TEKNIK WAROHIS
Dosen Pengampu:
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sakaratul Maut (Dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian,
yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Sedangkan Kematian (death)
merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah serta hilangnya respons
terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas otak atau terhentinya fungsi
jantung dan paru secara menetap.
”Bimbinglah orang yang hendak mati mengucapkan (kalimat/perkataan): “Tiada Tuhan Selain
Allah” (HR.Muslim).
Tak dapat dipungkiri kematian itu tak dapat dihindari dari kehidupan sehari-hari kita. Kematian
tidak pandang bulu, anak-anak, remaja maupun orang dewasa sekalipun dapat mengalami hal ini.
Kita tak tahu kapan kematian akan menjemput kita. Kematian seakan menjadi ketakutan yang
sangat besar di hati kita.Proses terjadinya kematian diawali dengan munculnya tanda-tanda yaitu
sakaratul maut atau dalam istilah disebut dying. Oleh karena itu perlunya pendampingan pada
seseorang yang menghadapi sakaratul maut (Dying).
Sangat penting diketahui oleh kita, sebagai tenaga kesehatan tentang bagaimana cara
menangani pasien yang menghadapi sakaratul maut. Inti dari penanganan pasien yang
menghadapi sakaratul maut adalah dengan memberikan perawatan yang tepat, seperti
memberikan perhatian yang lebih kepada pasien sehingga pasien merasa lebih sabar dan ikhlas
dalam menghadapi kondisi sakaratul maut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sakaratul maut, kematian, cabang ilmu yang berkaitan dengan
sakaratul maut (dying), dan penyakit terminal ?
7. Bagaimana moral dan etika dalam mendampingi pasien yang sakaratul maut?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian sakaratul maut, kematian, cabang ilmu yang berkaitan dengan
sakaratul maut (dying), dan penyakit terminal.
5. Untuk mengetahui bagaimana cara mendampingi pasien saat sakaratul maut dengan
7. Untuk mengetahui moral dan etika dalam mendampingi pasien yang sakaratul maut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Sakaratul maut (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian,
yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal.
2. Kematian (Death)
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah
serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas otak
atau terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap. Selain itu, dr. H. Ahmadi NH, Sp KJ
juga mendefinisikan Death sebagai :
Dying dan death merupakan dua istilah yang sulit untuk dipisahkan, serta merupakan
suatu fenomena tersendiri. Dying lebih ke arah suatu proses, sedangkan death merupakan akhir
dari hidup. (Eny Retna Ambarwati, 2010)
b. Gerontologi : Disiplin ilmu diluar/cabang geriatri yang mempelajari aspek fisik, mental, dan
psikososial yang ada pada lanjut usia. Untuk menunjang pelayanan geriatri bagi penderita lanjut
usia. (dr. H. Ahmadi NH, Sp KJ,2009)
4. Penyakit Terminal
Penyakit yang sulit disembuhkan, seperti kanker stadium akhir, dan lain-lain.
B. Diskripsi Rentang Pola Hidup Sampai Menjelang Kematian
Pola ini memiliki karakteristik periodik sehat yang tinggi (puncak) dan periode krisis
(lemah). Pada kondisi puncak, pasien benar-benar merasakan harapan yang tinggi/besar.
Sebaliknya pada periode lemah, klien merasa sebagai kondisi yang menakutkan sampai bisa
menimbulkan depresi.
Karakteristik dari pola ini adalah adanya sejumlah tahapan dari kemunduran yang terus
bertambah dan tidak terduga, yang terjadi selama/setelah perode kesehatan yang stabil serta
berlangsung pada waktu yang tidak bisa dipastikan.
Karakteristik dari pola ini adalah adanya kondisi penurunan yang menetap/stabil, yang
menggambarkan semakin buruknya kondisi. Kondisi penurunan ini dapat diramalkan dalam
waktu yang bisa diperkirakan baik dalam ukuran jam atau hari. Kondisi ini lazim detemui di unit
khusus (ICU)
Karakteristik dari pola ini kehidupan yang mulai surut, perlahan dan hampir tidak
teramati sampai akhirnya menghebat menuju kemaut.
Seiring dengan perkembangan usianya menuju kedewasaan, mereka mengerti tentang apa itu
kematian. Karena itu berkembanglah klasifikasi tentang kematian menurut umur yang di
definisikan oleh Eny Retna Ambarwati, yaitu :
1. Bayi - 5 tahun. Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati adalah tidur/pergi
yang temporer.
2. 5-9 tahun. Mengerti bahwa titik akhir orang yang mati dapat dihindari.
