Oleh: Sutardi
Ketua Bidang Kaderisasi
Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Sukabumi
Email: Sutardi087@gmail.com
Pendahuluan
Adanya kekuatan teologis surat Al-Maun yang dijadikan landasan berfikir Kh Ahmad
Dahlan saat itu, menjadikan Al-maun sebagai penjawab bagi persoalan-persoalan yang ada
pada masyarakat saat itu, dan hingga saat ini adanya teologi al-maun menjadi landasan
Muhammadiyah dalam bergerak. Kh Ahmad Dahlan menafsirkan teologi al-maun kedalam tiga
kegiatan utama, yaitu; pendidikan, kesehatan, dan penyantunan orang miskin juga melakukan
transformasi pemahaman keagamaan dari sekadar doktrin-doktrin sakral dan “kurang
berbunyi” secara sosial menjadi kerjasama atau koperasi untuk pembebasan manusia. Al-
Ma’un dalam konstruksi gerakan Muhammadiyah yang melekat dengan kesejarahannya tidak
dapat dimaknai lain kecuali sebagai ajaran amal. Islam tidak dibawa melambung ke teologi
kalam maupun tafsir yang utopis atau elitis, yang cenderung abstrak dan umum, yang selama
itu menjadi tradisi perdebatan kaum Muslim. Kalaupun ditarik menjadi teologi dan fikih maka
lebih esensial dan kontekstual menjadi teologi dan fikih amal, yang bersifat membebaskan
kaum miskin dan siapapun yang tergolong mustadl’afin (mereka yang lemah dan dilemahkan).
“Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi
bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin
menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau
kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia”.
Dengan demikian pola hidup hedon ini berpengaruh pada kehidupan yang mempengaruhi pada
kebiasaan buruk, seperti gaya hidup mewah, serba berlebih-lebihan yang dilandasi karena
adanya rasa gengsi dan berlomba-lomba untuk mempercantik penampilan. Dengan demikian
inilah yang menyebabkan peran mahasiswa menjadi tidak dirasakan kehadirannya oleh
masyarakat karena cenderung lebih memikirkan kepentingan pribadi. Padahal kita sebagai
manusia dalam sabda Rosulullah Saw dijelaskan bahwa “Sebaik Baik Manusia Adalah Yang
Paling Bermanfaat Bagi Orang Lain”.
Disinilah peran bagi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, yang harus mampu melihat
dan menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi. Dalam konteks hari ini IMM sebagai
organisasi Mahasiswa Islam tidak boleh terbawa arus, tidak boleh terwarnai dan justru harus
mewarnai sekitar. Teologi al-maun menjadi landasan gerakan humanitas bagi IMM karena
IMM sebagai organisasi otonom muhammadiyah mempunya tujuan dalam “menguasahakan
terbentuknya akademisi muslim yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan
muhammadiyah” dan sedangkan tujuan muhammadiyah adalah “mewujudkan masyarakat
islam yang sebenar-benarnya”. Hal inilah yang harus kita cermati sebagai kader IMM, bahwa
kita membawa visi misi yang besar, karena kita sebagai kader IMM membawa visi dan misi
keummatan, artinya IMM mempunyai peranan yang sangat penting dalam membangun
peradaban keislaman.
Aspek teologi al-Maun yang harus diyakini sebagai teologi pembebas karena jika
dilihat dari kacamata tauhid, setiap gejala eksploitasi manusia atas manusia merupakan
pengingkaran terhadap persamaan derajat manusia di depan Allah. Dengan demikian, jurang
yang menganga lebar antara lapisan kaya dan lapisan miskin yang selalu disertai kehidupan
yang eksploitatif merupakan fenomena yang tidak tauhid, bahkan anti tauhid.
Allah Swt. Berfirman, bahwa tahukah engkau, hai Muhammad, orang yang
mendustakan hari pembalasan? Itulah orang yang menghardik anak yatim. (Al-m-Maun 2).
Yakni dialah orang yang berlaku sewenang-wenang terhadap anak yatim, menganiaya haknya
dan tidak memberinya makan serta tidak memperlakukannya dengan perlakuan yang baik. “dan
tiodak menganjurkan memberi makan orang miskin.(Al-Maun 3).
Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firmannya: “ sekali-kali
tidak (demikian). Sebenarnya kalian tidak memuliakan anak yatim, dan kalian tidak saling
mengajak memberi makan orang miskin. “Al-Fajr:17-18). Makna yang dimaksud ialah orang
fakir yang tidak mempunyai sesuatu pun untuk menutupi kebutuhan dan kecukupannya.
Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya: “maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang
shalat, yaitu orang yang lalai dari shalatnya”. (Al-Maun:4-5).
Kesimpulan
Dengan demikian, teologi al-maun memberikan kesadaran untuk kita selaku kader
IMM, bahwa ibadah ritual kepada Allah itu tidak ada artinya bila ternyata kita tidak dapat
merefleksikan dalam wujud kesadaran kemanusiaan, seperti menolong fakir miskin dan anak
yatim. dan sebagai pondasi dasar bagi IMM yang harus senantiasa kita pegang teguh dalam
surat Al-Imran ayat 4 yaitu; “hendaklah ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Dan
sesungguhnya merekalah orang-orang yang beruntung”. Artinya kita sebagai organisasi untuk
tidak hanya sibuk dengan rutinitas organisasi yang tidak bersifat substansial, melainkan banyak
hal yang harus kita lakukan untuk membawa organisasi ini menjadi lebih bermanfaat bagi
kepentingan umum, terutama masyarakat.
Daftar Pustaka
http://juniliza.blogspot.com/2015/06/teologi-surat-al-maun.html
https://terataknugroho.wordpress.com/2016/03/25/dimensi-pembebasan-teologi-al-maun/
Gunawan, Andri, Teologi Al-Maun dan Praksis Sosial Dalam Kehidupan Warga Muhammadiyah
Ma’arif, Ahmad Syafi’i Mengukuhkan Teologi Al-Maun Dalam Teori Dan Praksisme
http://www.suaramuhammadiyah.id/2018/09/19/al-maun-sebagai-din-al-amal/