Anda di halaman 1dari 12

Batasan Pasien Terminal

Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit/ sakit
yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian.
Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik,
psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga
berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal.
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya
untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir
dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
Penyakit yang bisa menyebabkan seseorang dalam kondisi terminal/ mengancam
hidup, antara lain:
a. Penyakit kronis seperti TBC, Pneumonia, Edema Pulmonal, Sirosis Hepatis, Penyakit Ginjal
Kronis, Gagal Jantung, dan Hipertensi.
b. Kondisi Keganasan seperti Ca Otak, Ca Paru-paru, Ca Pankreas, Ca Liver, Leukemia.
c. Kelainan Syaraf seperti Paralise, Stroke, Hydrocephalus, dan lain-lain.
d. Keracunan seperti keracunan obat, makanan, zat kimia.
e. Kecelakaan/Trauma seperti Trauma Kapitis, Trauma Organ Vital (Paru-Paru atau jantung)
ginjal, dan lain-lain.
Respon terhadap penyakit yang mengancam hidup kedalam empat fase, yaitu
(Doka, 1993):
1. Fase Prediagnostik
Terjadi ketika diketahui ada gejala atau factor resiko penyakit.
2. Fase Akut
Terpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada serangkaian keputusasaan, termasuk
kondisi medis, interpersonal, maupun psikologis.

3. Fase Kronis
Klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya.
4. Fase Terminal
Dalam kondisi ini kematian bukan lagi hanya kemungkinan, tetapi pasti terjadi.
Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis,
maupun social-spiritual. Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain:
1. Problem Oksigenisasi
Respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi
perifer menurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia,
akumulasi secret, nadi ireguler.

2. Problem Eliminasi
Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik, kurang diet
serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh
karena pengobatan atau kondisi penyakit (misalnya: Ca Colon), retensi urin, inkopntinensia
urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit mis trauma medulla spinalis,
oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan atau kondisi penyakit misalnya gagal ginjal.

3. Problem Nutrisi dan Cairan


Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi abdomen,
kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah,
cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.

4. Problem suhu
Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
5. Problem Sensori
Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian,
menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi
menjadi menurun, penglihatan kabur, pendengaran berkurang, sensasi menurun.

6. Problem nyeri
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, klien
harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.

7. Problem Kulit dan Mobilitas


Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien
terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
8. Masalah Psikologis
Klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi,
perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang muncul
pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi produktif
dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi/ barrier komunikasi.

9. Perubahan Sosial-Spiritual
Klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan
menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan
terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan
kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain
beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami
penderitaan sepanjang hidup.

Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup,


merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi.
Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada
kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan
psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai. Orang
yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis
yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau
sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan
mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut
akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang
hidup.
2. Cara Mengkaji Tingkat Kesadaran
Kesadaran adalah status individu tentang keberadaan dirinya dan hubungan dengan
lingkungan sekitarnya.mMenurut Strauss dan Glaser Tahun 1970, Tingkat Kesadaran dibagi 3:
a. Closed Awarness
b. Mutual Pretense
c. Open Awarness
Teknik lain untuk mengkaji tingkat kesadaran adalah dengan metode GCS (Glasgow Coma
Scale):
JENIS PEMERIKSAAN NILAI
Respon motorik ( M )
• Ikut perintah 6
• Melokalisir nyeri 5
• Menyingkirkan badan 4
• Fleksi Normal 3
• Fleksi Abnormal 2
• Tidak ada 1
Respon Verbal ( V )
• Orientasi baik 5
• Bicara kacau / bingung 4
• Kata-kata tidak teratur 3
• Suara tidak jelas 2
• Tidak ada 1
Respon buka mata
( Eye Opening E )
• Spontan 4
• Terhadap suara 3
• Terhadap nyeri 2
• Tidak ada 1

