Disusun Oleh:
1. Annisa Mariyam
2. Demitria Sumardana
3. Arief Fahmi
4. Cut Alicya Aiza Shafira
5. Syarafi Alfiansyah
6. Ahmad Fadli Izzudin
Syukur Alhamdulillah dan segala puji bagi allah penulis panjatkan kesehatan,
kemudahan, kesabaran dan taufik hidayah-Nya kepada kami sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik. Shakawat dan salam kami sanjung sajikan kepada junjungan Nabi
besar Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia kezaman yang penuh ilmu
pengetahuan.
Dengan ini makalah kami susun sebagai bukti bahwa kami telah selesai dalam
mengerjakan tugas, dan untuk memenuhi mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya di Fakultas
Pertanian prodi Agribisnis.
1. Yth, Bapak Dr. Muhammad Yunus, S.Pd., M.Pd selaku Dosen pengajar Ilmu Sosial dan
Budaya yang telah memberikan tugas makalah ini kepada kami.
2. Sahabat dan kawan seperjuangan yang telah memberikan motivasi tersendiri bagi kami.
3. Semua pihak yang telah terlibat dalam pembuatan makalah ini yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh
karena itu kami dengan senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca
dan juga kami tersendiri.
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Gender Dan Stratifikasi Sosial ................................................................ 3
B. Kesetaraan Gender Di Indonesia Dalam Bermasyarakat Dan Di Dunia
Pendidikan ................................................................................................................. 5
C. Pandangan Agama Terhadap Kesetaraan Gender ..................................................... 9
D. Bentuk Ketidak Adilan Akibat Diskriminasi Gender................................................ 10
E. Bentuk-Bentuk Stratifikasi Sosial Dan Unsur-Unsur Adanya Stratifikasi Sosial ..... 12
F. Fungsi Dari Stratifikasi Sosial ................................................................................... 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gender merupakan suatu konsepsi yang selama ini disebut sebagai penyebab
ketimpangan hubungan antara laki-laki dan perempuan, dimana pihak perempuan berada pada
status sosial yang lebih rendah daripada pihak laki-laki. Di Indonesia sendiri, kasus keadilan
di seputar kesetaraan gender masih menjadi isu yang hangat bahkan tidak jarang menjadi
polemik di masyarakat. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan oleh beberapa hal, contohnya,
pada saat Indonesia menanggapi isu-isu bias gender secara tidak tuntas.
Di Indonesia, pendekatan gender telah dilakukan dalam rangka peningkatan status sosial
perempuan melalui peningkatan peran perempuan dalam pembangunan. Pergerakan feminis
diakhir 60-an dan sepanjang tahun 1970-an ini mendapatkan perhatian masyarakat yang luar
biasa. Pergerakan ini berhasil menekan pemerintah untuk membuat undang-undang yang
memihak kaum perempuan dan untuk menyadarkan masyarakat bahwa ketidakadilan terhadap
perempuan muncul dari struktur sosial masyarakat terkonstruksi menjadi bias gender. Hal itu
mendorong Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia untuk lebih gigih
dalam upaya mendorong kesetaraan gender serta memberdayakan perempuan.
Salah satu sendi utama dalam demokrasi yaitu Kesetaraan Gender karena menjamin
bebasnya untuk berpeluang dan mengakses bagi seluruh elemen masyarakat. Ketidaksetaraan
ini dapat berupa diskriminatif yang dilakukan oleh mereka yang dominan baik secara
struktural maupun cultural. Perlakuan diskriminatif dan ketidaksetaraan dapat menimbulkan
kerugian dan menurunkan kesejahteraan hidup bagi pihak-pihak yang termarginilisasi dan
tersubordinasi.
Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu
dalam masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan terhadap hal-hal tertentu, akan
menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hal lainnya. Kalau suatu
masyarakat lebih menghargai kekayaan material daripada kehormatan, maka mereka yang
lebih banyak mempunyai kekayaan material akan menempati kedudukan yang lebih tinggi
apabila dibandingkan dengan pihak-pihak lain.
