Anda di halaman 1dari 10

Welcome Back !

Friday, March 1, 2019

Makalah Mendampingi Klien yang Hampir Meninggal


(Sakaratul Maut)
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang


Sakaratul Maut (Dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian,
yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Sedangkan Kematian (death)
merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah serta hilangnya respons
terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas otak atau terhentinya fungsi
jantung dan paru secara menetap.
”Bimbinglah orang yang hendak mati mengucapkan (kalimat/perkataan): “Tiada Tuhan
Selain Allah” (HR.Muslim).
Tak dapat dipungkiri kematian itu tak dapat dihindari dari kehidupan sehari-hari kita.
Kematian tidak pandang bulu, anak-anak, remaja maupun orang dewasa sekalipun dapat
mengalami hal ini.    Kita tak tahu kapan kematian akan menjemput kita. Kematian seakan
menjadi ketakutan yang sangat besar di hati kita.
Proses terjadinya kematian diawali dengan munculnya tanda-tanda yaitu sakaratul maut
atau dalam istilah disebut  dying. Oleh karena itu perlunya pendampingan pada seseorang yang
menghadapi sakaratul maut (Dying).
Sangat penting diketahui oleh kita, sebagai tenaga kesehatan tentang bagaimana cara
menangani pasien yang menghadapi sakaratul maut. Inti dari penanganan pasien yang
menghadapi sakaratul maut adalah dengan memberikan perawatan yang tepat, seperti
memberikan perhatian yang lebih kepada pasien sehingga pasien merasa lebih sabar dan ikhlas
dalam menghadapi kondisi sakaratul maut.

                                                                                            


B.  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan sakaratul maut, kematian, cabang ilmu yang berkaitan dengan
sakaratul maut (dying), dan penyakit terminal ?
2.    Bagaimana mendeskripsikan rentang pola hidup sampai menjelang kematian?
3.    Bagaimana perkembangan persepsi tentang kematian ?
4.    Apa saja ciri-ciri pokok pasien yang akan meninggal ?
5.    Bagaimana cara mendampingi pasien saat sakaratul maut ?
6.    Bagaimana perubahan tubuh setelah kematian ?
7.    Bagaimana moral dan etika dalam mendampingi pasien yang sakaratul maut?

C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian sakaratul maut, kematian, cabang ilmu yang berkaitan dengan
sakaratul maut (dying), dan penyakit terminal.
2.    Untuk mengetahui rentang pola hidup sampai menjelang kematian.
3.    Untuk mengetahui perkembangan persepsi tentang kematian.
4.    Untuk mengetahui ciri-ciri pokok pasien yang akan meninggal.
5.      Untuk mengetahui bagaimana cara mendampingi pasien saat sakaratul maut dengan
menggunakan alat- alat medis dan bimbingan rohani.
6.    Untuk mengetahui perubahan tubuh setelah kematian.
7.    Untuk mengetahui moral dan etika dalam mendampingi pasien yang sakaratul maut.

                                     
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
1. Sakaratul Maut (Dying)
Sakaratul maut (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian,
yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal.
2. Kematian (Death)
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah
serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas
otak atau terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap. Selain itu, dr. H. Ahmadi NH,
Sp KJ juga mendefinisikan Death sebagai :
a.    Hilangnya fase sirkulasi dan respirasi yang irreversible
b.    Hilangnya fase keseluruhan otak, termasuk batang otak
Dying dan death merupakan dua istilah yang sulit untuk dipisahkan, serta merupakan
suatu fenomena tersendiri. Dying lebih ke arah suatu proses, sedangkan death merupakan
akhir dari hidup.      (Eny Retna Ambarwati, 2010)
3. Cabang Ilmu Yang Berkaitan Dengan Dying
a. Geriatri : Ilmu yg mempelajari penyakit pada lanjut usia (degeneratif).
b. Gerontologi : Disiplin ilmu diluar/cabang geriatri yang mempelajari aspek fisik, mental, dan
psikososial yang ada pada lanjut usia. Untuk menunjang pelayanan geriatri bagi penderita
lanjut usia. (dr. H. Ahmadi NH, Sp KJ,2009)
4. Penyakit Terminal
Penyakit yang sulit disembuhkan, seperti kanker stadium akhir, dan lain-lain.
                                      
