Anda di halaman 1dari 15

2.

1   Diskripsi Rentang Pola Hidup Sampai Menjelang Kematian.


Pandangan pengetahuan tentang kematian yang dipahami oleh seseorang berbeda-
beda. Adapun seorang ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang deskripsi rentang
pola hidup sampai menjelang kematian adalah Martocchio. Menurut Martocchio, rentang
pola hidup sampai menjelang kematian sebagai berikut :
1)      Pola puncak dan lembah.
Pola ini memiliki karakteristik periodik sehat yang tinggi (puncak) dan periode krisis
(lemah). Pada kondisi puncak, pasien benar-benar merasakan harapan yang tinggi/besar.
Sebaliknya pada periode lemah, klien merasa sebagai kondisi yang menakutkan sampai
bisa menimbulkan depresi.
2)      Pola dataran yang turun.
Karakteristik dari pola ini adalah adanya sejumlah tahapan dari kemunduran yang terus
bertambah dan tidak terduga, yang terjadi selama/setelah perode kesehatan yang stabil
serta berlangsung pada waktu yang tidak bisa dipastikan.
3)      Pola tebing yang menurun.
Karakteristik dari pola ini adalah adanya kondisi penurunan yang menetap/stabil, yang
menggambarkan semakin buruknya kondisi. Kondisi penurunan ini dapat diramalkan
dalam waktu yang bisa diperkirakan baik dalam ukuran jam atau hari. Kondisi ini lazim
detemui di unit khusus (ICU).
4)      Pola landai yang turun sedikit-sedikit
Karakteristik dari pola ini kehidupan yang mulai surut, perlahan dan hampir tidak
teramati sampai akhirnya menghebat menuju kemaut.

2.2      Perkembangan Persepsi tentang kematian


Di dalam kehidupan masyarakat dewasa, kematian adalah sesuatu yang sangat
menakutkan. Sebaliknya, pada anak-anak usia 0-7 tahun kematian itu dalah sesuatu hal
yang biasa saja, yang ada di pikirannya kematian adalah sesuatu hal yang hanya terjadi
pada orang tua yang sakit. Mereka sangat acuh sekali dengan kematian.
Seiring dengan perkembangan usianya menuju kedewasaan, mereka mengerti
tentang apa itu kematian. Karena itu berkembanglah klasifikasi tentang kematian
menurut umur yang di definisikan oleh Eny Retna Ambarwati, yaitu :
1.     Bayi - 5 tahun.
Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati adalah tidur/pergi yang
temporer.
2.    5-9 tahun.
Mengerti bahwa titik akhir orang yang mati dapat dihindari.
3.    9-12 tahun.
Mengerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak dapat dihindari, dapat
mengekspresikan ide-ide tentang kematian yang diperoleh dari orang tua/dewasa lainnya.
4.    12-18 tahun.
Mereka takut dengan kematian yang menetap, kadang-kadang memikirkan tentang
kematian yang dikaitkan dengan sikap religi.
5.    18-45 tahun.
Memiliki sikap terhadap kematian yang dipengaruhi oleh religi dan keyakinan.
6.    45-65 tahun.
Menerima tentang kematian terhadap dirinya. Kematian merupakan puncak kecemasan.
7.    65 tahun keatas.
Takut kesakitan yang lama. Kematian mengandung beberapa makna : terbebasnya dari
rasa sakit dan reuni dengan anggota keluarga yang telah meninggal.

