakhir bagi manusia. Persepsi seseorang tentang kematian berbeda-beda. Dalam
merawat lansia yang tidak ada harapan untuk sembuh, seorang perawat profesional
harus mempunyai ketrampilan yang multikompleks. Sesuai dengan peran yang dimiliki,
perawat harus mampu memberi pelayanan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan
fisik, mental, sosial dan spiritual. Perawat juga dituntut untuk membantu anggota
keluarganya dalam memenuhi kebutuhan klien lanjut usia dan harus menyelami
perasaan hidup dan mati.
Pemberian askep pada lansia yang sedang menghadapi sekratul maut tidak selamanya
mudah. Klien lansia akan memberi reaksi yang berbeda-beda, bergantung pada
kepribadian dan cara klien lansia menghadapi hidup. Bagaimanapun keadaannya,
perawat harus dapat menguasai situasi, terutama anggota keluarga dalam keadaan kritis
ini memerlukan perhatian perawat karna kematian seorang dapat terjadi secara tiba-tiba
dan dapat pula berlangsung sehari-hari. Kadang-kadang sebelum ajal tiba, klien lansia
kehilangan kesadarannya terlebih dahulu.
Pengertian sakit gawat adalah suatu keadaan sakit, yang klien lansia tidak dapat lagi
atau tidak ada harapan lagi untuk sembuh. Pengertian kematian/mati adalah apabila
seorang tidak lagi teraba denyut nadinya, tidak bernapas selama beberapa menit, dan
tidak menunjukan segala refleks, serta tidak ada kegiatan otak.
15
2. Kecelakaan (hematoma epidural)
Ciri/tanda klien lansia menjelang kematian:
1. Gerakan dan penginderaan menghilang secara berangsur-angsur. Biasanya
dimulai pada anggota badan, khususnya kaki dan ujung kaki.
2. Gerakan peristaltik usus menurun.
3. Tubuh klien tampak mengembung.
4. Badan dingin dan lembab, terutama pada kaki, tangan dan ujung hidungnya.
5. Klien tampak pucat, berwarna kebiruan/kelabu.
6. Denyut nadi mulai tidak beraturan.
7. Napas mendengkur berbunyi keras (stridor) yang disebabkan oleh adanya
lendir pada saluran pernapasan yang tidak dapat dikeluarkan oleh lansia.
8. Tekanan darah menurun.
9. Terjadi gangguan kessadaran (ingatan menjadi kabur)
a. Rigor mortis
b. Algor moris
16
c. Post mortem decomposition
Setelah sistem sirkulasi hilang kulit menjadi biru kehitaman karena sel sel
sudah rusak dan terjadi pelepasan Hb.untuk memperlambat dengan di taruh
di ruang suhu rendah atau dibalsam(diawetkan).
6. FASE-FASE KEHILANGAN
17
Elizabeth Kubbler Ross menggambarkan 5 tahap yang akan dilalui klien dalam
menghadapi bayangan akan kematian/kehilangan yang sangat bermanfaat untuk
memahami kondisi klien pada saat ini, yaitu:
1. Tahap peningkatan atau denial
Adalah ketidakmampuan menerima, kehilangan untuk membatasi atau
mengontrol nyeri dan dystress dalam menghadapinya. Gambaran pada tahap
denial yaitu:
a) Tidak percaya diri
b) Shock
c) Mengingkari kenyataan akan kehilangan
d) Selalu membantah dengan perkataan baik
e) Diam terpaku
f) Binggung, gelisah
g) Lemah, letih, pernafasan, nadi cepat dan berdebar-debar
h) Nyeri tubuh, mual
2. Tahap anger atau marah
Adalah kekesalan terhadap kehilangan. Gambaran pada tahap anger yaitu:
a) Klien marah-marah
b) Nada bicara kasar
c) Suara tinggi
3. Tahap tawar menawar atau bergaining
Adalah cara coping dengan hasil-hasil yang mungkin dari penyakit dan
menciptakan kembali tingkat kontrol. Gambaran pada tahap ini yaitu:
a) Sering mengungkapkan kata-kata kalau, andai.
b) Seirng berjanji pada Tuhan.
c) Mempunyai kesan mengulur-ulur waktu.
d) Merasa bersalah terus menerus.
e) Kemarahan mereda.
4. Tahap depresi
Adalah ketiada usaha apapun untuk mengungkapkan perasaan atau
reaksi kehilangan. Gambaran pada tahap ini yaitu:
a) Klien tidak banyak bicara.
b) Sering menanggis.
c) Putus asa.
18
5. Tahap acceptance atau menerima
Adalah akhir klien dapat menerima kenyataan dengan kesiapan.
Gambaran pada tahap ini yaitu:
a) Tenang/damai.
b) Mulai ada perhatian terhadap suatu objek yang baru.
c) Berpartisipasi aktif.
d) Tidak mau banyak bicara.
e) Siap menerima maut.
Tidak semua orang dapat melampaui kelima tahap tersebut dengan baik,
dapat saja terjadi, ketidakmampuan menggunakan adaptasi dan timbul bentuk-
bentuk reaksi lain. Jangka waktu periode tahap tersebut juga sangat individual.