B.  Diskripsi Rentang Pola Hidup Sampai Menjelang Kematian
Pandangan pengetahuan tentang kematian yang dipahami oleh seseorang berbeda-beda.
Adapun seorang ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang deskripsi rentang pola hidup
sampai menjelang kematian adalah Martocchio. Menurut Martocchio, rentang pola hidup
sampai menjelang kematian sebagai berikut :
1.    Pola puncak dan lembah.
Pola ini memiliki karakteristik periodik sehat yang tinggi (puncak) dan periode krisis
(lemah). Pada kondisi puncak, pasien benar-benar merasakan harapan yang tinggi/besar.
Sebaliknya pada periode lemah, klien merasa sebagai kondisi yang menakutkan sampai bisa
menimbulkan depresi.
2.    Pola dataran yang turun.
Karakteristik dari pola ini adalah adanya sejumlah tahapan dari kemunduran yang terus
bertambah dan tidak terduga, yang terjadi selama/setelah perode kesehatan yang stabil serta
berlangsung pada waktu yang tidak bisa dipastikan.
3.    Pola tebing yang menurun
Karakteristik dari pola ini adalah adanya kondisi penurunan yang menetap/stabil, yang
menggambarkan semakin buruknya kondisi. Kondisi penurunan ini dapat diramalkan dalam
waktu yang bisa diperkirakan baik dalam ukuran jam atau hari. Kondisi ini lazim detemui di
unit khusus (ICU)
4.    Pola landai yang turun sedikit-sedikit
Karakteristik dari pola ini kehidupan yang mulai surut, perlahan dan hampir tidak teramati
sampai akhirnya menghebat menuju kemaut.
                     
C.  Perkembangan Persepsi tentang Kematian
Di dalam kehidupan masyarakat dewasa, kematian adalah sesuatu yang sangat
menakutkan. Sebaliknya, pada anak-anak usia 0-7 tahun kematian itu dalah sesuatu hal yang
biasa saja, yang ada di pikirannya kematian adalah sesuatu hal yang hanya terjadi pada orang
tua yang sakit. Mereka sangat acuh sekali dengan kematian.
Seiring dengan perkembangan usianya menuju kedewasaan, mereka mengerti tentang apa
itu kematian. Karena itu berkembanglah klasifikasi tentang kematian menurut umur yang di
definisikan oleh Eny Retna Ambarwati, yaitu :
1.      Bayi - 5 tahun. Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati adalah tidur/pergi
yang temporer.
2.    5-9 tahun. Mengerti bahwa titik akhir orang yang mati dapat dihindari.
3.    9-12 tahun. Mengerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak dapat dihindari, dapat
mengekspresikan ide-ide tentang kematian yang diperoleh dari orang tua/dewasa lainnya.
4.      12-18 tahun. Mereka takut dengan kematian yang menetap, kadang-kadang memikirkan
tentang kematian yang dikaitkan dengan sikap religi.
5.    18-45 tahun. Memiliki sikap terhadap kematian yang dipengaruhi oleh religi dan keyakinan.
6.      45-65 tahun. Menerima tentang kematian terhadap dirinya. Kematian merupakan puncak
kecemasan.
7.      65 tahun keatas. Takut kesakitan yang lama. Kematian mengandung beberapa makna :
terbebasnya dari rasa sakit dan reuni dengan anggota keluarga yang telah meninggal.
D.  Ciri-Ciri Pokok Pasien yang akan Meninggal
Pasien yang menghadapi sakaratul maut akan memperlihatkan tingkah laku yang khas,
antara lain :
1.    Penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada anggota
gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang terasa dingin dan
lembab.
2.    Kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat.
3.    Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat.
4.    Terdengar suara mendengkur disertai gejala nafas cyene stokes.
5.    Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada
biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot
rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas nampak lebih pasrah
menerima.

