Anda di halaman 1dari 27

KONSEP GENDER DALAM KONSELING KIP/K

Makalah
Untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah KIP/K
Putri Handayani, SST, M.Kes (PH)

Dibuat oleh :
DITA KARDILA

151610035

MARIA YASINTA VELTRIKA

151610011

PUTRI SRI HANDAYANI

151610027

REKA REGISKASETIADI

151610005
II-A

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN


STIKes WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG
2015-2016
Jl. Surya Kencana No.1 Pamulang Tangerang Selatan Banten

Telp: 021-74716128, Fax: 021-7412566KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
segala syukur kami panjatkan kehadirat allah swt karna atas rahmat dan
karunia-nya kami berada dalam keadaan sehat walafiat, sehingga kami dapat
menyusun makalah ini sebagai tugas kami,semoga makalah ini dapat memberikan
ilmu tentang konsep gender dalam kip/k
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan kami akan sangat
berterima kasih atas saran dan kritikan tentang makalah yang kami buat agar kami
dapat menyempurnakan makalah kami.
Wassalamuallaikum wr.wb

Pamulang, April 2016

Penulis

DAFTAR ISI

COVER..................................................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang...........................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................5
C. Tujuan........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A.konsep gender.............................................................................................6
1.Memahami Arti Gender Secara Umum...................................................6
2.Masalah Gender Dalam Perilaku Sosial Budaya Masyarakat.................7
B.komunikasi Interpersonal/Konseling..........................................................8
C.Pengaruh Pemahaman Diri Terhadap Proses KIP/K...................................9
1.Memahami Diri Sendiri..........................................................................9
2.Pengetahuan, Keterampilan, Sikap Yang Dimiliki Konselor.................9
3.Pengaruh Pemahaman Diri Terhadap KIP/K..........................................11
D.Konsep Gender Dalam Konseling..............................................................12
1.Feminist Counseling..............................................................................13
2.Gender Aware Therapy.........................................................................16
Roleplay Konsep Gender Dalam KIP/K........................................................23
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................27
B. Saran.....................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29
1.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dapat dilihat dalam
berbagai bidang kehidupan antara lain dalam bidang politik, sosial, ekonomi,
budaya dan hukum. Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam
berbagai bidang kehidupan tersebut pada umumnya menunujukan hubungan
yang sub-ordinasi yang artinya bahwa kedudukan perempuan lebih rendah bila
dibandingkan dengan kedudukan laki-laki.
Hubungan yang sub-ordinasi tersebut dialami oleh kaum perempuan di
seluruh dunia, Keadaan yang demikian tersebut dikarenakan adanya pengaruh
dari idiologi patriarki yakni idiologi yang menempatkan kekuasaan pada
tangan laki-laki dan ini terdapat di seluruh dunia.
Keadaan seperti ini sudah mulai mendapat perlawanan dari kaum feminis,
karena kaum feminis selama ini selalu berada pada situasi dan keadaan yang
tertindas. Oleh karenanya kaum feminisme berjuang untuk menuntut
kedudukan yang sama dengan kaum laki-laki dalam berbagai bidang
kehidupan agar terhindar dari keadaan yang sub-ordinasi tersebut.
Kemudiaan lahir pula gender aware therapy mengintegrasikan prinsipprinsip terapi feminis dengan pemahaman tentang gender untuk melakukan
intervensi pada konteks sosial, terlibat aktif dalam perubahan dan difokuskan
pada kerjasama antara konselor dengan konseli.
Teknik gender aware therapy memiliki karakteristik pada problem yang
akan diselesaikan. Problem yang direkomendasi diselesaikan dengan teknik

gender aware therapy berkaitan dengan jenis kelamin dan keluarga (laki-laki,
perempuan, pasangan dan keluarga).
Karena pada dasarnya ketidakadilan gender merupakan berbagai tindak
ketidakadilan atau diskriminasi yang bersumber pada keyakinan gender.
Ketidak adilan gender sering terjadi di mana-mana ini terkaitan dengan
berbagai faktor. Mulai dari kebutuhan ekonomi budaya dan lain lain.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimna konsep Komunikasi Interpersonal/Konseling?
2. Bagaimana konsep gender dalam konseling?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah komunikasi kebidanan
2. Untuk mengetahui konsep Komunikasi Interpersonal/Konseling?
3. Untuk mengetahui konsep gender dalam konseling?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Gender
1. Memahami Arti Gender Secara Umum
Sex adalah perbedaan jenis kelamin secara biologis sedangkan
gender perbedaan jenis kelamin berdasarkan konstruksi sosial atau
konstruksi masyarakat. Dalam kaitan dengan pengertian gender ini, Astiti
mengemukakan bahwa gender adalah hubungan laki-laki dan perempuan
secara sosial. Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam
pergaulan hidup sehari-hari, dibentuk dan dirubah
Muchtar, (2001:19) menegasakan bahwa istilah Gender dapat
dibedakan ke dalam beberapa pengertian berikut ini: Gender sebagai suatu
istilah asing dengan makna tertentu, Gender sebagai suatu fenomena sosial
budaya, Gender sebagai suatu kesadaran sosial, Gender sebagai suatu
persoalan sosial budaya, Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis,
Gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang kenyataan.
Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak
antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku.
Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah
suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam
hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki
dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
2. Masalah Gender Dalam Perilaku Sosial Budaya Masayarakat
Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dapat dilihat
dalam berbagai bidang kehidupan antara lain dalam bidang politik, sosial,

