C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian sakaratul maut, kematian, cabang ilmu yang berkaitan dengan
sakaratul maut (dying), dan penyakit terminal.
2. Untuk mengetahui rentang pola hidup sampai menjelang kematian.
3. Untuk mengetahui perkembangan persepsi tentang kematian.
4. Untuk mengetahui ciri-ciri pokok pasien yang akan meninggal.
5. Untuk mengetahui bagaimana cara mendampingi pasien saat sakaratul maut dengan
menggunakan alat- alat medis dan bimbingan rohani.
6. Untuk mengetahui perubahan tubuh setelah kematian.
7. Untuk mengetahui moral dan etika dalam mendampingi pasien yang sakaratul maut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
1. Sakaratul Maut (Dying)
Sakaratul maut (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian,
yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal.
2. Kematian (Death)
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah
serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas
otak atau terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap. Selain itu, dr. H. Ahmadi NH,
Sp KJ juga mendefinisikan Death sebagai :
a. Hilangnya fase sirkulasi dan respirasi yang irreversible
b. Hilangnya fase keseluruhan otak, termasuk batang otak
Dying dan death merupakan dua istilah yang sulit untuk dipisahkan, serta merupakan
suatu fenomena tersendiri. Dying lebih ke arah suatu proses, sedangkan death merupakan
akhir dari hidup. (Eny Retna Ambarwati, 2010)
3. Cabang Ilmu Yang Berkaitan Dengan Dying
a. Geriatri : Ilmu yg mempelajari penyakit pada lanjut usia (degeneratif).
b. Gerontologi : Disiplin ilmu diluar/cabang geriatri yang mempelajari aspek fisik, mental, dan
psikososial yang ada pada lanjut usia. Untuk menunjang pelayanan geriatri bagi penderita
lanjut usia. (dr. H. Ahmadi NH, Sp KJ,2009)
4. Penyakit Terminal
Penyakit yang sulit disembuhkan, seperti kanker stadium akhir, dan lain-lain.
B. Diskripsi Rentang Pola Hidup Sampai Menjelang Kematian
Pandangan pengetahuan tentang kematian yang dipahami oleh seseorang berbeda-beda.
Adapun seorang ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang deskripsi rentang pola hidup
sampai menjelang kematian adalah Martocchio. Menurut Martocchio, rentang pola hidup
sampai menjelang kematian sebagai berikut :
1. Pola puncak dan lembah.
Pola ini memiliki karakteristik periodik sehat yang tinggi (puncak) dan periode krisis
(lemah). Pada kondisi puncak, pasien benar-benar merasakan harapan yang tinggi/besar.
Sebaliknya pada periode lemah, klien merasa sebagai kondisi yang menakutkan sampai bisa
menimbulkan depresi.
2. Pola dataran yang turun.
Karakteristik dari pola ini adalah adanya sejumlah tahapan dari kemunduran yang terus
bertambah dan tidak terduga, yang terjadi selama/setelah perode kesehatan yang stabil serta
berlangsung pada waktu yang tidak bisa dipastikan.
3. Pola tebing yang menurun
Karakteristik dari pola ini adalah adanya kondisi penurunan yang menetap/stabil, yang
menggambarkan semakin buruknya kondisi. Kondisi penurunan ini dapat diramalkan dalam
waktu yang bisa diperkirakan baik dalam ukuran jam atau hari. Kondisi ini lazim detemui di
unit khusus (ICU)
4. Pola landai yang turun sedikit-sedikit
Karakteristik dari pola ini kehidupan yang mulai surut, perlahan dan hampir tidak teramati
sampai akhirnya menghebat menuju kemaut.
C. Perkembangan Persepsi tentang Kematian
Di dalam kehidupan masyarakat dewasa, kematian adalah sesuatu yang sangat
menakutkan. Sebaliknya, pada anak-anak usia 0-7 tahun kematian itu dalah sesuatu hal yang
biasa saja, yang ada di pikirannya kematian adalah sesuatu hal yang hanya terjadi pada orang
tua yang sakit. Mereka sangat acuh sekali dengan kematian.
Seiring dengan perkembangan usianya menuju kedewasaan, mereka mengerti tentang apa
itu kematian. Karena itu berkembanglah klasifikasi tentang kematian menurut umur yang di
definisikan oleh Eny Retna Ambarwati, yaitu :
1. Bayi - 5 tahun. Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati adalah tidur/pergi
yang temporer.
2. 5-9 tahun. Mengerti bahwa titik akhir orang yang mati dapat dihindari.
3. 9-12 tahun. Mengerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak dapat dihindari, dapat
mengekspresikan ide-ide tentang kematian yang diperoleh dari orang tua/dewasa lainnya.
