Anda di halaman 1dari 11

MK.

STUDI
MASYARAKAT
INDONESIA
MAKALAH

Perkembangan Masyarakat Indonesia Skor Nilai

Dosen Pengampu : Muhammad Iqbal, S.Sos, M.Si

Disusun Oleh Kelompok 2


NAMA NIM dan Kelas
ANNISA PRATIWI 3191122010

NUR MALA ALFINA 3193122008

EGI MARSALINUS GTG 3193122017

MUTIA ALIFAH AYUNING S 3193122011

Kelas: A dan C Reguler 2019

PENDIDIKAN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN (UNIMED)

2020
Kata Pengantar
Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Antropologi Agama
dengan isi yang sederhana tepat pada waktunya.
Tugas ini berisi tentang sakral dan Profan Diharapkan tugas ini dapat memberikan
informasi kepada kita semua, dan pengetahuan lebih mengenai pembelajaran tersebut.
Kami  menyadari bahwa dalam tugas yang kami buat ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami harapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun  demi
kesempurnaan tugas ini.
Akhir kata kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang membimbing
mata kuliah Antropologi Agama atas bimbingannya pada semester ini, serta kami ucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang bersangkutan dalam pembuatan tugas ini. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha yang kita lakukan. Aamiin.

Medan, 08 September 2020

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI .................................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN ...........................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................1
D. Manfaat Penulisan.............................................................................................1
BAB II : PEMBAHASAN ............................................................................................2
A. Sekilas Tentang Email Durkheim.....................................................................2
B. Pengertian Sakral..............................................................................................3
C. Pengertian Profan.............................................................................................5
D. Contoh dan Perbedaan Sakral dan Profan .......................................................5
BAB III : PENUTUP.......................................................................................................
A. Kesimpulan.........................................................................................................
B. Saran....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada konteks kehidupan beragama sehari-hari, terkadang sulit untuk membedakan
antara sesuatu yang murni agama dan hasil pemikiran atau interpretasi dari agama.
Sesuatu yang murni agama, berasal dari tuhan, absolut dan mengandung nilai
sakralitas. Hasil pemikiran agama, berarti berasal dari selain Tuhan (Manusia),
bersifat temporal, berubah, dan tidak sakral (profan). Pada aspek realisasi, kadang
mengalami kesulitan membedakan keduanya karena terjadi tumpang tindih dan terjadi
pencampuradukan makna antara agama dengan pemikiran agama, baik sengaja atau
tidak. Perkembangan selanjutnya, hasil pemikiran agama kadang-kadang telah
berubah menjadi agama itu sendiri, sehingga ia disakralkan dan di anggab berdosa
bagi yang berusaha, melanggar dan merubahnya. Dalam hal ini menimbulkan
pertanyaan di kalangan sebagian masyarakat ; Apakah agama adalah kebudayaan atau
agama bagian dari kebudayaan ataukah dalam setiap kebudayaan, agama adalah
bagian yang paling berharga dari seluruh kehidupan sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Siapa itu emile Durkheim ?
2. Apa pengertian Sakral ?
3. Apa pengertian Profan ?
4. Apa Perbedaan dan Contoh Sakral dan Profan ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sakral dan profan
2. Untuk mengetahui pengertian sakral
3. Untuk mengetahui pengertian profan
4. Untuk mengetahui Perbedaan dan Contoh Sakral dan Profan
D. Manfaat Penulisan
Ada pun manfaat dari penulisan ini adalah untuk menambah wawasan berfikir
mengenai sakral dan profan

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sekilas tentang Email Durkheim