ekonomi, budaya dan hukum (baik hukum tertulis maupun tidak tertulis
yakni hukum hukum adat). Hubungan sosial antara laki-laki dan
perempuan dalam berbagai bidang kehidupan tersebut pada umumnya
menunujukan hubungan yang sub-ordinasi yang artinya bahwa kedudukan
perempuan lebih rendah bila dibandingkan dengan kedudukan laki-laki.
Ketidakadilan gender merupakan berbagai tindak ketidakadilan
atau diskriminasi yang bersumber pada keyakinan gender. Ketidak adilan
gender sering terjadi di mana-mana ini terkaitan dengan berbagai faktor.
Mulai dari kebutuhan ekonomi budaya dan lain lain. Budaya yang
mengakar di indonesia kalau perempuan hanya melakukan sesuatu yang
berkutik didalam rumah membuat ini menjadi kebiasaan yang turun
temurun yang sulit di hilangkan. Banyak yang menganggap perbedaan
atau dikriminasi gender yang ada pada film itu adalah hal yang biasa dan
umum, shingga mereka tidak merasa di diskriminasi, namun akhir-akhir
ini muncul berbagai gerakan untuk melawan bbias gender tersebut. Saat
ini banyak para wanita bangga merasa hak nya telah sama dengan pria
berkat atasa kerja keras R.A Kartini padahal mereka dalam media masih di
jajah dan di campakan seperti dahulu.
Bentuk bentuk ketidak adilan gender Marjinalisasi atau Pemiskinan
Suatu proses penyisihan yang mengakibatkan kemiskinan bagi perempuan
atau laki-laki. Subordinasi atau penomorduaan Ialah Sikap atau tindakan
masyarakat yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah
dibanding laki-laki dibangun atas dasar keyakinan satu jenis kelamin
dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding yang lain. Ini

mempunyai pendapat bahwa lelaki mempunyai lebih unggul. Hal ini


berkeyakinan bahwa kalu ada laki laki kenapa harus perempuan.
B. Komunikasi Interpersonal/Konseling
Komunikasi interpersonal adalah pertukaran informasi, perasaan atau
pemikiran antar manusia (individu) secara tatap muka (face to face), verbal
dan non verbal. Karena sifat dari interaksi ini adalah langsung dan segera,
komunikasi interpersonal merupakan inti dari semua hubungan antar manusia
sedangkan proses komunikasi interpersonal adalah suatu proses dua arah
lingkaran interaktif dimana pihak pihak yang berkomunikasi saling bertukar
pesan secara verbal dan non verbal (arus pesan).
Proses konseling menggambarkan adanya kerja sama antara bidan selaku
konselor dengan klien dalam mencari tahu tentang masalah yang dihadapi
klien dan bidan agar mencapai jalan keluar pemecahan masalah klien.
Manfaat konseling adalah meningkatkan kemampuan klien dalam
mengenal masalah, merumuskan alternatif, memecahkan masalah dan
memiliki pengalaman dalam pemecahan masalah secara mandiri

C. Pengaruh Pemahaman Diri Terhadap Proses KIP/K


1. Memahami diri sendiri
Memahami diri bertujuan untuk mengetahui dan mengenal
siapakah diri kita, apakah persepsi orang lain terhadap diri kita sama atau
tidak. Misal mungkin anda merasa ramah, namun menurut orang lain anda
judes dan lain- lain. Pemahaman diri meliputi pengetahuan tentang siapa
aku, aku kelemahanku, bagaimana perasaanku, apa keinginanku dsb. Kita
perlu memahami diri kita agar apa yang menjadi diri kita agar apa yang
menjadi potensi dari dalam diri kita pertahankan atau bahkan kita

tingkatkan dan apa yang menjadi kelemahan dan kekurangan kita bisa kita
rubah atau kita tutupi, agar menjadi lebih baik, sehingga hal ini akan
mengantar kita kearah kesuksesan.
2. Pengetahuan, keterampilan, sikap yang dimiliki konselor
Perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga aspek yaitu aspek
kogniktif, aspek psikomotor dan aspek afektif ( perasaan, sifat, sikap )
Pengetahuan yang harus dimiliki Bidan tidak hanya pengetahuan
kebidanan saja tapi dalam semua bidang ilmu. Antara lain pengetahuan
tentang psikologis, kesehatan reproduksi, kebidanan dan kandungan,
keluarga berencana, kesehatan neonatus, bayi dan balita, ilmu sosial
budaya, pengetahuan tentang hubungan antar manusia, komunikasi
interpersonal, pengetahuan tentang konseling dan sebagainya.
Keterampilan yang perlu dimiliki Bidan tentunya

semua

keterampilan yang sesuai dengan kompetensi Bidan yaitu ada sembilan


kompetensi Bidan. Dalam komunikasi dan konseling keterampilan yang
harus dapat dikuasai Bidan adalah keterampilan dalam melakukan
komunikasi antara lain : terampil dalam membantu memecahkan masalah
yang dihadapi klien, terampil dalam melakukan komunikasi interpersonal,
terampil dalam menggunakan alat bantu visual untuk pemberian informasi,
terampil dalam mengatasi masalah genting yang dihadapi klien, terampil
membantu klien mengambil keptusan dan sebagainya.
Adapun sikap yang sebaiknya dimiliki bidan adalah mempunyai
motivasi yang tinggi untuk membantu orang lain, bersikap ramah, sopan
santun, menerima klien apa adanya, empati terhadap klien membantu
dengan ikhlas, terbuka terhadap pendapat orang lain.