E.  Pendampingan Pasien Sakaratul Maut


Perawatan kepada pasien yang akan meninggal oleh petugas kesehatan dilakukan dengan
cara memberi pelayanan khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal. Tujuannya
yaitu, :
1.    Memberi rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah pada  pasien dan  keluarganya.
2.    Memberi ketenangan dan kesan yang baik pada pasien disekitarnya.
3.      Untuk mengetahui tanda-tanda pasien yang akan meninggal secara medis bisa dilihat dari
keadaan umum, vital sighn dan beberapa tahap-tahap kematian.

1.    Pendampingan dengan alat-alat medis


Memperpanjang hidup penderita semaksimal mungkin dan bila perlu dengan bantuan
alat-alat kesehatan adalah tugas dari petugas kesehatan. Untuk memberikan pelayanan yang
maksimal pada pasien yang hampir meninggal, maka petugas kesehatan memerlukan alat-
alat pendukung seperti:
a. Disediakan tempat tersendiri
b. Alat – alat pemberian O2
c. Alat resusitasi
d. Alat pemeriksaan vital sighn.
e. Pinset 
f. Kassa, air matang, kom/gelas untuk membasahi bibir
g. Alat tulis
Adapun prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan oleh petugas dalam mendampingi
pasien yang hampir meninggal, yaitu :
a. Memberitahu pada keluarga tentang tindakan yang akan dilakuka
b. Mendekatkan alat
c. Memisahkan pasien dengan pasien yang lain
d. Mengijinkan keluarga untuk mendampingi, pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri
e. Membersihkan pasien dari keringat
f. Membasahi bibir pasien dengan kassa lembab, bila tampak kering menggunakan pinset
h. Membantu melayani dalam upacara keagamaan
i. Mengobservasi tanda-tanda kehidupan (vital sign) terus menerus
j. Mencuci tangan
k. Melakukan dokumentasi tindakan

2.    Pendampingan dengan bimbingan rohani


Bimbingan rohani pasien merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan
dalam upaya pemenuhan kebutuhan bio-Psyco-Socio-Spritual  ( APA, 1992 ) yang
komprehensif, karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual (
Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ). Pentingnya bimbingan spiritual dalam
kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan bahwa  aspek agama (spiritual)
merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena
itu dibutuhkan dokter, terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien.
Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan
spiritual pasien. Akan tetapi, kebutuhan spiritual seringkali dianggap tidak penting oleh
perawat. Padahal aspek spiritual sangat penting terutama untuk pasien yang didiagnosa
harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
Biasanya pasien yang sangat membutuhkan bimbingan oleh perawat adalah pasien
terminal karena pasien terminal, pasien yang didiagnosis dengan penyakit berat dan tidak
dapat disembuhkan lagi dimana berakhir dengan kematian, seperti yang dikatakan  Dadang
Hawari (1977,53)  “orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut
lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual,dan krisis kerohanian sehingga
pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian
khusus”. Sehingga, pasien terminal biasanya bereaksi menolak, depresi berat, perasaan marah
akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Oleh sebab itu, peran perawat sangat dibutuhkan
untuk mendampingi pasien yang dapat meningkatkan semangat hidup pasien meskipun
harapannya sangat tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi kehidupan
yang kekal.
Dalam konsep Islam, fase sakaratul maut sangat menentukan baik atau tidaknya
seseorang terhadap kematiannya untuk menemui Allah dan bagi perawat pun akan dimintai
pertanggungjawabannya nanti untuk tugasnya dalam merawat pasien di rumah sakit. Dan
fase sakaratul maut adalah fase yang sangat berat dan menyakitkan seperti yang disebutkan
Rasulullah tetapi akan sangat berbeda bagi orang yang mengerjakan amal sholeh yang bisa
menghadapinya dengan tenang dan senang hati. Ini adalah petikan Al-Quran tentang sakaratul
maut,” Datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.”(QS.50:19).“ Alangkah
dahsyatnya ketika orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut.”
(QS. 6:93).
Dalam Al-hadits tentang sakaratul maut. Al-Hasan berkata bahwa Rasulullah SAW
pernah mengingatkan mengenai rasa sakit dan duka akibat kematian. Beliau bertutur,
“Rasanya sebanding dengan tiga ratus kali tebasan pedang.” (HR.Ibn Abi ad-Dunya)  Begitu
sakitnya menghadapi sakaratul maut sehingga perawat harus membimbing pasien dengan
cara-cara,seperti ini:
a.      Menalqin (menuntun) dengan syahadat. Sesuai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
b.      Hendaklah mendo’akannya dan janganlah mengucapkan dihadapannya kecuali kata-kata
yang baik.
Berdasarkan hadits yang diberitakan oleh Ummu Salamah bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah bersabda. Artinya :“Apabila kalian mendatangi orang yang sedang
sakit atau orang yang hampir mati, maka hendaklah kalian mengucapkan perkataan yang
baik-baik karena para malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan.”Maka perawat harus
berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Maha
Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan dan
menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas dari jasadnya.
c.    Berbaik Sangka kepada Allah
Perawat membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT, seperti di dalam
hadits Bukhari“  Tidak akan mati masing-masing kecuali dalam keadaan berbaik sangka
kepada Allah SWT.” Hal ini menunjukkan apa yang kita pikirkan seringkali seperti apa yang
terjadi pada kita karena Allah mengikuti perasangka umatNya.
d.    Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut Disunnahkan bagi orang-
orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut
tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya
dengan kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa
sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan
kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami
sakaratul maut, sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua
kalimat syahadat. (Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)
e.    Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke arah kiblat
Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut kearah
kiblat. Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah Saw.,
hanya saja dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para salafus shalih
melakukan hal tersebut. Para Ulama sendiri telah menyebutkan dua cara bagaimana
menghadap kiblat :
a)      Berbaring terlentang diatas punggungnya, sedangkan kedua telapak kakinya
dihadapkan kearah kiblat. Setelah itu, kepala orang tersebut diangkat sedikit agar ia
menghadap kearah kiblat.
b)    Mengarahkan bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap ke
kiblat. Dan Imam Syaukai menganggap bentuk seperti ini sebagai tata cara yang paling
benar. Seandainya posisi ini menimbulkan sakit atau sesak, maka biarkanlah orang
tersebut berbaring kearah manapun yang membuatnya selesai.