1
Bentuk-bentuk Stratifikasi Sosial berbeda-beda dan banyak sekali. Stratifikasi tersebut
tetap ada, sekalipun dalam masyarakat kapitalistis, demokratis, komunistis dan lain
sebagainya. Stratifikasi Sosial mulai ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama
di dalam suatu organisasi sosial, misalnya pada masyarakat-masyarakat yang bertaraf
kebudayaan masih bersahaja. Terkadang dalam pengalaman sehari-hari kita melihat fenomena
sosial seperti seseorang yang tadinya mempunyai sistem tertentu di kemudian hari
memperoleh status yang lebih tinggi. Sistem statifiksi menurut sifatanya dapat digolongkan
menjadi stratifikasi terbuka dan stratifikasi tertutup.
Suatu sistem stratifikasi dinamakan tertutup manakala setiap anggota masyarakat tetap
pada status yang sama dengan orang tuanya, sedangkan dinamakan terbuka karena setiap
anggota masyarakat menduduki status berbeda dengan orang tuanya, bisa lebih tinggi atau
lebih rendah. Mobilitas Sosial yang disebut berarti perpindahan status dalam stratifikasi sosial.
Banyak sebab yang dapat memungkinkan individu atau kelompok berpindah status,
pendidikan dan pekerjaan misalnya adalah salah satu faktor yang mungkin dapat
menyebabkan perpindahan status ini.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
A. Apa pengertian Gender dan Stratifikasi Sosial?
B. Bagaimana wujud kesetaraan gender di Indonesia maupun di dunia pendidikan?
C. Apa pandangan agama terhadap kesetaraan gender?
D. Apa saja bentuk-bentuk ketidakadilan akibat diskriminasi gender?
E. Apa saja bentuk-bentuk stratifikasi soial dan unsur-unsur yang menentukan adanya
stratifikasi sosial?
F. Apa saja fungsi dalam stratifikasi sosial?
Adapun maksud dan tujuan penyusunan makah ini tiada lain adalah sebagai tugas mata
kliah Ilmu Sosial dan Budaya yang diberikan oleh Dosen pengajar sebagai tugas perkuliahan.
Selain itu untuk lebih menambah wawasan tentang Gender atau Kesetaraaan Gender dan
Stratifikasi Sosial.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Gender
Pengertian gender mnurut Jary dan Jaru, misalnya dalam Dictionary of Sociology
(1991: 254) ada dua pengertian. Pertama, kata gender biasa digunakan untuk membedakan
antara laki-laki dan perempuan berdasarkan anatomi jenis kelamin. Pada pengertian kedua,
terutama pengertian yang digagas para sosiologi dan psykolog bahwa gender lebih diartikan
kedalam pembagian ‘masculine’ dan ‘feminine’ melalui atribut-atribut yang melekat secara
sosial dan psikologi sosial, banyak sosialogi yang menekankan bahwa dikursus tentang
gender digunakan ketika diciptakan pembagian secara sosial dalam masyarakat ke dalam
kategori siapa yang ‘masculine’ dan siapa yang ‘feminine’.
Jadi, Gender adalah istilah untuk mmenentukan perbedaan antara laki-laki dan
perempuan dalam aspek sosial dan budaya. Dalam agama islam telah memberi kualitatif
mengenai kemanusiaan perempuan dan laki-laki itu sama. Secara kodrat sunnatullah terdapat
perbedaan mengenai dimensi hukum, waris, status hakim, dan serta hukum keluarga namun
itu tidak berarti derajat laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan. Perbedaan tersebut
merupakan pembagian secara fungsional sesuai fitrah kemanusiaaan laki-laki dan
perempuan dalam sunnatullah. Dalam sistem sosial masyarakat telah menetapkan perbedaan
laki-laki dan perempuan. Kedudukan perempuan dalam aspek sosial ditentukan oleh tradisi
yang berlaku pada masyarakat. Dalam sistem kehidupan patrilineal lebih mengutamakan
laki-laki dalam berbagai aktivitas kehidpan.
Penilsisn terhadap kaum perempuan pada dasarnya berawal dari tiga dasar seperti:
Asumsi dogmitis secara eksplisit, menempatkan perempuan sebagai pelengkap
Pandangan dogma bahwa bakat moral etika perempuan lebih rendah
Pandangan materialistik, udeologi masyarakat Mekkah pra islam memandang rendah
peran perempuan dalam proses produksi
3
Selain pengaruh gender dalam struktur sosial, pengaruh gender dapat dilihat dari
struktur budaya. Kondisi yang diciptakan atau direkayasa oleh norma adat-istiadat yang
membedakan peran dan fungsi laki-laki dan perempuan yang berkaitan dengan kemampuan.
