• 1. Aldha Nur Faidza Putri • 2. Anita Yunianti • 3. Herni Setyowati • 4. Komang Tri Suputra • 5. Ni Putri Aryati Rahadi • 6. Susan Susanti Definisi Keamanan Pangan Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan , Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Menurut Undang-undang Republik Indonesia no. 18/2012 tentang pangan, bahwa keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, sehingga aman untuk dikonsumsi. Pangan yang tidak aman akan menyebabkan penyakit yang disebut foodborne disease, yaitu segala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan atau senyawa beracun atau organisme patogen. Masalah Keamanan Pangan Ada empat masalah utama mutu dan keamanan pangan nasional yang berpengaruh terhadap perdagangan pangan baik domestik maupun global (Fardiaz, 1996), yaitu:
Pertama, produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan mutu keamanan
pangan, yaitu: 1) Penggunaan bahan tambahan pangan yang dilarang atau melebihi batas dalam produk pangan 2) Ditemukan cemaran kimia berbahaya (pestisida, logam berat, obat-obat pertanian) pada berbagai produk pangan 3) Cemaran mikroba yang tinggi dan cemaran microba patogen pada berbagai produk pangan 4) Pelabelan dan periklanan produk pangan yang tidak memenuhi syarat 5) Masih beredarnya produk pangan kadaluwarsa, termasuk produk impor 6) Pemalsuan produk pangan 7) Cara peredaran dan distribusi produk pangan yang tidak memenuhi syarat 8) Mutu dan keamanan produk pangan belum dapat bersaing di pasar Internasional Masalah Keamanan Pangan
Kedua, masih banyak terjadi kasus kercunan makanan yang sebagian
besar belum dilaporkan dan belum diidentifikasi penyebabnya. Ketiga, masih rendahnya pengetahuan, keterampilan, dan tanggung jawab produsen pangan (produsen bahan baku, pengolah dan distributor) tentang mutu dan keamanan pangan, yang ditandai dengan ditemukannya sarana produk dan distribusi pangan yang tidak memenuhi persyaratan (GAP, GHP, GMP, GDP dan GRP), terutama pada industri kecil/rumah tangga. Keempat, rendahnya kepedulian konsumen tentang mutu dan keamanan pangan yang disebabkan pengetahuan yang terbatas dan kemampuan daya beli yang rendah, sehingga mereka masih membeli produk pangan dengan tingkat mutu dan keamanan yang rendah. Tujuan keamanan pangan
Tujuan Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi penting perannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat (Cahyadi dalam Nasution,2009). Sasaran program keamanan pangan 1) Menghindarkan masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan, yang tercermin dari meningkatnya pengetahuan dan kesadaran produsen tentang mutu dan keamanan pangan. 2) Memantapkan kelembagaan pangan, yang antara lain dicerminkan oleh adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur keamanan pangan. 3) Meningkatkan jumlah industri pangan yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan diberlakukannya UU No. 7 tentang Pangan tahun 1996 sebuah
langkah maju telah dicapai pemerintah untuk memberi perlindungan kepada konsumen dan produsen akan pangan yang sehat, aman dan halal. Dalam upaya penjabaran UU tersebut, telah disusun Peraturan Pemerintah (PP) tentang keamanan pangan serta label dan iklan pangan. Demikian juga PP tentang mutu dan gizi pangan serta ketahanan pangan. Gambaran keadaan keamanan pangan selama tiga tahun terakhir secara umum adalah a. Masih dtiemukan beredarnya produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan b. Masih banyak dijumpai kasus keracunan makanan c. Masih rendahnya tanggung jawab dan kesadaran produsen serta distributor tentang keamanan pangan yang diproduksi / diperdagangkannya d. Masih kurangnya kepedulian dan pengetahuan konsumen terhadap keamanan pangan Kriteria Keamanan Pangan Lembaga standarisasi pangan PBB menyetujui regulasi produk makanan baru guna melindungi kesehatan konsumen. Codex Alimentarius Commission (CAC), lembaga yang dikelola bersama antara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) awal bulan ini menetapkan batas kandungan maksimal melamin dalam susu formula untuk bayi termasuk menetapkan standar keamanan pangan untuk makanan laut (seafood), melon dan buah ara kering (dried figs). Semua langkah ini diambil untuk mempromosikan pangan yang lebih bergizi dan aman bagi konsumen di seluruh dunia. Standar ini dalam banyak kasus juga dipakai sebagai panduan dalam pembuatan