Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Terminal Illness


Kondisi Terminal adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami sakit atau
penyakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan menuju pada proses
kematian dalam 6 bulan atau kurang. Kematian sebagai wujud kehilangan kehidupan
dan abadi sifatnya, baik bagi yang telah menjalani proses kematian maupun bagi yang
ditinggalkan, kematian ini dapat bermakna berbeda bagi setiap orang.
Pasien terminal illness adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana tingkat
sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis sudah tidak
mungkin dapat menyembuhkan lagi. Oleh karena itu, pasien terminal illnes harus
mendapatkan perawatan paliatif yang bersifat meredakan gejala penyakit, namun tidak
lagi berfungsi untuk menyembuhkan.
Jadi fungsi perawatan paliatif pada pasien terminal illnes adalah mengendalikan
nyeri yang dirasakan serta keluhan-keluhan lainnya dan meminimalisir masalah emosi,
sosial dan spiritual. Penjelasan tersebut mengindikasi bahwa pasien terminal illness
adalah orang-orang sakit yang diagnosis dengan penyakit berat yang tidak dapat
disembuhkan lagi dimana prognosisnya adalah kematian.
Kematian adalah sebuah rahasia Tuhan. Namun, sebab-sebab kematian merupakan
fenomena yang selalu mengalami dinamika perubahan sesuai dengan dinamika
perubahan manusia sebab kematian adalah akhir dari tahapan tugas-tugas
perkembangan hidup manusia. Manusia bias mati karena sakit, kecelakaan, terbunuh,
bunuh diri, euthanasia atau mungkin mati tanpa sebab apa-apa. Manusia yang mati
secara mendadak tanpa melalui proses menuju kematian atau sekarat dalam jangka
waktu yang relative pendek pasti tidak menunjukan dinamika sebagaimana yang
dikemukakan oleh Kubbler Rose (1998) atau Pattison dalam Papalia (1977);
sedangkan mereka yang mati melalui proses menuju kematian dalam jangka waktu
yang relatif panjang seperti pasien erminal illness akan menunjukan dinamika yang
sangat kompleks.
Saat kematian itu datang, maka berhentilah semua aktivitas organ-organ yang
menyokong kehidupan. Suasana berkabung dan emosi sedihlah yang biasa
mendominasi kematian. Semua makhluk yang pernah hidup pasti akan mati, termasuk
manusia. Hanya saja kapan waktu tibanya kematian itulah yang tidak pasti. Ketakutan
dan kecemasan akan suatu kematian merupakan fenomena yang umum dialami oleh
semua manusia. Ketakutan dan kecemasan itu dapat muncul karena waktu tibanya
yang tidak diketahui dan belum adanya kesiapan untuk menghadapi kematian itu
sendiri. Kesiapan akan meninggalkan orang-orang yang disayangi, kesiapan untuk
meninggalkan dunia yang mungkin penuh dengan kenikmatan, dan menuju suatu
tempat atau kehidupan lain yang berbeda.
Hal ini berarti bahwa waktu kematiannya lebih jelas diketahui dan menjadi suatu
hal yang pasti. Meskipun waktu kematian yang sudah dapat dilihat dengan lebih pasti,
namun rasa tidak terima, takut, marah, cemas, dan sedih menghinggapi pasien terminal
illness setelah ia didiagnosis seperti itu. Diagnosis terminal illness dapat menyebabkan
trauma bagi pasien dan keluarganya.

B. Tanda Menjelang ajal


Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu:
1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang
cepat dari fase akut ke kronik.
2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi pada
kondisi penyakit yang kronik.
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi
pada pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan sakit
kronik dan telah berjalan lama.
Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian
1. Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut
kembung, obstipasi, dan sebagainya.
d. Penurunan control spinkter urinari dan rectal.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.
2. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
a. Kemunduran dalam sensasi.
b. Cyanosis pada daerah ekstermitas.
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan
hidung.
3. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
a. Nadi lambat dan lemah.
b. Tekanan darah turun.
c. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
4. Gangguan Sensoria.
a. Penglihatan kabur.
b. Gangguan penciuman dan perabaan.
5. Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal
a. Pupil mata melebar.
b. Tidak mampu untuk bergerak.
c. Kehilangan reflek.
d. Nadi cepat dan kecil.
e. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
f. Tekanan darah sangat rendah.
g. Mata dapat tertutup atau agak terbuka.
Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui
perubahanperubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World
Medical Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:
1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
2. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
3. Tidak ada reflek.
4. Gambaran mendatar pada EKG.
C. Beberapa Reaksi Terhadap Penyakit Terminal
Beberapa pasien mungkin masih punya waktu untuk kematian psikologis,
1. Mereka mungkin akan menyerah pada keadaan.
2. Beberapa orang mencari cara untuk mengurangi nyeri dan gangguan emosional dari
penyakit yang lama serta menunggu kematian dengan tenang.
3. Sebagian lagi menjadi takut atau marah dan menunjukkan suasana hati yang
bergeser dari menolak sampai depresi.
4. Sebagian yang lain mencoba mencapainya, mencoba mengungkapkan perasaannya
dan pikirannya tentang masa depan yang tidak pasti.
5. Yang lain putus asa dan cemas atau periode mencari, pertanyaan yang masih kabur

