Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Pemberdayaan Wanita

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :

Pemberdayaan Ekonomi

Dosen Pengampu :

Abdul Haris Perwira Negara, M.M.

Disusun oleh :

1. FITRI NURVINA (12403193194)


2. RISMAYA DWI OKTAVIANA (12403193196)
3. ALVI FATIMATUL KHUSNA (12403193200)

JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
JUNI 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kami haturkan ke hadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “PemberdayaanWanita” dengan tepat waktu yang merupakan
elemen yang sangat penting.

Dan kami harap makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada
kita semua. Kami menyadari atas kekurangan dan kesalahan pada pengerjaan makalah ini.
Maka dari itu kami membutuhkan kritik dan saran dari teman-teman semua juga dari
pebimbing demi kebaikan pengerjaan makalah kami berikutnya.

Demikian, kami sampaikan terima kasih pada pihak yang telah ikut serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT. senantiasa meridhai
segala usaha kita, Amiin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tulungagung, Juni 2021

Kelompok 10
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemberdayaan wanita adalah sebuah gerakan yang melibatkan rasa hormat,


kemuliaan, dan pengakuan terhadap semua wanita. Pemberdayaan dapat didefinisikan
dalam banyak cara, namun, ketika berbicara tentang pemberdayaan perempuan,
pemberdayaan berarti menerima dan memungkinkan orang (perempuan) yang berada
di luar proses pengambilan keputusan ke dalamnya. Hal tersebut menempatkan
penekanan kuat pada partisipasi dalam struktur politik dan pengambilan keputusan
formal dan, dalam bidang ekonomi, pada kemampuan untuk memperoleh penghasilan
yang memungkinkan partisipasi dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Pemberdayaan perempuan juga dapat diartikan sebagai upaya kemampuan perempuan
untuk memperoleh akses dan kontrol terhadap sumber daya, ekonomi, politik, sosial,
budaya, agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri
untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah, sehingga
mampu membangun kemampuan dan konsep diri. Pemberdayaan perempuan
merupakan sebuah proses sekaligus tujuan. Oleh karena itu, pemberdayaan
perempuan tidak akan terlepas dari pemberdayaan masyarakat.

Tujuan dari pendekatan ini adalah menekankan pada sisi produktivitas tenaga
kerja perempuan, khususnya terkait dengan pemberdayaan perempuan, sedangkan
sasarannya adalah kalangan perempuan dewasa. Untuk meningkatkan akses
perempuan agar supaya bisa meningkatkan pemberdayaan. Adapun strategi yang
dijalankan untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan, seperti melalui kegiatan-
kegiatan keterampilan yang di antaranya menjahit, menyulam, bordir dan lain
sebagainya. Pemberdayaan menjadi strategi penting dalam meningkatkan peran
perempuan dalam meningkatkan potensi diri agar lebih mampu mandiri
dan berkarya. Pemberdayaan dapat dilakukan melalui pembinaan dan mengasah
keterampilan perempuan. Dengan meningkatkan kemampuan kaum perempuan untuk
melibatkan diri dalam program pembangunan, dan juga sebagai partisipasi aktif
(subjek) agar tidak sekedar menjadi objek pembangunan seperti yang terjadi selama
ini. Meningkatkan kemampuan kaum perempuan dalam kepemimpinan, untuk
meningkatkan posisi tawar-menawar dan keterlibatan dalam setiap pembangunan baik
sebagai perencana, pelaksana, maupun melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana konsep jenis kelamin dan gender?
2. Bagaimana ketidak adilan gender?
3. Mulai dari mana pemberdayaan wanita?
4. Bagaimana partisipasi wanita?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui bagaimana konsep jenis kelamin dan gender.
2. Mengetahui bagaimana ketidak adilan gender.
3. Mengetahui mulai dari mana pemberdayaan wanita.
4. Mengetahui bagaimana partisipasi wanita.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Jenis Kelamin dan Gender

Kata Gender berasal dari bahasa inggris, gender yang berarti jenis kelamin. Dalam
Webster’s New World Dictionary, jender diartikan sebagai perbedaan yang tampak
antara laki-laki dan perempuan yang dapat dilihat dari segi nilai dan tingkah lakunya. 1
Didalam Webster’s Studies Encylopedia dijelaskan bahwa jender merupakan suatu
konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam berbagai hal
yakni peran, prilaku, mentalitas dan karakterstik emosional antara laki-laki dan
perempuan yang berkembang luas dalam masyarakat.2

Dalam memahami konsep gender, Mansour Fakih membedakannya dalam dua hal
yakni antara gender dan sex (jenis kelamin). Pengertian sex lebih condong pada
pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia berdasarkan ciri biologis yang
melekat, tidak berubah dan tidak dapat dipertukarkan. Dalam hal ini sering dikatakan
sebagai ketentuan Tuhan atau 'kodrat'. Sedangkan konsep gender adalah sifat yang
melekat pada laki-laki atau perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural
dan dapat dipertukarkan. Sehingga semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat laki-
laki dan perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat
lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, itulah yang disebut dengan
gender. Jadi gender diartikan sebagai jenis kelamin sosial, sedangkan sex adalah jenis
kelamin biologis manusia. Maksudnya adalah dalam gender terdapat perbedaan peran,
fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial
masyarakat.3

Gender adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan perempuan apabila dilihat
dari nilai dan tingkah lakunya, dan merupakan suatu istilah yang digunakan masyarakat
untuk menggambarkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial. Gender

1
Nassaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender, ( Jakarta: Dian Rakyat, 2010), hlm. 29
2
Ibid., hlm. 30
3
Iswah Adriana, “KURIKULUM BERBASIS GENDER (Membangun Pendidikan Yang Berkesetaraan)” dalam
https://core.ac.uk/download/pdf/229880799.pdf, diakses 19 Juni 2021
adalah kelompok atribut dan perilaku secara kultural yang ada pada laki-laki dan
perempuan.4

