Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL


1. Batasan Pasien Terminal

Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit / sakit yang tidak
mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian.
Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, social yang
dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi
tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal.
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya untuk dapat
menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa
bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
Penyakit yang bisa menyebabkan seseorang dalam kondisi terminal/ mengancam hidup, antara lain :
· Penyakit kronis seperti TBC, Pneumonia, Edema Pulmonal,Sirosis Hepatis, Penyakit Ginjal Kronis,
Gagal Jantung dan HIpertensi
· Kondisi Keganasan seperti Ca Otak, Ca Paru-paru, Ca Pankreas, Ca Liver, Leukemia
· Kelainan Syaraf seperti Paralise, Stroke, Hydrocephalus dll
· Keracunan seperti keracunan obat, makanan, zat kimia
· Kecelakaan/Trauma seperti Trauma Kapitis, Trauma Organ Vital (Paru-Paru atau jantung) ginjal dll.
Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup kedalam empat fase,
yaitu :
· Fase Prediagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala atau factor resiko penyakit
· Fase Akut; berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada serangkaian keputusasaan, termasuk
kondisi medis, interpersonal, maupun psikologis.
· Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya.
· Fase Terminal, dalam kondisi ini kematian bukan lagi hanya kemungkinan, tetapi pasti terjadi.
Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis, maupun
social-spiritual. Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain :
· Problem Oksigenisasi ; respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi
perifer menurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi
secret, nadi ireguler.
· Problem Eliminasi; Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltic, kurang diet serat
dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena
pengobatan atau kondisi penyakit(mis Ca Colon), retensi urin, inkopntinensia urin terjadi akibat
penurunan kesadaran atau kondisi penyakit mis trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring
penurunan intake cairan atau kondisi penyakit mis gagal ginjal
· Problem Nutrisi dan Cairan; asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi
abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual,
muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun
· Problem suhu; ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut
· Problem Sensori ; Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian,
menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi
menurun.
· penglihatan kabur,pendengaran berkurang, sensasi menurun.
· Problem nyeri ; ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, klien harus
selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan
· Problem Kulit dan Mobilitas ; seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit
sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
· Masalah Psikologis ; klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi,
perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang muncul pada
pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi produktif dalam
hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi / barrier komunikasi.
· Perubahan Sosial-Spiritual, klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan
menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap
penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang
akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut
akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup

Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup, merespon terhadap
berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. Perhatian utama pasien terminal
sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh,
pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan
perpisahan, kehilangan orang yang dicintai. Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi
terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan
terhadap penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal
yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut
akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.

2. Cara Mengkaji Tingkat Kesadaran

Kesadaran adalah status individu tentang keberadaan dirinya dan hubungan dengan lingkungan
sekitarnya.
Menurut Strauss dan Glaser Tahun 1970, Tingkat Kesadaran dibagi 3 :
· Closed Awarness
· Mutual Pretense
· Open Awarness
Teknik lain untuk mengkaji tingkat kesadaran adalah dengan metode GCS (Glasgow Coma
Scale) .
JENIS PEMERIKSAAN NILAI
Respon motorik ( M )
Ikut perintah 6
Melokalisir nyeri 5
Fleksi norma 4
Dekortasi 3
Deserebrasi 2
Tidak ada 1
Respon Verbal ( V )
Orientasi baik 5
Bicara kacau / bingung 4
Kata-kata tidak teratur 3
Suara tidak jelas 2
Tidak ada 1
Respon buka mata
( Eye Opening E )
Spontan 4
Terhadap suara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
Skor GCS 14-15 : Compos Mentis/Alert/Sadar Penuh
Skor GCS 11 – 13 : Somnolent
Skor GCS 9 – 11 : Sopor
Skor GCS 3-8 : Koma

3. Faktor-Faktor yang perlu dikaji

a. Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai masalah pada fisik. Gejala
fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi,
kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien mungkin mengalami
berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi kematian. Perawat harus respek terhadap
perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan
dan penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.
b. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat harus peka dan
mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah yang
ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien
terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali
tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.
Menurut Kubler Ross (1969) seseorang yang menjelang ajal menunjukan lima tahapan, yaitu :
· Denial (menolak), pada tahap ini individu menyangkal dan bertindak seperti tidak terjadi
sesuatu, dia mengingkari bahwa dirinya dalam kondisi terminal. Pernyataan seperti ‘ tidak
mungkin, hal ini tidak akan terjadi pada saya, saya tidak akan mati karena kondisi ini’ umum
dilontarkan klien.
· Anger (Marah) individu melawan kondisi terminalnya, dia dapat bertindak pada seseorang atau
lingkungan di sekitarnya. Tindakan seperti tidak mau minum obat, menolak tindakan medis, tidak
ingin makan, adalah respon yang mungkin ditunjukan klien dalam kondisi terminal.
· Bargaining (Tawar Menawar), individu berupaya membuat perjanjian dengan cara yang halus
atau jelas untuk mencegah kematian. Seperti “ Tuhan beri saya kesembuhan, jangan cabut
nyawaku, saya akan berbuat baik dan mengikuti program pengobatan’.
· Depresion (Depresi), ketika ajal semakin dekat atau kondisi semakin memburuk klien merasa
terlalu sangat kesepian dan menarik diri. Komunikasi terjadi kesenjangan, klien banyak berdiam
diri dan menyendiri.
· Aceptance(Penerimaan), reaksi fisiologis semakin memburuk, klien mulai menyerah dan pasrah
pada keadaan atau putus asa.
Peran perawat adalah mengamati perilaku pasien terminal, mengenali pengaruh kondisi terminal
terhadap perilaku, dan memberikan dukungan yang empatik.
c. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal, karena pada kondisi ini
pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya
tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada perilaku
isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan
dukungan social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.
d. Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian, bagaimana sikap pasien
menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin
berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat- saat seperti ini apakah pasien
mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat terakhirnya.