Durkheim, dilahirkan pada tahun 1858 di kota Epinal dekat Strasbourg, daerah
Timur Laut Perancis8. Ayahnya seorang pendeta Yahudi. Durkheim, kala itu sebagai
seorang pemuda sangat dipengaruhi oleh guru-guru sekolahnya yang beragama
Katolik Roma, walaupun ayahnya seorang pendeta Yahudi. Mungkin pengaruh inilah
yang menambah keterikatannya terhadap masalah agama, ”meskipun guru-gurunya
sendiri tidak dapat menjadikannya sebagai seorang penganut Katolik yang beriman”.
Mengapa, sebab sejak muda Durkheim telah menyatakan dirinya sebagai ”seorang
agnostik”. Tentu, Sikap ini bersimpangan dan kontras dengan ayahnya dan apa yang
telah dipelajari dari guru-guru Katolik-nya sejak mudah. Pada akhirnya, Durkheim, di
dikenal sebagai ”seorang atheis” yang kuat dan selalu bersifat agnostik, yaitu ”tidak
pernah mempersoalkan kebenaran keyakinan masyarakat yang sedang ditelitinya”.
Perhatian dan minat Durkheim terhadap agama yang pengaruhnya terhadap
kehidupan sosial, diwujudkan dalam sebuah karyanya yang berjudul Les Formes
elementaires de lavie relegieuse : Le systeme totemique en Australie [1912]. Buku ini
diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Joseph Ward Swain menjadi The
Elementary Forms of the Religious Life [1915].
Durkheim mendefinisikan agama dari sudut pandang ”yang sakral” [Sacred].
Ini berarti ”agama adalah kesatuan sistem keyakinan dan praktek-praktek yang
berhubungan dengan suatu yang sakral. Sesuatu yang disisihkan dan terlarang,
keyakinan-keyakinan dan praktek-praktek yang menyatu dalam suatu komunitas
moral yang disebut Gereja, di mana semua orang tunduk kepadanya” atau sebagai
tempat masyarakat memeberikan kesetiannya.
Durkheim menambahkan bahwa hal-hal yang bersifat ”sakral” selalu diartikan
sebagai sesuatu yang superior, berkuasa, yang dalam kondisi normal hal-hal tersebut tidak
tersentuh dan selalu dihormati. Hal-hal yang bersifat ”profan” merupakan bagian keseharian
dari hidup dan bersifat biasa-biasa saja.
Durkheim mengatakan, konsentrasi utama agama terletak pada ”yang sakral”,
karena memiliki pengaruh luas, menentukan kesejahteraan dan kepentingan seluruh
anggota masyarakat. Yang profan tidak memiliki pengaruh yang begitu besar dan
hanya merupakan refleksi keseharian dari setiap individu. Maka, Durkheim

2
mengingatkan bahwa dikotomi tentang ”yang sakral” dan ”yang profan” hendaknya
tidak diartikan sebagai sebuah konsep pembagian moral, bahwa yang sakral sebagai
”kebaikan” dan yang profan sebagai ”keburukan” atau sebaliknya.
Durkheim menegaskan bahwa di luar ”animisme” dan ”naturisme” ada
pemujaan yang lebih primitif dan fundamental yang merupakan asal dari animisme
dan naturisme tersebut atau menurutnya keduanya adalah sebagian aspek darinya,
yaitu ”totemisme”. rofan”. Hanya saja yang sakral tidak dapat berubah menjadi
profan dan begitupula sebaliknya yang profan tidak dapat menjadi yang sakral. Dari
definisi ini, konsentrasi utama agama terletak pada hal-hal yang sakraL. Teori-teori
yang dikemukakan Durkheim tentang agama dilandaskan pada hasil penelitian
antropologi terhadap kehidupan masyarakat primit Aborigin di benua Australia.
B. Pengertian Sakral
Pengertian sakral yaitu hal yang lebih dirasakan dari pada yang dilukiskan.
Misalnya suatu benda mengandung nilai sakral atau nilai profan, dalam masyarakat
terdapat pandangan yang berbeda, contohnya seekor lembu, masyarakat yang bukan
beragama Hindu beranggapan bahwa lembu itu sebagai hewan yang biasa. Tetapi
orang yang beragama Hindu merupakan suatu hewan yang dihormati dan disucikan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa suatu benda dapat
disucikan atau dihormati disebabkan ada perasaan batin dan perasaan yang terpatri di
dalam jiwanya dan rasa ketakutan. “Perasaan kagum inilah untuk menarik mereka
untuk cinta dan ingin terhindar dari bahaya”. Berdasarkan penjelasan di atas dapat
dipahami bahwa suatu benda dapat disucikan atau dihormati disebabkan ada perasaan
batin dan perasaan yang terpatri di dalam jiwanya dan rasa ketakutan. “Perasaan
kagum inilah untuk menarik mereka untuk cinta dan ingin terhindar dari bahaya”.
Perlu dijelaskan bahwa antara benda yang suci dan yang tidak suci tergantung pada
orang atau tergantung pada pemeluk suatu agama. Umpamanya lembu yang disucikan
oleh orang Hindu sama saja dengan lembu yang lain. Begitu juga dengan salib yang
disucikan oleh orang Kristen sama saja dengan kayu yang tidak dipersilangkan.
Hal di atas, tergantung kepada orang yang beranggapan sesuatu itu dianggab
suci tetapi bagi orang lain dianggap tidak. Begitu juga tentang wujud yang gaib yang
disucikan dalam kaitannya tidak dapat ditunjukkan kepada orang lain tidak ada.
Tetapi bagi pemeluk suatu agama merupakan suatu yang suci yang memungkinkan
wujud yang disucikan yang terdapat dalam diri pemeluknya masing-masing yang
dapat diselidiki secara empiris dan secara nyata. Oleh karena itu dengan sungguh-