3. 9-12 tahun. Mengerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak dapat dihindari,
dapat mengekspresikan ide-ide tentang kematian yang diperoleh dari orang tua/dewasa lainnya.
4. 12-18 tahun. Mereka takut dengan kematian yang menetap, kadang-kadang memikirkan
tentang kematian yang dikaitkan dengan sikap religi.
5. 18-45 tahun. Memiliki sikap terhadap kematian yang dipengaruhi oleh religi dan keyakinan.
6. 45-65 tahun. Menerima tentang kematian terhadap dirinya. Kematian merupakan puncak
kecemasan.
7. 65 tahun keatas. Takut kesakitan yang lama. Kematian mengandung beberapa makna :
terbebasnya dari rasa sakit dan reuni dengan anggota keluarga yang telah meninggal.
Pasien yang menghadapi sakaratul maut akan memperlihatkan tingkah laku yang khas,
antara lain :
1. Penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada anggota
gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang terasa dingin dan
lembab.
5. Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada
biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot
rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas nampak lebih pasrah
menerima.
E. Pendampingan Pasien Sakaratul Maut
Perawatan kepada pasien yang akan meninggal oleh petugas kesehatan dilakukan dengan
cara memberi pelayanan khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal. Tujuannya
yaitu, :
1. Memberi rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah pada pasien dan keluarganya.
3. Untuk mengetahui tanda-tanda pasien yang akan meninggal secara medis bisa dilihat dari
keadaan umum, vital sighn dan beberapa tahap-tahap kematian.
Memperpanjang hidup penderita semaksimal mungkin dan bila perlu dengan bantuan
alat-alat kesehatan adalah tugas dari petugas kesehatan. Untuk memberikan pelayanan yang
maksimal pada pasien yang hampir meninggal, maka petugas kesehatan memerlukan alat-alat
pendukung seperti:
c. Alat resusitasi
e. Pinset
g. Alat tulis
b. Mendekatkan alat
f. Membasahi bibir pasien dengan kassa lembab, bila tampak kering menggunakan pinset
j. Mencuci tangan
Bimbingan rohani pasien merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan
dalam upaya pemenuhan kebutuhan bio-Psyco-Socio-Spritual ( APA, 1992 ) yang komprehensif,
karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual
needs, Dadang Hawari, 1999 ). Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi
ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur
dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter, terutama
perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien.
Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan
spiritual pasien. Akan tetapi, kebutuhan spiritual seringkali dianggap tidak penting oleh perawat.
Padahal aspek spiritual sangat penting terutama untuk pasien yang didiagnosa harapan
sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
Biasanya pasien yang sangat membutuhkan bimbingan oleh perawat adalah pasien
terminal karena pasien terminal, pasien yang didiagnosis dengan penyakit berat dan tidak dapat
disembuhkan lagi dimana berakhir dengan kematian, seperti yang dikatakan Dadang Hawari
(1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak
mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual,dan krisis kerohanian sehingga pembinaan
kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”. Sehingga, pasien
terminal biasanya bereaksi menolak, depresi berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan
keputusasaan. Oleh sebab itu, peran perawat sangat dibutuhkan untuk mendampingi pasien yang
dapat meningkatkan semangat hidup pasien meskipun harapannya sangat tipis dan dapat
mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi kehidupan yang kekal.
Dalam konsep Islam, fase sakaratul maut sangat menentukan baik atau tidaknya
seseorang terhadap kematiannya untuk menemui Allah dan bagi perawat pun akan dimintai
pertanggungjawabannya nanti untuk tugasnya dalam merawat pasien di rumah sakit. Dan fase
sakaratul maut adalah fase yang sangat berat dan menyakitkan seperti yang disebutkan
Rasulullah tetapi akan sangat berbeda bagi orang yang mengerjakan amal sholeh yang bisa
menghadapinya dengan tenang dan senang hati. Ini adalah petikan Al-Quran tentang sakaratul
maut,” Datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.”(QS.50:19).“ Alangkah dahsyatnya
ketika orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut.” (QS. 6:93).
Dalam Al-hadits tentang sakaratul maut. Al-Hasan berkata bahwa Rasulullah SAW
pernah mengingatkan mengenai rasa sakit dan duka akibat kematian. Beliau bertutur, “Rasanya
sebanding dengan tiga ratus kali tebasan pedang.” (HR.Ibn Abi ad-Dunya) Begitu sakitnya
menghadapi sakaratul maut sehingga perawat harus membimbing pasien dengan cara-cara,seperti
ini:
Berdasarkan hadits yang diberitakan oleh Ummu Salamah bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah bersabda. Artinya :“Apabila kalian mendatangi orang yang sedang sakit
atau orang yang hampir mati, maka hendaklah kalian mengucapkan perkataan yang baik-baik
karena para malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan.”Maka perawat harus berupaya
memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan selalu
memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan dan menutupkan kedua matanya yang
terbuka saat roh terlepas dari jasadnya.