4. 12-18 tahun. Mereka takut dengan kematian yang menetap, kadang-kadang memikirkan
tentang kematian yang dikaitkan dengan sikap religi.
5. 18-45 tahun. Memiliki sikap terhadap kematian yang dipengaruhi oleh religi dan keyakinan.
6. 45-65 tahun. Menerima tentang kematian terhadap dirinya. Kematian merupakan puncak
kecemasan.
7. 65 tahun keatas. Takut kesakitan yang lama. Kematian mengandung beberapa makna :
terbebasnya dari rasa sakit dan reuni dengan anggota keluarga yang telah meninggal.
D. Ciri-Ciri Pokok Pasien yang akan Meninggal
Pasien yang menghadapi sakaratul maut akan memperlihatkan tingkah laku yang khas,
antara lain :
1. Penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada anggota
gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang terasa dingin dan
lembab.
2. Kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat.
3. Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat.
4. Terdengar suara mendengkur disertai gejala nafas cyene stokes.
5. Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada
biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot
rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas nampak lebih pasrah
menerima.
Secara teoritis, diagnosis kematian sudah dapat ditegakkan jika jantung dan paru
berhenti selama 10 menit, namun dalam prakteknya seringkali terjadi kesalahan diagnosis
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dengan cara mengamati selama waktu tertentu.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan mendengarkannya melalui stetoscope pada daerah
precordial dan larynx dimana denyut jantung dan suara nafas dapat dengan mudah
terdengar. Kadang-kadang jantung tidak segera berhenti berdenyut setelah nafas terhenti,
selain disebabkan ketahanan hidup sel tanpa oksigen yang berbeda-beda dapat juga
disebabkan depresi pusat sirkulasi darah yang tidak adekwat, denyut nadi yang menghilang
merupakan indikasi bahwa pada otak terjadi hipoksia. Sebagai contoh pada kasus judicial
hanging dimana jantung masih berdenyut selama 15 menit walaupun korban sudah
diturunkan dari tiang gantungan.
Kulit yang pucat
Kulit muka menjadi pucat, ini terjadi sebagai akibat berhentinya sirkulasi darah
sehingga darah yang berada di kapiler dan venula dibawah kulit muka akan mengalir ke
bagian yang lebih rendah sehingga warna kulit muka tampak menjadi lebih pucat.Akan tetapi
ini bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya. Kadang-kadang kematian dihubungkan
dengan spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.Pada mayat yang mati akibat
kekurangan oksigen atau keracunan zat-zat tertentu (misalnya karbon monoksida) warna
semula dari raut muka akan bertahan lama dan tidak cepat menjadi pucat.
Relaksasi otot
Pada saat kematian sampai beberapa saat sesudah kematian, otot-otot polos akan
mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada stadium ini
disebut relaksasi primer. Akibatnya rahang turun kebawah yang menyebabkan mulut terbuka,
dada menjadi kolap dan bila tidak ada penyangga anggota gerakpun akan jatuh kebawah.
Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit menimbul sehingga orang mati tampak
lebih muda dari umur sebenarnya, sedangkan relaksasi pada otot polos akan mengakibatkan
iris dan sfincter ani akan mengalami dilatasi. Oleh karena itu bila menemukan anus yang
mengalami dilatasi harus hati-hati menyimpulkan sebagai akibat hubungan seksual
perani/anus corong.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perawatan kepada pasien yang menghadapi sakaratul maut (dying) oleh petugas
kesehatan dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum
pasien meninggal. Perawat atau Bidan memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis,
sosiologis, psikologis, dan spiritual pasien sakaratul maut dengan memperhatikan moral, etika
serta menumbuhkan sikap empati dan caring kepada pasien. Penanganan pasien perlu
dukungan semua pihak yang terkait, terutama keluarga pasien dan perlu tindakan yang tepat dari
perawat atau bidan.
B. Saran
Sebagai mahasiswi, bidan wajib mampu mengetahui dan menerapkan serta mempraktikan
pengetahuan tentang bagaimana cara mendampingi klien yang hampir meninggal / sakaratul
maut dalam memberikan pelayanan pada masyarakat sesuai dengan prosedur dan cara kerja
agar klien dapat merasa nyaman ketika kita memberikan pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Eni Retna, at all.2009.KDPK Kebidanan Teori dan Aplikasi.Jogjakarta:Nuha
Medika.
Musrifatul, Uliyah.2011.Buku Ajar Keterampilan Dasar Praktik Klinik (KDPK) untuk
Pendidikan Bidan.Surabya:Health books.
Putri AT di 10:17 PM
Share
No comments:
Post a Comment
‹ Home ›
View web version
About Me
Putri AT
View my complete profile
Powered by Blogger.