F.   Perubahan Tubuh Setelah Kematian


1.    Rigor mortis (kaku) dapat terjadi sekitar 2-4 jam setelah kematian, karena adanya kekurangan
ATP (Adenosin Trypospat) yang tidak dapat disintesa akibat kurangnya glikogen dalam tubuh.
Proses rigor mortis dimulai dari organ-organ involuntery, kemudian menjalar pada leher,
kepala, tubuh dan bagian ekstremitas, akan berakhir kurang lebih 96 jam setelah kematian.
2.      Algor mortis (dingin), suhu tubuh perlahan-lahan turun 1 derajat celcius setiap jam sampai
mencapai suhu ruangan.
3.      Post mortem decompotion, yaitu terjadi livor mortis (biru kehitaman) pada daerah yang
tertekan serta melunaknya jaringan yang dapat menimbulkan banyak bakteri. Ini disebabkan
karena sistem sirkulasi hilang, darah/sel-sel darah merah telah rusak dan terjadi pelepasan
HB.
G. Moral Dan Etika Dalam Mendampingi Pasien Sakaratul Maut
Perlu diketahui oleh petugas kesehatan tentang moral dan etika dalam pendampingan
pasien sakaratul maut. Moral dan etika inilah yang dapat membantu pasien, sehingga pasien
akan lebih sabar dalam mengahadapi sakit yang di deritanya.
Dalam banyak studi, dukungan sosial sering dihubungkan dengan kesehatan dan usia
lanjut. Dan telah dibuktikan pula bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan kesehatan.
Pemebrian dukuangan sosial adalah prinsip pemberian asuhan. Perilaku petugas kesehatan
dalam mengeksperikan dukungan meliputi :
1.          Menghimbau pasien agar Ridha kepada qadha dan qadarnya-Nya serta berbaik sangka
terhadap Allah Swt.
2.      Menghimbau pasien agar tidak boleh putus asa dari rahmat Allah Swt.
3.      Kembangkan empati kepada pasien.
4.      Bila diperlukan konsultasi dengan spesialis lain.
5.      Komunikasikan dengan keluarga pasien.
6.      Tumbuhkan harapan, tetapi jangan memberikan harapan palsu.
7.      Bantu bila ia butuh pertolongan.
8.          Mengusahakan lingkungan tenang, berbicara dengan suara lembut dan penuh perhatian,
serta tidak tertawa-tawa atau bergurau disekitar pasien.
9.          Jika memiliki tanggungan hak yang harus pasien penuhi, baik hak Allah Swt (zakat, puasa,
haji, dll) atau hak manusia (hutang, ghibah, dll). Hendaklah dipenuhi atau wasiat kepada
kepada orang yang dapat memenuhi bagi dirinya. Wasiat wajib atas orang yang mempunyai
tanggungan atau hak kepada orang lain.