2.3     Tanda-tanda Maut akan Menjemput


contoh tanda yang ada pada orang yang mautnya akan menjemput tapi dilihat dari
bidang kesehatan.
1.    Tidur dan cemas berlebihan
2.    Kehilangan nafsu makan
3.    Kesulitan fisik
4.    Mengigau berlebihan
5.    Nafas tidak beraturan
6.    Cenderung pendiam
7.    Warna urine berubah
8.    Lebam di bagian ankle dan kaki
9.    Suhu Tubuh Menurun
10. Bintik – bintik di Kulit

2.4     Tanda-tanda Maut sudah Dekat


    Selain tanda-tanda diatas, saat maut itu sudah dekat Tuhan juga kasih tanda, ini
beberapa tandanya masih dilihat dari bbidang kesehatan:

1. Gerakan dan penginderaan berangsur menghilang.


2. Sistem perut dan usus mulai berkurang.
3. Kulit kebiruan, kelabu, pucat.
4. Denyut nadi lemah dan tidak teratur.
5. Nafas berbunyi keras (mengorok) “ death ratle”.
6. Peredaran periferal terhenti.
7. Ingatan kabur.
8. Otot rahang dan muka mengendur, mata sedikit terbuka..

2.5      Sikap Orang Yang Merawat (Bidan/Perawat)


Ketika tenaga kesehatan tahu bahwa sudah mulai muncul tanda-tanda maut pada
klien , ada beberapa sikap yang harusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan. Sikap tenaga
kesehatan seharusnya:
         Tidak meramalkan (menjelaskan kepada keluarga) tentang lamanya sakaratul maut.  
         Menguatkan hati keluarga pasien. 
         Menjelaskan kepada keluarga tentang perubahan-perubahan yang terjadi.

2.6      HAK ASASI ORANG YANG AKAN MENINGGAL


Semua orang memiliki hak asasi sendiri-sendiri, termasuk orang yang akan
meninggal. Mereka masih memiliki hak asasi, biasanya disebut dengan hak asasi orang
yang akan meninggal. Sebagai tenaga kesehatan, kita wajib mengetahui apa saja hak-hak
tersebut.
Hak asasi itu meliputi:
1.      Mendapat perlakuan sebagai manusia.
2.      Tetap merasa punya harapan.
3.      Dirawat oleh mereka yang dapat menghidupkan terus harapan itu.
4.      Menyatakan perasaan dan emosi.
5.      Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan tentang perawatan dirinya.
6.      Mengharapkan terus mendapatkan perhatian medis dan perawatan.
7.      Tidak mati dalam kesepian.
8.      Bebas dari rasa nyeri.
9.      Memperoleh jawaban yang jujur.
10.  Tidak ditipu.
11.  Mendapatkan bantuan dari dan untuk keluarganya.
12.  Mati dengan tenang dan terhormat.
13.  Mempertahankan individualitas.
14.  Tidak dihakimi atas keputusannya.
15.  Membicarakan dan memperluas keagamaan/ kerohaniannya.
16.  Mengharapkan kesucian tubuh dihormati sesudah mati.
17.  Dirawat oleh tenaga yang mempunyai perhatian, kepekaan dan pengetahuan.
2.7     TANDA-TANDA KEMATIAN
Tidak semua pertanda ini akan muncul, terutama di kasus-kasus kecelakaan parah
atau kecelakaan lainnya. Terlebih, pertanda ini muncul ketika seseorang sudah menjalani
sakit yang lama, atau karena menua. Sedikit tandanya seperti ini :
Kematian akan semakin mendekat jika kaki dan tangan terasa dingin dan mulai sedikit
membiru akibat terhentinya aliran darah ke daerah tersebut. Tapi lama-kelamaan akan
semakin menyebar ke bagian tubuh atas seperti lengan, bibir dan kuku. Selain itu orang
menjadi tidak responsif, meskipun matanya terbuka tapi memiliki tatapan mata kosong
atau tidak melihat sekelilingnya.
Setelah itu pernapasan akan terhenti sama sekali dan diikuti oleh berhentinya kerja
jantung, maka secara klinis orang tersebut sudah mati karena tidak ada sirkulasi dan
cadangan oksigen untuk bisa mencapai sel-sel di tubuh. Namun kematian klinis bisa
dikembalikan melalui proses CPR (napas bantuan), transfusi atau ventilator. Tapi jika 4-6
menit setelah kematian klinis tidak ada perubahan, maka itu artinya jantung sudah tidak
bisa bekerja lagi.
Karena jantung sudah tidak bekerja, maka secara otomatis aliran darah dan oksigen
ke seluruh tubuh dan otak juga akan terhenti. Akibat tidak adanya asupan oksigen dan
darah ke otak, maka dalam hitungan beberapa detik otak juga akan mati dan disitulah
akhir dari perjalanan hidup seorang manusia.