4. Konsep dan Prinsip Etika, Norma, Budaya dalam Pengkajian Pasien Terminal

Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural/budaya yang mempengaruhi reaksi klien
menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi individu dan keluarga mengekspresikan berduka
dan menghadapi kematian/menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien
terminal berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari. Keyakinan
spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan. Perawat harus mampu memberikan
ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan ritual
pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat
terpenuhi.

B. RUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL


1. Jenis Diagnosa Keperawatan

Perawat mengumpulkan data-data senjang untuk membuat diagnosa keperawatan klien pada kondisi
terminal. Mengelompokan perubahan/ masalah fisik, psikologis, social, spiritual klien dan keluarganya
kedalam kelompok actual atau potensial.
Perawat harus mengidentifikasi batasan/karakteristik yang membentuk dasar untuk kelompok diagnosa
yang actual atau potensial.
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien terminal

Klien menjelang ajal / kondisi terminal membutuhkan pertimbangan khusus ketika diagnosa keperawatn
ditegakkan. Klien yang sakit terminal menyebabkan berbagai perubahan kondisi seperti perubahan citra
tubuh, cacat fisik atau perubahan konsep diri. Sejalan dengan memburuknya kondisi klien perawat
membuat diagnos yang relevan dengan kebutuhan dasar seperti perubahan rasa nyaman, perubahan
eliminasi, pernafasan tidak efektif, perubahan sensoris dan sebagainya. Berbagai kondisi tersebut bisa
dituangkan dalam bentuk diagnosa actual atu potensial.
Karena sifat dan tingkat keparahan kondisi terminal, data pengkajian fisik harus dikumpulkan dengan
sering dan dapat digunakan untuk memvalidasi diagnosa.
Contoh diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kondisi terminal antara lain :
· Nutrisi tidak terpenuhi berhubungan dengan intake/asupan tidak adekuat
· Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret
· Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
· Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi
· Potensial terjadi kecelakaan fisik berhubungan dengan kelemahan
· Gangguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan pasien menerima keadaannya
· Cemas berhubungan dengan ketidakmampuan klien mengungkapkan perasaannya dalam menghadapi
kematian
· Depresi berhubungan dengan ketidaksiapan menghadapi kematian

C. PERENCANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL


1. Prinsip Rencana Keperawatan pada pasien terminal

Ketika merawat klien menjelang ajal/terminal, tanggung jawab perawat harus mempertimbangkan
kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik. Perawat harus lebih toleran dan rela meluangkan waktu
lebih banyak dengan klien menjelang ajal, untuk mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan
untuk mempertahankan kualitas hidup pasien.
Tujuan merawat klien terminal adalah sebagai berikut :
· Mencapai kembali dan mempertahankan kenyamanan fisik
· Mempertahankan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari
· Mempertahankan harapan
· Mencapai kenyamanan spiritual
· Menghindarkan / mengurangi rasa kesepian, takut, depresi dan isolasi
· Mempertahankan rasa aman, harkat , dan rasa berguna
· Membantu klien menerima kehilangan

2. Intervensi Keperawatan pada pasien terminal

Menurut Rando (1984), ada tiga kebutuhan utama klien terminal yaitu pengendalian nyeri, pemulihan jati
diri dan makna diri, dan cinta serta afeksi.
Kehadiran perawat harus bisa memberikan ketenangan dan menurunkan ansietas, perawat dapat
mendukung harga diri klien dengan menanyakan tentang pilihan perawatan yang diinginkan. Perawat
mendorong keluarga untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan klien dan keputusan bersama. Hal
ini membantu menyiapkan keluarga ketika klien sudah tidak mampu membuat pilihan.
Setiap klien dan keluarga harus ditangani secara unik dengan mengenali kebutuhan, rasa takut, cita-cita,
dan kekhawatiran mereka akan perubahan perjalanan penyakit. Klien terminal mungkin mengkhawatirkan
situasi dan dukacita dari orang yang ditinggalkan. Selain membutuhkan bantuan dengan masalah yang
berhubungan dengan penyakit dan stress emosional yang ditimbulkan, klien juga membutuhkan bantuan
dalam masalah financial, perubahan hubungan social dan seksual dan kesulitan dalam menghadapi rumah
sakit. Perawat bisa menggunakan pendekatan interdisiplin ilmu untuk mengatasi masalah praktis pada
pasien terminal.

D. PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA PASIEN TERMINAL


1. Konsep Bimbingan dan Konseling pada Pasien Terminal

Asuhan perawatan klien terminal tidaklah mudah. Perawat membantu klien untuk meraih kembali
martabatnya. Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang ajal dan melakukan intervensi yang
dapat meningkatkan kualitas hidup, klien harus dirawat dengan respek dan perhatian penuh. Dalam
melakukan perawatan keluarga dan orang terdekat klien harus dilibatkan, bimbingan dan konsultasi
tentang perawatan diperlukan.
Pokok – pokok dalam memberikan bimbingan dan konseling dalam perawatan pasien terminal terdiri
dari :
a. Peningkatan Kenyamanan.
Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan distress psikobiologis. Perawat
harus memberikan bimbingan kepada keluarga tentang tindakan penenangan bagi klien sakit terminal.
Kontrol nyeri terutama penting karena mengganggu tidur, nafsu makan, mobilitas, dan fungsi psikologis.
Ketakutan terhadap nyeri umum terjadi pada klien kanker. Pemberian kenyamanan bagi klien terminal
juga mencakup pengendalian gejala penyakit dan pemberian terapi. Klien mungkin akan bergantung pada
perawat dan keluarganya untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya, sehingga perawat bisa memberikan
bimbingan dan konseling bagi keluarga tentang bagaimana cara memberikan kenyamanan pada klien.
b. Pemeliharan Kemandirian
Tempat perawatan yang tepat untuk pasien terminal adalah perawatan intensif, pilihan lain adalah
perawatan hospice yang memungkinkan perawatan komprehensif di rumah. Perawat harus memberikan
informasi tentang pilihan ini kepada keluarga dank lien. Sebagian besar klien terminal ingin mandiri
dalam melakukan aktivitasnya. Mengizinkan pasien untuk melakukan tugas sederhana seperti mandi,
makan, membaca, akan meningkatkan martabat klien. Perawat tidak boleh memaksakan partisipasi klien
terutama jika ketidakmampuan secara fisik membuat partisipasi tersebut menjadi sulit. Perawat bisa
memberikan dorongan kepada keluarga untuk membiarkan klien membuat keputusan.
c. Pencegahan Kesepian dan Isolasi
Perawat membutuhkan kesabaran dan pengalaman untuk merespon secara efektif terhadap klien
menjelang ajal. Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori, perawat mengintervensi untuk
meningkatkan kualitas lingkungan. Lingkungan harus diberi pencahayaan yang baik, keterlibatan anggota
keluarga, teman dekat dapat mencegah kesepian. Keluarga atau penjenguk harus diperbolehkan bersama
klien menjelang ajal sepanjang waktu. Perawat memberikan bimbingan kepada keluarga untuk tetap/
selalu bersama klien menjelang ajal, terutama saat-saat terkhir hidupnya.
d. Peningkatan Ketenangan Spiritual
Peningkatan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar meminta rohaniawan. Ketika
kematian mendekat, Klien sering mencari ketenangan. Perawat dan keluarga dapat membantu klien
mengekspresikan nilai dan keyakinannya. Klien menjelang ajal mungkin mencari untuk menemukan
tujuan dan makna hidup sebelum menyerahkan diri kepada kematian. Klien mungkin minta pengampunan
baik dari yang maha kuasa atau dari anggota keluarga. Selain kebutuhan spiritual ada juga harapn dan
cinta, cinta dapat diekspresikan dengan baik melalui perawatan yang tulus dan penuh simpati dari perawat
dan keluarga.
Perawat dan keluarga memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan ketrampilan komunikasi,
empati, berdoa dengan klien, membaca kitab suci, atau mendengarkan musik.
e. Dukungan untuk keluarga yang berduka
Anggota keluarga harus didukung melewati waktu menjelang ajal dan kematian dari orang yang mereka
cintai. Semua tindakan medis, peralatan yang digunakan pada klien harus diberikan penjelasan, seperti
alat Bantu nafas atau pacu jantung. Kemungkinan yang terjadi selama fase kritis pasien terminal harus
dijelaskan pada keluarga.

2. Prosedur Bimbingan dan Konseling pada pasien terminal

Dalam memberikan bimbingan dan konseling kepada pasien terminal atau keluarganya, harus ditetapkan
tujuan bersama. Hal ini menjadi dasar untuk evaluasi tindakan perawatan. Bimbingan yang diberikan
harus berfokus pada peningkatan kenyamanan dan perbaikan sisa kualitas hidup, hal ini berarti
memberikan bimbingan pada aspek perbaikan fisik, psikologis, social dan spiritual.