Penerimaan suatu prognosa penyakit terminal memang berat bagi setiap
individu. Ini merupakan suatu ancaman terhadap kehidupan dan kesejahteraan
pada individu tersebut. Dari ancaman tersebut timbul suatu rentang respon
cemas pada individu, cemas dapat dipandang suatu keadaan
ketidakseimbangan atau ketegangan yang cepat mengusahakan koping.
Rentang respon seseorang terhadap penyakit terminal dapat digambarkan
dalam suatu rentang yaitu harapan ketidakpastian dan putus asa.
1. Harapan
Mempunyai respon psikologis terhadap penyakit terminal. Dengan
adanya harapan dapat mengurangi stress sehingga klien dapat
menggunakan koping yang adekuat.
2. Ketidakpastian
Penyakit terminal dapat mengakibatkan ketidakpastian yang disertai
dengan rasa tidak aman dan putus asa, meskipun secara medis sudah
dapat dipastikan akhirnya prognosa dapat mempercepat klien masuk
dalam maladaptif.
3. Putus asa
Biasanya ditandai dengan kesedihan dan seolah-olah tidak ada lagi
upaya yang dapat berhasil untuk mengobati penyakitnya. Dalam kondisi
ini dapat membawa klien merusak atau melukai diri sendiri.
19
BAB 111
1. PENGKAJIAN
Pengkajian keadaan, kebutuhan dan masalah kesehatan/keperawatan pasien
khususnya. Sikap pasien terhadap penyakitnya, antara lain apakah pasien tabah
terhadap penyakitnya, apakah pasien menyadari tentang keadaanya?
1. Perasaan Takut
Kebanyakan pasien merasa takut terhadap rasa nyeri yang tidak terkendalikan
yang begitu sering diasosiasikan denga keadaan sakit terminal, terutama apabila
keadaan itu disebabkan oleh penyakit yang ganas. Perawat harus menggunakan
pertimbangan yang sehat apabila sedang merawat orang sakit terminal. Perawat
harus mengendalikan rasa nyeri pasien dengan cara yang tepat.
Perasaaan tankut yang muncul mungkin takut terhadap rasa nyeri, walaupun
secara teori nyeri tersebut dapat diatasi dengan obat penghilang nyeri, seperti
aspirin, dehidrokodein, dan dektromoramid. Apabila orang berbicara tentang
perasaan takut mereka terhadap maut, respons mereka secara tipikal mengcakup
perasaan takut tentang hal yang tidak jelas, takut meninggalkan orang yang
dicintai, kehilangan martabat, urusan yang belum selesai.
Kematian merupakan berhentinya kehidupan. Semua orang akan mengalami
kematian tersebut. Dalam menghadapi kematian ini, pada umumnya orang
merasa takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan terhadap kematian ini dapat
membuat pasien tegang dan stress.
2. Emosi
Emosi pasien yang muncul pada tahap menjelang kematian, antara lain mencela
dan mudah marah.
3. Tanda vital
Perubahan fungsi tubuh sering kali tercermin pada suhu badan, denyut nadi,
pernafasan dan tekanan darah. Mekanisme fisiologis yang mengaturnya
berkaitan satu sama lain. Setiap perubahan yang berlainan dengan keadaan yang
normal dianggap sebagai indikasi yang penting untuk megenali keadaan
kesehatan seseorang.
20
4. Kesadaran
Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai awas waspada yang
merupakan ekspresi tentang apa yang dilihat, didengar, dialami, dan perasaan
keseimbangan, nyeri, suhu, raba, getar, gerak, gerak tekan dan sikap, bersifat
adekuat, yaitu tepat dan sesuai. Berikut tingkatan kesadaran pasien :
a. Komposmentis : sadar penuh
b. Apatis : tidak ada perasaan/kesadaran, menurun (masa bodoh)
c. Somnolen : (kelelahan, mengantuk berat)
d. Soporus : tidur lelap patologis (tidur pulas)
e. Subkoma : (keadaan tidak sadar/hampir koma)
f. Koma : keadaan pingsan lama disertai dengan penurunan daya reaksi
(keadaan tidak sadar walaupun dirangsang dengan apapun/tidak dapat
disadarkan).
5. Fungsi Tubuh
Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ. Setiap organ mempunyai
fungsi khusus.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan :
1. Merasa kehilangan harapan hidup dan terisolasi dari lingkungan sosial
berhubungan dengan kondisi sakit terminal.
2. Kehilangan harga diri berhubungan dengan penurunan dan kehilangan
fungsi
3. Cemas berhubungan dengan kemungkinan sembuh yang tidak pasti,
ditandai dengan klien selalu bertanya tentang penyakitnya, adakah
perubahan fisik, raut muka klien yang cemas.
4. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak menerima akan
kematian, ditandai dengan klien yang selalu mengeluh tentang keadaan
dirinya, meyalahkan Tuhan atas penyakit yang dideritannya, menghindari
kontak sosial dengan keluarga/teman, marah terhadap orang lain maupun
perawat.