Adapun beberapa contoh budaya yang berpengaruh terhadap gender contohnya masyarakat
di Indonesia khususnya di Jawa menganut budaya patriaki, dimana seorang kepala keluarga
laki-laki sehingga budaya laki-laki dicap sebagai orang yang berkuasa dikeluarga. Namun
relasi kekuasaan gender yang berlangsung di kehidupan masyarakat pada umumnya
kebanyakan dirasakan oleh perempuan namun sayangnya ketidakadilan ini belum mendapat
perhatian lebih dari semua pihak. Menurut Mansour fakih, hal ini disebabkan karena belum
ada kesadaran dan sensivitas gender.
Dengan kata lain, dalam konsep gender ini melekat sifat-sifat yang dikonstruksikan
secara sosial, misalnya apabila laki-laki dianggap lebih kuat, perkasa, jantan, agresif, dan
rasional sedangkan perempuan dianggap lemah lembut, cantik, keibuan, pasif, dan
emosional. Namun, lepas dari itu semua konstruksi sosiallah yang membedakan sifat-sifat
yang melekat pada kedau gender tersebut. Gender dalam arti feminim dan maskulin dalam
bidang sosial politik, ekonomi, dan budaya tidak dibedakan dalam hal penelitian, keutamaan
maupun penghargaan. Bahkan dalam bidang agama (Islam)pun genderdalam arti yang
dimaksud tidak dibedakan, yang membedakan seseorang hanyalah tingkat ketakwaan
kepada Allah. Jadi gender yang dimaksud di sini adalah pembedaan jenis kelamin secara
sosial, bukan ditinjau dari persoalan seks.
2. Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial adalah pandangan terkait perbedaan dalam kehidupan masyarakat
yang memiliki susunan hirarki atau bertingkat secara vertikal dari atas kebawah. Setiap
tingkatan dalam stratifikasi sosial dilandasi pada perbedaan status sosial, peran sosial, dan
linnya. Stratifikasi dapat digolongkan berdasarkan keturunan, ras, suku dan tingkat sosial.
Strtifikasi berasal dari kata stratum yang artinya adalah lapisan sedangkan sosial
artinya masyarakat. Jadi menurut asal katanya stratifikasi sosial adalah lapisan masyarakat.
Secara umum stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai penggolongan masyarakat ke dalam
kelas-kelas yang disusun secara bertingkat. Gejala penggolongan masyarakat bersifat
hierarki timbulnya kelas-kelas sosial sehingga muncullah istilah kelas sosial atas (upper
class), kelas sosial menengah (middel class), dan kelas bawah (lower class). Stratifikasi
4
sosial terjadi karena ada sesuatu yang dihargai dalam masyarakat. Setiap masyarakat akan
selalu mempunyai penghargaan tertentu. Apabila suatu masyarakat lebih menghargai
kekayaan maka mereka yang lebih banyak memiliki kekayaan material akan menempati
kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pihak-pihak lain. Oleh karena itu gejala
tersebutlah yang menimbulkan adanya lapisan sosial dalam masyarakat, yang merupakan
pembedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda.
Karakteristik stratifikasi sosial terdiri dari tiga aspek yaitu adanya perbedaan dalam
kemampuan, perbedaan gaya hidup dan perbedaan hak dan akses dalam memanfaatkan
sumberdaya. Dalam stratifikasi sosial kriteria yang dipakai untuk menempatkan seseorang
dalam sebuah lapisan di dasarkan pada banyak atau sedikitnya harta kekayaan seseorang,
tinggi atau rendahnya kekuasaan seseorang, kehormatan karena usia atau jasa, gelar atau
tittle yang dimiliki seseorang dari pendidikannya, serta keturunan yang diperoleh melalui
kelahiran.
5
masyarakat menerima dan menilai dua jenis kelamin yang berbeda kedalam kedudukan dan
posisi setara dalam berbagai aspek kehidupan.
Perbedaan gender terkadang dapat menimbulkan suatu ketidakadilan terhadap kaum
laki-laki dan terutama kaum perempuan. Ada ketidakadilan dalam kesetaraan gender ini
dapat termenifestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni:
a. Margnalisasi Perempuan
Salah satu bentuk ketidakadilan terhadap gender yaitu marginalisasi perempuan.
Menginalisasi perempuan (penyingkiran/ pemiskinan) kerap terjadi di lingkungan sekitar.
