Anda di halaman 1dari 5

TEOLOGI AL-MAUN SEBAGAI LANDASAN GERAKAN HUMANITAS IMM

Oleh: Sutardi
Ketua Bidang Kaderisasi
Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Sukabumi
Email: Sutardi087@gmail.com

Pendahuluan

Muhammadiyah lahir pada tanggal 18 November 1912 M bertepatan dengan 8


Dzulhijjah 1330 H, didirikan oleh Kh Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis.
Muhammadiyah lahir sebagai gerakan organisasi islam pembaharuan yang bercorak moderen,
yang menjadikan Al-Qur’an dan As Sunnah sebagai satu-satunya sumber yang diyakini dan
dijadikan landasan. Pada saat Muhammadiyah muncul di panggung sejarah, Muhammadiyah
menghadapi empat kondisi penyakit yang ada dalam masyarakat, yaitu; 1).kerusakan dalam
bidang kepercayaan, 2). Kebekuan dalam bidang hukum fikih, 3). Kemunduran dalam bidang
pendidikan, 4). Kemiskinan rakyat dan hilangnya rasa gotong royong.

Adanya kekuatan teologis surat Al-Maun yang dijadikan landasan berfikir Kh Ahmad
Dahlan saat itu, menjadikan Al-maun sebagai penjawab bagi persoalan-persoalan yang ada
pada masyarakat saat itu, dan hingga saat ini adanya teologi al-maun menjadi landasan
Muhammadiyah dalam bergerak. Kh Ahmad Dahlan menafsirkan teologi al-maun kedalam tiga
kegiatan utama, yaitu; pendidikan, kesehatan, dan penyantunan orang miskin juga melakukan
transformasi pemahaman keagamaan dari sekadar doktrin-doktrin sakral dan “kurang
berbunyi” secara sosial menjadi kerjasama atau koperasi untuk pembebasan manusia. Al-
Ma’un dalam konstruksi gerakan Muhammadiyah yang melekat dengan kesejarahannya tidak
dapat dimaknai lain kecuali sebagai ajaran amal. Islam tidak dibawa melambung ke teologi
kalam maupun tafsir yang utopis atau elitis, yang cenderung abstrak dan umum, yang selama
itu menjadi tradisi perdebatan kaum Muslim. Kalaupun ditarik menjadi teologi dan fikih maka
lebih esensial dan kontekstual menjadi teologi dan fikih amal, yang bersifat membebaskan
kaum miskin dan siapapun yang tergolong mustadl’afin (mereka yang lemah dan dilemahkan).

Dalam surat al-maun dijelaskan

“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?/Maka itulah orang yang


menghardik anak yatim/dan tidak mendorong memberi makan orang miskin/Maka
celakalah orang yang salat/(yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya/yang
berbuat ria/dan enggan (memberikan) bantuan.”
Ada beberapa pesan yang dapat kita tangkap dari surat al-ma’un, diantaranya adalah; pertama,
orang yang menelantarkan kaun dhu’afa (mustadh’afin) tergolong kedalam orang yang
mendustakan agama. Kedua, ibadah sholat mempunyai dimensi shalat memiliki dimensi sosial,
dalam arti tiadak ada faedah shalat seseorang jika tidak dikerjakan dimensi sosialnya. Ketiga,
mengerjakan amal shaleh tidak boleh diiringi dengan sikap riya. Keempat, orang yang tidak
mau memberikan pertolongan kepada orang lain, bersikap egois dan egosentris termasuk
kedalam orang yang mendustakan agama.

Pemikiran Kh Ahmad Dahlan tentang tauhid al-ma’un bagi muhammadiyah ibarat


senjata untuk mengabdikan diri kepada bangsa Indonesia. Karena tauhid al-maun merupakan
gerakan sosial kemasyarakatan yang berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan(humanis).
Muhammadiyah berpandangan bahwa gerakkan kemanusiaan merupakan kiprah dalam
kehidupan bangsa dan negara dan salah satu dari perwujudan misi dan fungsi melaksanakan
dakwa amar ma’ruf nahi munkar sebagaimana telah menjadi panggilan sejarah sejak zaman
pergerakan hingga masa awal dan setelah kemerdekaan indonesia. Peran dalam kehidupan
bengsa dan negara tersebut diwujudkan dalam langkah-langkah strategis dan taktis sesuai
kepribadian, keyakinan dan cita-cita hidup, serta khittah perjuangan sebagai acuan gerakan
sebagai wujud komitmen dan tanggungjawab dalam mewujudkan masyarakat utama “Baldatun
Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur”.

Teologi Al-Ma’un sebagai landasan Gerakan Humanitas IMM

Sejalan dengan Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai organisasi


mahasiswa Islam dan juga sebagai organisasi otonom muhammadiyah, mempunyai pandangan
tentang gerakan sosial kemasyarakatan, yang tertuang dalam tri kompetensi IMM, yaitu;
religiusitas, intelektualitas dan humanitas. Bagi IMM gerakan-gerakan humanitas ini harus
benar-benar dijiwai, karena ketika kita lihat dari sebuah history kelahiran IMMpun, IMM lahir
untuk menghadapi tantangan zaman, dimana dahulu kelahiran IMM dilatarbelakangi sebagai
respon dari masalah-masalah kebangsaan seperti; gejolak politik yang tak kunjung usai,
stabilitas ekonomi yang terus menerus menurun, dan pemberontakan PKI yang mengancam
kedaulatan negara.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sebagai organisasi mahasiswa yang masih


tetap eksis sampai saat ini sudah berumur setengah abad lebih, yang hingga saat ini tepatnya
nanti pada tanggal 14 Maret 2020 IMM akan berumur 56 tahun. Hal ini tentunya bukan sesuatu
yang mudah bagi organisasi mahasiswa yang harus terus menyesuaikan dengan tantangan
zaman yang terus berkembang dan berubah baik dari sisi ekonomi, sosial ataupun budaya.
Terutama tantangan bagi mahasiswa saat ini yang dituntut untuk hidup serba instan, yang
sangat syarat pada pola hidup hedon/hedonisme.

“Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi
bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin
menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau
kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia”.

Dengan demikian pola hidup hedon ini berpengaruh pada kehidupan yang mempengaruhi pada
kebiasaan buruk, seperti gaya hidup mewah, serba berlebih-lebihan yang dilandasi karena
adanya rasa gengsi dan berlomba-lomba untuk mempercantik penampilan. Dengan demikian
inilah yang menyebabkan peran mahasiswa menjadi tidak dirasakan kehadirannya oleh
masyarakat karena cenderung lebih memikirkan kepentingan pribadi. Padahal kita sebagai
manusia dalam sabda Rosulullah Saw dijelaskan bahwa “Sebaik Baik Manusia Adalah Yang
Paling Bermanfaat Bagi Orang Lain”.

Disinilah peran bagi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, yang harus mampu melihat
dan menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi. Dalam konteks hari ini IMM sebagai
organisasi Mahasiswa Islam tidak boleh terbawa arus, tidak boleh terwarnai dan justru harus
mewarnai sekitar. Teologi al-maun menjadi landasan gerakan humanitas bagi IMM karena
IMM sebagai organisasi otonom muhammadiyah mempunya tujuan dalam “menguasahakan
terbentuknya akademisi muslim yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan
muhammadiyah” dan sedangkan tujuan muhammadiyah adalah “mewujudkan masyarakat
islam yang sebenar-benarnya”. Hal inilah yang harus kita cermati sebagai kader IMM, bahwa
kita membawa visi misi yang besar, karena kita sebagai kader IMM membawa visi dan misi
keummatan, artinya IMM mempunyai peranan yang sangat penting dalam membangun
peradaban keislaman.

Aspek teologi al-Maun yang harus diyakini sebagai teologi pembebas karena jika
dilihat dari kacamata tauhid, setiap gejala eksploitasi manusia atas manusia merupakan
pengingkaran terhadap persamaan derajat manusia di depan Allah. Dengan demikian, jurang
yang menganga lebar antara lapisan kaya dan lapisan miskin yang selalu disertai kehidupan
yang eksploitatif merupakan fenomena yang tidak tauhid, bahkan anti tauhid.

Allah Swt. Berfirman, bahwa tahukah engkau, hai Muhammad, orang yang
mendustakan hari pembalasan? Itulah orang yang menghardik anak yatim. (Al-m-Maun 2).
Yakni dialah orang yang berlaku sewenang-wenang terhadap anak yatim, menganiaya haknya
dan tidak memberinya makan serta tidak memperlakukannya dengan perlakuan yang baik. “dan
tiodak menganjurkan memberi makan orang miskin.(Al-Maun 3).

Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firmannya: “ sekali-kali
tidak (demikian). Sebenarnya kalian tidak memuliakan anak yatim, dan kalian tidak saling
mengajak memberi makan orang miskin. “Al-Fajr:17-18). Makna yang dimaksud ialah orang
fakir yang tidak mempunyai sesuatu pun untuk menutupi kebutuhan dan kecukupannya.
Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya: “maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang
shalat, yaitu orang yang lalai dari shalatnya”. (Al-Maun:4-5).

Kesimpulan

Dengan demikian, teologi al-maun memberikan kesadaran untuk kita selaku kader
IMM, bahwa ibadah ritual kepada Allah itu tidak ada artinya bila ternyata kita tidak dapat
merefleksikan dalam wujud kesadaran kemanusiaan, seperti menolong fakir miskin dan anak
yatim. dan sebagai pondasi dasar bagi IMM yang harus senantiasa kita pegang teguh dalam
surat Al-Imran ayat 4 yaitu; “hendaklah ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Dan
sesungguhnya merekalah orang-orang yang beruntung”. Artinya kita sebagai organisasi untuk
tidak hanya sibuk dengan rutinitas organisasi yang tidak bersifat substansial, melainkan banyak
hal yang harus kita lakukan untuk membawa organisasi ini menjadi lebih bermanfaat bagi
kepentingan umum, terutama masyarakat.
Daftar Pustaka
http://juniliza.blogspot.com/2015/06/teologi-surat-al-maun.html

https://terataknugroho.wordpress.com/2016/03/25/dimensi-pembebasan-teologi-al-maun/

Gunawan, Andri, Teologi Al-Maun dan Praksis Sosial Dalam Kehidupan Warga Muhammadiyah

Ma’arif, Ahmad Syafi’i Mengukuhkan Teologi Al-Maun Dalam Teori Dan Praksisme

http://www.suaramuhammadiyah.id/2018/09/19/al-maun-sebagai-din-al-amal/

Anda mungkin juga menyukai