3
sungguh diusahakan agar terhindar dari kemungkinan penjelmaan, sehingga benda
suci tersebut tetap benda tabu.
Dalam pengertian lebih luas, yang kudus (sakral) adalah suatu yang terlindung
dari pelanggaran, pengacauan atau pencemaran. Sesuatu yang kudus adalah sesuatu
yang dihormati, dimuliakan, dan tidak dapat dinodai. Dalam hal ini pengertian tentang
yang kudus tidak hanya terbatas pada agama, maka banyak objek, baik yang bersifat
keagamaan maupun bukan, tindakan-tindakan, tempat-tempat, kebiasaan-kebiasaan
dan gagasan-gagasan dapat dianggab sebagai kudus. Dalam pengertian yang lebih
sempit, yang kudus adalah sesuatu yang dilindungi dari pelanggaran, pengacauan atau
pencemaran. Yang kudus adalah sesuatu yang suci, keramat. Hal ini kebalikan dengan
profan. Yang profan adalah sesuatu yang biasa, umum, tidak dikuduskan, bersifat
sementara, pendek kata yang ada di luar yang religius.
Sebagaimana E. Durkheim berpendapat, dan dikutip oleh Mariasusai
Dhavamony menjelaskan:
“Pembagian dunia menjadi dua wilayah: yang satu berisi semua yang kudus
dan yang lainnya berisi semua yang profan, adalah sikap yang memisah-misahkan
dari pemikiran religius...Ciri yang mencolok dari fenomena religius adalah selalu
mengandaikan dua pembagian dari seluruh dunia, yang diketahui dan yang tidak
dapat diketahui, kedalam dua kelas yang merangkum segala yang ada, tetapi secara
radikal saling meniadakan. Hal-hal yang kudus adalah hal-hal dilindungi dan
disendirikan oleh larangan-larangan; hal-hal profan adalah hal-hal yang dikenai
larangan-larangan itu dan harus berada jauh dari yang pertama, Kepercayaan
religius adalah yang menyatakan kodrat dari hal-hal yang kudus dan hubungan-
hubungan yang mereka dukung, baik antar mereka sendiri maupun dengan hal-hal
yang profan”
Sakral adalah wilayah yang supranatural yang tidak mudah dilupakan dan
sangat penting. Sesuatu yang sakral adalah tempat dimana segala keteraturan dan
kesempurnaan, juga tempat berdiamnya roh-roh para leluhur, para kesatria dan dewa.
Dengan demikian dimaklumi bahwa yang suci itu sendiri adalah sesuatu yang terpisah
dari sikap orang yang ingin menghormati yang dilakukan karena ada manfaat
terhadap kehidupan sehari-hari. Jadi sebenarnya anggapan itu hanya terletak pada
pemeluknya saja yang menyebabkan timbulnya perbedaan pandangan. Tentang wujud
yang gaib disucikan, oleh karena mereka tidak dapat melihatnya, maka realitanya
tidak dapat ditunjukkan, yang bagi orang lain adalah suatu yang tidak ada. Namun