E. PELAKSANAAN PERAWATAN LANJUTAN DI RUMAH


1. Batasan Perawatan Lanjut di Rumah

Penyakit terminal menempatan tuntutan yang besar pada sumber social dan financial. Keluarga mungkin
takut berkomunikasi dengan klien, banyak hal sulit yang dialami keluarga untuk mengatasi kondisi
anggota keluarganya yang terminal. Hal ini mencakup lamanya periode menjelang ajal, gejala yang sulit
dikontrol, penampilan dan bau yang tidak menyenangkan, sumber koping yang terbatas, dan buruknya
hubungan dengan pemberi perawatan. Alternatif perawatan bisa dilaksanakan di rumah, dikenal dengan
Perawatan Hospice.
Perawatan Hospice adalah program perawatan yang berpusat pada keluarga yang dirancang untuk
membantu klien terminal dapat hidup nyaman dan mempertahankan gaya hidup senormal mungkin
sepanjang proses menjelang ajal. Sebagian besar klien dalam program hospice mempunyai waktu hidup 6
bulan atau kurang. Program ini dimulai di Irlandia tahun 1879, yang kemudian di Inggris, amerika, dan
Canada pada tahun 1970-an.
Komponen Perawatan Hospice yaitu:
o Perawatan di rumah yang terkoordinasi dengan pelayanan rawat jalan dibawah administrasi rumah sakit
o Control gejala (fisik,fisiologis, sosio-spiritual)
o Pelayanan yang diarahkan dokter.
o Ketentuan tim perawatan interdisiplin ilmu yang terdiri dari dokter, perwat, rohaniawan, pekerja sosial,
dan konselor.
o Pelayanan medis dan keperawatan tersedia sepanjang waktu.
o Klien dan keluarga sebagai unit perawatan.
o Tindak lanjut kehilangan karena kematian setelah keamatian klien.
o Penggunaan tenaga sukarela terlatih sebagai bagian dari tim.
o Penerimaan kedalam program didasarkan pada kebutuhan perawatan kesehatan ketimbang pada
kemampuan untuk membayar.
Program hospice menekankan pengobatan paliatif yang mengotrol gejala ketimbang pengobatan penyakit.
Klien dan keluarga berpartisipasi dalam perawatan .perawatan klien dikoordinasikan antara lingkungan
rumah dan klien. Upaya diarahkan untuk tetap merawat klien dirumah selama mungkin. Keluarga menjadi
pemberi perawatan primer, pemberian medikasi dan pengobatan, tim interdisiplin memberikan sumber
psikologis dan fisik yang diperlukan untuk mendukung keluarga.

2. Sistem Rujukan

Dalam pelayanan rujukan, rujukan pasien harus dibuat oleh penanggung jawab perawatan. Diluar negeri
Registered nurses (RN), mempunyai kewenangan untuk merujuk pasien ke system pelayanan yang lebih
tinggi lagi. Dalam perawatan pasien di rumah, system rujukan bisa dibuat, dimana perawatan klien oleh
perawat home care dibawah yurisdiksi Registered nurses (RN). RN membuat delegasi tugas-tugas
perawatan yang harus dilaksanakan oleh perawat pelaksana yang telah mempunyai izin (lisenced) dari
lembaga berwenang.
Prinsip Delegasi/Rujukan :
o Perawat pelaksana secara hukum bertanggung jawab langsung untuk merawat klien
o Perawat pelaksana bertanggung jawab untuk merujuk pasien, mengevaluasi asuhan yang diberikan,
bimbingan dan konseling pasien terminal
o Pemberian terapi intravena tergantung peraturan pemerintah setempat, ada yang memberi kewenangan
untuk melakukan terapi intravena oleh pelaksana perawat, ada juga yang tidak.
o Lembaga berwenang (Rumah sakit, binas kesehatan) memberi kan izin pada perawat pelaksana untuk
merawat dan membuat rujukan berdasarkan standar asuhan keperawatan.

3. Langkah Perawatan Lanjut di Rumah

Perawatan lanjut di rumah ditujukan untuk memberikan perawatan fisik berupa perawatan kebersihan diri,
perawatan kulit, ambulasi, laithan dan mobilisasi, berpakaian, kemampuan eliminasi dan lainnya.
Perawatan harus memberikan kebersihan, keamanan, kenyamanan dan lingkungan yang tenang. Inti
perawatan harus bisa memberikan kenyamanan bagi klien, peningkatan kemandirian, Pencegahan
Kesepian dan Isolasi, peningkatan ketenagan spiritual.
F. DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL
1. Tujuan Dokumentasi Askep pada Pasien Terminal

Bentuk dokumentasi pasien terminal di tiap rumah sakit sangat variatif. Modiifikasi yang dikembangkan
berbeda-beda, namun secara garis besar tujuan dokumentasi adalah :
a. memberi informasi perawatan seperti fakta, gambaran, hasil observasi kesehatan klien ke tim kesehatan
lainnya.
b. Menunjukan penampilan kerja perawat dalam merawat klien yang lebih spesifik
c. Merupakan catatan mutlak atau dokumen legal yang digunakan sebagai referensi kesehatan klien.