Menurut Carl Rogers agar konseling efektif ada 3 kualitas diri


( sikap ) yang sebaiknya dimiliki oleh konselor yaitu :
a. Empati : memandang dengan kerangkah pikir klien, berusaha
memahami dan berpikir bersama klien.
b. Otentik : konselor tahu perasaannya sendiri, memahami diri sendiri,
yang dialami dan dirasakan selaras, tidak berpura pura.
c. Unconditional Positif Regart atau Acceptance : menerima klien apaa
adanya, tanpa syarat, menghargai dan menghormati.
Perilaku bidan dalam melaksanakan tugas sebagai komunikator
maupun konselor dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu :
a. Pengetahuan (Kognitif), meliputi pengetahuan tentang : Kesehatan,
Ilmu kebidanan dan kandungan; Masalah yang berhubungan dengan
kehamilan, persalinan dan pasca; Persalinan dan upaya pencegahan
serta penatalaksanaanya; Keyakinan akan adat isitiadat, norma
tertentu; Hubungan antar manusia; dan Psikologi
b. Ketrampilan (Psikomotorik), meliputi keterampilan dalam : Membantu
proses persalinan dan berbagai masalah kesehatan; Menggunakan alatalat pemeriksaan tubuh klien; Menggunakan alat bantu visual untuk
membantu pemberian informasi kepada klien; Mengatasi situasi
genting yang dihadapi klien; dan Membuat keputusan
c. Sikap (Afektif), antara lain : Mempunyai motivasi tinggi untuk
menolong orang lain; Bersikap ramah, sopan , dan santun; Menerima
klien apa adanya; Berempati terhadap klien; Membantu dengan tulus;
Terbuka terhadap pendapat orang lain
3. Pengaruh pemahaman diri terhadap KIP/K
Pentingnya pemahaman diri adalah karena Bidan bekerja dengan
melibatkan banyak aspek, orang dan kondisi. Bidan perlu memahami
bahwa setiap orang mempunyai bio- psiko-sosial-spritual yang berbeda.

10

Sehingga perlu pemahaman diri untuk menghadapi orang dengan berbagai


karakteristik. Bidan harus mampu memahami untuk bisa menghadapi
kecemasan, kemarahan, kesedihan dan kegembiraan klien. Bidan harus
mengetahui bagaimana dia harus mengambil sikap, dan ini bisa
menghindarkan dari hal- hal yang tidak diinginkan. Bayangkan apabila
Bidan sendiri tidak memahami dirinya, dia tidak tahu bisa mengendalikan
diri, misalnya Bidan yang mudah marah, maka apabila dia mendapatkan
pasien yang memberikan pendapat lain tentang keadaan yang dialaminya,
maka Bidan tidak akan mampu mengendalikan emosinya sehingga
pertengkaran akan terjadi sehingga memperkeruh suasana. Bidan harus
mengetahui bagaimana dia harus mengambil sikap, dan ini bisa
menghindarkan dari hal hal yang tidak diinginkan.
Bayangkan apabila bidan sendiri tidak memahami dirinya, dia tida
tahu kelemahannya, dan tidak bisa mengendalikan diri, misalkan bidan
yang mudah marah, maka apabila dia mendapatkan pasien yang
memberikan pendapat lain tentang keadaan yang dialaminya, maka bidan
tidak akan mampu mengendalikan emosinya sehingga pertengkaran akan
terjadi sehingga memperkeruh suasana. Lain halnya jika bidan tersebut
sudah memahami bahwa dirinya mudah marah, maka dia akan berusaha
untuk meredam kemarahannya dan pendapat klien akan di sikapi sebagai
tukar pendapat semata. Bidan yang kurang memahami diri sendiri
kemungkinan akan sulit memahami apa yang di alami klien, sehingga
bidan tidak akan bisa berkomunikasi dengan baik, karena ada sikap tidak
bisa menerima klien apa adanya

