PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teologi ini didasarkan pada Al-Qur’an yang diterjemahkan dalam tiga pilar kerja,
yaitu: healing (pelayanan kesehatan), schooling (pendidikan), dan feeding (pelayanan
sosial). Teologi ini pulalah yang diklaim mampu membuat organisasi ini bertahan hingga
100 tahun lebih dengan memiliki ribuan sekolah, rumah sakit, panti asuhan, dan layanan
kesejahteraan sosial yang lain. Ahmad Dahlan dengan menafsirkan Al-Ma’un kedalam tiga
kegiatan utama: pendidikan, kesehatan dan penyantunan orang miskin juga melakukan
transformasi pemahaman keagamaan dari sekadar doktrin-doktrin sakral dan “kurang
berbunyi” secara sosial menjadi kerjasama atau koperasi untuk pembebasan manusia.
Dalam konteks inilah teologi kerja Islam doktrin suci yang melampaui absolutisme
teologis yang lebih bercorak standar ganda dan kurang respek dengan masalah kemiskinan
menjadi teologi kerjasama atau (ta`awun `ala al-birri wa at-taqwa). Pedoman utamanya
adalah konsep tauhid yang menuntut ditegakkannya keadilan sosial, karena dilihat dari
kacamata tauhid, setiap gejala eksploitasi manusia atas manusia merupakan pengingkaran
terhadap persamaan derajat manusia di depan Allah. Dengan demikian, jurang yang
menganga lebar antara lapisan kaya dan lapisan miskin yang selalu disertai kehidupan yang
eksploitatif merupakan fenomena yang tidak tauhid, bahkan anti-tauhid.5 Untuk mengatasi
ketidakadilan sosial yang terjadi saat ini, maka Muhammadiyah sebagai persyarikatan perlu
menghidupkan lagi spirit al-Ma’un, guna kemajuan hidup berbangsa dan bernegara,
sebagaimana yang telah dilakukan oleh Kyai Dahlan di awal-awal pendirian
Muhammadiyah.
Setidaknya ada beberapa pesan yang dapat ditangkap dari surat al-Ma’un,
diantaranya adalah; pertama, orang yang menelantarkan kaum dhu’afa (mustadh’afiin)
tergolong kedalam orang yang mendustakan agama. Kedua, ibadah shalat memiliki dimensi
sosial, dalam arti tidak ada faedah shalat seseorang jika tidak dikerjakan dimensi sosialnya.
Ketiga, mengerjakan amal saleh tidak boleh diiringi dengan sikap riya. Keempat, orang
yang tidak mau memberikan pertolongan kepada orang lain, bersikap egois dan egosentris
termasuk kedalam orang yang mendustakan agama.
Bila ingin dipadatkan lagi, empat buah pesan yang terkandung dalam surat al-
Ma’un inilah yang menjadi cita-cita sosial Muhammadiyah, yaitu ukhuwah (persaudaraan),
hurriyah (kemerdekaan), musawah (persamaan), dan ‘adaalah (keadilan).8 Spirit inilah
yang ditangkap oleh Kyai Dahlan dan diimplementasikannya dalam kehidupan sosial
melalui persyarikatan Muhammadiyah. Nilai-nilai ini sejalan dengan misi Islam di muka
bumi sebagai agama yang rahmatan lil’alamiin. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang
Tauhid Al-Ma’un bagi Muhammadiyah ibarat senjata untuk mengabdikan diri kepada
bangsa Indonesia. Karena Tauhid Al-Ma’un merupakan gerakan sosial kemasyarakatan
yang berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan. Muhammadiyah berpandangan bahwa
gerakan kemanusiaan merupakan kiprah dalam kehidupan bangsa dan negara dan salah satu
perwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar
sebagaimana telah menjadi panggilan sejarahnya sejak zaman pergerakan hingga masa
awal dan setelah kemerdekaan Indonesia. Peran dalam kehidupan bangsa dan negara
tersebut diwujudkan dalam langkah-langkah strategis dan taktis sesuai kepribadian,
keyakinan dan cita-cita hidup, serta khittah perjuangannya sebagai acuan gerakan sebagai
wujud komitmen dan tanggungjawab dalam mewujudkan masyarakat utama "Baldatun
Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur".