Dan sejalan dengan itu, Gender merupakan konsep hubungan sosial yang
membedakan (memilahkan atau memisahkan) fungsi dan peran antara perempuan dan
lak-laki. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan
karena keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, melainkan dibedakan menurut
kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing dalam berbagai kehidupan dan
pembangunan dalam masyarakat.5

Berdasarkan definisi di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa gender merupakan
peran serta kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang
merupakan hasil konstruksi dari sosial budaya. Suatu peran maupun sifat dilekatkan
kepada laki-laki berdasarkan kebiasaan atau kebudayaan yang berlaku begitupun
sebaliknya juga dengan perempuan, suatu peran dilekatkan pada perempuan berdasarkan
kebiasaan atau kebudayaan yang akhirnya membentuk suatu kesimpulan bahwa peran
atau sifat itu hanya dilakukan oleh perempuan saja.

2.2 Ketidakadilan Gender

Adanya perbedaan gender sebenarnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak


melahirkan ketidakadilan didalamnya. Namun fakta yang terjadi dilapangan, perbedaan
tersebut melahirkan beberapa bentuk ketidakadilan baik bagi laki-laki maupun perempuan
sehingga terdapat korban dari lahirnya sistem perbedaan tersebut. Ketidakadilan gender
dalam masyarakat termanifestasikan menjadi berbagai bentuk antara lain:

1. Marginalisasi atau proses peminggiran/pemiskinan, yang mengakibatkan kemiskinan


secara ekonomi. Seperti dalam memperoleh akses pendidikan, misalnya, anak
perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya juga kembali ke
dapur.
2. Subordinasi atau penomorduaan, pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu
jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin
lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran
perempuan lebih rendah dari laki-laki. Sebagai contoh dalam memperoleh hak-hak

4
Dwi Narwoko dan Bagong Yuryanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2004) hlm. 334
5
Ibid., hlm. 335
pendidikan biasanya anak perempuan tidak mendapat akses yang sama dibanding
laki-laki. Ketika ekonomi keluarga terbatas, maka hak untuk mendapatkan
pendidikan lebih diprioritaskan kepada anak lakilaki, padahal kalau diperhatikan
belum tentu anak perempuan tidak mampu.
3. Stereotipe, adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai
dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu
melahirkan ketidakadilan. Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan
berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan. Misalnya pandangan
terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang
berkaitan dengan pekerjaan domestik atau kerumahtanggaan. Label kaum perempuan
sebagai ibu rumah tangga tentu merugikan, jika hendak aktif dalam kegiatan laki-laki
seperti berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label laki-laki sebagai pencari
nafkah utama (breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh
perempuan dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan cenderung tidak
diperhitungkan.
4. Kekerasan (violence), adalah suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental
psikologis seseorang. Oleh karena itu, kekerasan tidak hanya menyangkut serangan
fisik saja seperti perkosaan, pemukulan dan penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non
fisik, seperti pelecehan seksual sehingga secara emosional terusik.
5. Beban ganda, adalah beban yang harus ditanggung oleh salah satu jenis kelamin
tertentu secara berlebihan. Berbagai observasi menunjukkan perempuan mengerjakan
hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja,
selain bekerja di tempat kerja, juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah
tangga.6

Tentunya bentuk-bentuk ketidakadilan tersebut sangat berdampak pada perempuan


dengan terbentuknya kesenjangan gender dalam berbagai lingkup utamanya lingkup
masyarakat. Berbicara tentang kesetaraan gender artinya bukan fifty-fifty namun ialah
pemberian akses yang sama bagi laki-laki maupun perempuan untuk memiliki akses sumber
daya yang sama, atau partisipasi yang sama dalam berkiprah untuk pembangunan serta
memberikan kesempatan yang sama dalam hal pengambilan keputusan, karena pengambilan
keputusan bukan hanya milik kaum laki-laki saja. Dengan kata lain kesetaraan gender adalah
memberikan kesempatan serta peluang yang sama besar baik laki-laki maupun perempuan

6
Iswah Adriana, Kurikulum.., hlm. 140
untuk sama-sama menikmati hasil pembangunan. Dengan hal ini, emansipasi dan kesetaraan
adalah hal yang wajib diwujudkan dalam berbagai lingkup, akan tetapi jangan sampai
kebablasan hanya karena mengatasnamakan kesetaraan hingga mengabaikan kodrat yang
sudah ditetapkan dengan sibuk berkarir.

2.3 Pengertian Pemberdayaan Perempuan


Pemberdayaan merupakan transformasi hubungan kekuasaan antara laki-laki dan
perempuan pada empat level yang berbeda, yakni keluarga, masyarakat, pasar dan Negara.
Konsep pemberdayaan dapat dipahami dalam dua konteks.7 Cakupan dari pemberdayaan
tidak hanya pada level individu namun juga pada level masyarakat dan aturan-aturanya. Yaitu
menanamkan aturan nilai-nilai budaya seperti kerja keras, keterbukaan dan tanggungjawab.
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata
power yang artinya keberadayaan atau kekuasaan. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan
mana seseorang, rakyat, organisasi. Dan komunikasi diarahkan agar mampu menguasai
(berkuasa atas) kehidupanya.8
Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk
bepartisipasi dalam berbagai pengontrol atas, dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian
serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupanya. Pemberdayaan didenfinisikan
sebagai proses dimana pihak yang tidak berdaya bisa mendapatkan kontrol yang lebih banyak
terhadap kondisi atau keadaan dalam kehidupanya. Kontrol ini meliputi kontrol terhadap
berbagai macam sumber (mencakup fisik dan intelektual) dan ideologi meliputi (keyakinan,
nilai dan pemikiran).9
Jadi pemberdayaan perempuan adalah usaha mengalokasikan kembali kekuasaan
melalui pengubahan struktur sosial. Posisi perempuan akan membaik hanya ketika
perempuan dapat mandiri dan mampu menguasai atas keputusan-keputusan yang berkaitan
dengan kehidupannya.Terdapat dua ciri dari pemberdayaan perempuan. Pertama, sebagai
refleksi kepentingan emansipatoris yang mendorong masyarakat berpartisipasi secara kolektif
dalam pembangunan. Kedua, sebagai proses pelibatan diri individu atau masyarakat dalam
proses pencerahan, penyadaran dan pengorganisasian kolektif sehingga meraka dapat
berpartisipasi.