11

D. Konsep Gender dalam Konseling


Pandangan tentang konsep gender secara tradisional menempatkan pihak
laki-laki pada sektor publik (di luar rumah tangga) sementara pihak
perempuan berada di sektor domestik (rumah tangga). Peran gender diarahkan
pada konsep kesetaraan dengan memberikan peluang kepada laki-laki dan
perempuan untuk dapat beraktivitas di sektor publik.
Berkaitan dengan konsep gender tersebut, dimana di masyarakat terdapat
ketidakseimbangan peran dan fungsi gender antara laki-laki dan perempuan,
kemudian lahirnya feminist counseling dan Gender aware therapy.
1. Feminist Counseling
Latar belakang munculnya feminist counseling secara ilmiah lebih
banyak disebabkan sebagai kritik dan ketidakpuasan terhadap proses terapi
kesehatan

mental

yang

memakai

pendekatan

psikoanalisa

sebagai traditional therapy. Perkembangan terapi feminis berimplikasi


pada asumsi bahwa terapi feminis hanya relevan untuk memfasilitasi
perempuan. Muncul juga pertanyaan apakah ada konseling untuk laki-laki.
Pada awalnya, terapi feminis difokuskan pada konseli perempuan namun
pada perkembangannya membawa terapi feminis tidak hanya untuk
perempuan (not for women only) tetapi dapat untuk konseling bagi lakilaki.
Gerakan feminisme dilandasi oleh ketidakseimbangan peran dan
fungsi gender dalam masyarakat. Ketidakseimbangan dapat dianalisis dari
adanya kekerasan terhadap perempuan, stereotipe perempuan terhadap
tubuhnya, dan masalah perempuan berkaitan dengan keragaman identitas
(kemiskinan, rasisme, imigrasi).

12

Baumgardner dan Ricards, (2000:38) mendefiniiskan Feminisme


sebagai gerakan keadilan sosial untuk kesetaraan gender dan kebebasan
manusia. Namun demikian muncul kritik bahwa definisi ini mempunyai
konotasi negatif karena memilliki stereotype, berlaku untuk semua orang
termasuk orang tua. Stereotype yang dimaksud sebagai upaya menuntut
keadilan sosial atas munculkan problem ketidakseimbangan gender. Hal
ini memunculkan anggapan bahwa ada upaya untuk menggerakkan
manusia menuju kebebasan. Namun demikian gerakan feminisme
mendasari upaya mengeliminasi bias dan stereotype gender.
Dalam perkembangannya gerakan feminisme diklasifikasi menjadi
tiga gelombang yaitu sebagai berikut:
a. Gelombang pertama, pada rentang waktu 1848-1920-an.
Elizabeth Cady Stanton, Matilda Joslyn Gage, Sojourner Truth
membawa isu kesetaraan khususnya kebebasan manusia dan hak-hak
perempuan dalam pendidikan, perkawinan, kesempatan kerja, dan hak
pilih.
Pada gelombang pertama ada upaya untuk merekonstruksi atas
hak-hak yang melekat pada perempuan, tentu saja dilatar belakangi
oleh kondisi sosial masyarakat pada waktu itu di mana kesempatan
kaum perempuan untuk meningkatkan jenjang pendidikan tidak
diakomodasi,

pola

perkawinan

yang

cenderung

menempatkan

perempuan sebagai obyek, minimnya kesempatan kerja bagi


perempuan dan tidak adanya hak pilih politik.
b. Gelombang kedua, pada tahun 1965
Elizabeth Aileen Hernandez, Betty Friedan, dan Gloria Steinem
berupaya

membangun

kesadaran

perempuan

dan

membantu

13

mengidentifikasi isu seperti hak-hak kesetaraan, kesehatan perempuan,


hak-hak reproduksi, kekerasan terhadap perempuan, hak-hak sebagai
gay/lesbian, keragaman keluarga.
Feminisme pada gelombang kedua ditandai munculnya empat pola
feminisme yaitu liberal, kultural, radikal dan sosialis:
1) Feminisme liberal memfokuskan pada upaya

membantu

membangun pola peran sosial gender tradisional. Kelompok ini


berupaya untuk mentransformasi peran tradisional gender agar
laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan yang sama
sehingga bebas dari bias gender.
2) Feminisme kultural menganggap

bahwa

bentuk

penindasan

bersumber penilaian terhadap kekuatan, nilai dan peran antara lakilaki dengan perempuan. Tujuan utama feminisme kultural adalah
transformasi nilai sosial menuju pada relasi sosial yang bersifat
kerja sama, altruisme, saling membutuhkan.
3) Kelompok Feminisme radikal menyimpulkan bahwa sumber
penindasan adalah budaya patriarkhi. Tujuan utama kelompok ini
adalah transformasi relasi gender, mengubah institusi sosial dan
pihak perempuan memiliki otonomi terkait dengan masalah
perkawinan dan seks.
4) Feminisme sosialis menekankan pada perubahan sosial dengan
menjamin keseimbangan kelas, ras, orientasi seksual, ekonomi dan
politik.
c. Gelombang ketiga
Pada gelombang ini muncul feminisme postmodern yang memiliki
pandangan bahwa realitas akan melekat pada hubungan sosial dan

14

konteks sejarah, perubahan sosial dapat terjadi karena adanya kekuatan


interaksi. Konsep ini memberi titik tekan pada kekuatan interaksi.
Relasi gender dimaknai sebagai interaksi sosial yang dapat bermakna
manakala terjadi kerja sama tidak memposisikan salah satu pihak lebih
tinggi atau lebih rendah. Pandangan postmodern feministcenderung
menjadi acuan dalam upaya kesetaraan gender karena lebih memberi
pengakuan atas relasi gender tanpa mengesampingkan konstruksi
anatomis dan perbedaan kodrati pada laki-laki dan perempuan.
Ada empat pola yang dapat dipakai untuk praktik feminis yaitu
kekuatan