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penulisan yang dilakukan berfokus pada aktualisasi teologi Al
ma’un adalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan teologi al-Ma’un?
2. Bagaimana problematika sosial Indonesia?
3. Bagaimana Ideologi Muhammadiyah di bidang pelayanan sosial?
4. Bagaimana Perjuangan Muhammadiyah di bidang pelayanan sosial?
5. Bagaimana Amal Usaha Muhammadiyah di bidang pelayanan sosial?
6. Bagaimana Pemberdayaan Umat dengan filantropi?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teologi Al-Maun
a. Pendidikan
b. Kesehatan
c. Penyantunan orang miskin juga melakukan transformasi pemahaman keagamaan
dari sekadar doktrin-doktrin sakral dan “kurang berbunyi” secara sosial menjadi
kerjasama atau koperasi untuk pembebasan manusia. Di era modern saat ini perlu
kembali dihidupkan spirit al-ma'un ini, apalagi dalam kondisi kehidupan yang
penuh dengan ketidakadilan sosial.
Surat al-Ma‘un, yang inti surat ini mengajarkan bahwa ibadah ritual tidak ada
artinya jika. pelakunya tidak melakukan amal sosial. Surat ini bahkan menyebut mereka
yang mengabaikan anak yatim dan tak berusaha mengentaskan masyarakat dari
kemiskinan sebagai ‘pendusta agama’. Teologi ini didasarkan pada Al-Qur’an yang
diterjemahkan dalam tiga pilar kerja, yaitu: healing (pelayanan kesehatan), schooling
(pendidikan), dan feeding (pelayanan sosial).
Ada beberapa pesan yang dapat ditangkap dari surat al-Ma’un, diantaranya
adalah; pertama, orang yang menelantarkan kaum dhu’afa (mustadh’afiin ) tergolong
kedalam orang yang mendustakan agama. Kedua, ibadah shalat memiliki dimensi sosial,
dalam arti tidak ada faedah shalat seseorang jika tidak dikerjakan dimensi sosialnya.
Ketiga, mengerjakan amal saleh tidak boleh diiringi dengan sikap riya. Keempat, orang
yang tidak mau memberikan pertolongan kepada orang lain, bersikap egois dan
egosentris termasuk kedalam orang yang mendustakan agama. Bila ingin dipadatkan lagi,
empat buah pesan yang terkandung dalam surat al-Ma’un inilah yang menjadi cita-cita
sosial Muhammadiyah, yaitu ukhuwah (persaudaraan), hurriyah (kemerdekaan),
musawah (persamaan), dan ‘adaalah (keadilan).8 Spirit inilah yang ditangkap oleh Kyai
Dahlan dan diimplementasikannya dalam kehidupan sosial melalui persyarikatan
Muhammadiyah. Nilai-nilai ini sejalan dengan misi Islam di muka bumi sebagai agama
yang rahmatan lil’alamiin.
Secara umum Munas Tarjih ke-27 menyepakati bahwa sistematika Fikih al Maun
ada dalam “Kerangka Amal al-Ma’un” yang berupa penguatan dan pemberdayaan
kekayaan fisik, moral, spiritual, ekonomi, sosial dan lingkungan. Kemudian “Pilar Amal
al-Ma’un” terdiri dari rangkaian berkhidmat kepada yang yatim, berkhitmat kepada yang
miskin, mewujudkan nilai-nilai shalat, memurnikan niat, menjauhi riya’, dan membangun
kemitraan yang berdayaguna. Sementara “Bangunan Amal al-Ma’un” yang disepakati
adalah untuk kesejahteraan individu yang bermartabat, kesejahteraan keluarga Keluarga
Sakinah), kesejahteraan masyarakat yang berjiwa besar, kesejahteraan bangsa dan negara.