Skor GCS 14-15 : Compos Mentis/Alert/Sadar Penuh


Skor GCS 11 – 13 : Somnolent
Skor GCS 9 – 11 : Sopor
Skor GCS 3-8 : Koma
3. Faktor-Faktor yang perlu dikaji

a. Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai masalah pada
fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran,
nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien mungkin
mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi kematian. Perawat harus
respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut
menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.

b. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat harus peka
dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi
wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis lain yang muncul
pada pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Perawat
harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.
Menurut Kubler Ross (1969) seseorang yang menjelang ajal menunjukan lima tahapan,
yaitu :
1. Denial (menolak)
Pada tahap ini individu menyangkal dan bertindak seperti tidak terjadi sesuatu, dia
mengingkari bahwa dirinya dalam kondisi terminal. Pernyataan seperti ‘ tidak mungkin, hal ini
tidak akan terjadi pada saya, saya tidak akan mati karena kondisi ini’ umum dilontarkan klien.

2. Anger (Marah)
Individu melawan kondisi terminalnya, dia dapat bertindak pada
seseorang atau lingkungan di sekitarnya. Tindakan seperti tidak mau minum obat, menolak
tindakan medis, tidak ingin makan, adalah respon yang mungkin ditunjukan klien dalam
kondisi terminal.

3. Bargaining (Tawar Menawar)


Individu berupaya membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas
untuk mencegah kematian. Seperti “ Tuhan beri saya kesembuhan, jangan cabut nyawaku, saya
akan berbuat baik dan mengikuti program pengobatan”.

4. Depresion (Depresi)
Ketika ajal semakin dekat atau kondisi semakin memburuk klien merasa
terlalu sangat kesepian dan menarik diri. Komunikasi terjadi kesenjangan, klien banyak
berdiam diri dan menyendiri.

5. Aceptance (Penerimaan)
Reaksi fisiologis semakin memburuk, klien mulai menyerah dan pasrah
pada keadaan atau putus asa.

Peran perawat adalah mengamati perilaku pasien terminal, mengenali pengaruh kondisi
terminal terhadap perilaku, dan memberikan dukungan yang empatik.

c. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi
terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak
ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan
keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien
mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan sosial bisa dari teman dekat,
kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.

d. Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian, bagaimana
sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan
ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat- saat seperti
ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat
terakhirnya.

4. Konsep dan Prinsip Etika, Norma, Budaya dalam Pengkajian Pasien Terminal
Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural/budaya yang
mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi individu dan
keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian/menjelang ajal. Perawat tidak
boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan
budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari. Keyakinan spiritual mencakup praktek
ibadah, ritual harus diberi dukungan. Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui
keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang
akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat
terpenuhi.

B. RUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL

1. Jenis Diagnosa Keperawatan


Perawat mengumpulkan data-data senjang untuk membuat diagnosa keperawatan klien
pada kondisi terminal. Mengelompokan perubahan/ masalah fisik, psikologis, social, spiritual
klien dan keluarganya kedalam kelompok actual atau potensial.
Perawat harus mengidentifikasi batasan/karakteristik yang membentuk dasar untuk
kelompok diagnosa yang actual atau potensial.
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien terminal
Klien menjelang ajal / kondisi terminal membutuhkan pertimbangan khusus ketika
diagnosa keperawatn ditegakkan. Klien yang sakit terminal menyebabkan berbagai perubahan
kondisi seperti perubahan citra tubuh, cacat fisik atau perubahan konsep diri. Sejalan dengan
memburuknya kondisi klien perawat membuat diagnos yang relevan dengan kebutuhan dasar
seperti perubahan rasa nyaman, perubahan eliminasi, pernafasan tidak efektif, perubahan
sensoris dan sebagainya. Berbagai kondisi tersebut bisa dituangkan dalam bentuk diagnosa
actual atu potensial.
Karena sifat dan tingkat keparahan kondisi terminal, data pengkajian fisik
harus dikumpulkan dengan sering dan dapat digunakan untuk memvalidasi diagnosa.
Contoh diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kondisi terminal antara lain
:
a. Nutrisi tidak terpenuhi berhubungan dengan intake/asupan tidak adekuat
b. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret
c. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
d. Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi
e. Potensial terjadi kecelakaan fisik berhubungan dengan kelemahan
f. Gangguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan pasien menerima keadaannya
g. Cemas berhubungan dengan ketidakmampuan klien mengungkapkan perasaannya dalam
menghadapi kematian
h. Depresi berhubungan dengan ketidaksiapan menghadapi kematian
C. PERENCANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL

1. Prinsip Rencana Keperawatan pada pasien terminal


Ketika merawat klien menjelang ajal/terminal, tanggung jawab perawat harus
mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik. Perawat harus lebih
toleran dan rela meluangkan waktu lebih banyak dengan klien menjelang ajal, untuk
mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan untuk mempertahankan kualitas hidup
pasien. Tujuan merawat klien terminal adalah sebagai berikut:
a. Mencapai kembali dan mempertahankan kenyamanan fisik
b. Mempertahankan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari
c. Mempertahankan harapan
d. Mencapai kenyamanan spiritual
e. Menghindarkan / mengurangi rasa kesepian, takut, depresi dan isolasi
f. Mempertahankan rasa aman, harkat , dan rasa berguna
g. Membantu klien menerima kehilangan
2. Intervensi Keperawatan pada pasien terminal
Menurut Rando (1984), ada tiga kebutuhan utama klien terminal yaitu pengendalian
nyeri, pemulihan jati diri dan makna diri, dan cinta serta afeksi.
Kehadiran perawat harus bisa memberikan ketenangan dan menurunkan ansietas,
perawat dapat mendukung harga diri klien dengan menanyakan tentang pilihan perawatan yang
diinginkan. Perawat mendorong keluarga untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan
klien dan keputusan bersama. Hal ini membantu menyiapkan keluarga ketika klien sudah tidak
mampu membuat pilihan.
Setiap klien dan keluarga harus ditangani secara unik dengan mengenali kebutuhan,
rasa takut, cita-cita, dan kekhawatiran mereka akan perubahan perjalanan penyakit. Klien
terminal mungkin mengkhawatirkan situasi dan dukacita dari orang yang ditinggalkan. Selain
membutuhkan bantuan dengan masalah yang berhubungan dengan penyakit dan stress
emosional yang ditimbulkan, klien juga membutuhkan bantuan dalam masalah financial,
perubahan hubungan social dan seksual dan kesulitan dalam menghadapi rumah sakit. Perawat
bisa menggunakan pendekatan interdisiplin ilmu untuk mengatasi masalah praktis pada pasien
terminal.
D. PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA PASIEN TERMINAL

1. Konsep Bimbingan dan Konseling pada Pasien Terminal


Asuhan perawatan klien terminal tidaklah mudah. Perawat membantu klien untuk
meraih kembali martabatnya. Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang ajal dan
melakukan intervensi yang dapat meningkatkan kualitas hidup, klien harus dirawat dengan
respek dan perhatian penuh. Dalam melakukan perawatan keluarga dan orang terdekat klien
harus dilibatkan, bimbingan dan konsultasi tentang perawatan diperlukan.

Pokok-pokok dalam memberikan bimbingan dan konseling dalam perawatan pasien


terminal terdiri dari:
a. Peningkatan Kenyamanan
Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan distress
psikobiologis. Perawat harus memberikan bimbingan kepada keluarga tentang tindakan
penenangan bagi klien sakit terminal. Kontrol nyeri terutama penting karena mengganggu
tidur, nafsu makan, mobilitas, dan fungsi psikologis. Ketakutan terhadap nyeri umum terjadi
pada klien kanker. Pemberian kenyamanan bagi klien terminal juga mencakup pengendalian
gejala penyakit dan pemberian terapi. Klien mungkin akan bergantung pada perawat dan
keluarganya untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya, sehingga perawat bisa memberikan
bimbingan dan konseling bagi keluarga tentang bagaimana cara memberikan kenyamanan pada
klien.