1. Tidak ada denyut nadi dan pernafasan untuk beberapa menit.


2. Bola mata membesar dan tidak berubah-ubah.

Indikasi positif :
           “ kegiatan otak terhenti, nampak dari elektroencephalogram yang mendatar selama
24 jam”
2.8      TINDAKAN PADA KELUARGA YANG DITINGGALKAN
          Telah kita ketahui, bahwa tidak ada satupun seseorang yang jika mendapat kabar
salah satu anggota keluarganya dipanggil terlebih dahulu yang tidak shock. Untuk
mengahadapi itu petugas kesehatan memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan saat
menghadapi situasi seperti itu.   Kewajiban itu biasanya meliputi :
1.      Beri kesempatan keluarga untuk bersama dengan jenazah beberapa saat.
2.      Siapkan tempat khusus untuk memulai rasa berduka.
3.       Pahami perasaan dan dengarkan semua ekpresinya.
4.      Bantu keluarga untuk membuat keputusan serta perencanaan pada jenazah.
5.      Beri Support jika terjadi disfungsi berduka.

2.9       Perubahan Tubuh Setelah Kematian


         Rigor mortis (kaku) dapat terjadi sekitar 2-4 jam setelah kematian, karena adanya
kekurangan ATP (Adenosin Trypospat) yang tidak dapat disintesa akibat kurangnya
glikogen dalam tubuh. Proses rigor mortis dimulai dari organ-organ involuntery,
kemudian menjalar pada leher, kepala, tubuh dan bagian ekstremitas, akan berakhir
kurang lebih 96 jam setelah kematian.
           Algor mortis (dingin), suhu tubuh perlahan-lahan turun 1 derajat celcius setiap jam
sampai mencapai suhu ruanga
         Post mortem decompotion, yaitu terjadi livor mortis (biru kehitaman) pada daerah yang
tertekan serta melunaknya jaringan yang dapat menimbulkan banyak bakteri. Ini
disebabkan karena sistem sirkulasi hilang, darah/sel-sel darah merah telah rusak dan
terjadi pelepasan HB.

2.10      Pendampingan Pasien Sakaratul Maut


Perawatan kepada pasien yang akan meninggal oleh petugas kesehatan dilakukan
dengan cara memberi pelayanan khusus jasmani dan rohani sebelum pasien meninggal.
Tujuannya yaitu, :
a.      Memberi rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah pada  pasien dan  keluarganya
b.      Memberi ketenangan dan kesan yang baik pada pasien disekitarnya.
c.       Untuk mengetahui tanda-tanda pasien yang akan meninggal secara medis bisa dilihat dari
keadaan umum, vital sighn dan beberapa tahap-tahap kematian.

1.      Pendampingan dengan alat-alat medis


Memperpanjang hidup penderita semaksimal mungkin dan bila perlu dengan
bantuan alat-alat kesehatan adalah tugas dari petugas kesehatan. Untuk memberikan
pelayanan yang maksimal pada pasien yang hampir meninggal, maka petugas kesehatan
memerlukan alat-alat pendukung seperti :
a.      Disediakan tempat tersendiri
b.      Alat – alat pemberian O2
c.      Alat resusitasi
d.      Alat pemeriksaan vital sighn.
e.      Pinset 
f.       Kassa, air matang, kom/gelas untuk membasahi bibir
g.       Alat tulis
Adapun prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan oleh petugas dalam
mendampingi pasien yang hampir meninggal, yaitu :
   a.    Memberitahu pada keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
   b.   Mendekatkan alat
   c.   Memisahkan pasien dengan pasien yang lain
   d.   Mengijinkan keluarga untuk mendampingi, pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri
   e.   Membersihkan pasien dari keringat
   f.   Membasahi bibir pasien dengan kassa lembab, bila tampak kering menggunakan
pinset
h.   Membantu melayani dalam upacara keagamaan
i.    Mengobservasi tanda-tanda kehidupan (vital sign) terus menerus
j.    Mencuci tangan
k.   Melakukan dokumentasi tindakan