Zَ ِ) بِال ِّد ْينِ ٰذل1( ُاَ َر َءيْتَ الَّ ِذيْ يُ َك ِّذب
)2(ك الَّ ِذيْ يَ ُد ُّع ْاليَتِ ْي َم
)4( َصلِّ ْين َ )فَ َو ْي ٌل لِّ ْل ُم3(َواَل يَحُضُّ ع َٰلي طَ َع ِام ْال ِم ْس ِك ْي
)7( َ) َويَ ْمنَعُوْ نَ ْال َما ُعوْ ن6( َ)الَّ ِذ ْينَ هُ ْم يُ َر ۤاءُوْ ن5( َصاَل تِ ِه ْم َساهُوْ ن َ الَّ ِذ ْينَ هُ ْم ع َْن
Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? (1) Maka itulah orang yang
menghardik anak yatim,(2) dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.(3) Maka
celakalah orang yang shalat,(4) (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya,(5) .
yang berbuat ria (6) dan enggan (memberikan) bantuan.(7)”
b. Tidak menganjurkan memberi makan orang miskin
Orang yang tidak mau mengajak orang supaya memberi makan orang miskin adalah
orang yang termasuk mendustakan agama. Karena dia mengaku menyembah Tuhan,
padahal hamba Tuhan tidak diberinya pertolongan dan tidak diperdulikannya.
Dengan ayat ini jelaslah bahwa sesama manusia harus saling ajak- mengajak supaya
menolong anak yatim dan fakir miskin itu menjadi perasaan bersama, menjadi
budipekerti yang umum.
d. Riya
Orang yang bersifat riya kadang-kadang dia bermuka manis kepada anak yatim.
Kadang-kadang dia menganjurkan memberi makan fakir miskin, kadang-kadang
kelihatan dia khusyu sembahyang tetapi semuanya itu dikerjakannya karen riya.
Yaitu karena ingin dilihat, dijadikan reklame. Karena ingin dipuji orang. Hidupnya
penuh dengan kebohongan dan kepalsuan.
f. Terma Yatim
Kata yatîm jamaknya aitâm atau yatâmâ dalam al-Qur‟ân disebut sebanyak 23 kali.
Dalam bentuk mufrad sebanyak 8 kali, musannâ 2 kali, dan bentuk jamak sebanyak
14 kali. Anak yatim adalah anak yang tidak mempunyai ayah. Anak yang tidak
mempunyai ayah adalah symbol dari kelemahan, karena tidak ada lagi yang
memberinya nafkah, tidak ada lagi yang mendidiknya dan tidak ada tempat hidupnya
bergantung. Inilah bentuk pertama dari orang-orang yang lemah.
Ada dua persoalan penting yang dihadapi oleh anak-anak yatim yakni dimensi
psikologis dan dimensi ekonomis. Secara psikologis, anak-anak yatim adalah anak-
anak yang kehilangan orang tua, bapak dan ibu, yang memberikan perlindungan,
rasa aman, cinta dan kasih sayang. Sementara secara ekonomis, anak-anak yatim
adalah anak-anak yang kehilangan orang tua yang memberikan nafkah untuk
kelangsungan hidup, kesehatan dan pendidikan. Anak-anak yatim dari kalangan
kaum dhu‟afâ kehilangan dua- duanya sekaligus, kehilangan dimensi psikologis
maupun dimensi ekonomis.
2. Kemiskinan
Kemiskinan adalah masalah sosial yang sudah ada sejak lama di
Indonesia. Bukan hal yang bisa ditutupi, bahwa angka kemiskinan masih besar
di Indonesia. Memang tidak ada tindakan yang langsung bisa menghapus
kemiskinan di Indonesia. Terlebih masalah sosial kemiskinan ini seperti
mendarah daging. Seseorang yang masuk dalam kategori miskin bisa karena
dua faktor. Faktor internal, karena orang yang masuk dalam kategori miskin ini
tidak berusaha. Ia tidak berusaha untuk mengubah hidupnya dan keluar dari
lingkaran kemiskinan. Faktor kedua yaitu faktor eksternal, kemiskinan yang
disebabkan oleh faktor internal biasakan karena adanya masalah. Contohnya
seperti adanya perubahan iklim, perubahan struktur sosial, kebijakan dari
program pemerintah, kerusakan alam dan bisa terjadi karena hal-hal lainya.