(power),

penindasan

(oppression),

pemberdayaan

(empowerment), and daya lentur (resilience). Dari keempat pola, yang


paling tepat untuk pengembangan perempuan adalah pemberdayaan
karena dengan prinsip pemberdayaan, masyarakat sekitar ikut terlibat
dalam proses penyelesaian masalah perempuan.
2. Gender Aware Therapy
Perkembangan gender
aware
therapy ditandai

dengan

berkembangnya terapi feminis (feminist therapy). Terapi feminis


berkembang dari teori-teori feminisme yang berakar dari gerakan
feminisme. Perkembangan terapi feminis dipandang tidak memfasilitasi
isu-isu gender karena masih difokuskan pada intervensi konseling bagi
perempuan dengan kata lain tidak aplikatif untuk konseli laki-laki.
Beberapa prinsip yang diperhatikan berkenaan dengan praktik
feminis adalah menekankan pada keragaman perempuan secara personal
dan identitas sosial, membangun kesadaran, hubungan setara antara
konselor-konseli, memberikan penghargaan pada perempuan dan proses

15

validasi diri. Mekanisme pemberdayaan menjadi salah satu langkah


penting dalam praktik feminis.
Sharf, (2012:34) mengemukakan

bahwa

Terapi

feminist

merupakan pendekatan terapi dengan mengadopsi serta menggunakan


berbagai teknik dalam pendekatan selain terapi feminis. Lebih lanjut
(Sharf, 2012:25) Penggunaan terapi feminis yang diintegrasi dengan teori
lain tampak pada konsep feminist psychoanalitic theory, feminist
behavioral and cognitive theory, feminist gestalt theory, feminist narrative
therapy, feminist therapy and counseling.
Menurut Good, (1990:30), secara

umum

tahap-tahap

konseling gender aware therapy, dibagi dalam tiga tahap yaitu sebagai
berikut:
1. Konseptualisasi problem
Asesmen awal pada pada konseling, proses konseptualisasi sebagai
upaya untuk memahami persepsi individu tentang masalahnya (Good,
1990:34).
Konselor menggunakan gender aware therapy untuk membantu
konseli memahami peran sosial gender yang selama ini dimainkan oleh
individu. Konseptualisasi problem difokuskan pada persepsi individu
terhadap masalah yang dihadapi terutama berkaitan dengan peranperan gender yang selama ini diyakini oleh individu. Pada tahap
konseptualisasi masalah, konselor akan memiliki informasi awal
tentang individu khususnya problem berbasis gender.
2. Intervensi konseling
Rentang intervensi pada gender aware therapy meliputi diskusi
langsung, memberikan dmotivasi, memberi klarifikasi, melakukan

16

interpretasi,

konfrontasi,

memberi

informasi,

eksperimentasi,

modeling, terbuka, bibliotherapy dan dukungan dari kelompok.


Konselor membantu menginternalisasi pemahaman dan pandangan
tentang stereotype gender dalam pandangan laki-laki dan perempuan.
Pengetahuan, pemahaman dan perspektif baru individu tentang gender
akan bermanfaat untuk memberi peluang melatih keterampilan dan
sikap dalam kehidupannya.
Setelah individu memiliki

pengetahuan,

pemahaman

dan

pandangan baru tentang konsep gender melalui diskusi maka individu


didorong untuk melakukan eksplorasi, bagaimana implikasi perubahan
untuk mencegah problem sosial terkait dengan gender.
3. Terminasi
Konselor bertanggung jawab mengenali perubahan konsep gender
tradisional individu dan membantu untuk belajar dari proses
terbangunnya pengetahuan, pemahaman dan pandaingan baru tentang
konsep gender. Proses terminasi sebagai upaya untuk belajar
memahami perasaan, efikasi diri, percaya diri dan mengarahkan diri.
Teknik gender aware therapy memiliki karakteristik pada problem
yang akan diselesaikan. Problem yang direkomendasi diselesaikan
dengan teknik gender aware therapy berkaitan dengan jenis kelamin
dan keluarga (laki-laki, perempuan, pasangan dan keluarga). Perbedaan
mendasar pada ketiga dimensi problem adalah pandangan masingmasing person terhadap konsep gender. Hal ini akan berimplikasi pada
karakteristik problem yang dihadapi.