Nampak contohnya yaitu banyak pekerja perempuan yang tersingkir dan menjadi miskin
akibat dari program pembangunan seperti intensifikasi pertanian yang hanya memfokuskan
petani laki-laki. Perempuan disingkirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri
yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki, dan
perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manula oleh
perempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki. Dengan
hal ini banyak sekali kaum pria yang beranggapan bahwa perempuan hanya mempunyai
tugas disekitar rumah.
b. Subordinasi
Selain Marginalisasi, terdapat juga bentuk ketidakadilan yang berupa subordinasi.
Subordinasi memiliki pengertian yaitu keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap
lebih penting atau lebih utama dibandingkan jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu
terdapat pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan yang lebih rendah
dari lai-laki. Kadang kala kaum pria beranggapan bahwa ruang lingkup pekrjaan kaum
wanita hanyalah disektar rumah. Dengan pandangan seperti itu, maka sama halnya dengan
tidak memberikan kaum perempuan untuk mengapresiasikan pikirannya di luar rumah.
c. Pandangan stereotype
Stereotype yang dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak
sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan
ketidakadilan. Salah satu stereotype yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni
terjadi terhadap salah satu jenis kelamin. Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan
berbagai ketidak adilan yang merugikan kaum perempuan.
6
Kesetaraan gender di Indonesia masih dalam konteks perlindungan hak ketenagakerjaan
serta upah yang sepadan, tampaknya kita perlu memiliki kembali peran pemerintah terhadap
para pahlawan devisa, khususnya para kaum perempuan.
2. Kesetaraan Gender Di Dunia Pendidikan
Perempuan sesungguhnya membutuhkan pendidikan seperti halnya dengan laki-laki.
Akan terlihat jelas apabila dilihat dari sejarah masalalu saat Indonesia di jajah. Mereka
berlaku sewenang-wenang sesuka hati terhadap kaum perempuan di Indonesia. Peristiwa ini
menggambarkan bahwa kesetaraan gender sama sekali belum ditegakkan. Dampak dari
peristiwa tersebut, pandangan-pandangan masyarakat sepeninggalnya yaitu terdapat
masyarakat yang beranggapan bahwa perempuan belum memiliki kesempatan untuk
berperan sentral diberbagai bidang seperti sekarang ini.
Salah satu peristiwa faktor tersebut yaitu orangtua hanya beranggapan bahwa peran
perempuan dalam kehidupan tidak lain adalah sebagai ibu rumah tangga yang tak perlu
sekolah tinggi-tinggi. Terlepas dari permasalahan pendidikan ynag ada, namun dapat diakui
bahwa pandangan orangtua kolot masa lalu yang tidak menyekolahkan anak perempuannya
kini telah berubah. Terlihat bahwa sekarang kaum perempuan pun banyak yang bersekolah
hingga jenjang yang tinggi. Selain hak untuk mendapatkan pendidikan, di Negara Indonesia
sebenarnya telah menerapkan kesetaraan gender dalam tatanan organisasi dari mulai
organisasi yang kecil hingga pemerintahan. Buktinya ialah perempuan pun memiliki peranan
yang sama dalam hal menduduki jabatan tertentu dalam suatu intitusi.
7
2. Manfaat dan Penguasaan
Kenyataan banyaknya angka buta huruf di Indonesia didominasi oleh kaum
perempuan. Pendidikan bukan sekedar proses pembelajaran. Tetapi merupakan salah satu
“narasumber” bagi segala pengetahuan karenanya ia instrumen efektif transfer nilai yang
berkaitan dengan isu gender dengan demikian pendidikan juga sarana sosialisasi
kebudayaan yang berlangsung secara formal termasuk di sekolah. Perilaku yang tampak
dalam kehidupan dalam sekolah interaksi guru-guru, murid-murid, baik di dalam maupun
di luar kelas pada saat berlangsung maupun saat istirahat akan menampakkan konstruksi
gender yang dibangun selama ni.
8
C. Pandangan Agama Terhadap Kesetaraan Gender
Ada beberapa agama dalam pandangannya terhadap kesetaraan gender ini, yakni:
9
Namun dalam perkembangan selanjutnya, seiring dengan perkembangan zaman, Gereja
menolak ketidakadilan gender, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.
