Oleh:
Jesika Br Ginting
Greski Indola
Riska Wahyuni
Restu Ziliu
Kelas : XI IIS 3
Kelompok : 5
Puji syukur saya ucapkan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat yang tak
terhingga kepada saya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. makalah ini berjudul
“MAKALAH TENTANG KESETARAAN GENDER”. makalah ini dibuat dalam memenuhi
salah satu tugas sosiologi di SMA NEGERI 1 DELITUA.
Akhirnya dengan penuh kesadaran bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih terdapat kekurangan-kekurangan dari penyusunan jurnal ini. Namun
harapan saya hendaknya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Oleh karena itu saya
mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................................................4
C. Rumusan Masalah...............................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................................5
A. Kesimpulan....................................................................................................................................14
B. Saran.................................................................................................................................................15
3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu sendi utama dalam demokrasi yaitu Kesetaraan Gender karena menjamin
bebasnya untuk berpeluang dan mengakses bagi seluruh elemen masyarakat. Gagalnya dalam
mencapai cita-cita demokrasi, seringkali dipicu oleh ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender.
Ketidaksetaraan ini dapat berupa diskriminatif yang dilakukan oleh merekayang dominan baik
secara structural maupun cultural. Perlakuan diskriminatif dan ketidaksetaraan dapat
menimbulkan kerugian dan menurunkan kesejahteraan hidup bagi pihak-pihak yang
termarginalisasi dan tersubordinasi. Sampai saat ini diskriminasi berbasis pada gender masih
terasakan hampir di seluruh dunia, termasuk di negara di mana demokrasi telah dianggap
tercapai. Dalam konteks ini, kaum perempuan yang paling berpotensi mendapatkan perlakuan
yang diskriminatif, meski tidak menutup kemungkinan lakilaki juga dapat mengalaminya.
Pembakuan peran dalam suatu masyarakat merupakan kendala yang paling utama dalam proses
perubahan sosial. Sejauh menyangkut persoalan gender di mana secara global kaum perempuan
yang lebih berpotensi merasakan dampak negatifnya.
C. Rumusan Masalah
1. Apa yang perbedaan antara Gender dan Seks (Jenis Kelamin)?
4
BAB II PEMBAHASAN
Hungu (2007) mengatakan "seks ( jenis kelamin) merupakan perbedaan antara perempuan
dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks (jenis kelamin) berkaitan dengan
tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan
menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui.
Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan
diantara keduanya.
Sedangkan secara etimologis, gender memiliki arti sebagai perbedaan jenis kelamin yang
diciptakan oleh seseorang itu sendiri melalui proses social budaya yang panjang. perbedaan
perilaku antara laki-laki dengan perempuan selain disebabkan oleh factor biologis juga factor
proses social dan cultural, oleh sebab itu gender dapat berubah-ubah dari tempat ke tempat,
waktu ke waktu, bahkan antar kelas social ekonomi masyarakat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan perbedaan antara jenis kelamin dengan gender yaitu,
jenis kelamin lebih condong terhadap fisik seseorang sedangkan gender lebih condong terhadap
tingkah lakunya, selain itu jenis kelamin merupakan status yang melekat / bawaan sedangkan
gender merupakan status yang diperoleh diperoleh. Gender tidak bersifat biologis, melainkan
dikontruksikan secara sosial. Karena gender tidak dibawa sejak lahir,melainkan dipelajari
melalui sosialisasi, oleh sebab itu gender dapat berubah.