17

Bagi perempuan, pengembangan karir perempuan masih memiliki


banyak kendala, terlebih adanya keyakinan masyarakat yang kurang
menerima jika perempuan lebih sukses dari pasangannya. Jika terjadi
kasus demikian, tidak jarang muncul konflik yang berakar dari
kesuksesan pada pihak perempuan.
Beberapa catatan yang menunjukkan beragam problem perempuan
seperti yang di laporkan oleh Rita Chi dan Ying Chung (2005)
memaparkan bahwa data statistik dari catatan WHO (2003)
menunjukkan ada perbedaan pola stres antara laki-laki dan perempuan
yang dipicu oleh keadaan kehidupan sosial seperti ketidakberdayaan,
kelelahan, kemarahan, ketakutan, kelaparan, kemiskinan, kelebihan
pekerjaan, kekerasan dan ketergantungan ekonomi. Sementara itu
sebuah survey juga mencatat bahwa sejumlah 10% s.d. 69%
perempuan di dunia mengalami serangan fisik dari pasangan (Rita Chi
dan Ying Chung, 2005).
Problematika yang dihadapi oleh laki-laki berbeda dengan
perempuan. Peran tradisional laki-laki menempatkan posisi laki-laki
sebagai figur yang mandiri. Stereotype ini berdampak pada peran
sosial laki-laki yang dianggap sebagai pelindung dan Problem pada
laki-laki adalah keengganan untuk dibantu karena stereotype bahwa
laki-laki harus mandiri, tegas dan kuat, turut berkontribusi terhadap
ketidakmauan laki-laki untuk memperoleh atau mencari bantuan
(Good, 1990:43). Lebih lanjut Good (1990:45) menggaris bawahi
bahwa salah satu problem serius bagi laki-laki adalah disfungi seksual.

18

Berbeda dengan kedua problem sebelumnya, masalah pasangan


dan keluarga problem gender terfokus pada upaya yang lebih erat
(intimasi). Pemahaman gender juga diperlukan dalam kehidupan
perkawinan dan keluarga. Pola komunikasi, perkawinan yang kurang
memuaskan pasangan, kekerasan dalam rumah tangga, masalah
finansial keluarga, mengasuh anak, semua berakar dari pemahaman
tentang

konsep

gender.

Prinsip-prinsip gender

aware

therapyberkontribusi pada efektivitas treatmen untuk mengatasi


kompleksitas problem perkawinan dan keluarga (Good, 1990:54)
Terdapat lima prinsip dalam gender aware therapy yaitu sebagai
berikut:
1) Mengintegrasi konsep gender dalam aspek konseling
2) Mempertimbangkan problem individu disesuaikan dengan konteks
social
3) Aktif membantu untuk mengubah pengalaman individu atas
ketimpangan gender yang dialami
4) Menekankan kerjasama dalam konseling
5) Menghormati individu dalam membuat pilihan
Prinsip gender aware therapy berkaitan erat dengan konselor dan
proses konseling dengan memfokuskan pada keadaan sosial, kebiasaan
dan struktur pengembangan individu pada keseluruhan tahap
konseling. Jika pada pendekatan konseling lain melakukan eksplorasi
secara mendalam tentang problem dan kesulitan individu sebagai
komponen penting maka gender aware therapy dapat melakukan
eksplorasi jika keadaannya memungkinkan.
Hoffman, (2001:37) menjelaskan bahwa petunjuk efektif untuk
melakukan konseling berbasis gender yaitu sebagai berikut:
1) Konselor harus memahami isu gender;

19

2) Sikap konselor harus mendorong terhadap proses sosialisasi


kesetaraan gender. Sensitivitas gender dalam konseling tidak hanya
ditunjukkan dengan sikap empatik dan fleksibilitas konselor tetapi
membantu konseli untuk membangun konsep tentang ekosistem
gender, proses sosialisasi gender, konsep androgyny secara umum
dan hubungannya dengan gender
Brown, (2006:43) mendeskripsikan tiga prinsip konseling gender
(orientation feminist to therapy), yaitu
1. Pendekatan untuk memunculkan kesadaran gender, konseli belajar
membedakan antara problem perilaku dalam dirinya dengan konstruksi
sosial yang terbangun dalam masyarakat.
2. Women-validating process, konseli belajar menilai pengalamanpengalamannya dan mengenali kekuatan-kekuatan pada dirinya;
3. Hubungan secara egaliter antara konseli dengan konselor ditujukan
untuk mendorong kepercayaan dirinya, dan berperan aktif dalam
proses konseling.

20

ROLEPLAY KONSEP GENDER DALAM KIP/K

Maria yasinta veltrika

: BIDAN

Reka regiska setiadi

: PASIEN

Dita kardila.

: SUAMI PASIEN

Putri sri handayani.

: SUAMI BIDAN

Seorang bidan bernama Maria ia telah menyelesaikan pendidikannya di D-III


Kebidanan di salah satu institui. Bidan Maria ditugaskan disebuah desa yaitu desa
Pamulang , tangerang selatan .Di desa itu bidan maria membuka sebuah
BPS.Masyarakat disana cukup ramah sehingga bidan Maria mudah untuk
besosialisasi dan banyak memiliki klien.Pada suatu pagi hari bida maria
kedatangan klien.
bu reka dan pak dita :assalamualaikum(sambil mengetuk pintu)
bidan Maria
Bu reka
bidan maria

:waalaikumsalam mari duduk bu pak


: oh y bumakasih, yuk mas
: pagi bupak..ada yang bisa saya bantu..? (sambil bersalaman)

Bu reka
: pagi juga bu begini bu, saya mau pasang KB tapi saya masih
kurang tahu tentang KB yang terbaik untuk kami, jadi saya juga bawa suami, kan
ibu pernah bilang kalau KB itu juga urusan suami
Bidan maria
Bu reka

: oh iya bu, ibu masih ingat perkataan saya. (tersenyum)


: iya bu. (membalas senyuman bu bidan)

Bapak dita
: maaf bu, saya memotong pembicaraan, begini bu saya masih
ragu untuk KB , tapi istri saya ngotot untuk pasang KB bu. Emang di dalam islam
KB itu dibolehkan?
Bu reka

: ih bapak ini, tadi katanya sudah yakin?