2.        Pendampingan dengan bimbingan rohani


           Bimbingan rohani pasien merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan
kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan bio-Psyco-Socio-Spritual ( APA, 1992 )
yang komprehensif, karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar
spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ). Pentingnya bimbingan spiritual
dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama
(spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO,
1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter, terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan
spritual pasien.
          Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis,
dan spiritual pasien. Akan tetapi, kebutuhan spiritual seringkali dianggap tidak penting
oleh perawat. Padahal aspek spiritual sangat penting terutama untuk pasien yang
didiagnosa harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.

          Biasanya pasien yang sangat membutuhkan bimbingan oleh perawat adalah pasien
terminal karena pasien terminal, pasien yang didiagnosis dengan penyakit berat dan tidak
dapat disembuhkan lagi dimana berakhir dengan kematian, seperti yang
dikatakan Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual,dan
krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu
mendapatkan perhatian khusus”. Sehingga, pasien terminal biasanya bereaksi menolak,
depresi berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Oleh sebab itu,
peran perawat sangat dibutuhkan untuk mendampingi pasien yang dapat meningkatkan
semangat hidup pasien meskipun harapannya sangat tipis dan dapat mempersiapkan diri
pasien untuk menghadapi kehidupan yang kekal.
Dalam konsep Islam, fase sakaratul maut sangat menentukan baik atau tidaknya
seseorang terhadap kematiannya untuk menemui Allah dan bagi perawat pun akan
dimintai pertanggungjawabannya nanti untuk tugasnya dalam merawat pasien di rumah
sakit. Dan fase sakaratul maut adalah fase yang sangat berat dan menyakitkan seperti
yang disebutkan Rasulullah tetapi akan sangat berbeda bagi orang yang mengerjakan
amal sholeh yang bisa menghadapinya dengan tenang dan senang hati. Ini adalah petikan
Al-Quran tentang sakaratul maut,” Datanglah sakaratul maut dengan sebenar-
benarnya.”(QS.50:19).“ Alangkah dahsyatnya ketika orang-orang yang zalim (berada) dalam
tekanan-tekanan sakaratul maut.” (QS. 6:93).
 Dalam Al-hadits tentang sakaratul maut. Al-Hasan berkata bahwa Rasulullah SAW
pernah mengingatkan mengenai rasa sakit dan duka akibat kematian. Beliau bertutur,
“Rasanya sebanding dengan tiga ratus kali tebasan pedang.” (HR.Ibn Abi ad-Dunya)
 Begitu sakitnya menghadapi sakaratul maut sehingga perawat harus membimbing
pasien dengan cara-cara,seperti ini:
1.      Menalqin (menuntun) dengan syahadat. Sesuai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
2.        Hendaklah mendo’akannya dan janganlah mengucapkan dihadapannya kecuali kata-
kata yang baik. Berdasarkan hadits yang diberitakan oleh Ummu Salamah bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda. Artinya :“Apabila kalian
mendatangi orang yang sedang sakit atau orang yang hampir mati, maka hendaklah kalian
mengucapkan perkataan yang baik-baik karena para malaikat mengamini apa yang kalian
ucapkan.”Maka perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa
yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya,
mendoakan dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas dari
jasadnya.
3.        Berbaik Sangka kepada Allah
Perawat membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT, seperti di
dalam hadits Bukhari“ Tidak akan mati masing-masing kecuali dalam keadaan berbaik
sangka kepada Allah SWT.” Hal ini menunjukkan apa yang kita pikirkan seringkali seperti
apa yang terjadi pada kita karena Allah mengikuti perasangka umatNya
4.         Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut 
    Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang
sedang sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga
untuk membasahi bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja
kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara
dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit yang
dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya
dalam mengucapkan dua kalimat syahadat. (Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)