4
bagi penganutnya, penghormatan itu benar-benar merupakan suatu yang suci, yang
memungkinkan wujud yang disucikan itu terdapat di dalam diri para pemeluknya.
Kesakralan kadang terwujud karena sikap mental yang didukung oleh perasaan kagum
yang merupakan gabungan antara pemujaan dan ketakutan.
C. Pengertian Profan
Profan adalah sesuatu yang biasa, umum, tidak disucikan dan bersifat
sementara, yang ada diluar yang religius. yang profan adalah sesuatu yang biasa,
umum, tidak dikuduskan, bersifat sementara, pendek kata yang ada di luar yang
religius.Sebagaimana E. Durkheim berpendapat, dan dikutip oleh Mariasusai
Dhavamony menjelaskan:“Pembagian dunia menjadi dua wilayah: yang satu berisi
semua yang kudus dan yang lainnya berisi semua yang profan, adalah sikap yang
memisah-misahkan dari pemikiran religius.hal-hal profan adalah hal-hal yang dikenai
larangan-larangan itu dan harus berada jauh dari yang pertama.kehidupan yang profan
adalah wilayah kehidupan yang sehari-hari yaitu hal yang dilakukan secara teratur dan
tidak terlalu penting.
D. Perbedaan dan Contoh Sakral dan Profan
a) Perbedaan Sakral dan Profan.
Secara singkat perbedaan profan dan sakral ialah sakral selalu
dikaitkan dengan hal-hal yang suci sementara profan sebaliknya.jadi
yang disebut sakral selalu dikaitkan dengan keyakinan dan ritual
keagamaan,sedangkan profan masuk kedalam kategori
kebudayaan.keduanya secara teori dan konsep bisa dibedakan,tetapi
pada praktik dan kenyataan sesungguhnya tidak bisa dipisahkan antara
yang sakral dengan yang profan,antara agama dan budaya.
Lalu Durkheim juga menambahkan bahwa hal-hal yang bersifat sakral
selalu diartikan sebagai sesuatu yang superior,berkuasa,yang dalam
kondisi normal hal-hal itu tidak tersentuh dan selalu dihormati.hal-hal
yang bersifat profan,merupakan bagian keseharian dari hidup dan
bersifat biasa-biasa saja.
b) Contoh sakral dan profan
Kali ini kita akan memberikan beberapa contoh nyata dan sederhana
yang dimaksud dengan sakral dan profan,diantara lain;
 Pertama,misal pada gerakan sholat dan senam.keduanya sama-sama
gerak tubuh secara teratur dan terstruktur tetapi senam tubuh
5
dikategorikan sebgai budaya yang bersifat profan,sementara gerakan
sholat termasuk dikategorikan kedalam gerakan sakral.
 Kedua,bangunan masjid misalnya,mulai dari
bahan,arsitektur,karpet,menara,dan seluruh wujud fisiknya adalah
fenomena budaya tak ubahnya bangunan rumah.hanya saja oleh
masyarakat disepakati sebagai masjid,tempat suci,dimana entensitas
budayatadi disakralkan sebagai isntrumen keagamaan.
 Ketiga,yaitu mengenai penggunaan bahasa Arab,bahasa Arab adlah
budaya,tapi ketika dipinjam ataupun dipilih tuhan untuk mewadahi
wahyu yang diterima nabi muhammad,bahasa itu kemudian
disakralkan .maka terjadilah sakralisasi budaya
 Keempat,terakhir adalah contoh dari sebuah lembaran berisi
tulisan,dalam agama islam dan kristen quran dan injil merupakan suatu
hal yang sakral bukan hanya sebuah buku dengan tulisan
didalamnya.namun menurut penganut ateis mereka menganggap hal itu
bukan suatu yang sakral dan suci melainkan hanya sebuah profan.