Bpk dita

: iya bu, tapi bapak kan belum mengerti.( menegaskan)

Bidan maria
: iya bu tidak apa-apa! Kan sebelum kita melakukan sesuatu itu
kita harus paham dan mengerti dulu dengan apa yang akan kita kerjakan tersebut.

21

Jadi begini pak, sebenarnya KB itu di dalam islam bukanlah suatu dosa, dan juga
bukan hal yang dilarang. Karena KB itu bertujuan untuk menjarangkkan anak atau
tidak terlalu banyak anak dan juga untuk alasan yang jelas seprti untuk
keselamatan ibu dan anak, begitu pak, bu.!
Sedang di pertengahan pembicaraan datang seorang laki-laki dari dalam ruangan
pak ustadz itu panggilan bagi suami bu wahyuni.
Bidan maria

: bukankah begitu pak?

Pak putri (ustadz suami bu bidan)

: betul bu!

bu reka dan bpk dita: eh pak ustadz (menyalami pak ustadz), mau berangkat kerja
pak?
Pak ustadz putri : iya pak, saya mau berangkat kerja. Hmm apa yang
dikatakan istri saya itu benar pak, dalam islam tidak melarang adanya KB, karena
KB tersebut kan hanya menghalangi terjadinya kehamilan pak, bukan berarti
membunuh. Kalau membunuh itu lain pula halnya pak, bu.
Bidan maria

: sudah mengerti pak?

Bpk dita

: hmm sudah bu..(tersenyum sedikit bingung)

Pak ustadz putri


dengan istri)
Bidan maria

: kalau begitu bapak berangkat kerja dulu ya bu (bersalaman


: (tersenyum dan mengangguk)

Pak ustadz putri

:pak dita ibureka mari! (keluar ruangan)

Bpk dita dan bu reka iya pak..


Bidan maria

: nah pak bu, sudah jelaskan kalau islam membolehkan KB.

Coba sini saya kasih contoh.Sekarang bapak dan ibu sudah mempunyai berapa
anak? Sudah 3 kan pak?! Lalu yang bersekolah berapa orang pak?
Bpk dita

: 2 orang bu, yang besar kelas 4 SD yang kedua kelas 1 SD bu.

Bidan maria : hmm mohon maaf ya pak, kalau untuk mencukupi kebutuhan
sekolah anaknya agak tersenggal-senggal tidak pak?
Bpk dita

: iya sih bu..

Bidan maria

: nah, bagaimana kalau anak bapak dan ibu ada 5 orang?

22

Bpk dita
: iya agak sulit juga sih bu, jangan kan kebutuhan sekolah
kebutuhan sehari-hari saja sudah susah
Bidan maria : jadi bagaimana pak, bu? Semua keputusan itu tergantung pada
bapak dan ibu sendiri.
Bu reka

: ya bu, kami sudah yakin mau pasang KB, iya kan pak?

Bpk dita

: (mengangguk)

Bu reka

: jadi apa-apa saja macam KB itu bu?

Bidan maria
: begini bu,KB itu banyak macamnya, pertama ada yang
menggunakan alat yang dipasang diluar tubuh seperti kondom namanya bu
semacam karet tipis yang dipasang maaf pak dipasang dikemaluan bapak
sebelum melakukan hubungan suami istri gitu pak, untuk menghindari air mani
masuk kedalam kemaluan ibu wisna (melihatkan gambar), tapi terkadang kondom
juga bisa robek pak. jadi keberhasilannya sekitar 90% bu.
Bu reka : oh jadi dipasang hanya kepada suami saya saja ya bu?
Bidan maria
: iya bu, yang untuk wanitanya juga ada dipasang pada mulut
rahim tapi itu jarang digunakan bu. Selanjutnya macam dari KB itu spiral
namanya bu atau IUD bahasa kesehatannya. Ada yang berbentuk huruf S, T dan
angka 7. Atau ada juga yang berbentuk sepatu kuda seperti gambar ini bu .
(melihatkan gambar). Nanti alat ini akan dimasukkan kedalam rahim ibu dengan
bantuan alat, lalu benang spiral ini dikaitkan dimulut rahim ibu yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan atau dokter bu. Gunanya untuk mencegah pembuahan atau
bertemunya air mani sama sel telur bu agar tidak terjadi kehamilan.
Bu reka

: apa itu tidak sakit bu?