Setelah mengetahui perbedaan jenis kelamin dengan gender, maka langkah selanjutnya
yaitu kita dapat memahami pengertian "Kesetaraan Gender". Kesetaraan Gender merupakan
kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-
haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum,
ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta
kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.
a. Marginalisasi Perempuan
terdapat juga bentuk keadilan yang berupa subordinasi. Subordinasi memiliki pengertian
yaitu keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama
dibandingkan jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu terdapat pandanganyang menempatkan
kedudukan dan peran perempuan yang lebih rendah dari laki-laki. Salah satu contohnya yaitu
perempuan di anggap makhluk yang lemah, sehingga sering sekali kaum adam bersikap seolah-
olah berkuasa (wanita tidak mampu mengalahkan kehebatan laki-laki). Kadang kala kaum pria
beranggapan bahwa ruang lingkup pekerjaan kaum wanita hanyalah disekitar rumah. Dengan
pandangan seperti itu. maka sama halnya dengan tidak memberikan kaum perempuan untuk
mengapresiasikan pikirannya di luar rumah.
c. Pandangan stereotype
Setereotype dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai
dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan
6
ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni
terjadi terhadap salah satu jenis kelamin, (perempuan). Hal ini mengakibatkan terjadinya
diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan. Misalnya pandangan
terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan
dengan pekerjaan domistik atau kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup
rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat pemerintah
dan negara.
Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi bila perempuan marah atau
tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat menahan diri. Standar nilai terhadap perilaku
perempuan dan laki-laki berbeda, namun standar nilai tersebut banyak menghakimi dan
merugikan perempuan. Label kaum perempuan sebagai "ibu rumah tangga" merugikan, jika
hendak aktif dalam "kegiatan laki-laki" seperti berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label
laki-laki sebagai pencari nafkah utama, (breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan
oleh perempuan dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan cenderung tidak diperhitungkan.
d. Beban Ganda
Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus
dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga
pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh
perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari
pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat
kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dalam proses pembangunan,
kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani masih mendapat pembedan perlakuan,
terutama bila bergerak dalam bidang publik. Dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada juga
ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu sisi.
7
Ini menyangkut soal hak; yang berarti pula akan menjadi masalah yang memberatkan atau
bahkan menyulitkan Indonesia di kemudia hari jika tak segera diselesaikan dengan aksi nyata.
Apalagi TKW merupakan major labour yang bertugas menopang satu dari beberapa pilar utama
negara, lewat peran pentingnya terhadap pasokan devisa. Sebab mereka kecil, tak berarti mereka
menyumbang peran yang kecil pula untuk negara. Bisa jadi, dengan adanya aksi peningkatan
perlindungan kepada TKW secara nyata dan signifikan dari pemerintah akan memunculkan
stabilitas ekonomi lebih mumpuni, sehingga perannya untuk kesejahteraan negeri secara
langsung juga akan terasa besar. Pertanyaannya, apakah pemerintah bersedia? Sebuah renungan
untuk bangsa ini tentunya.
Sejak 15 abad yang lalu Islam telah menghapuskan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin.
Islam memberikan posisi yang tinggi kepada perempuan. Prinsip kesetaraan dan keadilan gender
8
dalam Islam tertuang dalam Kitab Suci Al-Quran. Dalam ajaran Islam tidak dikenal adanya isu
gender yang berdampak merugikan perempuan. Islam bahkan menetapkan perempuan pada
posisi yang terhormat, mempunyai derajat, harkat, dan martabat yang sama dan setara dengan
laki-laki.
Islam memperkenalkan konsep relasi gender yang mengacu kepada ayat-ayat Al- Qur'an.
Suatu kenyataan, masih banyak masyarakat, tidak terkecuali beberapa guru agama yang belum
memahami makna qodrat, apabila berbicara soal jenis kelamin perempuan, dikaitkan dengan
upaya mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Salah satu akibat dari salah memahami
alasan untuk mempertahankan subordinasi, marginalisasi, dan
diskriminasi terhadap perempuan. Al-Quran sebagai "Hudan linnasi", petunjuk bagi umat
manusia, dan kehadiran Nabi Muhammad Rasulullah SAW dengan sunnahnya, sebagai
"Rahmatan lil alamin", tentu saja menolak anggapan di atas. Islam datang untuk membebaskan
manusia dari berbagai bentuk ketidak-adilan. Sejak awal dipromosikan, Islam adalah agama
pembebasan.\
Islam adalah agama ketuhanan sekaligus agama kemanusiaan dan kemasyarakatan. Dalam
pandangan Islam, manusia mempunyai dua kapasitas, yaitu sebagai hamba dan sebagai
representasi Tuhan (khalifah) tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, dan warna kulit. Islam
mengamanatkan manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan, keserasian, keselarasan,
dan keutuhan, baik sesama manusia maupun manusia dengan lingkungan alamnya.