5.      Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke arah kiblat


Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut
kearah kiblat. Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits
Rasulullah Saw., hanya saja dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para
salafus shalih melakukan hal tersebut. Para Ulama sendiri telah menyebutkan dua cara
bagaimana menghadap kiblat :
a)        Berbaring terlentang diatas punggungnya, sedangkan kedua telapak kakinya
dihadapkan kearah kiblat. Setelah itu, kepala orang tersebut diangkat sedikit agar ia
menghadap kearah kiblat.
b)        Mengarahkan bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap ke
kiblat. Dan Imam Syaukai menganggap bentuk seperti ini sebagai tata cara yang paling
benar. Seandainya posisi ini menimbulkan sakit atau sesak, maka biarkanlah orang
tersebut berbaring kearah manapun yang membuatnya selesai.

2.11      Moral Dan Etika Dalam Mendampingi Pasien Sakaratul Maut


pendampingan pasien sakaratul maut, Moral dan etika inilah yang dapat
membantu pasien, sehingga pasien akan lebih sabar dalam mengahadapi sakit yang di
deritanya.
Dalam banyak studi, dukungan sosial sering dihubungkan dengan kesehatan dan usia
lanjut. Dan telah dibuktikan pula bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan kesehatan.
Pemebrian dukuangan sosial adalah prinsip pemberian asuhan. Perilaku petugas
kesehatan dalam mengeksperikan dukungan meliputi :
1. Menghimbau pasien agar Ridho kepada qadha dan qadarnya-Nya serta berbaik sangka
terhadap Allah Swt.
2.      Menghimbau pasien agar tidak boleh putus asa dari rahmat Allah Swt.
3.      Kembangkan empati kepada pasien.
4.      Bila diperlukan konsultasi dengan spesialis lain.
5.      Komunikasikan dengan keluarga pasien.
6.      Tumbuhkan harapan, tetapi jangan memberikan harapan palsu.
7.      Bantu bila ia butuh pertolongan.

8.      Mengusahakan lingkungan tenang, berbicara dengan suara lembut dan penuh


perhatian, serta tidak tertawa-tawa atau bergurau disekitar pasien
9.      Jika memiliki tanggungan hak yang harus pasien penuhi, baik hak Allah Swt (zakat,
puasa, haji, dll) atau hak manusia (hutang, ghibah, dll). Hendaklah dipenuhi atau wasiat
kepada kepada orang yang dapat memenuhi bagi dirinya. Wasiat wajib atas orang yang
mempunyai tanggungan atau hak kepada orang lain.
MEMBANTU PASIEN YANG HAMPIR MENINGGAL

MEMBANTU PASIEN YANG HAMPIR MENINGGAL


By Eny Retna Ambarwati

Sakaratul maut (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian, yang
memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Kematian (death) merupakan
kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah serta hilangnya respons terhadap
stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas otak atau terhentinya fungsi jantung dan
paru secara menetap. Dying dan death merupakan dua istilah yang sulit untuk dipisahkan, serta
merupakan suatu fenomena tersendiri. Dying lebih kearah suatu proses, sedangkan death
merupakan akhir dari hidup.

A. DISKRIPSI RENTANG POLA HIDUP SAMPAI MENJELANG KEMATIAN


Menurut martocchio dan default mendiskripsikan rentang pola hidup sampai menjelang kematian
sebagai berikut :
1. Pola puncak dan lembah
Pola ini memiliki karakteristik periodik sehat yang tinggi (puncak) dan periode krisis (lemah).
Pada kodisi puncak, pasien benar-benar merasakan harapan yang tinggi/besar. Sebaliknya pada
periode lemah, klien merasa sebagai kondisi yang menakutkan sampai bisa menimbulkan
depresi.