H.  Tanda-Tanda Kematian


Tanda-tanda kematian terbagi ke dalam tiga tahap yakni menjelang kematian, saat
kematian dan setelah kematian.
1.        Mendekati/ Menjelang Kematian
Tanda-tanda fisik menjelang kematian yakni, meliputi:
a.         Penurunan tonus otot
1)    Gerakan ekstermitas berangsur-angsur menghilang, khususnya pada kaki dan ujung
kaki
2)   Sulit berbicara
3)   Tubuh semakin lemah
4)   Aktifitas  saluran pencernaan  menurun sehingga perut  membuncit
5)   Otot rahang dan muka mengendur
6)   Rahang bawah cenderung turun
7)   Sulit menelan, reflek gerakan menurun
8)   Mata sedikit terbuka
b.         Sirkulasi melemah
1)    Suhu tubuh pasien tinggi, tetapi kaki, tangan, dan ujung hidung pasien terasa dingin
dan lembab
2)   Kulit ekstermitas dan  ujung  hidung  tampak kebiruan,  kelabu, atau pucat
3)   Nadi mulai tidak teratur, lemah, dan cepat
4)   Tekanan darah menurun
5)   Peredaran darah perifer berhenti
c.         Kegagalan fungsi sensorik
1)   Sensasi nyeri menurun atau hilang
2)   Pandangan mata kabur/ berkabut
3)   Kemampuan indra berangsur-angur menurun
4)   Sensasi panas, lapar, dingin, dan tajam menurun
d.        Penurunan/ kegagalan fungsi pernafasan
1)   Mengorok (death rattle ) bunyi nafas terdengar kasar
2)   Pernafasan tidak teratur dan berlangung melalui mulut
3)   Pernafasan Cheyne stokes
2.    Saat Kematian
a.         Terhentinya  pernafasan, Nadi, tekanan darah, dan fungsi otak (tidak berfungsinya paru,
jantung dan otak)
b.         Hilangnya respon terhadap stimulus eksternal
c.                Hilangnya control atas sfingter kandung kemih dan rectum (inkontinensia) akibat
peredaran darah terhambat; kaki dan ujung hidung menjadi dingin
d.              Hilangnya kemampuan panca indra; hanya indra pendengaran yang paling lama dapat
berfungsi
e.                Adanya garis datar pada mesin elektroenselofgrafi menunjukan terhentinya aktifitas
listrik otak untuk  penilaian pasti suatu kematian
3.    Setelah kematian
Perubahan Tubuh Setelah Kematian, akan terjadi :
a.                Rigor mortis (kaku) dapat terjadi sekitar 2-4 jam setelah kematian, karena adanya
kekurangan ATP (Adenosin Trypospat) yang tidak dapat disintesa akibat kurangnya
glikogen dalam tubuh. Proses rigor mortis dimulai dari organ-organ involuntery,
kemudian   menjalar   pada leher,   kepala,   tubuh dan bagian ekstremitas, akan berakhir
kurang lebih 96 jam setelah kematian.
b.              Algor mortis (dingin), suhu tubuh perlahan-lahan turun 1 derajat celcius setiap jam
sampai mencapai suhu ruangan.
c.         Post mortem decompotion, yaitu terjadi livor mortis (biru kehitaman) pada daerah yang
tertekan serta melunaknya jaringan yang dapat menimbulkan banyak bakteri. Ini
disebabkan karena sistem sirkulasi hilang, darah/ sel-sel darah merah telah rusak dan
terjadi pelepasan HB.