2. Prinsip Aspek Legal dan Etik

Pada prinsipnya semua catatan kesehatan klien adalah dokumen legal. Dalam tinjauan legal-etik, bentuk
perawatan yang diberikan tetapi tidak dicatat sama saja dengan tidak memberikan perawatan. Oleh karena
itu penting untuk mencatat semua tindakan yang telah diberikan. Yang legal adalah tindakan yang
terdokumentasikan.

3. Teknik Pendokumentasian

Pendokumentasian atau Charting di tiap rumah sakit berbeda, terdapat 3 teknik pendokumentasian, yaitu :
a. berorientasi pada sumber (Source Oriented), informasi kesehatan pasien didokumentasikan berdasarkan
sumber tim kesehatan yang membuat. Contoh ada 3 dokumentasi terpisah yaitu catatan kesehatan yang
dibuat oleh dokter, perawat, atau fisioterapi. Kekurangannya adalah untuk mengetahui gambaran
lengkap/utuh dari pasien, seseorang harus membaca secara terpisah tiap lembar dokumentasi klien dari
tiap sumber. Hal ini tentu akan menghabiskan waktu, jenis dokumentasi biasanya dalam bentuk narasi.
b. Berorientasi pada Masalah (Problem –based Oriented), pendokumentasian berdasarkan masalah yang
ditemukan pada klien. Semua masalah actual maupun potensial dibuat catatannya. Semua tim kesehatan
mendokumentasikan pada lembar yang sama. Keuntungannya semua gambaran kesehatan klien dapat
mudah dibaca.
c. Teknik komputerisasi (Computer Assisted Oriented), secara konstan dari berbgai sumber bisa dilihat
informasi terkini perkembangan kesehatan klien. Data perkembangan kesehatan klien dituangkan dalam
format DAR (Data, Action, Responses).

4. Berpikir Kritis dalam pendokumentasian data


Dalam pendokumentasian perawat harus berpikir kritis, hal-hal apa saja yang penting didokumentasikan
untuk pasien terminal. Hal penting yang harus dicatat adalah :
o Perawat harus memperhatikan gejala fisik klien yang menyebabkan ketidaknyamanan
o Perawat harus mengenali tahapan menjelang ajal
o Perawat memberikan dukungan system / lingkungan bagi klien menjelang ajal/terminal
o Perawat dapat peka dan mampu menganalisa hal yang membuat pasien terminal merasa nyaman atau
tidak nyaman
o Perawat melihat penerimaan keluarga dan interaksi dengan pasien terminal

G. BUKU SUMBER

Smith, Sandra F, Smith Donna J with Barbara C Martin. Clinical Nursing Skills. Basic to Advanced
Skills, Fourth Ed, 1996. Appleton&Lange, USA.
Craven, Ruth F. Fundamentals of nursing : human healt and function.
Kozier, B. (1995). Fundamentals of nursing : Concept Procees and Practice, Ethics and Values.
California : Addison Wesley
Potter, P (1998). Fundamental of Nursing. Philadelphia : Lippincott.
Atkinson, Leslie D. Fundamentals of Nursing. A Nursing Process Approach.

Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap mahluk hidup dan meninggal
dengan tenang adalah dambaan setiap insan. Namun sering kali harapan dan dambaan tersebut
tidak tercapai. Dalam masyarakat kita, umur harapan hidup semakin bertambah dan kematian
semakin banyak disebabkan oleh penyakit-penyakit degeneratif seperti kanker dan stroke. Pasien
dengan penyakit kronis seperti ini akan melalui suatu proses pengobatan dan perawatan yang
panjang. Jika penyakitnya berlanjut maka suatu saat akan dicapai stadium terminal yang ditandai
dengan oleh kelemahan umum, penderitaan, ketidak berdayaan, dan akhirnya kematian.
Sebagin besar kematian di rumah sakit adalah kematian akibat penyakit kronis dan terjadi
perlahan-lahan. Pada umumnya, dokter dan perawat lebih mudah menghadapi kematian yang
muncul secara perlahan-lahan. Mereka tidak dipersiapkan dengan baik untuk berhadapan dengan
ancaman kematian. Ditengah keputusasaan, sering kali terdengar ”Kami sudah melakukan
segalanya yang bisa dilakukan........”
Namun kini telah mulai disadari untuk pasien terminal pun profesi medis masih dapat melakukan
banyak hal. Jika upaya kuratif tidak dimunginkan lagi, masih luas kesempatan untuk upaya
paliatif. Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai
masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga
mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan
keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya
pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan
psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal
sebagai perawatan paliatif atau palliative care. Dalam perawatan paliatif maka peran perawat
adalah memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien Terminal untuk membantu pasien
menjalani sisa hidupnya dalam keadaan seoptimal mungkin.
B. Konsep Materi
a) Pengertian
1. Keadaan Terminal
Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak tidak ada harapan lagi bagi si sakit
untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan.
2. Kematian
Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan mengalami/menghadapinya
seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan merupakan suatu kehilangan.
b) Tahap-tahap Menjelang Ajal
Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan atau membagi tahap-tahap menjelang ajal (dying)
dalam 5 tahap, yaitu:
1. Menolak/Denial
Pada fase ini , pasien/klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi, dan
menunjukkan reaksi menolak.
2. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal yang telah
diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya.
3. Menawar/bargaining
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat menimbulkan kesan sudah
dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.
4. Kemurungan/Depresi
Selama tahap ini, pasien cen derung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak menangis.
Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang sedangan melalui
masa sedihnya sebelum meninggal.
5. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan keluarga tentang kondisi yang
terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat membantu apabila kien
dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang
ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat.
c) Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian
Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu:
Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang cepat dari fase
akut ke kronik.
Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi pada kondisi penyakit
yang kronik.
Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi pada pasien
dengan operasi radikal karena adanya kanker.
Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan sakit kronik dan
telah berjalan lama.
d) Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian
Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut kembung,
obstipasi, dsbg.
d. Penurunan control spinkter urinari dan rectal.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.
Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
a. Kemunduran dalam sensasi.
b. Cyanosis pada daerah ekstermitas.
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung.
Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
a. Nadi lambat dan lemah.
b. Tekanan darah turun.
c. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
Gangguan Sensoria.
a. Penglihatan kabur.
b. Gangguan penciuman dan perabaan.

e) Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal


1) Pupil mata melebar.
2) Tidak mampu untuk bergerak.
3) Kehilangan reflek.
4) Nadi cepat dan kecil.
5) Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
6) Tekanan darah sangat rendah.
7) Mata dapat tertutup atau agak terbuka.
f) Tanda-tanda Meninggal secara klinis
Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-perubahan nadi,
respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan beberapa
petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:
a. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
b. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
c. Tidak ada reflek.
d. Gambaran mendatar pada EKG.
g) Macam Tingkat Kesadaran/Pengertian Pasien dan Keluarganya Terhadap Kematian.
Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type:
a. Closed Awareness/Tidak Mengerti
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan tentang diagnosa
dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat menyulitkan
karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan keluarganya. Perawat sering kal
dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang, dsbg.
b. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi.
Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala sesuatu yang
bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.
c. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka
Pada situasi ini, klien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal yang menjelang
dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir. Keadaan ini memberikan
kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi
tidak semua orang dapat melaksanaan hal tersebut.

h) Bantuan yang dapat Diberikan


Bantuan Emosional
1) Pada Fase Denial
Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara mananyakan tentang
kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.
2) Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang marah. Perawat
perlu membantunya agar mengerti bahwa masih me rupakan hal yang normal dalam merespon
perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada
perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan ras aman dan akan menerima
kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan
rasa aman.
3) Pada Fase Menawar
Pada fase ini perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan mendorong pasien untuk dapat
berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak masuk akal.
4) Pada Fase Depresi
Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh
pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang
disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga menumbuhkan rasa
aman bagi pasien.
5) Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga dan teman-temannya
dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal
mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas
kemampuannya.
Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
1. Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan unjtuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas kemampuannya dalam
hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan, dsbg.

2. Mengontrol Rasa Sakit


Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien dengan sakit terminal, seperti
morphin, heroin, dsbg. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri yang
dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra
Muskular/Subcutan, karena kondisi system sirkulasi sudah menurun.
3. Membebaskan Jalan Nafas
Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan pengeluaran sekresi
lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi klien yang tida sadar,
posisi yang baik adalah posisi sim dengan dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen.
4. Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk bergerak, seperti: turun dari
tempat tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara periodik, jika
diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh klien, karena tonus otot sudah
menurun.
5. Nutrisi
Klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat diberikan annti
ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan serta pemberian makanan tinggi
kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia,
perawat perlu menguji reflek menelan klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu diberikan
makanan cair atau Intra Vena/Invus.
6. Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi, inkontinen urin
dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah konstipasi. Klien dengan inkontinensia
dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang duk yang diganjti setiap saat atau
dilakukan kateterisasi. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi
lecet, harus diberikan salep.
7. Perubahan Sensori
Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien biasanya menolak/menghadapkan kepala
kearah lampu/tempat terang. Klien masih dapat mendengar, tetapi tidak dapat/mampu merespon,
perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.
Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial
Klien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi kebutuhan kontak
sosialnya, perawat dapat melakukan:
a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan klien dan
didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau anggota keluarga lain.
b. Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan perlu diisolasi.
c. Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan teman-teman
terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien untuk membersihkan diri dan merapikan diri.
d. Meminta saudara/teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak orang lain dan
membawa buku-buku bacaan bagi klien apabila klien mampu membacanya.
Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual
• Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-rencana klien
selanjutnya menjelang kematian.
• Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam hal untuk memenuhi
kebutuhan spiritual.
• Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas
kemampuannya.