Permasalahan gender dalam Katolik tidak terlepas dari konteks tradisi dan budaya,
khususnya budaya agama Yahudi. Dalam agama Yahudi, laki-laki mempunyai posisi yang lebih
dominan dibandingkan dengan perempuan. Dominasi ini menciptakan ketidakadilan gender.
Ketika suatu perbuatan itu dilakukan oleh laki-laki, maka dianggap sebagai suatu kebenaran.
Begitu juga di Indonesia, ajaran kristen tidak dapat terlepas dari budaya warga Indonesia. Dalam
Kejadian 2 (Kejadian 2 (disingkat Kej 2) adalah bagian dari Kitab Kejadian dalam Alkitab Ibrani
atau Perjanjian Lama di Alkitab Kristen.) Disebutkan bahwa Allah menciptakan manusia dari
bumi, Manusia yang pertama kali diciptakan adalah Adam. Kemudian dari tulang rusuk Adam
diciptakanlah Hawa. Kemudian disebutkan bahwa Adam jatuh ke dalam dosa karena Hawa. Teks
ini memunculkan pandangan bahwa perempuan adalah manusia kedua. Perempuan juga
dipandang sebagai sumber dosa. Gereja mengambil teks ini sebagai dasar pandangan hubungan
(relasi) antara laki-laki dengan perempuan. Hubungan ini dipandang hanya berdasarkan jenis
kelamin saja. Posisi subordinat (posisi yang rendah) perempuan seperti inilah y g menjadi dasar
pandangan awal gereja mengenai perempuan.
1. Aspek Tradisi
Salah satu sumber ajaran iman dan moral Katolik adalah tradisi. Tradisi gereja masih
dipengaruhi oleh budaya yang bersifat patriarkhis (Budaya yang menomor satukan laki-laki).
Suami merupakan penguasa dalam keluarga. Wanita diletakkan dalam posisi subordinat. Hal ini
merupakan suatu bentuk ketidakadilan gender yang mendasar. Namun Perjanjian Baru
memandang bahwa laki-laki dan perempuan adalah sama, sehingga dengan jelas Perjanjian Baru
menolak segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan hal tersebut maka perlu
diadakan perubahan penafsiran kitab suci, terutama Kitab Perjanjian Lama.
Dalam Kristen, baik itu Katolik maupun Protestan, pencitraan Allah adalah sebagai Bapak,
sehingga muncul pandangan bahwa Allah adalah laki-laki. Hal ini mengontruksikan suatu
pemikiran bahwa laki-laki adalah penguasa dalam keluarga sehingga sangat berpotensi
menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga. Sesungguhnya hubungan manusia dengan Allah
adalah bersifat personal sehingga Allah dapat mempersonifikasikan diri sebagai Bapak maupun
sebagai Ibu
Untuk memahami Kitab Suci perlu dipahami latar belakang penulis. Dalam Kejadian 2
pasal 2 ayat (5) disebutkan bahwa perempuan merupakan manusia kedua, perempuan sebagai
penggoda. Teks normatif ini sangat berpotensi memunculkankekerasan dalam rumah tangga jika
ditafsirkan secara salah. Padahal dalam Kejadian 1 ayat (26) disbutkan bahwa Allah menciptakan
laki-laki dan perempuan sama secitra dengan Allah, keduanya adalah baik.