Perawat membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT, seperti di dalam
hadits Bukhari“ Tidak akan mati masing-masing kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada
Allah SWT.” Hal ini menunjukkan apa yang kita pikirkan seringkali seperti apa yang terjadi
pada kita karena Allah mengikuti perasangka umatNya.
d. Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut Disunnahkan bagi orang-orang
yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut tersebut dengan
air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan kapas yg telah
diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya,
sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat
meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat
mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat. (Al-Mughni : 2/450 milik
Ibnu Qudamah)
Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut kearah kiblat.
Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah Saw., hanya saja
dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para salafus shalih melakukan hal tersebut.
Para Ulama sendiri telah menyebutkan dua cara bagaimana menghadap kiblat :
b) Mengarahkan bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap ke kiblat.
Dan Imam Syaukai menganggap bentuk seperti ini sebagai tata cara yang paling benar.
Seandainya posisi ini menimbulkan sakit atau sesak, maka biarkanlah orang tersebut berbaring
kearah manapun yang membuatnya selesai.
1. Rigor mortis (kaku) dapat terjadi sekitar 2-4 jam setelah kematian, karena adanya
kekurangan ATP (Adenosin Trypospat) yang tidak dapat disintesa akibat kurangnya glikogen
dalam tubuh. Proses rigor mortis dimulai dari organ-organ involuntery, kemudian menjalar pada
leher, kepala, tubuh dan bagian ekstremitas, akan berakhir kurang lebih 96 jam setelah kematian.
2. Algor mortis (dingin), suhu tubuh perlahan-lahan turun 1 derajat celcius setiap jam sampai
mencapai suhu ruangan.
3. Post mortem decompotion, yaitu terjadi livor mortis (biru kehitaman) pada daerah yang
tertekan serta melunaknya jaringan yang dapat menimbulkan banyak bakteri. Ini disebabkan
karena sistem sirkulasi hilang, darah/sel-sel darah merah telah rusak dan terjadi pelepasan HB.
Perlu diketahui oleh petugas kesehatan tentang moral dan etika dalam pendampingan
pasien sakaratul maut. Moral dan etika inilah yang dapat membantu pasien, sehingga pasien akan
lebih sabar dalam mengahadapi sakit yang di deritanya.
Dalam banyak studi, dukungan sosial sering dihubungkan dengan kesehatan dan usia
lanjut. Dan telah dibuktikan pula bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan kesehatan.
Pemebrian dukuangan sosial adalah prinsip pemberian asuhan. Perilaku petugas kesehatan dalam
mengeksperikan dukungan meliputi :
1. Menghimbau pasien agar Ridha kepada qadha dan qadarnya-Nya serta berbaik sangka
terhadap Allah Swt.
2. Menghimbau pasien agar tidak boleh putus asa dari rahmat Allah Swt.
3. Kembangkan empati kepada pasien.
8. Mengusahakan lingkungan tenang, berbicara dengan suara lembut dan penuh perhatian,
serta tidak tertawa-tawa atau bergurau disekitar pasien.
9. Jika memiliki tanggungan hak yang harus pasien penuhi, baik hak Allah Swt (zakat, puasa,
haji, dll) atau hak manusia (hutang, ghibah, dll). Hendaklah dipenuhi atau wasiat kepada kepada
orang yang dapat memenuhi bagi dirinya. Wasiat wajib atas orang yang mempunyai tanggungan
atau hak kepada orang lain.
H. Tanda-Tanda Kematian
Tanda-tanda kematian terbagi ke dalam tiga tahap yakni menjelang kematian, saat
kematian dan setelah kematian.