C. Asuhan Keperawatan
Tanda-tanda Kematian
1. Dini:
• Pernafasan terhenti , penilaian > 10 menit (inspeksi, palpasi auskultasi)
• Terhentinya sirkulasi, penilaian 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
• Kulit pucat
• Tonus otot menghilang dan relaksasi
• Pembuluh darah retina bersegmentasi beberapa menit pasca kematian
• Pengeringan kornea yang menimbulkan kekeruhan dalam 10 menit (hilang dengan penyiraman
air)
2. Lanjut (Tanda pasti kematian)
• Lebam mayat (livor mortis)
• Kaku mayat (rigor mortis)
• Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
• Pembusukan (dekomposisi)
• Adiposera (lilin mayat)
• Mumifikasi
Gejala dan masalah yang sering dijumpai pada berbagai sistem organ
Sistem Gastrointestinal : Anorexia, konstipasi, mulut kering dan bau, kandidiasis dan sariawan
mulut.
Sistem Genitourinaria : Inkontinensia urin
Sistem Integumen : Kulit kering/pecah-pecah, dekubitus
Sistem Neurologis : Kejang
Perubahan Status Mental : Kecemasan, halusinasi, depresi
Pengkajian
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya untuk dapat
menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa
bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup kedalam empat
fase, yaitu :
1. Fase Prediagnostik : terjadi ketika diketahui ada gejala atau faktor resiko penyakit.
2. Fase Akut : berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada serangkaian keputusasaan,
termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun psikologis.
3. Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya.
4. Fase Terminal, dalam kondisi ini kematian bukan lagi hanya kemungkinan, tetapi pasti terjadi.
Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis, maupun
social-spiritual. Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain :
Problem Oksigenisasi ; respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes,
sirkulasi perifer menurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia,
akumulasi secret, nadi ireguler.
Problem Eliminasi; Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltic, kurang diet
serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh
karena pengobatan atau kondisi penyakit(mis Ca Colon), retensi urin, inkopntinensia urin terjadi
akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit mis trauma medulla spinalis, oliguri terjadi
seiring penurunan intake cairan atau kondisi penyakit mis gagal ginjal.
Problem Nutrisi dan Cairan; asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun,
distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak,
mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.
Problem suhu; ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
Problem Sensori ; Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati
kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurun.
penglihatan kabur,pendengaran berkurang, sensasi menurun.
Problem nyeri ; ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, klien
harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.
Problem Kulit dan Mobilitas ; seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit
sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
Masalah Psikologis ; klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon
emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang
muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi
produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi / barrier
komunikasi.
Perubahan Sosial-Spiritual ; klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi
terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi
peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju
kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan
yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau
mengalami penderitaan sepanjang hidup
Faktor-Faktor yang perlu dikaji
1. Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai masalah pada fisik.
Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi,
cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien mungkin
mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi kematian. Perawat harus
respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut
menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.
2. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat harus peka dan
mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah
yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis lain yang muncul pada
pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus
mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.
3. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal, karena pada kondisi
ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering
bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada
perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat
memberikan dukungan social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu
menemani klien.

4. Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian, bagaimana sikap
pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah
semakin berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat- saat seperti ini
apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat terakhirnya.
Konsep dan Prinsip Etika, Norma, Budaya dalam Pengkajian Pasien Terminal
Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural/budaya yang mempengaruhi reaksi
klien menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi individu dan keluarga
mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian/menjelang ajal. Perawat tidak boleh
menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga
reaksi menghakimi harus dihindari.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan. Perawat harus
mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive
terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual
klien menjelang kematian dapat terpenuhi.
Diagnosa Keperawatan
I. Ansietas/ ketakutan individu , keluarga ) yang berhubungan diperkirakan dengan situasi yang
tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek
negatif pada pada gaya hidup.
II. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi, penurunan
fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain.
III. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan keluarga,takut
akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya penuh dengan stres ( tempat perawatan )
IV. Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system
pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman
kematian.