D. Adaptasi Dengan Terminal illness


Cara seseorang beradaptasi dengan terminal illness sesuai dengan umurnya
dijelaskan Sarafino (2002) sebagai berikut:
1. Anak
Konsep kematian masih abstrak dan tidak dimengerti dengan baik oleh anak-
anak. Sampai umur 5 tahun, anak masih berpikir bahwa kematian adalah hidup di
tempat lain dan orang dapat datang kembali. Mereka juga percaya bahwa kematian
bisa dihindari. Kematian adalah topik yang tidak mudah bagi orang dewasa untuk
didiskusikan dan mereka biasanya menghindarkan anaknya dari realita akan kematian
dengan mengatakan bahwa orang mati akan “pergi” atau “berada di surga” atau hanya
tidur.
Pada anak yang mengalami terminal illness kesadaran mereka akan muncul
secara bertahap. Pertama, anak akan menyadari bahwa mereka sangat sakit tetapi akan
sembuh. Kemudian mereka menyadari penyakitnya tidak bertambah baik dan belajar
mengenai kematian dari teman seumurnya terutama orang yang memiliki penyakit
mirip, lalu mereka menyimpulkan bahwa mereka juga sekarat.
Saat ini, para ahli percaya bahwa anak-anak seharusya mengetahui sebanyak
mungkin mengenai penyakitnya agar mereka mengerti dan dapat mendiskusikannya
terutama mengenai perpisahan dengan orang tua. Ketika anak mengalami terminal
illness biasanya orang tua akan menyembunyikannya, sehingga emosi anak tidak
terganggu. Untuk anak yang lebih tua, pendekatan yang hangat, jujur, terbuka, dan
sensitive mengurangi kecemasan dan mempertahankan hubungan yang saling
mempercayai dengan orang tuanya.
2. Remaja atau Dewasa muda
Walaupun remaja dan dewasa muda berpikir bahwa kematian pada usia muda
cukup tinggi, mereka memimpikan kematian yang tiba-tiba dan kekerasan. Jika mereka
mengalami terminal illness, mereka menyadari bahwa kematian tidak terjadi
semestinya dan merasa marah dengan “ketidakberdayaannya” dan “ketidakadilan”
serta tidak adanya kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya.
Pada saat seperti ini, hubungan dengan ibunya akan menjadi lebih dekat.
Menderita terminal illness terutama pada pasien yang memiliki anak akan membuat
pasien merasa bersalah tidak dapat merawat anaknya dan seolah-olah merasa bahagia
melihat anaknya tumbuh. Karena kematian pada saat itu terasa tidak semestinya,
dewasa muda menjadi lebih marah dan mengalami tekanan emosi ketika hidupnya
diancam terminal illness.
3. Dewasa madya dan dewasa tua
Penelitian membuktikan bahwa dewasa muda menjadi semakin tidak takut
dengan kematian ketika mereka bertambah tua. Mereka menyadari bahwa mereka
mungkin akan mati karena penyakit kronis. Mereka juga memiliki masa lalu yang
lebih panjang dibandingkan orang dewasa muda dan memberikan kesempatan pada
mereka untuk menerima lebih banyak. Orang-orang yang melihat masa lalunya dan
percaya bahwa mereka telah memenuhi hal-hal penting dan hidup dengan baik tidak
begitu kesulitan beradaptasi dengan terminal illness.

E. Problem Yang Berkaitan Dengan Terminal Illnes


1. Problem fisik, berkaitan dengan kondisi (penyakit terminalnya): nyeri, perubahan
berbagai fungsi sistem tubuh, perubahan tampilan fisik.
2. Problem psikologis (ketidakberdayaan): kehilangan control, ketergantungan,
kehilangan diri dan harapan.
3. Problem sosial, isolasi dan keterasingan, perpisahan.
4. Problem s piritual.
5. Ketidak-sesuaian, antara kebutuhan dan harapan dengan perlakuan yang didapat
(dokter, perawat, keluarga dan sebagainya).