1) Gerakan ekstermitas berangsur-angsur menghilang, khususnya pada kaki dan ujung kaki
2) Sulit berbicara
1) Suhu tubuh pasien tinggi, tetapi kaki, tangan, dan ujung hidung pasien terasa dingin dan
lembab
2) Kulit ekstermitas dan ujung hidung tampak kebiruan, kelabu, atau pucat
2. Saat Kematian
a. Terhentinya pernafasan, Nadi, tekanan darah, dan fungsi otak (tidak berfungsinya paru,
jantung dan otak)
c. Hilangnya control atas sfingter kandung kemih dan rectum (inkontinensia) akibat
peredaran darah terhambat; kaki dan ujung hidung menjadi dingin
d. Hilangnya kemampuan panca indra; hanya indra pendengaran yang paling lama dapat
berfungsi
e. Adanya garis datar pada mesin elektroenselofgrafi menunjukan terhentinya aktifitas
listrik otak untuk penilaian pasti suatu kematian
3. Setelah kematian
a. Rigor mortis (kaku) dapat terjadi sekitar 2-4 jam setelah kematian, karena adanya
kekurangan ATP (Adenosin Trypospat) yang tidak dapat disintesa akibat kurangnya glikogen
dalam tubuh. Proses rigor mortis dimulai dari organ-organ involuntery, kemudian menjalar
pada leher, kepala, tubuh dan bagian ekstremitas, akan berakhir kurang lebih 96 jam setelah
kematian.
b. Algor mortis (dingin), suhu tubuh perlahan-lahan turun 1 derajat celcius setiap jam sampai
mencapai suhu ruangan.
c. Post mortem decompotion, yaitu terjadi livor mortis (biru kehitaman) pada daerah yang
tertekan serta melunaknya jaringan yang dapat menimbulkan banyak bakteri. Ini disebabkan
karena sistem sirkulasi hilang, darah/ sel-sel darah merah telah rusak dan terjadi pelepasan HB.
Secara teoritis, diagnosis kematian sudah dapat ditegakkan jika jantung dan paru berhenti selama
10 menit, namun dalam prakteknya seringkali terjadi kesalahan diagnosis sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan dengan cara mengamati selama waktu tertentu. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan mendengarkannya melalui stetoscope pada daerah precordial dan larynx
dimana denyut jantung dan suara nafas dapat dengan mudah terdengar. Kadang-kadang jantung
tidak segera berhenti berdenyut setelah nafas terhenti, selain disebabkan ketahanan hidup sel
tanpa oksigen yang berbeda-beda dapat juga disebabkan depresi pusat sirkulasi darah yang tidak
adekwat, denyut nadi yang menghilang merupakan indikasi bahwa pada otak terjadi hipoksia.
Sebagai contoh pada kasus judicial hanging dimana jantung masih berdenyut selama 15 menit
walaupun korban sudah diturunkan dari tiang gantungan.
Kulit muka menjadi pucat, ini terjadi sebagai akibat berhentinya sirkulasi darah sehingga darah
yang berada di kapiler dan venula dibawah kulit muka akan mengalir ke bagian yang lebih
rendah sehingga warna kulit muka tampak menjadi lebih pucat.Akan tetapi ini bukan merupakan
tanda yang dapat dipercaya. Kadang-kadang kematian dihubungkan dengan spasme agonal
sehingga wajah tampak kebiruan.Pada mayat yang mati akibat kekurangan oksigen atau
keracunan zat-zat tertentu (misalnya karbon monoksida) warna semula dari raut muka akan
bertahan lama dan tidak cepat menjadi pucat.
3. Relaksasi otot
Pada saat kematian sampai beberapa saat sesudah kematian, otot-otot polos akan mengalami
relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada stadium ini disebut relaksasi
primer. Akibatnya rahang turun kebawah yang menyebabkan mulut terbuka, dada menjadi kolap
dan bila tidak ada penyangga anggota gerakpun akan jatuh kebawah. Relaksasi dari otot-otot
wajah menyebabkan kulit menimbul sehingga orang mati tampak lebih muda dari umur
sebenarnya, sedangkan relaksasi pada otot polos akan mengakibatkan iris dan sfincter ani akan
mengalami dilatasi. Oleh karena itu bila menemukan anus yang mengalami dilatasi harus hati-
hati menyimpulkan sebagai akibat hubungan seksual perani/anus corong.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perawatan kepada pasien yang menghadapi sakaratul maut (dying) oleh petugas
kesehatan dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum
pasien meninggal. Perawat atau Bidan memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis,
sosiologis, psikologis, dan spiritual pasien sakaratul maut dengan memperhatikan moral, etika
serta menumbuhkan sikap empati dan caring kepada pasien. Penanganan pasien perlu dukungan
semua pihak yang terkait, terutama keluarga pasien dan perlu tindakan yang tepat dari perawat
atau bidan.
B. Saran
Sebagai mahasiswi, bidan wajib mampu mengetahui dan menerapkan serta mempraktikan
pengetahuan tentang bagaimana cara mendampingi klien yang hampir meninggal / sakaratul
maut dalam memberikan pelayanan pada masyarakat sesuai dengan prosedur dan cara kerja agar
klien dapat merasa nyaman ketika kita memberikan pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA
Putri AT di 10:17 PM