Gambar 9.1 : Martocchio Patterns of living-dying


2. Pola dataran yang turun
Karakteristik dari pola ini adalah adanya sejumlah tahapan dari kemunduran yang terus
bertambah dan tidak terduga, yang terjadi selama/setelah perode kesehatan yang stabil serta
berlangsung pada waktu yang tidak bisa dipastikan.

Gambar 9.2 : Martocchio Patterns of living-dying


3. Pola tebing yang menurun
Karakteristik dari pola ini adalah adanya kondisi penurunan kondisi yang menetap/stabil, yang
menggambarkan semakin buruknya kondisi. Kondisi penurunan ini dapat diramalkan dalam
waktu yang bisa diperkirakan baik dalam ukuran jam atau hari. Kondisi ini lazim detemui di unit
khusus (ICU)

Gambar 9.3 : Martocchio Patterns of living-dying


4. Pola landai yang turun sedikit-sedikit
Karakteristik dari pola ini kehidupan yang mulai surut, perlahan dan hampir tidak teramati
sampai akhirnya menghebat menuju kemaut.

Gambar 9.4: Martocchio Patterns of living-dying

B. PERKEMBANGAN PERSEPSI TENTANG KEMATIAN


1. Bayi - 5 tahun.
Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati adalah tidur/pergi yang temporer
2. 5-9 tahun.
Mengerti bahwa titik akhir orang yang mati dapat dihindari
3. 9-12 tahun.
Mengerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak dapat dihindari, dapat
mengekspresikan ide-ide tentang kematian yang diperoleh dari orang tua/dewasa lainnya.
4. 12-18 tahun.
Mereka takut dengan kematian yang menetap, kadang-kadang memikirkan tentang kematian
yang dikaitkan dengan sikap religi.
5. 18-45 tahun.
Memiliki sikap terhadap kematian yang dipengaruhi oleh religi dan keyakinan.
6. 45-65 tahun.
Menerima tentang kematian terhadap dirinya. Kematian merupakan puncak kecemasan.
7. 65 tahun keatas.
Takut kesakitan yang lama. Kematian mengandung beberapa makna : terbebasnya dari rasa sakit
dan reuni dengan anggota keluarga yang telah meninggal

C. PERUBAHAN TUBUH SETELAH KEMATIAN


1. Rigor mortis (kaku) dapat terjadi sekitar 2-4 jam setelah kematian, karena adanya kekurangan
ATP (Adenosin Trypospat) yang tidak dapat disintesa akibat kurangnya glikogen dalam tubuh.
Proses rigor mortis dimulai dari organ-organ involuntery, kemudian menjalar pada leher, kepala,
tubuh dan bagian ekstremitas, akan berakhir kurang lebih 96 jam setelah kematian.
2. Algor mortis (dingin), suhu tubuh perlahan-lahan turun 1 derajat celcius setiap jam sampai
mencapai suhu ruangan.
3. Post mortem decompotion, yaitu terjadi livor mortis (biru kehitaman) pada daerah yang
tertekan serta melunaknya jaringan yang dapat menimbulkan banyak bakteri. Ini disebabkan
karena sistem sirkulasi hilang, darah/sel-sel darah merah telah rusak dan terjadi pelepasan HB.