F. Tahapan Penerimaan Terhadap Kematian


Kubler- Ross (dalam Taylor, 1999) merumuskan lima tahap ketika seseorang
dihadapkan pada kematian. Kelima tahap tersebut antara lain:
1. Denial (Penyangkalan)
Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi atau
yang sedang terjadi. Dan tidak siap terhadap kondisi yang dihadapi dan dampaknya.
Ini memungkinkan bagi pasien untuk membenahi diri. Dengan berjalannya waktu,
sehingga tidak refensif secara radikal.
Penyangkalan merupakan reaksi pertama ketika seseorang didiagnosis menderita
terminal illness. Sebagian besar orang akan merasa shock, terkejut dan merasa
bahwa ini merupakan kesalahan. Penyangkalan adalah awal penyesuaian diri
terhadap kehidupan yang diwarnai oleh penyakit dan hal tersebut merupakan hal
yang normal dan berarti.
2. Marah
Fase marah terjadi pada saat fase denial tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa
kemarahan ini sering sulit dipahami oleh keluarga atau orang terdekat oleh karena
dapat terpicu oleh hal-hal yang secara normal tidak menimbulkan kemarahan. Rasa
marah ini sering terjadi karena rasa tidak berdaya, bisa terjadi kapan saja dan
kepada siapa saja tetapi umumnya terarah kepada orang-orang yang secara
emosional punya kedekatan hubungan.
Pasien yang menderita terminal illness akan mempertanyakan keadaan dirinya,
mengapa ia yang menderita penyakit dan akan meninggal. Pasien yang marah akan
melampiaskan kebenciannya pada orang-orang yang sehat seperti teman, anggota
keluarga, maupun staf rumah sakit. Pasien yang tidak dapat mengekspresikan
kemarahannya misalnya melalui teriakan akan menyimpan sakit hati. Pasien yang
sakit hati menunjukkan kebenciannya melalui candaan tentang kematian,
mentertawakan penampilan atau keadaannya, atau berusaha melakukan hal yang
menyenangkan yang belum sempat dilakukannya sebelum ia meninggal.
Kemarahan merupakan salah satu respon yang paling sulit dihadapi keluarga dan
temannya. Keluarga dapat bekerja sama dengan terapis untuk mengerti bahwa
pasien sebenarnya tidak marah kepada mereka tapi pada nasibnya.
3. Bargaining (Menawar)
Klien mencoba untuk melakukan tawar menawar dengan tuhan agar terhindar dari
kehilangan yang akan terjadi, ini bisa dilakukan dalam diam atau dinyatakan secara
terbuka. Secara psikologis tawar menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan
atau dosa masa lalu. Pada tahap ini pasien sudah meninggalkan kemarahannya
dalam berbagai strategi seperti menerapkan tingkah laku baik demi kesehatan, atau
melakukan amal, atau tingkah laku lain yang tidak biasa dilakukannya merupakan
tanda bahwa pasien sedang melakukan tawar-menawar terhadap penyakitnya.
4. Depresi
Tahap keempat dalam model Kubler-Ross dilihat sebagai tahap di mana pasien
kehilangan kontrolnya. Pasien akan merasa jenuh, sesak nafas dan lelah. Mereka
akan merasa kesulitan untuk makan, perhatian, dan sulit untuk menyingkirkan rasa
sakit atau ketidaknyamanan. Rasa kesedihan yang mendalam sebagai akibat
kehilangan (past loss & impending loss), ekspresi kesedihan ini verbal atau
nonverbal merupakan persiapan terhadap kehilangan atau perpisahan abadi dengan
apapun dan siapapun.
Tahap depresi ini dikatakan sebagai masa ‘anticipatory grief’, di mana pasien akan
menangisi kematiannya sendiri. Proses kesedihan ini terjadi dalam dua tahap, yaitu
ketika pasien berada dalam masa kehilangan aktivitas yang dinilainya berharga,
teman dan kemudian mulai mengantisipasi hilangnya aktivitas dan hubungan di
masa depan.
5. Penerimaan ( acceptance)
Pada tahap ini pasien sudah terlalu lemah untuk merasa marah dan memikirkan
kematian. Beberapa pasien menggunakan waktunya untuk membuat perisapan,
memutuskan kepunyaannya, dan mengucapkan selamat tinggal pada teman lama
dan anggota keluarga.
Pada tahap menerima ini, klien memahami dan menerima keadaannya yang
bersangkutan mulai kehilangan interest dengan lingkungannya, dapat menemukan
kedamaian dengan kondisinya, dan beristirahat untuk menyiapkan dan memulai
perjalanan panjang.