Bidan maria : hmm..tidakbu, karena benangnya itu halus bu, jadi ini bisa
bertahan 2-5 tahun dan bisa dibuka sebelum waktunya. Namun ibu harus
konsultasi setiap 2 kali seminggu, 1-2 bulan atau 1 kali 6 bulan sampai 1 tahun
setelah pemasangannya. Ini masih ada kekurangannya bu, kemahilannya masih
bisa terjadi, perdarahan, infeksi.Alat ini dipasang apabila tidak ada infeksi atau
perdarahan yang tak jelas dari kelamin ibu.Keuntungannya ini bisa dipakai dalam
jangka panjang.
Bpk dita

: apa itu tidak mengganggu saat berhubungan bu

Bidan maria
: iya pak, akan sedikit mengganggu saat berhubungan karena
nanti bapak akan merasa tidak nyaman. Selanjutnya Spermisida bu pak,

23

bentuknya bisa seperti busa, jeli, krim yang dimasuk kedalam kemaluan ibu
sebelum melakukan hubungan untuk membunuh sel mani bapak jadi tidak terjadi
pertemuan antara air mani bapak dan sel telur ibu.
Bu reka

: kekurangannya apabu?

Bidan maria
: kekurangannya itu bisa menyebabkan ketidaknyamanan karena
kadang-kadang timbul alergi bu. Selanjutnya berbentuk pil atau suntikan bu untuk
mencegah kehamilan dengan cara melemahkan tempat tertanamnya hasil
pembuahan bu. Kalau pil bu harus diminum setiap hari kalau suntikan bisa satu
kali 3 bulan, ada yang setiap 10 minggu dan setiap bulan. Jadi bagaimana bu, pak?
Sudah bisa dimengerti?
Bu reka : udah bu bidan, tapi kami belum tau yang mana yang tepatnya,
menurut bu bidan bagaimana?
Bidan maria : maaf ibu, saya tidak bisa mengatakan yang mana yang terbaik
karena terbaik untuk saya belum tentu baik untuk ibu dan bapak (meyakinkan ibu
wisna dan suaminya)
Bu reka : oh..kami pikirkan dulu ya bu. Kami masih bingung yang mana yang
akan dipakai.
Bidan maria
: oh ya tidak apa-apa bu, silahkan dipikirkan lagi di rumah ya
bu, pak (tersenyum) tunggu sebentar ya bu.
Bidan maria : pak iwan, bu wisna biar ibu dan bapak lebih mengerti lagi ini saya
berikan kertas di sini ibu dan bapak bias baca dan lihat bentuk-bentuk dan macammacam KB itu.
Bu reka

: ooh ya bu, terimakasih bu.

Bidan maria
: iya sama-sama bu, nanti jika ibu dan bapak sudah
memutuskan silahkan ibu dan bapak datang kesini lagi ya pak, bu. (tersenyum
sambil mengantarkan kliennya kedepan)

24

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara
laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam
Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep
kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku,
mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang dalam masyarakat.
Komunikasi interpersonal adalah pertukaran informasi, perasaan atau
pemikiran antar manusia (individu) secara tatap muka (face to face), verbal
dan non verbal. Sedangkan konseling adalah sebagai hubungan timbal balik
antara dua individu, dimana yang seorang (konselor) berusaha membantu yang
lain (klien) untuk berusaha menyelesaikan masalah-masalah yang sedang
dihadapinya.
Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang
kehidupan pada umumnya menunujukan bahwa kedudukan perempuan lebih
rendah bila dibandingkan dengan kedudukan laki-laki. Keadaan seperti ini
sudah mendapat perlawanan dari kaum feminis, karena kaum feminisme
berjuang untuk menuntut kedudukan yang sama dengan kaum laki-laki dalam
berbagai bidang kehidupan.
Gerakan feminisme dilandasi oleh ketidakseimbangan peran dan fungsi
gender dalam masyarakat. Ketidakseimbangan dapat dianalisis dari adanya

25

kekerasan terhadap perempuan, stereotipe perempuan terhadap tubuhnya, dan


masalah perempuan berkaitan dengan keragaman identitas (kemiskinan,
rasisme, imigrasi).
Kemudian melahirkan gender aware therapy yang ditandai dengan
berkembangnya terapi feminis (feminist therapy) yang mengintegrasikan
prinsip-prinsip terapi feminis dengan pemahaman tentang gender untuk
melakukan intervensi pada konteks sosial, terlibat aktif dalam perubahan dan
difokuskan pada kerjasama antara konselor dengan konseli.
B. Saran
Penulis menyarankan agar seorang bidan dapat menerapkan proses
konseling yang ditandainya dengan adanya kerja sama antara bidan selaku
konselor dengan klien dalam mencari tahu tentang masalah yang dihadapi
klien serta bidan tersebut pula bisa memberikan solusi dan membantu dalam
memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien.

26

DAFTAR PUSTAKA

Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.
Natawidjaja, Rachman. 1987. Konseling untuk Memecahkan Masalah. Bandung.
Mandar Maju
Tarigan, Saraswati. 2002. Konseling dan Klien. Jakarta. PT Java Pustaka Group.
Tyastuti, Siti; Kusmiyati yuni ;dkk. 2009. Komunikasi & konseling dalam
pelayanan kebidanan. Fitramaya:Yogyakarta

27

Anda mungkin juga menyukai