5. Inefektif koping keluarga berhubungan dengan kehilangan.
21
3. RENCANA KEPERAWATAN
1. Merasa kehilangan harapan hidup dan terisolasi dari lingkungan sosial
berhubungan dengan kondisi sakit terminal.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan
NOC ; Klien merasa tenang menghadapi sakaratul maut sehubungan dengan
sakit terminal
NIC :
a. Dengarkan dengan penuh empati setiap pertanyaan dan berikan respon jika
dibutuhkan klien dan gali perasaan klien.
b. Berikan klien harapan untuk dapat bertahan hidup
c. Bantu klien menerima keadaanya sehubungan dengan ajal yang kana
menjelang.
d. Usahakan klien untuk dapat berkomunikasi dan selalu ada teman
didekatnya.
e. Perhatikan kenyamanan fisik klien.
22
3. Cemas berhubungan dengan kemungkinan sembuh yang tidak pasti,
ditandai dengan klien selalu bertanya tentang penyakitnya, adakah
perubahan atau tidak (fisik), raut muka klien yang cemas
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan diharapkan ;
NOC : Klien tidak cemas lagi dan klien memiliki suatu harapan serta semangat
hidup
NIC :
a Kaji tingkat kecemasan klien.
b Jelaskan kepada klien tentang penyakitnya.
c Tetap mitivasi (beri dukungan) kepada klien agar tidak kehilangan harapan
hidup dengan tetap mengikuti dan mematuhi petunjuk perawatan dan
pengobatan.
d Anjurkan kepada klien untuk tetap berserah diri kepada Tuhan.
e Datangkan seorang klien yang lain yang memiliki penyakit yang sama dengan
klien.
f Ajarkan kepada klien dalam melakukan teknik distraksi, misal dengan
mendengarkan musik kesukaan klien atau dengan teknik relaksasi, misal
dengan menarik nafas dalam.
g Beritahukan kepada klien mengenai perkembangan penyakitnya.
h Ikut sertakan klien dalam rencana perawatan dan pengobatan.
23
d Perawat maupun keluarga haruslah tetap mendampingi klien dan
mendengarkan segala keluhan dengan rasa empati dan penuh perhatian.
e Hindari barang barang yang mungkin dapat membahayakan klien.
f Tetap memotivasi klien agar tidak kehilangan harapan untuk hidup.
g Kaji keinginan klien mengenai harapa untuk hidup/keinginan sebelum
menjelang ajal.
h Bantu klien dalam mengekspresikan perasaannya.
24
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Asuhan keperawatan gerontik merupakan salah satu bagian dari asuhan
keperawatan yang diberikan kepada individu lansia atau sekelompok keluarga
lansia dalam konteks peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang
diberikan secara professional.
Dalam konteks keperawatan gerontik yang dilaksanakan mahasiswa diberikan
tanggung jawab untuk membina satu orang klien lansia yang memiliki masalah
kesehatan terminal yaitu asuhan keperawatan dengan lansia menjelang ajal
(terminal) dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan dimulai dari
tahap pengkajian sampai pada tahap evaluasi guna mengetahui perkembangan
kesehatan klien lansia secara komprehensif.
WHO menggolongkan lansia berdasarkan kronologi / biologis menjadi 4
kelompok yaitu usia pertengahan (Middle age) usia antara 45-59 tahun. Lanjut
usia (elderly) antara 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) berusia 75-90 tahun dan usia
sangat tua (very old) lebuh dari 90 tahun.
Dying / menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan yang merupakan proses
menuju akhir (kematian).
B. SARAN
1. Sebagai mahasiswa keperawatan diupayakan agar seoptimal mungkin
menerapkan konsep asuhan keperawatan secara komprenhesif dalam
melaksanakan pasien lansia dengan keadaan terminal, guna meningkatkan
fungsi dan peran lansia dalam menghadapi tahap-tahap kematian dengan
keadaan terhormat dan damai.
2. Bagi mahasiswa sendiri
Untuk lebih meningkatkan pemahaman dan pengetahuan guna
mengembangkan konsep asuhan keperawatan gerontik dalam
pengaplikasiannya kepada klien sebagai target.
25
3. Bagi pembimbing Akademik
Agar seoptimal mungkin mengupayakan kehadiran serta bimbingannya guna
membantu mahasiswa mejalani proses praktek keperawatan gerontik dengan
lebih baik sesuai target pencapaian yang ingin diraih.
4. Kritik dan saran dari pembimbing dan pembaca kami selaku penulis membuka
selebar-lebarnya guna penyempurnaan makalah kami.
26
DAFTAR PUSTAKA
Tamher,dkk. 2009. Kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan keperawatan Jakarta :
Salemba Medika
27
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
MASALAH UTAMA MENJELANG AJAL LANSIA
DI
KELOMPOK 4
1. ILMIATI SYAMSUDDIN
2. IMAS TAUFIK AKBAR
3. IMMA NASRUM
4. INDRAMAYANTI U
5. ISNAWATI LEWI
6. KARMILA
7. LUTFA IMRAN
8. MASRIANI
9. MASIRAH
1O.YUSRIANTI
2016
28