10
, perempuan dianggap mempunyai martabat yang sama dengan laki-laki. Mereka
mempunyai hak untuk berperan dalam masyarakat. Pengakuan kesejajaran antara laki-laki dan
perempuan haruslah dihormati. Gereja mengemukakan sikap keterbukaan dalam keluarga,
sehingga interaksi dalam keluarga muncul kesejajaran. Gereja Katolik dengan jelas bersikap
tidak toleran terhadap ketidakadilan, termasuk ketidakadilan gender yang berpotensi memicu
kekerasan dalam keluarga.
Dalam Katolik ada satu komisi yang melayani urusan keluarga yaitu pastoral keluarga
yang bertugas melakukan pendampingan keluarga, untuk menanggulangi munculnya kekerasan
dalam rumah tangga, termasuk perceraian. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa Gereja
Katolik menolak ketidakadilan gender. Tetapi untuk mewujudkan keadilan gender dalam
masyarakat masih terdapat hambatan yaitu faktor tradisi patriarkhis.
Alkitab mengatakan bahwa Allah menciptakan perempuan dan laki-laki menurut gambar
dan rupa Allah: "Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar
Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka" (Kej.1:27). Maksud
dari ungkapan 'menurut gambar Allah' dalam ayat ini tidak dalam arti bahwa manusia itu sama
hakekat dengan Sang Pencipta. Ungkapan itu lebih berarti bahwa Allah menciptakan manusia
sebagai makluk mulia, kudus, dan berakal budi, sehingga manusia bisa berkomunikasi dengan
Allah, serta layak menerima mandat dari Allah untuk menjadi pemimpin bagi segala makluk
(Kej.1:28-30). Status se-"gambar" dengan Allah dimiliki tidak hanya oleh laki-laki, tetapi juga
oleh perempuan. Kedua pihak punya status yang sama. Sebab itu tidak dibenarkan adanya
diskriminasi atau dominasi dalam bentuk apapun hanya karena perbedaan jenis kelamin.
Alkitab mencatat bahwa hubungan yang timpang antara laki-laki dan perempaun itu terjadi
setelah manusia memakan buah yang dilarang oleh Allah (Kej. 3:12dst). Adam mempersalahkan
Hawa sebagai pembawa dosa, sedangkan Hawa mempersalahkan ular sebagai penggoda. Tetapi
akhirnya Allah menghukum Adam. Adam dihukum bukan hanya karena Adam ikut-ikutan
makan buah yang Allah larang, tetapi juga karena ketika Hawa berdialog dengan ular sampai
memetik buah, Adam ada bersama Hawa. Adam hadir di sana tetapi ia bungkam. Dengan kata
lain, perbuatan Hawa sebenarnya mendapat restu dari Adam. Karena itu kesalahan ada pada
kedua pihak. Itu berarti bahwa Adam dan kaum laki- laki tidak bisa menghakimi Hawa dan
kaumnya sebagai pembawa dosa.
Dalam perkembangan selanjutnya peranan perempuan mulai dibatasi. Budaya Yahudi tidak
banyak memberikan peluang kepada perempuan untuk berkiprah. Ada sejumlah tokoh
perempuan yang muncul dalam sejarah Israel, tetapi peran mereka sangat terbatas. Di antara
mereka ada Miryam, saudara perempuan nabi Musa. Miryam juga dipakai Allah sebagai nabiah.
la dan Harun menegur Musa saat Musa kawin lagi dengan perempuan Kush. Meskipun Miryam
11
dan Harun bersama-sama mengajukan protes namun Miryamlah yang mendapat hukuman.
Terjadi semacam diskriminasi hukum antara laki-laki dan perempuan (Bil. 12). Diskriminasi itu
juga terjadi ketika orang kawin. Dalam budaya Israel seorang suami bisa mengambil istri lebih
dari satu orang (polygamy). Tetapi seorang istri tidak diperkenankan untuk mengambil suami
lebih dari satu orang (poliyandry). Pada saat seorang perempuan melahirkan anak juga terjadi
diskriminasi. Jika perempuan melahirkan anak laki-laki ia dianggap najis selama empat puluh
hari. Sedangkan jika yang lahir adalah anak perempuan, maka ibu anak itu dianggap najis selama
delapanpuluh hari(Imamat 12). Dua perempuan Israel yang dianggap mujur yakni Deborah
menjadi nabiah dan hakim di Israel dan Ester sebagai permaisuri Raja Ahazweros (Hak. 4:4dst;
Est 8). Pada masa hidup Yesus, diskriminasi dan dominasi laki-laki atas perempuan masih tetap
berlangsung. Ketika Yesus mulai mengangkat tugas-Nya, la bersikap menentang disriminasi dan
dominasi itu. Suatu ketika pemimpin-pemimpin agama Yahudi menangkap seorang perempuan
yang kedapatan berzinah lalu dibawa kepada Yesus. Mereka minta supaya perempuan ini
dihukum rajam sesuai aturan Yahudi. Tetapi Yesus tidak peduli terhadap permintaan mereka.
Pasalnya, mereka menangkap perempuan itu tapi tidak menangkap laki-laki yang tidur dengan
dia. Yesus berkata kepada mereka: "Barangsiapa yang tidak berdosa hendaknya ia yang pertama
kali merajam perempuan ini". Tidak ada yang berani melakukannya. Akhirnya Yesus menyuruh
perempuan itu pulang dengan nasihat supaya tidak berbuat dosa lagi (Yoh 8:2-11).
12
protes anti perang dan perjuangan hak-hak sipil yang terjadi di Amerika Utara, berikut di
Australia, dan di seluruh Eropah. Kesempatan itu dianggap tepat untuk memperjuangkan
kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Yang menarik perhatian kita sekarang, bahwa
gerakan memperjuangkan kesetaraan gender sudah menjadi gerakan yang mendunia, la bukan
hanya merupakan usaha dari kelompok agama tertentu, tetapi sudah menjadi gerakan bangsa-
bangsa atas alasan kemanusiaan dan keadilan gender. Tentu kita mendukung semua perjuangan
semacam itu. Kesetaraan gender dari sudut pandang agama Budha Dalam kehidupan
bermasyarakat, sang budha tidak membedakan peran laki-laki
maupun perempuan. Mereka memliki peran yang setara dan adil. Seperti laki-laki,
perempuan juga bisa menjadi majikan, atasan, guru(brahmana) sesuai kotbah sang Budha.
Mengacu pada perkembangan budha Dharma bahwa pemberdayaan dan kemitrasejajaran
perempuan telah diperjuangkan dan ditumbhkembangkan oleh sang Budha. Hal ini dapat dikaji
dari kisah-kisah siswa Budha yang sebagian adalah perempuan dan diterangkan pula
bahwaperempuan membawa peran penting dalam perkembangan agama Budha.
Kesetaraan gender dalam agama Budha didasari kewajiban dan tanggungjawab bersama
dalam rumah tangga dan adanya kehendak bersama dalam menjalankan kehidupan berumah
tangga. Menurut agama Budha, manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan yang muncul
bersama di muka bumi ini.dan dia dapat terlahir sesuai dengan karmanya masing-masing,
sehingga kedudukan antara laki-laki maupun perempuan dalam agama budha tidak
dipermasalahkan agama budha membimbing umatnya untuk menghargai gender.
Dalam Paninivana Sutta, sang Budha mengatakan seluruh umat manusia tanpa tertinggal
memiliki jiwa Budha. Laki-laki dan perempuan memiliki tugas yang agung. karenanya agar
terjadi keseimbangan dalam menjalanjan fungsi kehidupannya, maka keduanya memiliki
karakter yang berlawanan, padahal justru dari sinilah muncul keseimbangan.