7
Zakiyah, Pemberdayaan Perempuan oleh Lajnah Wanita, (Jurnal Pengkajian Masalah Sosial Keagamaan, Vol
18, No 01). hlm 44
8
Edi Suharto, Pembangunan Kebijakan dan Kesejahteraan Sosial, Cet. Ke-1(Bandung: Mizan, 2003), hlm. 35
9
Zakiyah, Pemberdayaan Perempuan ……., hlm 44
Adapun pemberdayaan terhadap perempuan adalah salah satu cara strategis untuk
meningkatkan potensi perempuan dan meningkatkan peran perempuan baik di domain publik
maupun domestik. Hal tersebut dapat dilakukan diantaranya dengan cara:10
a. Membongkar mitos kaum perempuan sebagai pelengkap dalam rumah tangga. Pada
zaman dahulu, muncul anggapan yang kuat dalam masyarakat bahwa kaum
perempuan adalah konco wingking (teman di belakang) bagi suami serta anggapan
“swarga nunut neraka katut” (ke surga ikut, ke neraka terbawa). Kata nunut dan katut
dalam bahasa Jawa berkonotasi pasif dan tidak memiliki inisiatif, sehingga nasibnya
sangat tergantung kepada suami.
b. Memberi beragam ketrampilan bagi kaum perempuan. Sehigga kaum perempuan juga
dapat produktif dan tidak menggantungkan nasibnya terhadap kaum laki-laki.
Berbagai ketrampilan bisa diajarkan, diantaranya: ketrampilan menjahit, menyulam
serta berwirausaha dengan membuat kain batik dan berbagai jenis kuliner.
c. Memberikan kesempatan seluas-luasnya terhadap kaum perempuan untuk bisa
mengikuti atau menempuh pendidikan seluas mungkin. Hal ini diperlukan mengingat
masih menguatnya paradigma masyarakat bahwa setinggi-tinggi pendidikan
perempuan toh nantinya akan kembali ke dapur. Inilah yang mengakibatkan masih
rendahnya (sebagian besar) pendidikan bagi perempuan.
Tahapan pemberdayaan
Pemberdayaan sebagai suatu proses, tentunya dilaksanakan secara bertahap, dan tidak bisa
dilaksanakan secara instan. Tahaptahap yang dalam pemberdayaan yaitu:11
a. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku. Perlu membentuk kesadaran menuju
perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.
b. Tahap trasformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan-ketrampilan
agar terbukawawasan dan memberikan ketrampilan dasar sehingga dapat mengambil
peran di dalam pembangunan.
c. Tahap peningkatan kemampuan intelektual dan kecakapan ketrampilan-ketrampilan
sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada
kemandirian.
Dalam tahap pertama, tahap perilaku dan pembentukan perilaku merupakan tahap
persiapan dalam proses pemberdayaan masyarakat. Pada tahap ini pelaku pemberdayaan
berusaha menciptakan prakondisi supaya dapat memfasilitasi berlangsungnya proses
10
Ismah Salman, Keluarga Sakinah dalam……., hlm. 104
11
Ambar Teguh Sulistiyani, Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan, ( Yogyakarta: Gava Media, 2004),
hlm.8
pemberdayaan yang efektif. Sentuhan penyadaran akan lebih membuka keinginan dan
kesadaran masyarakat tentang kondisinya saat itu, sehingga dapat merangsang kesadaran
mereka tentang perlunya memperbaiki kondisi untuk menciptakan masa depan yang lebih
baik.
Dalam tahap kedua, dengan adanya pengetahuan, dan kecakapan ketrampilan maka
sasaran dari pemberdayaan akan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan yang
menjadi nilai tambahan dari potensi yang dimiliki. Sedangkan pada tahap ketiga, dalam
tahapan peningkatan kemampuan intelektual dan ketrampilan ini sasaran pemberdayaan
diarahkan untuk lebih mengembangkan kemampuan yang dimiliki, meningkatkan
kemampuan dan kecakapan ketrampilan yang pada nantinya akan mengarahkan pada
kemandirian.
Tujuan Pemberdayaan Perempuan
Pemberdayaan perempuan dilakukan untuk menunjang dan mempercepat tercapainya
kualitas hidup dan mitra kesejajaran antara laki-lakin dan perempuan yang bergerak dalam
seluruh bidang atau sektor. Keberhasilan pemberdayaan perempuan menjadi cita cita semua
orang. Namun untuk mengetahui keberhasilannya.12 Adapun indikator pemberdayaan
perempuan adalah sebagai berikut :
a. Adanya sarana yang memadai guna mendukung perempuan untuk menempuh
pendidikan semaksimal mungkin.
b. Adanya peningkatan partisipasi dan semangat kaum perempuan untuk berusaha
memperoleh dan mendapatkan pendidikan dan pengajaran bagi diri mereka.
c. Meningkatnya jumlah perempuan mencapai jenjang pendidikan tinggi, sehingga
dengan demikian, perempuan mempunyai peluang semakin besar dalam
mengembangkan karier sebagaimana halnya laki-laki.
d. Adanya peningkatan jumlah perempuan dalam lembaga legislatif, eksekutif dan
pemerintahan.
e. Peningkatan keterlibatan aktifis perempuan dalam kampanye pemberdayaan
pendidikan terhadap perempuan.
Namun lebih dari itu semua adalah terciptanya pola pikir dan paradigma yang egaliter (hak
yang sama). Perempuan juga harus dapat berperan aktif dalam beberapa kegiatan yang
memang proporsinya. Jika ini semua telah terealisasi, maka perempuan benar-benar telah
terberdayakan.
Prinsip-prinsip Pemberdayaan
12
