Kelompok A2
Jaminah ( 2109047061 )
a. Ketahanan pangan
Ketahanan pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2012 adalah terpenuhinya pangan bagi tiapnegara sampai dengan
perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan
terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan
budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara
berkelanjutan. Sedangkan keamanan pangan adalah kondisi dan upaya
yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan tiga cemaran,
yaitu cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat
sehingga aman untuk dikonsumsi
Tentunya pada masa pandemi yang sulit seperti sekarang ini ketahanan
pangan menjadi sesuatu yang harus diupayakan untuk menghindar dari krisis
pangan. Setidaknya, ada tiga pilar dalam ketahanan pangan, yaitu
ketersediaan, keterjangkauan, dan stabilitas. Sebagai pilar pertama,
ketersediaan pangan menggambarkan bagaimana suatu sistem pertanian
dapat menyediakan kebutuhan pangan masyarakat. Ketersediaan bahan
pangan sendiri dipengaruhi ketersediaan bahan baku, yang berarti
bergantung pada produksi dari kegiatan pertanian.Di masa pandemi ini,
petani tetap terus bekerja di lahan menyesuaikan protokol produksi untuk
menjamin kualitas dan kuantitas serta keamanan pangan di tengah pandemi.
Strategi Kementerian Pertanian (Kementan) dalam meningkatkan produksi
pangan dan menjaga agar petani tetap berproduksi selama pandemi, di
antaranya relaksasi kredit usaha rakyat (KUR) sektor pertanian dan
mempercepat bantuan sarana dan prasarana pertanian. Dalam hal relaksasi
KUR, pemerintah memberikan pembebasan pembayaran bunga dan
penundaan pembayaran pokok KUR dan akan diikuti dengan memberikan
perpanjangan jangka waktu dan tambahan plafon.Hal tersebut membantu
petani menjalankan kegiatan pertanian. Sebab, mulai dari penanaman hingga
panen, petani membutuhkan modal.
Dari aspek sarana dan prasarana pertanian, Kementan fokus pada
akselerasi perbaikan sarana irigasi, penyediaan alsintan, benih, bibit, pupuk,
pakan ternak, obat hewan, vaksin, serta bantuan sarana produksi lain.
Ketersediaan sarana dan prasarana memegang peran penting dalam
percepatan pemenuhan ketersediaan bahan pangan di masyarakat. Alat
mesin pertanian seperti traktor akan membantu mempercepat proses
produksi dibandingkan hanya dengan penggunaan kerbau atau tenaga
manusia. Sistem pertanian modern terbukti lebih cepat meningkatkan nilai
produksi dibanding dengan sistem konvensional.
Selain kedua strategi itu, warga juga diimbau untuk dapat melakukan
kegiatan pertanian sendiri di pekarangan rumah ataupun melakukan sistem
pertanian vertikal bagi yang tidak mempunyai lahan kosong di rumah. Hal
tersebut akan membantu petani dalam menjaga ketersediaan pangan di
tengah pandemi ini. Sementara itu, dari aspek ketersediaan bahan pangan di
konsumen, terjadi banyak perubahan pola karena kebijakan physical
distancing. Pola jalur pasokan lebih banyak menuju pasar-pasar modern dan
pasar yang berbasis daring. Dari sisi transaksi yang dilakukan konsumen,
pandemi membuat perubahan pola transaksi ke arah ke platform digital
atau online. Platform-platform pemasaran komoditas pertanian online dapat
dimanfaatkan untuk membantu petani dalam memasarkan hasil panennya,
Kemudahan akses petani terhadap faktor produksi seperti pupuk, benih dan
saluran irigasi harus tetap terjamin, Manajemen cadangan pangan darurat. Di
tengah darurat Covid-19, sesungguhnya bahan makanan harus tersedia
dengan jumlah dan mutu yang baik serta harga terjangkau.
Setelah memastikan ketersediaan bahan pangan aman di masa
pandemi ini, tugas selanjutnya dalam menjaga ketahanan pangan adalah
memastikan bahan tersebut terjangkau bagi warga. Komponen penting
lainnya dalam menjaga ketahanan pangan adalah stabilitas pangan.
b. Keamanan pangan
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan tiga cemaran, yaitu cemaran biologis,
kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.