b. Pemeliharan Kemandirian
Tempat perawatan yang tepat untuk pasien terminal adalah perawatan intensif, pilihan
lain adalah perawatan hospice yang memungkinkan perawatan komprehensif di rumah.
Perawat harus memberikan informasi tentang pilihan ini kepada keluarga dank lien. Sebagian
besar klien terminal ingin mandiri dalam melakukan aktivitasnya. Mengizinkan pasien untuk
melakukan tugas sederhana seperti mandi, makan, membaca, akan meningkatkan martabat
klien. Perawat tidak boleh memaksakan partisipasi klien terutama jika ketidakmampuan secara
fisik membuat partisipasi tersebut menjadi sulit. Perawat bisa memberikan dorongan kepada
keluarga untuk membiarkan klien membuat keputusan.

c. Pencegahan Kesepian dan Isolasi


Perawat membutuhkan kesabaran dan pengalaman untuk merespon secara efektif
terhadap klien menjelang ajal. Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori, perawat
mengintervensi untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Lingkungan harus diberi
pencahayaan yang baik, keterlibatan anggota keluarga, teman dekat dapat mencegah kesepian.
Keluarga atau penjenguk harus diperbolehkan bersama klien menjelang ajal sepanjang waktu.
Perawat memberikan bimbingan kepada keluarga untuk tetap/ selalu bersama klien menjelang
ajal, terutama saat-saat terkhir hidupnya.

d. Peningkatan Ketenangan Spiritual


Peningkatan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar meminta
rohaniawan. Ketika kematian mendekat, Klien sering mencari ketenangan. Perawat dan
keluarga dapat membantu klien mengekspresikan nilai dan keyakinannya. Klien menjelang ajal
mungkin mencari untuk menemukan tujuan dan makna hidup sebelum menyerahkan diri
kepada kematian. Klien mungkin minta pengampunan baik dari yang maha kuasa atau dari
anggota keluarga. Selain kebutuhan spiritual ada juga harapn dan cinta, cinta dapat
diekspresikan dengan baik melalui perawatan yang tulus dan penuh simpati dari perawat dan
keluarga.
Perawat dan keluarga memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan
ketrampilan komunikasi, empati, berdoa dengan klien, membaca kitab suci, atau
mendengarkan musik.

e. Dukungan untuk keluarga yang berduka


Anggota keluarga harus didukung melewati waktu menjelang ajal dan kematian dari
orang yang mereka cintai. Semua tindakan medis, peralatan yang digunakan pada klien harus
diberikan penjelasan, seperti alat Bantu nafas atau pacu jantung. Kemungkinan yang terjadi
selama fase kritis pasien terminal harus dijelaskan pada keluarga.

2. Prosedur Bimbingan dan Konseling pada pasien terminal


Dalam memberikan bimbingan dan konseling kepada pasien terminal atau
keluarganya, harus ditetapkan tujuan bersama. Hal ini menjadi dasar untuk evaluasi tindakan
perawatan. Bimbingan yang diberikan harus berfokus pada peningkatan kenyamanan dan
perbaikan sisa kualitas hidup, hal ini berarti memberikan bimbingan pada aspek perbaikan
fisik, psikologis, social dan spiritual.

E. PELAKSANAAN PERAWATAN LANJUTAN DI RUMAH

1. Batasan Perawatan Lanjut di Rumah


Penyakit terminal menempatan tuntutan yang besar pada sumber social dan finansial.
Keluarga mungkin takut berkomunikasi dengan klien, banyak hal sulit yang dialami keluarga
untuk mengatasi kondisi anggota keluarganya yang terminal. Hal ini mencakup lamanya
periode menjelang ajal, gejala yang sulit dikontrol, penampilan dan bau yang tidak
menyenangkan, sumber koping yang terbatas, dan buruknya hubungan dengan pemberi
perawatan. Alternatif perawatan bisa dilaksanakan di rumah, dikenal dengan Perawatan
Hospice.
Perawatan Hospice adalah program perawatan yang berpusat pada keluarga yang
dirancang untuk membantu klien terminal dapat hidup nyaman dan mempertahankan gaya
hidup senormal mungkin sepanjang proses menjelang ajal. Sebagian besar klien dalam program
hospice mempunyai waktu hidup 6 bulan atau kurang. Program ini dimulai di Irlandia tahun
1879, yang kemudian di Inggris, amerika, dan Canada pada tahun 1970-an. Komponen
Perawatan Hospice yaitu:
a. Perawatan di rumah yang terkoordinasi dengan pelayanan rawat jalan dibawah administrasi
rumah sakit.
b. Control gejala (fisik, fisiologis, sosio-spiritual)
c. Pelayanan yang diarahkan dokter.
d. Ketentuan tim perawatan interdisiplin ilmu yang terdiri dari dokter, perwat, rohaniawan,
pekerja sosial, dan konselor.
e. Pelayanan medis dan keperawatan tersedia sepanjang waktu.
f. Klien dan keluarga sebagai unit perawatan.
g. Tindak lanjut kehilangan karena kematian setelah keamatian klien.
h. Penggunaan tenaga sukarela terlatih sebagai bagian dari tim.
i. Penerimaan kedalam program didasarkan pada kebutuhan perawatan kesehatan ketimbang
pada kemampuan untuk membayar.

Program hospice menekankan pengobatan paliatif yang mengotrol gejala ketimbang


pengobatan penyakit. Klien dan keluarga berpartisipasi dalam perawatan .perawatan klien
dikoordinasikan antara lingkungan rumah dan klien. Upaya diarahkan untuk tetap merawat
klien dirumah selama mungkin. Keluarga menjadi pemberi perawatan primer, pemberian
medikasi dan pengobatan, tim interdisiplin memberikan sumber psikologis dan fisik yang
diperlukan untuk mendukung keluarga.
2. Sistem Rujukan
Dalam pelayanan rujukan, rujukan pasien harus dibuat oleh penanggung jawab
perawatan. Diluar negeri Registered nurses (RN), mempunyai kewenangan untuk merujuk
pasien ke system pelayanan yang lebih tinggi lagi. Dalam perawatan pasien di rumah, system
rujukan bisa dibuat, dimana perawatan klien oleh perawat home care dibawah yurisdiksi
Registered nurses (RN). RN membuat delegasi tugas-tugas perawatan yang harus dilaksanakan
oleh perawat pelaksana yang telah mempunyai izin (lisenced) dari lembaga berwenang. Prinsip
Delegasi/Rujukan:
a. Perawat pelaksana secara hukum bertanggung jawab langsung untuk merawat klien.
b. Perawat pelaksana bertanggung jawab untuk merujuk pasien, mengevaluasi asuhan yang
diberikan, bimbingan dan konseling pasien terminal.
c. Pemberian terapi intravena tergantung peraturan pemerintah setempat, ada yang memberi
kewenangan untuk melakukan terapi intravena oleh pelaksana perawat, ada juga yang tidak.
d. Lembaga berwenang (Rumah sakit, binas kesehatan) memberi kan izin pada perawat pelaksana
untuk merawat dan membuat rujukan berdasarkan standar asuhan keperawatan.

3. Langkah Perawatan Lanjut di Rumah


Perawatan lanjut di rumah ditujukan untuk memberikan perawatan fisik berupa
perawatan kebersihan diri, perawatan kulit, ambulasi, laithan dan mobilisasi, berpakaian,
kemampuan eliminasi dan lainnya. Perawatan harus memberikan kebersihan, keamanan,
kenyamanan dan lingkungan yang tenang. Inti perawatan harus bisa memberikan kenyamanan
bagi klien, peningkatan kemandirian, Pencegahan Kesepian dan Isolasi, peningkatan ketenagan
spiritual.

Anda mungkin juga menyukai