Edi Suharto, Pembangunan Kebijakan dan ..….,hlm. 57
Terdapat empat prinsip pemberdayaan yang sering digunakan untuk suksesnya
program pemberdayaan, yaitu :
a. Kesetaraan
Merupakan prinsip utama dari proses pemberdayaan. Kesetaraan disini adalah adanya
kesejajaran kedudukan antara masyarakat dengan lembaga yang melakukan
programprogram pemberdayaan masyarakat maupun antara laki-laki dan perempuan.
Dinamika yang dibangun adalah hubungan kesetaraan dengan mengembangkan
mekanisme berbagai pengetahuan, pengalaman, serta keahlian satu sama lain.
Masing-masing mengakui kelebihan dan kekurangan, sehingga terjadi proses saling
belajar.
b. Partisipasi
Program pemberdayaan yang dapat menstimulasi kemandirian masyarakat adalah
program yang sifatnya partisipatif, direncanakan, dilaksanakan, diawasi, dan di
evaluasi oleh masyarakat.
c. Kesewadayaan atau Kemandirian
Prinsip kemandirian adalah menghargai dan mengedepankan kemampuan masyarakat
daripada bantuan pihak lain. Konsep ini tidak memandang orang miskin sebagai objek
yang tidak berkemampuan (the have not), melainkan sebagai subjek yang memiliki
kemampuan sedikit (the have little). Mereka memiliki kemampuan untuk menabung,
pengetahuan yang mendalam tentang kendala-kendala usahanya, mengetahui kondisi
lingkungannya, memiliki tenaga kerja dan kemauan, serta memiliki norma-norma
bermasyarakat yang sudah lama dipatuhi. Semua itu harus digali dan dijadikan modal
dasar bagi proses pemberdayaan.
d. Keberlanjutan
Program pemberdayaan perlu dirancang untuk berkelanjutan, sekalipun pada awalnya
peran pendamping lebih dominan dibanding masyarakat sendiri. Tapi secara perlahan
dan pasti, peran pendamping akan makin berkurang. Pemberdayaan merupakan aspek
mualamalah yang sangat penting karena terkait dengan pembinaan dam perubahan
masyarakat.
Di dalam Al Qur’an dijelaskan betapa pentingnya sebuah perubahan,
perubahan itu dapat dilakukan dengan salah satu cara di antaranya pemberdayaan
yang dilakukan oleh agen pemberdayaan. Sebagai fiman Allah dalam surat Ar-Ra’d
ayat 11 :
‫ظ ْو َن ٗه ِمنْ اَم ِْر هّٰللا ِ ۗاِنَّ هّٰللا َ اَل ُي َغ ِّي ُر َما‬ُ ‫ْن َيدَ ْي ِه َو ِمنْ َخ ْلفِهٖ َيحْ َف‬ ۢ ٌ ‫َل ٗه ُم َع ِّق ٰب‬
ِ ‫ت مِّنْ َبي‬
ٖ‫ِب َق ْو ٍم َح ٰ ّتى ُي َغ ِّير ُْوا َما ِبا َ ْنفُسِ ِه ۗ ْم َوا َِذٓا اَ َرادَ هّٰللا ُ ِب َق ْو ٍم س ۤ ُْوءًا َفاَل َم َر َّد َل ٗه َۚو َما َل ُه ْم مِّنْ ُد ْونِه‬
ٍ َّ‫ِمنْ و‬
‫ال‬
Artinya : “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran,
di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya
Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain dia”
Dari ayat diatas sangatlah jelas Allah menyatakan, bahwa allah tidak akan
merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah nasibnya sendiri.
Dalam hal ini terlihat sangat jelas bahwa manusia diminta untuk berusaha dan
berupaya dalam melakukan perubahan dalam kehidupanya. Salah satu upaya
perubahan itu dapat dilakukan dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan Perempuan Menurut Persepektif Ekonomi Islam
Pemberdayaan perempuan menurut persepektif Islam adalah upaya pencerdasan
muslimah hingga mampu berperan menyempurnakan seluruh kewajiban dari Allah SWT,
baik di ranah domestic maupun public. Disanalah aktivitas perempuan diarahkan. Kesuksesan
seorang perempuan di sektor domestic (rumah tangga) di tandai dengan berperannya
perempuan dalam mengatur rumah tangga sesuai dengan aturan yang telah Allah turunkan.
Perempuan yang mendidik anak-anaknya dan mengatur urusan rumah tangganya.
Di Indonesia keberadaan perempuan yang jumlahnya lebih besar dari laki-laki
membuat pendekatan pemberdayaan dianggap suatu strategi yang melihat perempuan bukan
sebagai beban pembangunan melainkan potensi yang harus dimanfaatkan untuk menujang
proses pembangunan. Pembangunan yang menyeluruh menuntut adanya peran serta laki-laki
dan perempuan di segala bidang. Perempuan mempunyai hak dan kewajiban serta
kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk ikut serta dalam segala kegiatan pembangunan.
Dengan demikian, perempuan sama halnya dengan laki-laki dapat menjadi sumber daya fisik
lainnya sebagai penentu tercapainya tujuan pembangunan nasional, yaitu terwujudnya
masyarakat adil dan makmur dan sejahtera.
Dalam hal ini Mahmud Syaltut menulis: “Tabiat kemanusian antara lekaki dan
perempuan hampir (dapat didapatkan) sama, Allah telah menganugerahkan kepada
perempuan sebagaimana menganugerahkan kepada lelaki potensi dan kemampuan yang
cukup agar masing-masing dapat melaksanakan aktivitas-aktivitas yang bersifat umum
maupun khusus”. Sebagaimana dalam surah AN-Nisa’ ayat 34 :
‫لرِّ جا ُل َقوَّ ام ُْون ع َلى ال ِّنس ۤاء بما َف َّ هّٰللا‬
ۗ ‫ض وَّ ِب َمٓا اَ ْن َفقُ ْوا ِمنْ اَم َْوال ِِه ْم‬ ٍ ْ‫ض ُه ْم َع ٰلى َبع‬ َ ْ‫ض َل ُ َبع‬ َِ ِ َ َ َ َ