10
perempuan/laki-laki lemah dan ditundukkan. Terus kekerasan seksual terjadi karena
adanya narasi tubuh perempuan sebagai objek seksual dipegang bagian tubuh tanpa
persetujuan dari korban, kekerasan psikologis ucapan menyakitkan, kata-kata kotor,
bentakan, hinaan dan ancaman.
Pelaku kekerasan bermacam-macam, ada yang bersifat individu, baik di dalam rumah
tangga sendiri maupun di tempat umum ada juga di dalam masyarakat itu sendiri. Pelaku
bisa saja suami/ayah, keponakan, sepupu, paman, mertua, anak laki-laki, tetangga dan
majikan.
2. Beban Ganda
Bentuk lain dari diskriminasi dan tidak keadilan gender adalah beban yang harus
dilakukan oleh salah satu jenis kelamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah
tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa
dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan
hampir 90% dari pekerjaan rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain
bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dalam
proses pembangunan kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani mash
mendapat pembedaan perlakuan terutama bergerak dalam bidang publik. Dirasakan
banyak ketimpangan meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu
sisi.
3. Marjinalisasi
Marjinalisasi artinya suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin
yang mengakibatkan kemiskina. Banyak cara yang digunakan untuk memarjinalkan
seseorang atau kelompok. Salah satunya adalah dengan menggunakan asumsi gender.
Misalnya dengan anggapan bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah
tambahan, maka ketika mereka bekerja di luar rumah seringkali dinilai dengan anggapan
tersebut. Jika hal tersebut terjadi maka sebenarnya telah berlangsung proses pemiskinan
dengan alasan gender. Contoh: masih banyaknya perkerja perempuan di pabrik yang
rentan terhadap PHK dikarenakan tidak mempunayi ikatan formal dari perusahaan tempat
bekerja karena alasan-alasan gender seperti sebagai pencari nafkah tambahan, pekerja
sambilan dan juga alasan faktor reproduksinya seperti menstruasi, hamil, melahirkan, dan
menyusui.
11
E. Bentuk-bentuk Stratifikasi Sosial dan Unsur-unsur Adanya Stratifikasi Sosial
12
berkedudukan tinggi dan ada yang berada di lapisan paling bawah. Tapi hal ini bisa
berubah ketika orang tersebut berpindah kelain daerah, sebuah lapisan sosial masyarakat
ditentukan oleh usaha dan kemampuan setiap anggotanya masing-masing, hal ini bisa
terjadi si beberapa kota besar seperti Jakarta. Contoh dari stratifikasi campuran adalah
ketika seseorang yang berstatus Raden yang mempunyai kedudukan yang terhormat di
tanah Jawa, namun karena sesuatu hal ia berpindah tempat tinggal di kota besar seperti
Jakarta dan bekerja sebagai buruh. Kondisi ini menjadikan orang tersebut memiliki
kedudukan strata sosial yang lebih rendah di lokasi tersebut, maka dari itu perlu
penyesuaian diri dengan kelompok sosial dimana ia tinggal sekarang.
13
b. Unsur Peran
Unsur pembentuk sebuah stratifikasi sosial yang kedua adalah unsur peran.
Peran sendiri memiliki arti sebagai suatu tindakan atau perilaku sesungguhnya dari
seorang imdividu yang memiliki tanggung jawab. Peran merupakan aspek yang dinamis
dari status artinya seseorang telah menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya
sesuai dengan statusnya, maka orang tersebut telah melaksanakan suatu peran.
Sebagaimana status, maka setiap orangpun dapat mempunyai peran yang berasal dari pola
pergaulan hidupnya. Hal tersebut berarti pula bahwa peran tersebut menentukan apa yang
diperbuatnya bagi masyarakat kepadanya.
Peran sangat penting karena dapat mengukur perilaku seesorang, disamping itu
peran menyebabkan seseorang dapat meramalkan perbuatan orang lain pada batasan-
batasan tertentu, sehingga seesorang dapat menyelesaikan perilakunya sendiri dengan
perilaku orang-orang kelompoknya. Menurut Soejorno Soekanto, peran memiliki tiga hal
sebagai berikut:
1). Norma di dalam masyarakat
2). Konsep terhadap tindakan yang dilakukan
3). Perilaku masing-masing individu
Stratifikasi sosial yang ada dalam maysarakat berfungsi dalam mendistribusian hak-
hak istimewa yang objektif, dapat menentukan lambang-lambang (simbol) yang digunakan
oleh masyarakat yang berasal dari lapisan atas maupun lapisan bawah, dapat memeberikan
gambaran bagi individu dalam melihat kondisi masyarakat yang memberikan kemungkinan
baginya untuk dapat berpindah lapisan atau membatasi masyarakat dalam berpindah lapisan
serta dapat dijadikan sebagai alat penguat solidaritas sosial diantara kelompok masyarakat
yang merasa senasib.