I.     Tanda-Tanda Kematian Tidak Pasti


      Berhentinya sistim pernafasan dan sistim sirkulasi.

Secara teoritis, diagnosis kematian sudah dapat ditegakkan jika jantung dan paru
berhenti selama 10 menit, namun dalam prakteknya seringkali terjadi kesalahan diagnosis
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dengan cara mengamati selama waktu tertentu.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan mendengarkannya melalui stetoscope pada daerah
precordial dan   larynx dimana denyut jantung dan suara nafas dapat dengan mudah
terdengar. Kadang-kadang jantung tidak segera berhenti berdenyut setelah nafas terhenti,
selain disebabkan ketahanan hidup sel tanpa oksigen yang berbeda-beda dapat juga
disebabkan depresi pusat sirkulasi darah yang tidak adekwat, denyut nadi yang menghilang 
merupakan indikasi bahwa pada otak terjadi hipoksia. Sebagai contoh pada kasus judicial
hanging dimana jantung masih berdenyut selama 15 menit walaupun korban sudah
diturunkan dari tiang gantungan.
      Kulit yang pucat
Kulit muka menjadi pucat, ini terjadi sebagai akibat berhentinya sirkulasi darah
sehingga darah yang berada di kapiler dan venula dibawah kulit muka akan mengalir ke
bagian yang lebih rendah sehingga warna kulit muka tampak menjadi lebih pucat.Akan tetapi
ini bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya. Kadang-kadang kematian dihubungkan
dengan spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.Pada mayat yang mati akibat
kekurangan oksigen atau keracunan zat-zat tertentu (misalnya karbon monoksida) warna
semula dari raut muka akan bertahan lama dan tidak cepat menjadi pucat.
      Relaksasi otot
Pada saat kematian sampai beberapa saat sesudah kematian, otot-otot polos akan
  mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada   stadium ini
disebut relaksasi primer. Akibatnya rahang turun kebawah yang menyebabkan mulut terbuka,
dada menjadi kolap dan bila tidak ada penyangga anggota gerakpun akan jatuh kebawah.
Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit menimbul sehingga orang mati tampak
lebih muda dari umur sebenarnya, sedangkan relaksasi pada otot polos akan mengakibatkan
iris dan sfincter ani akan mengalami dilatasi. Oleh karena itu bila menemukan anus yang
mengalami dilatasi harus hati-hati menyimpulkan sebagai akibat hubungan seksual
perani/anus corong.

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Perawatan kepada pasien yang menghadapi sakaratul maut (dying) oleh petugas
kesehatan dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum
pasien meninggal.  Perawat atau Bidan memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis,
sosiologis, psikologis, dan spiritual pasien sakaratul maut dengan memperhatikan moral, etika
serta menumbuhkan sikap empati dan  caring  kepada pasien.  Penanganan pasien perlu
dukungan semua pihak yang terkait, terutama keluarga pasien dan perlu tindakan yang tepat dari
perawat atau bidan.

B.  Saran
Sebagai mahasiswi, bidan wajib mampu mengetahui dan menerapkan serta mempraktikan
pengetahuan tentang bagaimana cara mendampingi klien yang hampir meninggal / sakaratul
maut dalam memberikan pelayanan pada masyarakat sesuai dengan prosedur dan cara kerja
agar klien dapat merasa nyaman ketika kita memberikan pelayanan.

DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Eni Retna, at all.2009.KDPK Kebidanan Teori dan Aplikasi.Jogjakarta:Nuha
Medika.
Musrifatul, Uliyah.2011.Buku Ajar Keterampilan Dasar Praktik Klinik (KDPK) untuk
Pendidikan Bidan.Surabya:Health books.

Wardani, Bherta Kusuma.2011.Membantu Pasien yang Hampir


Meninggal.http://benk2midwife.blogspot.com/2011_06_01_archive.html.25
Oktober 2013.Pukul 21.57 Wita.

Putri AT di 10:17 PM

Share

No comments:

Post a Comment

‹ Home ›
View web version

About Me

Putri AT
View my complete profile

Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai