Dosen Pengampu :
Dr. M. Joharis Lubis, M.Pd.
Disusun Oleh :
NIM : 2183111057
Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Tuhan yang maha Esa,
yang berkuasa atas seluruh alam semesta, karena berkat rahmat, taufik serta
hidayah-Nya jugalah maka makalah “Literasi Gender” ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................. 2
BAB I PEMBAHASAN
A. Literasi Gender dan Masalah Ketidaksetaraan Gender................... 3
B. Literasi Perempuan ......................................................................... 5
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Literasi berasal dari istilah latin 'literature' dan bahasa inggris 'letter'. Literasi merupakan
kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara yang di dalamnya meliputi kemampuan
membaca dan menulis. Namun lebih dari itu, makna literasi juga mencakup melek visual
yang artinya "kemampuan untuk mengenali dan memahami ide-ide yang disampaikan secara
visual (adegan, video, gambar)."
Literasi memang tidak bisa dilepaskan dari bahasa. Seseorang dikatakan memiliki
kemampuan literasi apabila ia telah memperoleh kemampuan dasar berbahasa yaitu membaca
dan menulis. Jadi, makna dasar literasi sebagai kemampuan baca-tulis merupakan pintu
utama bagi pengembangan makna literasi secara lebih luas dan cara yang digunakan untuk
memperoleh literasi adalah melalui pendidikan.
Dalam bab ini, yang dibahas adalah tentang literasi gender dan hubungan antara literasi
dan perempuan. Selama ini banyak terdapat ketidakadilan gender baik terhadap kaum laki-
laki, terutama terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan
struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.
Ketidakadilan gender yang terjadi seringkali menempatkan kaum perempuan sebagai korban
dan telah lama menjadi realita di dalam sistem dan struktur kehidupan masyarakat.Hal ini
seringkali disebabkan kurangnya pemahaman tentang gender.
Sangat penting menciptakan dan membangun kesetaraan peran gender (laki laki dan
perempuan) sejak dini. Langkah kesadaran tersebut merupakan bagian penting dalam
pendidikan. Oleh karena itu seorang pendidik perlu memiliki wawasan yang luas tentang
1
keadilan gender agar tidak hanya terjadi transfer pendidikan secara kognitif tetapi
menanamkan nilai nilai kehidupan khususnya keadilan gender. Sensitif gender dapat
dipahami sebagai suatu sikap, baik itu dalam bentuk perkataan maupun perbuatan yang
mendukung kesetaraan gender, dan sangat menghindari diskriminasi atas jenis kelamin
tertentu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu literasi gender?
2. Bagaimana masalah ketidaksetaraan gender?
3. Apa hubungan antara literasi dan perempuan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang literasi gender.
2. Untuk mengetahui masalah ketidaksetaraan gender.
3. Untuk mengetahui hubungan antara literasi dan perempuan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
terutama terhadap kaum perempuan. Kekerasan berbasis gender seringkali menempatkan
kaum perempuan sebagai korban atau sebagai kaum yang tersubordinasi.
Dalam rumusan lain, kekerasan dalam rumah tangga didefinisikan setiap perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang secara sendiri atau bersama-sama terhadap perempuan atau
terhadap pihak tersubordinasi lainnya dalam lingkup rumah tangga, yang mengakibatkan
kesengsaraan secara fisik, seksual, ekonomi, ancaman psikologis termasuk perampasan
kemerdekaan secara sewenangwenang. Kekerasan berbasis gender dalam bentuk kekerasan
dalam rumah tangga merupakan fenomena kebudayaan yang dikonstruk oleh banyak variabel
antara lain sistem sosial, budaya, hukum dan keyakinan-keyakinan agama. Semua variable
tersebut sangat berpengaruh dalam proses pembentukan keyakinan gender. Semua
ketidakadilan gender tersebut, pada dasarnya merupakan refleksi dari ketidakadilan yang
terstruktur yang dikonstruk oleh sistem sosial, budaya dan bahkan pula agama yang pada
gilirannya merupakan melanggar hak asasi manusia.
Proses terjadinya ketidaksetaraan gender karena perbedaan gender sesungguhnya tidak
bisa dilepaskan begitu saja dari perbedaan jenis kelamin (sex) atau biasa juga disebut
konstruksi tubuh. Anggapan bahwa misalnya perempuan itu lemah merupakan pandangan
yang berlandaskan penilaian dari konstruksi tubuh atau kesan yang ditampilkan berdasarkan
seksnya atau berdasarkan analogi tubuh.
Adanya pandangan dan anggapan yang melihat peran antara perempuan dan laki laki
cenderung patriakri, perempuan adalah makhluk yang lemah, telah menyebabkan masyarakat
melegitimilasi dan menerapkan pemikiran tersebut dalam kehidupan sehari-hari yang
akhirnya menimbulkan dampak yang tidak baik seperti meminggirkan hak hak perempuan,
pemberian citra negatif terhadap perempuan, pemberian beban yang berlebihan pada
perempuan rumah tangga, serta terjadinya KDRT.
Sangat penting menciptakan dan membangun kesetaraan peran gender (laki laki dan
perempuan) sejak dini. Langkah kesadaran tersebut merupakan bagian penting dalam
pendidikan. Oleh karena itu seorang pendidik perlu memiliki wawasan yang luas tentang
keadilan gender agar tidak hanya terjadi transfer pendidikan secara kognitif tetapi
menanamkan nilai nilai kehidupan khususnya keadilan gender.Sensitif gender dapat dipahami
sebagai suatu sikap, baik itu dalam bentuk perkataan maupun perbuatan yang mendukung
kesetaraan gender, dan sangat menghindari diskriminasi atas jenis kelamin tertentu.
4
B. Literasi dan Perempuan
Istilah literasi dalam tulisan ini bukan saja diidentikkan dengan kemampuan seseorang
untuk membaca dan menulis (Hornby, 1995), tetapi secara esensial dipahami sebagai
kemampuan seseorang untuk menyampaikan dan menerima pesan (Iriantara, 2009, h. 4).
Literasi perempuan berarti kemampuan seseorang untuk menyampaikan dan menerima pesan
(wacana) tentang perempuan tanpa diskriminasi sektarian-rasialistik.
Wacana perempuan bergerak melalui gerakan literasi mulai tampak belakangan ini.
Gerakan itu antara lain mengawal melek aksara dan gemar membaca. Meski, literasi secara
luas diartikan sebagai bentuk sikap seorang pribadi untuk dapat tangguh, kritis, menjaga jarak
dengan persoalan, serta mampu menghadapi berbagai tantangan yang menuntut harusnya
berdiri di kaki sendiri. Hal ini diungkapkan oleh Penggerak Perempuan Literasi, Betta
Anugerah kepada Analisa, beberapa waktu lalu.
Menurutnya hal itu masuk dalam kerangka wacana besar, yakni bagaimana kondisi
objektif perempuan dan literasi saat ini? Menurutnya perempuan dalam hal ini menjadi
subjek, bukan objek. Artinya perempuan senantiasa melakukan usaha pencerdasan dan
pembentukan karakter anak bangsa melalui kegiatan berliterasi. “Literasi sangat dekat dengan
perempuan. Sejarah mencatat peran perempuan dalam keluarga. Salah satunya adalah
menularkan budaya literasi kepada anak sejak dini,” katanya.
Indonesia pernah mengalami perkembangan isu perempuan yang cukup progressif di awal
tahun 2000. Dalam konteks ekonomi, perempuan hanya dominan dalam
level daytodaylabor (tenaga kerja harian) dan bukan pada posisi top managerial(pengambil
keputusan). Dalam konteks pendidikan, kini telah semakin banyak perempuan yang sadar
pendidikan. Namun, tidak sedikit juga angka buta huruf. Terutama perempuan di wilayah
daerah 3T (tertinggal, terluar, terdepan) Indonesia.