Makanya,ada ungkapan yang agama jangan di budayakan ,yang budaya jangan diagamakan.
Sesungguhnya yang suci secara absolut itu hanya allah atau tuhan semata.selain ia dianggap
suci karena menjadi isntrumen dalam peribadatan untuk memuji atau mensucikan allah atau
tuhan.
Maka begitu,jika ditarik pada tataran kesadaran dan perilaku batin orang beriman ,semua
tindakan yang diniati sebagai sujud dan berserah diri kepada tuhan adalah suci.Bekerja
mencari rezeki juga tindakan sakral karena menjalankan perintah tuhan.
berbeda dengan penganut Sekulerisme,semua yang ada ini adalah
profan,sekuler,duniawi,tidak ada kualitas sakral atau ilahi didalamnya.

6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Durkheim, dilahirkan pada tahun 1858 di kota Epinal dekat Strasbourg, daerah
Timur Laut Perancis8. Ayahnya seorang pendeta Yahudi. Durkheim, kala itu sebagai
seorang pemuda sangat dipengaruhi oleh guru-guru sekolahnya yang beragama
Katolik Roma, walaupun ayahnya seorang pendeta Yahudi. Durkheim menambahkan
bahwa hal-hal yang bersifat ”sakral” selalu diartikan sebagai sesuatu yang superior, berkuasa,
yang dalam kondisi normal hal-hal tersebut tidak tersentuh dan selalu dihormati. Hal-hal yang
bersifat ”profan” merupakan bagian keseharian dari hidup dan bersifat biasa-biasa saja.
Pengertian sakral yaitu hal yang lebih dirasakan dari pada yang dilukiskan.
Misalnya suatu benda mengandung nilai sakral atau nilai profan, dalam masyarakat
terdapat pandangan yang berbeda, contohnya seekor lembu, masyarakat yang bukan
beragama Hindu beranggapan bahwa lembu itu sebagai hewan yang biasa. Tetapi
orang yang beragama Hindu merupakan suatu hewan yang dihormati dan disucikan.
Profan adalah sesuatu yang biasa, umum, tidak disucikan dan bersifat
sementara, yang ada diluar yang religius. yang profan adalah sesuatu yang biasa,
umum, tidak dikuduskan, bersifat sementara, pendek kata yang ada di luar yang
religius.

B. Saran
Penulis menyadari banyak kesalahan dan kekurangan pada makalah ini yang
jauh dari kata sempurna. Saran kami dalam makalah ini adalah untuk menambah
wawasan bagi para pembaca agar kita sama-sama memahami apa itu sakral dan
Profan. Sakral dan profan tidak boleh dilihat dari satu sudut pandang. sakral dan
profan itu berbeda-beda dalam suatu etnik atau wilayah. sakral dan profan harus
dilihat dari dua sisi agar tidak terjadi intoleransi. berdasarkan pandangan hidup dari
emile durkheim yg mengatakan bahwa semua agama itu baik jadi kita sebagai umat
beragama hendaknya saling menghargai satu sama lain.

7
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, N. (2013). Memahami konsep sakral dan profan dalam agama-agama.
SUBSTANTIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 15(2), 266-278.

Wulandari, T. (2014). Agama : Antara yang Sakral, yang Profan dan Fenomena
Desakralisasi. Refleksi, 14(2), 165-177

Sanaky, H. (2005). Sakral (sacred) dan profan: studi pemikiran Emile Durkheim tentang
sosiologi agama. laporan). Makalah Diskusi Kelas, Program Doktor [S-3] Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 6.

Anda mungkin juga menyukai