G. Dinamika Psikologis
Dinamika psikologis secara umum sebagai berikut:
1. Individu menyadari atau berkata bahwa kehidupannya akan segera berakhir.
2. Individu tidak pernah ada yang tahu kapan kematiannya akan datang.
3. Individu mulai mengalami keputusasaan akan treatmentreatmen yang didapat dan
dijalankan, ia mulai yakin bahwa semua yang dilakukan tidak akan menyembuhkan
penyakitnya bahkan ia yakin kematian telah dekat.
4. Individu mulai mengalami problem-problem pikiran, perasaan dan psikologis yang
kesemuanyasulit untuk dipecahkan. Dinamika keempat ini tidak dialami secara
signifikan pada personalitnya yang cukup matang sehingg dinamika psikologisnya
untuk menghadapi kematian lebih cepat mencapai acceptance/penerimaan.
Dinamika tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu : umur, jenis kelamin,
ras/suku bangsa, budaya kelompok, latar belakang sosial, dan personality/kepribadian.

H. Tingkat Kesadaran Terhadap Kondisi Terminal Illnes


1. Closed Awareness
Dalam hal ini klien dan keluarga tidak menyadari datangnya kematian, tidak tahu
mengapa sakit dan percaya akan sembuh.
2. Mutual Pretense
Dalam hal ini klien, keluarag, team kesehatan tahu bahwa kondisinya terminal
tetapi merasa tidak nyaman untuk dan menghindari membicarakan kondisi yang
dihadapi klien. Ini berat bagi klien karena tidak dapat mengekspresikan
kekuatannya.
3. Open Awareness
Pada kondisi ini klien dan orang disekitarnya tahu bahwa dia berada diambang
kematian sehingga tidak ada kesulitan untuk membicarakannya. Pada tahap ini
klien dapat dilibatkan untuk proses intervensi keperawatan.
I. Tujuan & Peran Keperawatan
Tujuan keperawatan klien dengan kondisi terminal secara umum/cara mengurangi
syok :
1. Menghilangkan atau mengurangi rasa kesendirian, takut dan depresi
2. Mempertahankan rasa aman, harkat dan rasa berguna
3. Membantu klien menerima rasa kehilangan
4. Membantu kenyamanan fisik
5. Mempertahankan harapan (faith and hope)
Peran Perawat Saat Klien Dalam Kondisi Terminal Illness
1. Pengabdian yang tulus dengan hati nurani yang ikhlas
2. Seulas senyum yang ikhlas dari seorang perawat bisa memberikan secercah
3. harapan kesembuhan untuk seorang pasien
4. Membantu klien agar siap meninggal dengan tenang
5. Memenuhi kebutuhan spiritual
Intervensi Keperawatan Terhadap Respon Klien
1. Tahap Denial
Beri dukungan pada fase awal karena ini berfungsi protektif dan memberi waktu
bagi klien untuk melihat kebenaran. Bantu untuk melihat kebenaran dengan
konfirmasi kondisi melalui second opinion.
2. Tahap Anger
Bantu klien untuk memahami bahwa marah adalah respon normal akan kehilangan
dan ketidakberdayaan. Siapkan bantuan berkesinambungan agar klien merasa aman.
3. Tahap Bargaining
Asah kepekaan perawat bila fase tawar menawar ini dilakukan secara diam-diam.
Bargaining sering dilakukan klien karena rasa bersalah atau ketakutan terhadap
baying-bayang dosa masa lalu. Bantu agar klien mampu mengekspresikan apa yang
dirasakan, apabila perlu datangkan pemuka agama untuk pendampingan.
4. Tahap Depresi
Klien perlu untuk merasa sedih dan beri kesempatan untuk mengekspresikan
kesedihannya. Perawat hadir sebagai pendamping dan pendengar.
5. Tahap Menerima
Klien merasa damai dan tenang. Dampingi klien untuk mempertahankan rasa
berguna (self worth). Berdayakan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang
masih mampu dilakukan dengan pendampingan. Fasilitasi untuk menyiapkan
perpisahan abadi.
DAFTAR PUSTAKA
Brehm Sharon & Saul Kassin. 1991. Social Psychology: Understanding Human
Interaction.

Gladding T. Samuel. 2000. Counseling : a Comprehensive Profession. New


Jersey Prentice hall Inc.

Kubler-Rose, E. 1998.On Death and Dying (Kematian Sebagai Bagian Dari


Kehidupan). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Herlin Megae. 1998. Nyeri Kanker. Surabaya: Media IDI

Papalia, Sterns, & Feldan. 1995. Adult Development Psychology and Aging.
USA : Mc. Graw Hill Company.

Anda mungkin juga menyukai