َّ‫ِظ ْوهُنَّ َواهْ ُجر ُْوهُن‬ ُ ‫ش ْو َزهُنَّ َفع‬ ُ ‫ب ِب َما َحفِ َظ هّٰللا ُ َۗوا ٰلّ ِتيْ َت َخافُ ْو َن ُن‬ ٌ ‫ت ٰحف ِٰظ‬
ِ ‫ت لِّ ْل َغ ْي‬ ٌ ‫ت ٰقن ِٰت‬ ّ ٰ ‫َفال‬
ُ ‫صل ِٰح‬
‫هّٰللا‬
َ ‫ضا ِج ِع َواضْ ِرب ُْوهُنَّ ۚ َف ِانْ اَ َطعْ َن ُك ْم َفاَل َت ْب ُغ ْوا َع َلي ِْهنَّ َس ِب ْياًل ۗاِنَّ َ َك‬
‫ان َعلِ ًّيا َك ِبيْرً ا‬ َ ‫فِى ْال َم‬
Artinya : :”kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebagianmereka(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),dan mereka (laki-
laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah
yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka ditempat tidur merek, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkanya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.
Ayat ini menegaskan bahwa berbicara tentang kepemimpinan laki-laki (dalam hal ini
suami) terhadap seluruh keluarganya dalam bidang kehidupan rumah tangga. Kepemimpinan
ini pun tidak mencabut hak-hak perempuan dalam berbagai segi, termasuk dalam hak
kepemilikan harta pribadi dan hak pengelolaannya walapun tanpa persetujuan suami.
Keterlibatan perempuan dalam pekerjaan pada masa awal Islam adalah sebagaimana
berikut para perempuan boleh bekerja dalam berbagai bidang, di dalam ataupun di luar
rumahnya, baik secara mandiri maupunberkelompok, dengan lembaga keuangan maupun
swasta, selama pekerjaan tersebut dilakukannya terhormat, sopan, dan dapat memelihara
agamanya, serta dapat pula menghindari dampak-dampak negatif dari pekerjaan tersebut
terhadap diri dan lingkungannya.
Secara singkat, dapat dikemukakan rumusan yang menyangkut pekerjaan perempuan
yaitu bahwa “perempuan mempunyai hak untuk bekerja, selama pekerjaan tersebut
membutuhkannya, selama mereka membutuhkan pekerjaan dan selama norma-norma agama
dan susila tetap terpelihara. Pekerjaan dan aktifitas yang dilakukan oleh perempuan Masa
Nabi cukup beraneka ragam, misalnya Ummu Salim Binti Malham bekerja sebagai perias
penganten pada masa Nabi. Istri Nabi Khadijah binti Khuwailid dalam bidang perdagangan,
dan masih banyak lagi contoh menyangkut perempuan yang bekerja dalam berbagai bidang
usaha dan pekerjaan.
Selama ini perempuan hanya mengandalkan pendapatan dari suami. Dari pada hanya
menjadi ibu rumah tangga yang tidak berproduktif maka dari itu di didirikan kelompok-
kelompok wirausaha yang dapat memanfaatkan perempuan, hal ini bertujuan untuk
memproduktifkan kaum perempuan sehingga dapat menambah pendapatan keluarga.
Biasanya, pekerjaan tersebut tidak bisa dikerjakan dalam waktu yang sama, karena mereka
juga harus menyeimbangkan kodrat sebagai seorang ibu rumah tangga dan pekerja. Selain
mengurus suami dan anak sesuai dengan kadar intelektual dan profesinya maka mereka
berkewajiban melakukan pengabdian kepada masyarakat. Agar hal tersebut dapat berjalan
beriringan, maka perempuan dapat menentukan manakah dari sekian banyak kemaslahatan
yang lebih penting dan harus dipecahkan pertama kali, misalnya dengan skala proritas.
Skala prioritas sebagaimana dijelaskan pada sosiologi menunjukkan bahwa penunaian
tugas oleh perempuan atas tanggung jawab mengurus suami ,membahagiakan serta mendidik
anak-anak agar menjadi anak soleh merupakan tingkat kemaslahatan yang paling tinggi atau
merupakan tuntutan skala prioritas primer dalam konsep kemaslahatan masyarakat.
Dihadapkan dengan realita ini jika dalam suatu kondisi perempuan dihadapkan kepada tugas,
kewajiban rumah tangga serta aktivitas keilmuan dan sosial lainya, padahal dia tidak sanggup
menunaikan keduanya dalam waktu bersamaan, maka yang harus dikerjakan berdasarkan
retorika skala prioritas. Skala prioritas perempuan adalah menunaikan tugas dan kewajiban
rumah tangga maka dia harus mengorbankan kepentingan lainnya. Apalagi ketika perempuan
bekerja hanya untuk mengejar status sosial atau hanya untukkebanggaan terhadap
masyarakat. Dalam kondisi semacam ini, tidaklah dibenarkan karena sebagai perempuan
harus mendahulukan kehidupan, seperti merawat dan mendidik anak-anaknya.
Perempuan Bekerja Dalam Pandangan Islam
Jika kembali pada negara Arab sebelum Islam. Maka kita dapati bahwasannya
perempuan Arab waktu itu diperlakukan tidak adil. Mereka kehilangan banyak hak,
perempuan Arab waktu itu tidak mempunyai hak apapun atas suaminya. Pada zaman
Jahiliyah orang-orang Arab merasa pesimis ketika melahirkan anak perempuan. Sebagian
kabilah mereka malah mengubur anak hidup-hidup dan mengubur anak secara umum karena
takut jatuh miskin.13
Tetapi setelah Islam datang, perempuan mulai diperhitungkan. Pada masa Rasullah
SAW kaum perempuan berperan penting dan ikut serta dalam berbagai dalam kegiatan
keagamaan, sosial, pendidikan, ekonomi, dan politik. Mereka diberikan hak-hak untuk
memiliki kekayaan, bahkan turut ikut berperang karena peran mereka dalam berbagai
kegiatan. Oleh karena itu, maka setiap orang mengenal istri-istri Nabi SAW, putra-putrinya,