Pengertian gender dalam agama Hindu merupakan hubungan sosial yang membedakan
perilaku antara perempuan secara proposional menyangkut moral, etika, dan budaya, bagaimana
seharusnya laki-laki dan perempuan diharapkan untuk berperan dan bertindak sesuai ketentuan
sosial, moral, etika, dan budaya di mana mereka berada. Ada yang pantas dikerjakan oleh laki-
laki ditinjau dari sudut sosial, moral, dan budaya, tetapi tidak pantas dikerjakan oleh
perempuan,demikian pula sebaliknya Sesuai ajaran agama hindu, gender bukan merupakan
perbedaan sosial antara laki-laki dan perempuan. agama hindu mengajarkan bahwa seluruh umat
manusia di perlakukan sama di hadapan tuhan sesuai dengan dharma baktinya.
13
Manusia yang dilahirkan ke dunia merdeka dan mempunyai martabat serta hak yang sama
di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, baik laki-laki maupun perempuan. Istilah dewa-dewi lingga
yoni dalam ajaran hindu menggambarkan bahwa dualism ini sesungguhnya ada dan saling
membutuhkan karena tuhan yang maha esa menciptakan semua mahluk hidup selalu
berpasangan.di dalam kitab suci hubungan suami dan istri dalam ikatan perkawinan disebut
sebagai satu jiwa dari dua badan yang berbeda. Lebih jauh di dalam manapadharmasastra di
uraikan bahwa tuhan yang maha esa menciptakan alam semesta beserta segala isinya dalam
wujud "ardha-nari-isvari" sebagai sebagian laki-laki dan sebagian lagi sebagai perempuan.
A. Kesimpulan
Untuk mewujudkan cita-cita demokrasi, suatu Negara harus mampu untuk menegakkan
kesetaraan gender. Gender sering disamakan pengertiannya dengan jenis kelamin. Jenis kelamin
merupakan perbedaan biologis antara fisik laki-laki dengan fisik perempuan yang dibawa sejak
ia dilahirkan. Sedangkan gender merupakan tperbedaan jenis kelamin yang diciptakan oleh social
budaya yang panjang.
Kesetaraan gender berguna untuk memberikan kesempatan setiap orang untuk berapresiasi
terhadap hal-hal yang terjadi disekitarnya. Kesetaraan gender berkaitan dengan keadilan gender.
Keadilan gender merupakan perlakuan adil terhadap laki laki dan perempuan, perbedaan antara
kesetaraan dan keadilan gender yaitu kesetaraan lebih condong terhadap peluang sedangkan
keadilan gender lebih condong terhadap tingkah laku laki-laki dan perempuan.
Kesetaraan gender dan keadilan gender harusnya dapat ditegakkan dalam kehidupan
bermasyarakat. Selain bermasyarakat kesetaraan gender dan keadilan gender haruslah di
tegakkan juga di dunia pendidikan. Bukan hanya kaum laki-laki saja yang harus sekolah tinggi
namun perempuan juga punya hak untuk dapat bersekolah setinggi-tingginya. Pada dasarnya
semua agama di Indonesia memaparkan bagaimana Tuhan mewujudkan kasihnya terhadap
manusia tanpa memandang jenis kelamin, dari golongan mana, berapa usianya, terang kasih
Tuhan tidak ada yang mendominasi. Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan dibentuk
sedemikian rupa menurut rupa dan gambarnya dan Tuhan melihat bahwa ciptaannya itu sungguh
amat baik. Pada dasarnya perbedaan kodrat laki-laki dan perempuan berkaitan dengan fungsi
biologis dan perbedaan itu adalah untuk saling melengkapi agar menjadi utuh. Dalam agama
mengajarkan bahwa laki-laki maupun perempuan memiliki kesamaan kondisi untuk memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam
14
kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya,pendidikan dan pertahanan dan keamanan
nasional (hankamnas), serta kesamaan dalammenikmati hasil pembangunan tersebut.
B. Saran
Manusia ada untuk berpeluang bukan hanya untuk ditindas. Jadi dengan adanya makalah
ini penulis mempunyai saran yaitu sebaiknya sesama manusia saling menegakkan kesetaraan
gender. Agar tidak ada sesuatu yang menjadi permasalahan dalam kehidupan bersosial.
15