3. Pengangguran
Pengangguran juga termasuk ke dalam masalah sosial yang sangat besar di
Indonesia. Pengangguran terjadi karena berbagai faktor. Salah satunya adalah
karena persaingan dari sumber daya manusia. Persaingan ini terjadi dalam hal
mencari lapangan pekerjaan. Biasanya orang yang tidak memiliki pendidikan
yang cukup akan kalah dengan orang yang memiliki pendidikan tinggi. Banyak
para pencari kerja menjadikan Pendidikan sebagai syarat utama dalam
membuka lowongan pekerjaan. Hal tersebutlah yang menjadi faktor
pengangguran jadi masalah sosial. Sama dengan kemiskinan, pengangguran
selalu meningkat dari tahun ke tahun. Faktor lainnya yang menyebabkan
pengangguran adalah karena masyarakat tidak produktif
C. Filantropi dan Praksis Sosial
1. Filantropi
Filantropi (kedermawanan) adalah kesadaran untuk memberi dalam
rangka mengatasi kesulitan dan meningkatkan kesejahteraan hidup
masyarakat secara luas dalam berbagai bidang kehidupannya, bidang
pendidikan, ekonomi, kesehatan, tempat tinggal dan lain sebagainya. Dalam
pandangan ajaran Islam, filantropi adalah perbuatan yang sangat mulia, bagian
utama dari ketakwaan seorang muslim, perbuatan yang akan mengundang
keberkahan, rahmat dan pertolongan Allah, perbuatan yang akan
menyelamatkan kehidupan secara luas.
Pilar filantropi atau bisa disingkat ZISWAF yang apabila dikelola dan
didukung sepenuhnya melalui politik ekonomi negara, merupakan modal dan
kekuatan umat dan masyarakat dalam mengantisipasi berbagai gejolak dan
tekanan perekonomian yang tidak stabil. Sumber pendanaan yang berasal dari
Ziswaf selama ini telah banyak memberi kontribusi terhadap pembangunan
kesejahteraan rakyat. Mestinya hal itu terakomodir dalam Sasaran dan
Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang disusun pemerintah.
Umat Islam selama ini secara proaktif telah berbuat sesuatu dalam
merespon kebutuhan penguatan peran filantropi Islam dalam bingkai dan
koridor hukum-hukum syariat dan kemaslahatan umat sesuai maqashid
syariah. Islam seperti diketahui mengajarkan dasar-dasar keadilan sosial dan
kesejahteraan yang paripurna. Islam mengajarkan umatnya agar
memperhatikan nasib fakir miskin dan kaum dhuafa yang terpinggirkan dalam
sistem ekonomi liberal dan kapitalis. Islam tidak sebatas menganjurkan
menolong yang kaum lemah, bahkan mewajibkan orang-orang yang memiliki
harta untuk mengeluarkan zakat karena dalam harta itu terdapat hak kaum
miskin. Khusus mengenai “zakat”, perlu dipahami bahwa kedudukannya
bukanlah filantropi biasa. Selain sebagai rukun Islam, zakat adalah bagian
yang intrinsik dari sistem keuangan Islam. Zakat memiliki kekhususan dan
tempat tersendiri dalam ajaran Islam maupun dalam kehidupan bernegara.
2. Praksis Sosial
Praksis merupakan gerakan aksi berbasis refleksi yaitu tindakan
tindakan sosial yang memiliki dasar dan perwujudan dari hasil perenungan
pemikiran yang mendasar dalam aspek tertentu.. Aksi Praksis bersifat
emansipatoris, yakni berorientasi pada pembebasan dan pemberdayaan
menuju kemajuan.
a. Praksis Sosial Pendidikan
Dalam mengelola pendidikan, Muhammadiyah memiliki lembaga
tersendiri dalam menjaga marwah dan nilai-nilai perjuangan agar tetap
ada dan terus meregenerasi, adapaun lembaga pendidikan di
Muhammadiyah yaitu:
1) Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah
2) Majelis Pendidikan Tinggi Majelis sebagai penyelenggara amala
usaha, program, dan kegiatan bidang pendidikan tinggi sesuai
kebijakan Perserikatan
b. Praksis Ekonomi
Pemberdayan Ekonomi masyaraka meliputit:
1) BUEKA dan UMKM > 1500 kelompok
BUEKA (Bina Usaha Ekonomi Aisyiyah) Program pemberdayaan
ekonomi bagi perempuan, anggota ’Aisyiyah maupun simpatisan
’Aisyiyah dan masyarakat luas yang berminat dengan
orientasiKpeningkatan kualitas Sumber Daya Insani agar tangguh dan
bertanggung jawab untuk mengentaskan diri dari keterpurukan ekonomi
menuju kesejahteraan ekonomi keluarga.