Siti Mika Nur Aini, “Kebudayaan Jahiliyah dan Perkembangan Islam”. Dalam
13

www.kompasiana.com/2015/06/24
bibi-bibinya, dan perempuan-perempuan yang berkedudukan tinggi pada waktu itu. Mungkin
hal ini tidak akan terjadi sekiranya mereka dipingit dalam rumah dan tidak berhubungan
dengan laki-laki.
Ekonomi Islam memerintahkan kita untuk selalu bekerja keras, karena bekerja adalah
sebagian dari ibadah. Bekerja dan berusaha merupakan fitrah dan watak manusia untuk
mewujudkan kehidupan yang baik, sejahtera dan makmur dibumi ini. Islam merupakan
agama yang universal, tidak hanya mengatur masalah ekonomi, sosial budaya, perdagangan
dan lainya, tetapi juga mengatur masalah manusia dunia dan akhirat, Islam tidak melarang
penganutnya untuk bekerja, asalkan tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Dalam Islam
dengan bekerja merupakan sesuatu hal yang sangat dianjurkan. Apalagi jika bekerja dengan
seorang mukmin tidak hanya dapat menghindarkan dirinya dari meminta-minta, tetapi juga
dapat menafkahi orang tuanya yang sudah renta dan anak-anaknya yang pada masih kecil.
Beberapa anjuran mengenai bekerja terdapat dalam Surat Al-Mulk ayat 15 :
ُ ْ‫ض َذلُ ْواًل َفام‬
ُ ‫ش ْوا فِيْ َم َناك ِِب َها َو ُكلُ ْوا ِمنْ رِّ ْزق ۗ ِٖه َو ِا َل ْي ِه ال ُّن‬
‫ش ْو ُر‬ َ ْ‫ه َُو الَّ ِذيْ َج َع َل َل ُك ُم ااْل َر‬
Artinya : ”Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah disegala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya lah
kamu(kembali setelah) dibangkitkan”
Allah memberikan berbagai macam kekayaan alam dan muka bumi, hingga dapat
dimanfaatkan oleh manusia untuk kebutuhan makan, minum dan lain-lainya. Segala bahan
yang Allah telah sediakan dimuka bumi ini dengan mudah dapat diraih asalkan mau bekerja
dengan keras. Jadi orang mukmin tidak boleh berpangku tangan menghadapi kehidupan. Ayat
diatas dengan tegas memerintahkan kepada manusia untuk bekerja keras agar mereka dapat
hidup makmur. Perintah mengelola bumi untuk kemakmuran menunjukkan bahwa manusia
wajib bekerja keras agar mendapatkan rezeki dari Allah SWT.
Pada dasarnya ajaran islam sangat mendorong kepada kaum perempuan untuk bekerja
keras bekerja secara optimal dan maksimal sesuai dengan kemampuan dan kodratnya. Karena
itulah, perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan pria dan perempuan juga
mempunyai hak yang sama untuk menyatakan pendapat dan aspirasinya. Bahkan sebagian
dari mereka ada yang ikut berperan mendukung tugas pria. Perempuan yang bekerja di luar
rumah harus bisa mengivestasikan waktunya secara sempurna dan menjadi komponen
produktif dan bermanfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu, perempuan yang bekerja tidak
boleh sampai menelantarkan perealisasian tanggung jawab pokok dan paling utama bagi
perempuan muslimah.
Program-program Pemberdayaan Perempuan 

Menurut Nugroho (2008), terdapat beberapa program yang dapat ditawarkan untuk
pemberdayaan perempuan, yaitu:

1. Penguatan organisasi kelompok perempuan di segala tingkat mulai dari kampung


hingga nasional. Seperti misalnya PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga),
perkumpulan koperasi maupun yayasan sosial. Penguatan kelembagaan ditujukan
untuk meningkatkan kemampuan lembaga agar dapat berperan aktif sebagai
perencana, pelaksana, maupun pengontrol. 
2. Peningkatan fungsi dan peran organisasi perempuan dalam pemasaran sosial program-
program pemberdayaan. Hal ini penting mengingat selama ini program pemberdayaan
yang ada, kurang disosialisasikan dan kurang melibatkan peran masyarakat. 
3. Pelibatan kelompok perempuan dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring
semua program pembangunan yang ada. Keterlibatan perempuan meliputi program
pembangunan fisik, penguatan ekonomi, dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia. 
4. Peningkatan kemampuan kepemimpinan perempuan, agar mempunyai posisi tawar
yang setara serta memiliki akses dan peluang untuk terlibat dalam pembangunan.
5. Peningkatan kemampuan anggota kelompok perempuan dalam bidang usaha (skala
industri kecil/rumah tangga hingga skala industri besar) dengan berbagai keterampilan
yang menunjang seperti kemampuan produksi, kemampuan manajemen usaha serta
kemampuan untuk mengakses kredit dan pemasaran yang lebih luas.