14
1. Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, seperti menentukan penghasilan, tingkat
kekayaan, dan wewenang. Adanya pelapisan sosial memudahkan untuk mendistribusikan
hak istimewa. Individu yang berada di lapisan atas pastinya berhak atas lebih banyak hak
istimewa dibanding individu di lapisan bawah.
2. Menentukan lambang-lambang (simbol) status atau kedudukan. Ada lambang-lambang
tertentu yang sengaja digunakan sebagai petunjuk suatu kedudukan. Benda-benda seperti
mobil mewah, jam tangan berlapis emas, kemeja sutera ataupun hobi tertentu seperti
menyelam jelas diperuntukkan sebagai lambang dari kelas atas.
3. Menggambarkan tingkat mudah sukarnya bertukar kedudukan. Dengan melihat bentuk
stratifikasi yang berlaku (tertutup, terbuka, campuran), individu dapat memperoleh
gambaran tentang kemungkinan untuk pindah lapisan atau hal-hal yang harus
dilakukannya untuk meningkatkan kedudukan.
4. Sebagai alat penguat solidaritas sosial diantara individu-individu atau kelompok yang
menduduki lapisan sosial yang sama dalam masyarakat. Ini bisa terbentuk karena danya
perasaan senasib sepenanggungan atau tujuan bersama.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Budaya bias laki-laki membentuk perempuan cenderung nrimo, karenanya
upaya sistematis dan berkelanjutan tentang kesetaraan gender dalam pendidikan
menjadi semakin mendesak, akses pendidikan perempuan dan laki-laki harus
mendapatkan kesempatan yang sama. Pendiria gender perlu diterjemahkan dalam aksi
nyata berupa gerakan pembebasan yang bertanggung jawab, mendorong laki-laki dan
perempuan untuk merubah tradisi pencerahan yaitu sikap yang didasarkan pada ajal,
alam, manusia, agar diperoleh persamaan kebebasan dan kemajuan bersama tanpa
membedakan jenis kelamin.
Selama dalam satu masyarakat ada sesuatu ynag dihargai dan setiap masyarakat pasti
mempunyai sesuatu itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya lapisan
masyarakat. Sifat sistem laisan masyarakat dapat tertutup dan dapat pula terbuka.
B. Saran
Manusia ada untukberpeluang bukan hanya untuk ditindas. Jadi dengan adanya
makalah ini penulis mempunyai saran yaitu sebaiknya sesama manusia saling
menegakkan kesetaraan gender. Agar tidak ada sesuatu yang menjadi permasalahan
dalam kehidupan bersosial.
Masyarakat diharapkan tidak bersifat tertutup, namun lebih bersifat terbuka dalam
melakukan gerak sosial agar tercipta kehidupan sosial yang selaras tanpa adanya
diskriminasi.
16
DAFTAR PUSTAKA
Dammanika, Fritz H. S. 2018. Sosiologi SMA/MA Kelas XI. Jakarta: PT. Bumi
Aksara
Maryati Kun dan Juju Suryati. 2014. Sosiologi Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu
Sosial Kelas XI SMA/MA. Jakarta: Erlangga
Setiadi, Elly M. 2011. Pengantar Sosiolgi. Jakarta: Kencana
https://e-journal.iyb.ac.id/index.php/copisusu/article/view/187/155
https://id.wikipedia.org/wiki/Stratifikasi_sosial
Jary, David dan Julia Jary. (1991). Dictonary of Sociology. Illionis: Dos Jones Irwin
Al-Asqalani, Ahmad Ibn ‘Ali Ibn Hajar, Fath al Bari, Jil. XII, (Beirut: Darul al Fikr,
1996)
http://filsafat.kompasiana.com/2013/05/04/kedudukan-perempan-dan-kesetraan-
gender-dalam-pandangan-islam--557073.html
://ejournal.uin-suka.ac.id/pusat/MUSAWA/article/view/830/770
17