2) KOPERASI dan BMT > 578
3) SWA (Sekolah Wirausaha Aisyiyah)
4) Ketahanan Pangan Pemberdayaan Petani KTA (Kelompok tani
Aisyiyah)
c. Praksis di Bidang Kesehatan
Praksis Aisyiyah di bidang kesehatan meliputi :
1) Program Kesehatan untuk Perempuan
2) Kesehatan Reproduksi
3) Penurunan AKI, P4K (Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi) menuju keluarga Sakinah
4) Pelayan kesehatan ibu dan Anak, terpadu di RS,RSIA,BKIA, dan
Balkesmas, dll >187 Posyandu Sakinah Lansia, Dll
d. Praksis Kesejahteraan Sosial
Praksis Kesejahteraan sosial meliputi :
1) Pemberdayaan dan Pelayanan kelompok masyarakat dhuafa’ dan
Mustadhafin, (anakanak, perempuan, lansia dan kel marjinal lainnya)
2) Pengembangan panti dan Asuhan keluarga
3) Pendampingan dan advokasi korban kekerasan serta trafficking
4) Program Asuhan keluarga melalui santunan untuk anak yatim, anak
keluarga miskin dan lansia ada di cabang dan ranting Aisyiyah
5) Rumah Aman untuk korban trafficking.
6) Layanan Akesos dan Jamkesmas/Jamkesda, BPJS
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dengan demikian, jurang yang menganga lebar antara lapisan kaya dan lapisan miskin
yang selalu disertai kehidupan yang eksploitatif merupakan fenomena yang tidak tauhid,
bahkan anti-tauhid.
Keempat, orang yang tidak mau memberikan pertolongan kepada orang lain, bersikap
egois dan egosentris termasuk kedalam orang yang mendustakan agama.
Bila ingin dipadatkan lagi, empat buah pesan yang terkandung dalam surat al-Ma’un
inilah yang menjadi cita-cita sosial Muhammadiyah, yaitu ukhuwah (persaudaraan),
hurriyah (kemerdekaan), musawah (persamaan), dan ‘adaalah (keadilan).8 Spirit inilah
yang ditangkap oleh Kyai Dahlan dan diimplementasikannya dalam kehidupan sosial
melalui persyarikatan Muhammadiyah.
Kemudian “Pilar Amal al-Ma’un” terdiri dari rangkaian berkhidmat kepada yang yatim,
berkhitmat kepada yang miskin, mewujudkan nilai-nilai shalat, memurnikan niat,
menjauhi riya’, dan membangun kemitraan yang berdayaguna.
Pilar filantropi atau bisa disingkat ZISWAF yang apabila dikelola dan didukung
sepenuhnya melalui politik ekonomi negara, merupakan modal dan kekuatan umat dan
masyarakat dalam mengantisipasi berbagai gejolak dan tekanan perekonomian yang tidak
stabil.
DAFTAR PUSTAKA
Djohantini, Siti Noordjannah. (2015). https://tarjih.or.id/wp-content/uploads/2020/08/PRAKSIS-
SOSIAL-AISYYAH-2015_Noordjannah.pdf
Gunawan, Andri. (2018). https://journal.uinjkt.ac.id/index.php/salam/article/view/9414. Jurnal
Sosial dan Budaya Syar'i
Nasution, Hasyimsyah, dkk. (2019).
Samosirhttps://www.researchgate.net/publication/PEMBERDAYAAN-FILANTROPI-DALAM-
MENINGKATKAN-KESEJAHTERAAN-WARGA-MUHAMMADIYAH-DI-INDONESIA.pdf. MIQOT Vol.
43 No. 2 Juli-Desember 2019