Indikator Pemberdayaan Perempuan 

Pemberdayaan perempuan dilakukan untuk menunjang dan mempercepat tercapainya kualitas


hidup dan mitra ke-sejajaran antara laki-laki dan perempuan yang bergerak dalam seluruh
bidang atau sektor. Keberhasilan pemberdayaan perempuan dapat dilihat adanya indikator-
indikator sebagai berikut (Suharto, 2003):

1. Adanya sarana yang memadai guna mendukung perempuan untuk menempuh


pendidikan semaksimal mungkin. 
2. Adanya peningkatan partisipasi dan semangat kaum perempuan untuk berusaha
memperoleh dan mendapatkan pendidikan dan pengajaran bagi diri mereka. 
3. Meningkatnya jumlah perempuan mencapai jenjang pendidikan tinggi, sehingga
dengan demikian, perempuan mempunyai peluang semakin besar dalam
mengembangkan karier sebagaimana halnya laki-laki.
4. Adanya peningkatan jumlah perempuan dalam lembaga legislatif, eksekutif dan
pemerintahan.
5. Peningkatan keterlibatan aktivis perempuan dalam kampanye pemberdayaan
pendidikan terhadap perempuan.14

2.4 Partisipasi Wanita

Dari berbagai uraian tentang pembangunan partisipatif melalui pemberdayaan


masyarakat yang telah dijelaskan sebelumnya, maka seluruh elemen masyarakat, termasuk di
dalamnya wanita, akan dituntut peran sertanya. Memang, pengakuan terhadap pentingnya
peranan wanita dalam pembangunan semakin meningkat, karena wanita merupakan
kelompok yang mewakili separuh dari penduduk dunia. Dari segi pembangunan, hal ini
berarti bahwa mereka merupakan lebih separuh dari pelaku pembangunan dan lebih separuh
dari pemanfaat hasil pembangunan. Terdapat 5 (lima) kriteria pembangunan wanita, yaitu :
a. Penguasaan/kontrol
b. Partisipasi aktif
c. Penyadaran
d. Akses
e. Kesejahteraan (Suprapto,1993;6).

Dari kelima kriteria tersebut yang relevan dengan penulisan ini adalah adanya kesamaan
partisipasi aktif dalam pembangunan. Partisipasi mengandung pengertian turut berperan serta
dalam suatu kegiatan, atau juga diartikan sebagai keikutsertaan atau peran serta dalam
kegiatan. Dalam perkembangannya lahirlah konsep ”Wanita dalam Pembangunan” yang
sering disebut sebagai “Women in Development” (WID), dengan agenda utamanya, yaitu
bagaimana melibatkan kaum perempuan dalam kegiatan pembangunan.

14
https://www.kajianpustaka.com
Asumsinya, penyebab keterbelakangan perempuan adalah karena mereka tidak
berpartisipasi dalam pembangunan. Berkenaan dengan peran wanita dalam pembangunan
dapat dilihat pada berbagai teori tentang wanita dalam kaitannya dengan pembangunan yang
dijelaskan oleh Suprapto (1993; 17-26), di antaranya sebagai berikut :

1) Teori Alamiyah.
Dasar dari teori ini adalah pengetahuan biologis yang digunakan untuk menerangkan
perbedaan sosiopolitis antara wanita dan pria. Atas dasar perbedaan biologis tersebut,
maka kondisi sosial wanita pun berbeda dari pria. Menurut teori ini, wanita terutama
berkenaan dengan struktur biologisnya dianggap membutuhkan perlindungan dari pria,
sehingga pada gilirannya wanita berada pada posisi di bawah pria. Teori ini bersifat statis,
karena secara kategoris tidak memberikan perubahan pandangan mengenai struktur
hubungan antara wanita dan pria, yang ditunjukkan dengan tidak memberikan peluang
bagi kesejajaran
(equality) antara wanita dan pria.

2) Teori Evolusi Fungsional


Teori yang didasari pemikiarn Spencer (1820-1903) melihat bahwa masyarakat berubah
melalui proses adaptasi fisik terhadap lingkungannya atas dasar “yang kuat bertahan”
(survival of the fittest). Menurut Spencer, perkembangan manusia yang makin mampu
memenuhi kebutuhan dasar hidup berakar pada makin efisiensinya pembagian kerja yang
dilakukan, termasuk pembagian kerja menurut gender. Dianggap, makin tinggi peradaban,
makin terjadi differensiasi kerja wanita dan pria. Spencer berpendapat bahwa kedua jenis
kelamin bukan saja berbeda tetapi juga harus “tidak setara”. Wanita dianggap makin
cocok bagi kerja domestik dan makin tidak cocok untuk kerja lainnya. Karena hanya pria
yang terus berkembang dan memiliki ciri-ciri untuk kehidupan di luar rumah.

3) Teori Ekonomi
Menurut teori ini, siapa yang memiliki kontrol terhadap sarana produksi, maka miliki
kuasa dan melakukan pembenaran terhadap rancangan ekonomi, sosial, dan politik, yang
dapat mempertahankan kekuasaan.