D. PENDAMPINGAN PASIEN SAKARATUL MAUT


1. Definisi
Perawatan pasien yang akan meninggal dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus
jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal.
2. Tujuan
a. Memberi rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah pada pasien dan keluarganya
b. Memberi ketenangan dan kesan yang baik pada pasien disekitarnya.
c. Untuk mengetahui tanda-tanda pasien yang akan meninggal secara medis bisa dilihat dari
keadaan umum, vital sighn dan beberapa tahap-tahap kematian
3. Persiapan alat
a. Disediakan tempat tersendiri
b. Alat – alat pemberian O2
c. Alat resusitasi
d. Alat pemeriksaan vital sighn
e. Pinset
f. Kassa, air matang, kom/gelas untuk membasahi bibir
g. Alat tulis
4. Prosedur
a. Memberitahu pada keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
b. Mendekatkan alat
c. Memisahkan pasien dengan pasien yang lain
d. Mengijinkan keluarga untuk mendampingi, pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri
e. Membersihkan pasien dari keringat
f. Mengusahakan lingkungan tenang, berbicara dengan suara lembut dan penuh perhatian, serta
tidak tertawa-tawa atau bergurau disekitar pasien
g. Membasahi bibir pasien dengan kassa lembab, bila tampak kering menggunakan pinset
h. Membantu melayani dalam upacara keagamaan
i. Mengobservasi tanda-tanda kehidupan (vital sign) terus menerus
j. Mencuci tangan
k. Melakukan dokumentasi tindakan

E. PERAWATAN JENAZAH
1. Definisi
Perawatan pasien setelah meninggal dunia
2. Tujuan
a. Membersihkan dan merapikan jenazah
b. Memberikan penghormatan terakhir kepada sesama insani
c. Memberi rasa puas kepada sesama insani
3. Persiapan alat
a. Celemek
b. Verban/kassa gulung
c. Sarung tangan
d. Pinset
e. Gunting perbant
f. Bengkok 1
g. Baskom 2
h. Waslap 2
i. Kantong plastik kecil (tempat perhiasan)
j. Kartu identitas pasien
k. Kain kafan
l. Kapas lipat lembab dalam kom
m. Kassa berminyak dalam kom
n. Kapas lipat kering dalam kom
o. Kapas berminyak (baby oil) dalam kom
p. Kapas alkohol dalam kom
q. Bengkok lysol 2-3%
r. Ember bertutup 1
4. Prosedur
a. Memberitahukan pada keluarga pasien
b. Mempersiapkan peralatan dan dekatkan ke jenazah
c. Mencuci tangan
d. Memakai celemek
e. Memakai hands scoon
f. Melepas perhiasan dan benda – benda berharga lain diberikan kepada keluarga pasien
(dimasukkan dalam kantong plastik kecil)
g. Melepaskan peralatan invasif (selang, kateter, NGT tube dll)
h. Membersihkan mata pasien dengan kassa, kemudian ditutup dengan kassa lembab
i. Membersihkan bagian hidung dengan kassa, dan ditutup dengan kapas berminyak
j. Membersihkan bagian telinga dengan kassa, dan ditutup dengan kapas berminyak
k. Membersihkan bagian mulut dengan kassa
l. Merapikan rambut jenazah dengan sisir
m. Mengikat dagu dari bawah dagu sampai ke atas kepala dengan verban gulung
n. Menurunkan selimut sampai ke bawah kaki
o. Membuka pakaian bagian atas jenasah, taruh dalam ember
p. Melipat tangan dan mengikat pada pergelangan tangan dengan verban gulung
q. Membuka pakaian bagian bawah, taruh dalam ember
r. Membersihkan genetalia dengan kassa kering dan waslap
s. Membersihkan bagian anus dengan cara miringkan jenazah ke arah kiri dengan meminta
bantuan keluarga
t. Memasukkan kassa berminyak ke dalam anus jenasah
u. Melepas stick laken dan perlak bersamaan dengan membentangkan kain kafan, lipat stick
laken dan taruh dalam ember.
v. Mengembalikan ke posisi semula
w. Mengikat kaki di bagian lutut jenazah, pergelangan kaki, dan jari – jari jempol dengan
menggunakan verban gulung.
x. Mengikatkan identitas jenazah pada jempol kaki
y. Membuka boven laken bersamaan dengan pemasangan kain kafan
z. Jenazah dirapikan dan dipindahkan ke brankart
å. Alat – alat tenun dilepas dan dimasukkan ke dalam ember serta melipat kasur
ä. Merapikan alat
ö. Melepas hand scoon
aa. Melepaskan celemek
bb. Mencuci tangan

Anda mungkin juga menyukai