“Buta huruf atau niraksara menghinggap pada sebagian besar perempuan usia lanjut
namun masih mampu berkarya-bekerja. Populasi perempuan yang mengenyam pendidikan
pun lebih banyak dari laki-laki. Namun, misalnya jumlah siswa perempuan di bangku sekolah
dasar hingga menengah atas itu tidak dapat menjamin bahwa keadilan gender telah berhasil,”
bebernya. Perempuan seyogyanya dapat menyebarkan nilai-nilai kehidupan melalui
kegiatan literasi. Dari wilayah terkecil yakni keluarga, dari dalam rumah. Seorang perempuan
baik yang belum menikah atau yang telah menikah dapat melakukannya. Pendekatan kepada
anak sejak dini dan di masa remaja adalah perlakuan yang penting dan dapat berpengaruh
5
besar pada hidup anak di masa yang akan datang. “Perempuan sebagai individu yang
dianggap paling dekat dengan anak dapat menularkan kebiasaan membaca, membeli buku,
dan memandu anak dalam memahami isi bacaan secara menyeluruh,” sahutnya.
Sebagai contoh, seorang ibu yang membacakan dongeng kepada anaknya. Sejatinya, dari
sanalah nilai-nilai baik dalam kehidupan dapat diperoleh sang anak dengan sekaligus. Anak
dapat berekreasi dengan imajinasinya, sembari menikmati kehangatan dari seorang ibu yang
sebenarnya sedang mengedukasi anak tersebut. Sejatinya pemerintah telah merespon baik
beberapa hal terhadap perempuan. Dimulai dari adanya kajian anggaran yang responsif
terhadap gender. Begitupun ditegaskannya, secara umum pemerintah belum memenuhi hak-
hak perempuan karena definisi hak perempuan masih melekat pada adanya budaya patriarki.
Wujudnya masih berupa status quo.
6
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dalam tatanan kehidupan masyarakat sosial, selama ini ditengarai terdapat ketidakadilan
gender baik terhadap kaum laki-laki, terutama terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan
gender merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi
korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender yang terjadi seringkali menempatkan kaum
perempuan sebagai korban dan telah lama menjadi realita di dalam sistem dan struktur
kehidupan masyarakat. Hal ini seringkali disebabkan kurangnya pemahaman tentang gender.
Oleh karena itu, sangat penting menciptakan dan membangun kesetaraan peran gender (laki
laki dan perempuan) sejak dini.
Peran perempuan dalam literasi bukan hanya kaitannya dengan membaca dan menulis,
tetapi juga dalam dimensi yang lain. Perempuan mengajari anaknya memasak, membuat kue,
mencuci piring, pakaian, menjahit, dan sebagainya merupakan bagian daripada literasi.
Perempuan seyogyanya dapat menyebarkan nilai-nilai kehidupan melalui kegiatan literasi.
B. Saran
Diharapkan para peserta didik, mahasiswa, terutama kita sebagai calon tenaga pendidik
memiliki wawasan yang luas tentang keadilan gender agar tidak hanya terjadi transfer
pendidikan secara kognitif tetapi menanamkan nilai nilai kehidupan khususnya keadilan
gender.
7
DAFTAR PUSTAKA
Mansour, Fakih. 2012. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Hanung. 2018. Kartini, Perempuan, dan Perjuangan Literasi yang Belum Usai. [online].
Tersedia: http://blog.mizanstore.com/kartini-perempuan-dan-perjuangan-literasi-yang-belum-
usai/. Diakses pada tanggal 08 April 2019.
Najih, Itsbatun. 2018. Perempuan dan Literasi Kemajuan Bangsa. [online]. Tersedia:
https://jalandamai.org/perempuan-dan-literasi-kemajuan-bangsa.html. Diakses pada tanggal
08 April 2019.