Adapun pokok-pokok pikiran teori ini mengenai wanita dan perannya dalam
pembangunan adalah :
a.Perkembangan industrialisasi dan pergeseran ke arah ekonomi kapitalis menunjukkan
makin lebarnya jurang kekuasaan dan nilai wanita dan pria. Pekerjaan rumah tangga
dianggap tidak sentral dan tidak memiliki nilai ekonomi.

b. Asumsi masyarakat: bahwa kerja yang pantas bagi wanita adalah jenis kerja yang
mirip dengan tugas-tugas wanita dalam keluarga. Bahkan, ada anggapan bahwa
kesetaraan bagi wanita di pasaran tenaga kerja atau wanita dapat mencari kerja hanya
setelah urusan pemeliharaan atas di atasi.

c.Adanya pembagian atau differensiasi kerja, kekuasaan, dan kontrol.

d. Definisi ideologis mengenai peranan wanita sering kali justru timbul dari ketentuan
pelembagaan pembagian kekuasaan, sehingga makin terpisahnya kegiatan produktif
dari kegiatan domestik. Berkembang kerangka ideologis mengenai wanita yang
digambarkan sebagai “lemah gemulai”.

4) Teori “Enlightment”
Teori yang berkembang atas dasar argumen dari John Locke (1672-1704) ini menganggap
bahwa manusia diciptakan Tuhan sejajar, serta memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Tiap individu secara hakiki memiliki kemerdekaan dan kebebasan dan setara, mereka
tidak boleh dibatasi oleh kondisi kelahiran (biologis) dan memiliki potensi yang tidak
terbatas untuk berkembang. Teori ini tulang punggung dan dasar utama bagi gerakan
feminisme liberal di Barat dan di dunia internasional.

Dari perspektif teori ini, kunci utama yang dapat mengubah keadaan ketidakadilan gender
adalah pendidikan dan perkembangan kemampuan nalar secara rasional. Pandangan utama
teori ini adalah menciptakan kondisi kesetaraan hak (equal rights) wanita dan pria dalam
kerangka sosial yang ada melalui proses sosialisasi.
Walaupun teori ini telah meletakkan dasar pergerakan feminisme, namun terdapat
beberapa kelemahan, yaitu :

a.Tidak memberikan gambaran mengenai perubahan historis, terutama karena sifatnya


yang linier.

b. Tidak memberikan gambaran faktor-faktor penyebab perubahan peranan dan status


wanita.

c.Tidak menunjukkan apa yang mendorong ataupun menarik timbulnya gerakan


perubahan.
d. Pertimbangan perbedaan budaya tidak dilakukan.

5) Teori Pertentangan Kelamin


Asumsi dasar teori ini menyatakan bahwa hubungan kekuasaan antar jenis kelamin/gender
merupakan hasil dari pertentangan antar jenis kelamin, di mana wanita saat ini berada di
bawah pria. Pemuka teori ini salah satunya adalah Freud dengan pemikiran “penis-envy”-
nya. Para ahli dalam pemikiran teori ini menganggap bahwa kekuasaan tidak dapat
dipertahankan tanpa perjuangan. Oleh karena itu, teori ini meletakkan dasar bagi
pergerakan dalam rangka usaha yang dilakukan untuk memperoleh hak dan perluasan
kekuasaan untuk wanita dalam kegiatan pemerintahan dan sektor lainnya yang didominasi
pria. Argumen yang sering dipakai adalah bila pria memaksa wanita hanya untuk jadi
objek seks, maka wanita akan menggunakan kondisi seksualnya dan kecantikannya untuk
melawan pria. Jalan keluarnya adalah pemberian harkat manusia pada wanita dan pria
secara bersama-sama untuk merdeka dan setara.

Kelima teori yang telah dijelaskan di atas menerangkan bagaimana masyarakat


mengembangkan berbagai struktur kekuasaan dan struktur hubungan antara pria dan wanita
dalam kaitannya dengan pembangunan. Dalam perkembangan saat ini, khususnya di
Indonesia, dengan adanya paradigma pembangunan yang lebih menitikberatkan pada proses
“bottom up” atau pembangunan partisipatif, maka diharapkan hubungan antara wanita dan
pria dalam pembangunan menjadi setara, karena mereka memiliki hak dan kewajiban yang
sama. Hal ini dijelaskan dalam GBHN, yang mengisyaratkan bahwa :

- Wanita, baik sebagai warga negara maupun sebagai sumber insani bagi pembangunan
mempunyai hak, kewajiban, dan kesempatan yang sama dengan pria di segala bidang
kehidupan bangsa dan dalam segenap kegiatan pembangunan. Sehubungan dengan itu,
kedudukannya dalam masyarakat dan peranannya dalam pembangunan perlu terus
ditingkatkan serta diarahkan sehingga dapat meningkatkan pertisipasinya dan
memberikan sumbangan yang sebesar-besarnya bagi pembangunan bangsa sesuai dengan
kodrat, harkat, dan martabatnya
DAFTAR PUSTAKA

Adriana, Iswah. 2009. “KURIKULUM BERBASIS GENDER (Membangun Pendidikan


Yang Berkesetaraan)”. TADRIS: Jurnal Pendidikan Islam, (Online), 4 (1): 138-140,
(https://core.ac.uk/download/pdf/229880799.pdf), diakses 19 Juni 2021.
Narwoko, Dwi dan Bagong Yuryanto. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Umar, Nasruddin. 2010. Argumen Kesetaraan Gender. Jakarta: Dian Rakyat.
Zakiyah, Pemberdayaan Perempuan oleh Lajnah Wanita, (Jurnal Pengkajian Masalah Sosial
Keagamaan, Vol 18, No 01).
https://www.kajianpustaka.com
Siti Mika Nur Aini, “Kebudayaan Jahiliyah dan Perkembangan Islam”. Dalam
www.kompasiana.com/2015/06/2.

Anda mungkin juga menyukai