Intervensi
Diagnosa I
1. Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :
• Berikan kepastian dan kenyamanan.
• Tunjukkan perasaan tentang pemahman dan empti, jangan menghindari pertanyaan.
• Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan yang berhubungan dengan
pengobtannya.
• Identifikasi dan dukung mekaniosme koping efektif Klien yang cemas mempunbyai
penyempitan lapang persepsi denagn penurunan kemampuan untuk belajar. Ansietas cendrung
untuk memperburuk masalah. Menjebak klien pada lingkaran peningkatan ansietas tegang,
emosional dan nyeri fisik.
2. Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan pernyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang
Beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang tidak akurat dan dapat dihilangkan denga
memberikan informasi akurat. Klien dengan ansietas berat atauparah tidak menyerap pelajaran.
3. Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan mereka
Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan memberiakn kesempatan untuk
memperbaiki konsep yang tidak benar.
4. Berika klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif Menghargai klien untuk
koping efektif dapat menguatkan renson koping positif yang akan datang.
Diagnosa II
1. Berikan kesempatan pada klien da keluarga untuk mengungkapkan perasaan, didiskusikan
kehilangan secara terbuka, dan gali makna pribadi dari kehilangan.jelaskan bahwa berduka
adalah reaksi yang umum dan sehat Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang
dibutuhkan dan bahwa kematian sedang menanti dapat menyebabkan menimbulkan perasaan
ketidak berdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon berduka yang lainnya. Diskusi
terbuka dan jujur dapat membantu klien dan anggota keluarga menerima dan mengatasi situasi
dan respon mereka terhdap situasi tersebut.
2. Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti yang memberikan
keberhasilan pada masa lalu Stategi koping fositif membantu penerimaan dan pemecahan
masalah.
3. Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut diri yang positif Memfokuskan
pada atribut yang positif meningkatkan penerimaan diri dan penerimaan kematian yang terjadi.
4. Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab semua pertanyaan
dengan jujur Proses berduka, proses berkabung adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian
yang akan terjadi di terima.
5. Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan ketidak nyamanan dan
dukungan Penelitian menunjukkan bahwa klien sakit terminal paling menghargai tindakan
keperawatan berikut :
a. Membantu berdandan
b. Mendukung fungsi kemandirian
c. Memberikan obat nyeri saat diperlukandan
d. meningkatkan kenyamanan fisik ( skoruka dan bonet 1982 )
Diagnosa III
1. Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan tunjukkan pengertian yang
empati Kontak yang sering dan me ngkmuikasikan sikap perhatian dan peduli dapat membantu
mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran.
2. Izinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan, ketakutan dan
kekawatiran. Saling berbagi memungkinkan perawat untuk mengintifikasi ketakutan dan
kekhawatiran kemudian merencanakan intervensi untuk mengatasinya.
3. Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU
Informasi ini dapat membantu mengurangi ansietas yang berkaitan dengan ketidak takutan.
4. Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang dipikirkan dan berikan
informasi spesifik tentang kemajuan klien.
5. Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan perawan Kunjungan dan
partisipasi yang sering dapat meningakatkan interaksi keluarga berkelanjutan.
6. Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber komunitas dan sumber lainnya Keluarga
denagan masalah-masalh seperti kebutuhan financial , koping yang tidak berhasil atau konflik
yang tidak selesai memerlukan sumber-sumber tambahan untuk membantu mempertahankankan
fungsi keluarga
Diagnosa IV
1. Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual keagamaan atau
spiritual yang diinginkan bila yang memberi kesemptan pada klien untuk melakukannya Bagi
klien yang mendapatkan nilai tinggi pada do,a atau praktek spiritual lainnya , praktek ini dapat
memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi sumber kenyamanan dan kekuatan.
2. Ekspesikan pengertrian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan dan praktik
religius atau spiritual klien Menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu mengurangi
kesulitan klien dalam mengekspresikan keyakinan dan prakteknya.
3. Berikan prifasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien dapat
dilaksanakan Privasi dan ketenangan memberikan lingkungan yang memudahkan refresi dan
perenungan.
4. Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdo,a bersama klien lainnya atau membaca buku ke
agamaan Perawat meskipun yang tidak menganut agama atau keyakinan yang sama dengan klien
dapat membantu klien memenuhi kebutuhan spritualnya.
5. Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau rohaniwan rumah sakit untuk
mengatur kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan pelayanan ( kapel dan injil RS ) Tindakan ini dapat
membantu klien mempertahankan ikatan spiritual dan mempraktikkan ritual yang penting
( Carson 1989 )
Evaluasi
1. Klien merasa nyaman dan mengekpresikan perasaannya pada perawat.
2. Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan.
3. Klien selalu ingat kepada Allah dan selalu bertawakkal.
4. Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan Allah SWT akan kembali kepadanya

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit/sakit yang tidak
mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian.
Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, social
yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini
mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal. Orang yang telah
lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama
dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau sebagian
beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan
mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut
akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang
hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup, merespon
terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. Perhatian utama
pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan kontrol
terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis yang
diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai.
B. Saran
1. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya untuk
dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam
hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
2. Ketika merawat klien menjelang ajal/terminal, tanggung jawab perawat harus
mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik.
3. Perawat harus lebih toleran dan rela meluangkan waktu lebih banyak dengan klien menjelang
ajal, untuk mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan untuk mempertahankan
kualitas hidup pasien.
4. Asuhan perawatan klien terminal tidaklah mudah. Perawat membantu klien untuk meraih
kembali martabatnya. Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang ajal dan melakukan
intervensi yang dapat meningkatkan kualitas hidup, klien harus dirawat dengan respek dan
perhatian penuh. Dalam melakukan perawatan keluarga dan orang terdekat klien harus
dilibatkan, bimbingan dan konsultasi tentang perawatan diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Smith, Sandra F, Smith Donna J with Barbara C Martin. Clinical Nursing Skills. Basic to
Advanced Skills, Fourth Ed, 1996. Appleton&Lange, USA.
Craven, Ruth F. Fundamentals of nursing : human healt and function.
Kozier, B. (1995). Fundamentals of nursing : Concept Procees and Practice, Ethics and Values.
California : Addison Wesley

Anda mungkin juga menyukai