Pangan olahan yang diproduksi harus sesuai dengan Cara Pembuatan
Pangan Olahan yang Baik untuk menjamin mutu dan keamanannya. Selain itu
pangan harus layak dikonsumsi yaitu tidak busuk, tidak menjijikkan, dan
bermutu baik, serta bebas dari Cemaran Biologi, Kimia dan Cemaran Fisik.
Pandemi COVID-19 menyebabkan rantai pasokan pangan terganggu
karena beberapa produk, bahan, atau bahan mentah tidak tersedia atau sulit
didapatkan. Program inspeksi keamanan pangan nasional harus
diselenggarakan berdasarkan risiko, di mana usaha pangan diberi peringkat
guna menentukan frekuensi inspeksi. Profil risiko masing-masing usaha
pangan dalam kaitannya dengan inspeksi harus didasarkan pada sifat dan
tingkat usaha pangan, dengan mempertimbangkan jenis pangan yang diolah,
diproses dan didistribusikan; metode pengolahan (makanan yang dimasak,
produk yang siap makan); skala operasi, dan kemungkinan kelompok berisiko
di antara konsumennya. Masalah yang harus dipertimbangkan dalam
memutuskan pengelompokan risiko usaha pangan mencakup riwayat
kepatuhan atau ketidakpatuhan terhadap peraturan, kepercayaan dalam
implementasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan, dan catatan verifikasi.
Pendekatan inspeksi keamanan pangan berbasis risiko ini dapat
mengidentifikasi usaha pangan yang berisiko tinggi yang memerlukan
inspeksi. Inspeksi tempat pengolahan pangan berisiko rendah hingga sedang
mungkin perlu ditangguhkan sementara selama pandemi ini. Salah satu area
kritis di mana inspeksi pangan perlu dilanjutkan adalah di rumah potong
hewan termasuk pengawasan ante- dan post-mortem. Inspektur pangan di
tempat tersebut akan membutuhkan alat pelindung diri (APD) dan perlu
menyadari pentingnya menjaga jarak, mencuci tangan, sanitasi, dan disinfeksi
terutama jika kondisi produksi berubah misalnya karena meningkatnya
kecepatan produksi. Kelompok usaha kritis lain di mana inspeksi mungkin
perlu diperkuat adalah usaha yang sangat bergantung pada bahan impor.
Dengan berkurangnya transportasi internasional secara drastis, rantai
pasokan usaha-usaha ini dapat terhambat atau terganggu. Hal ini akan
menimbulkan masalah keamanan pangan dan perlu inspeksi dan kontrol
lebih.
Selain itu, usaha pangan yang bergantung pada bahan impor akan
mencari alternatif lain dengan mencari pemasok baru tanpa melalui program
perizinan pemasok, yang dapat membahayakan integritas produk. Usaha
pangan diwajibkan secara hukum untuk memproduksi dan memasarkan
pangan yang aman dan sesuai. Selain Sistem Manajemen Keamanan
Pangan, pengusaha pangan harus mempertimbangkan sistem penilaian
kerentanan berbasis risiko untuk mengurangi risiko penipuan pangan. Otoritas
yang berwenang perlu menyoroti meningkatnya risiko penipuan pangan.
Ketika warga diharuskan tetap tinggal di rumah, semakin banyak konsumen
yang beralih ke e-commerce dan berbelanja ritel makanan secara daring.
Banyak orang membeli makanan secara daring dari banyak situs ecommerce
yang bermunculan sejak awal pandemi ini. Penting bagi otoritas yang
berwenang untuk menegaskan kembali kepada masyarakat bahwa sementara
tidak ada kasus COVID-19 yang dilaporkan yang ditularkan melalui konsumsi
makanan dan bahwa COVID-19 sangat tidak mungkin ditularkan melalui
makanan. Rekomendasi kebersihan yang disediakan oleh otoritas kesehatan
berwenang untuk menghindari transmisi SARS-CoV-2 juga harus diterapkan
oleh konsumen saat berbelanja atau mengolah makanan. Rekomendasi dan
pesan yang diterbitkan oleh WHO dapat diadaptasi dan disebarluaskan untuk
konteks nasional.