kebijakan nasional dan panduan keamanan pangan pada perdagangan pangan internasional. Menurut WHO, melamin dalam konsentrasi tinggi bisa berdampak mematikan. Bahan ini banyak dipakai secara illegal untuk meningkatkan penampakan protein dalam produk makanan, termasuk dalam produk susu bubuk dan susu formula. Susu yang tercemar melamin telah banyak memakan korban, menyebabkan kasus kematian dan penyakit pada bayi. Dua tahun yang lalu, CAC menetapkan kandungan maksimal melamin pada susu bubuk dan formula sebesar 1 miligram (mg) per kilogram (kg) dan 2,5 mg/kg pada produk makanan lain termasuk pada makanan hewan. Tahun ini CAC menetapkan standar kandungan maksimal melamin baru pada susu bayi cair yaitu sebesar 0,15 mg/kg. Menurut WHO, selain digunakan untuk keperluan industri, melamin juga dipakai untuk bahan baku perabotan dapur dan rumah tangga. Dengan diterapkannya batasan baru ini, pemerintah diharapkan mampu melindungi konsumen dari bahaya melamin CAC juga menetapkan batas maksimal kandungan racun yang memicu kanker, yaitu aflatoxin, sebesar 10 mikrogram/kg pada buah ara kering dan memberikan panduan bagaimana mengetes kandungannya. Selain pada produk buah-buahan kering, bahan beracun ini juga ditemukan pada kacang-kacangan, rempah-rempah dan sereal jika produk-produk tersebut diproduksi dan disimpan dengan benar. CAC juga merekomendasikan agar buah melon yang telah dipotong, dibungkus dan disimpan dalam lemari pendingin secepat mungkin dan dikirim dalam suhu maksimal 40 derajat celcius. WHO juga menganjurkan produsen dan penjual agar membersihkan pisau yang dipakai untuk memotong makanan secara berkala. Rekomendasi CAC ini dilandasi oleh semakin populernya penjualan melon iris di seluruh dunia. "Buah-buahan yang telah diiris bisa menjadi tempat perkembangan bakteri dan mudah tercemar salmonella dan listeria," ujar WHO dalam siaran persnya.
CAC juga memberikan panduan kebersihan pada makanan laut
(seafood) terutama pada produk kerang-kerangan, untuk mencegah berkembangnya virus pada makanan yang telah memicu banyak gangguan kesehatan. Menurut WHO, virus lebih berbahaya dibanding bakteri, karena bisa bertahan pada produk makanan yang telah dibekukan dan disterilkan, karena mereka lebih sensitif terhadap panas. CAC juga merekomendasikan semua produsen pangan dunia agar memberikan label yang berisi informasi kandungan nutrisi pada makanan guna membantu konsumen lebih bijak dalam memilih produk. Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya: a) Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki b) Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya c) Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzym, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan d) Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borme illness) Jejaring Keamanan Pangan
Bersama-sama kita meningkatkan keamanan pangan di indonesia" adalah
lebih dari sekedar semboyan untuk Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT nasional di Indonesia. Semboyan ini merupakan terobosan cara baru untuk bekerja secara bersama-sama. Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT) SKPT adalah program nasional yang terdiri dari semua lembaga kunci yang terlibat dalam keamanan pangan dari lahan pertanian sampai siap dikonsumsi (from farm to table). SKPT diwujudkan melalui pendekatan antar sektor secara terpadu (integrated intersectoral approach). Lembaga-lembaga (stakeholders) yang terkait dalam sistem ini adalah BadanPengawas Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan,Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Pendidikan Nasional, Pemerintah Daerah, Badan Standarisasi Nasional, universitas-universitas, lembaga-lembaga penelitian, laboratorium swasta dan pemerintah, asosiasi industri dan perdagangan, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan lain-lain. Model SKPT dibentuk untuk mencapai harmonisasi program keamanan pangan dan laboratorium yang berstandar internasional. Model ini berdasarkan pada pedoman yang dikeluarkan WHO "Guidelines for Strengthening a National Food Safety Programme". Stakeholder kunci dan tanggung jawab mereka terhadap keamanan pangan dipetakan dengan model WHO tersebut.
Tiga jejaring untuk stakeholder didentifikasi dan dikelompokkan menurut
prinsip analisis risiko adalah sebagai berikut: a) Jejaring Intelijen Pangan - berdasarkan kajian risiko b) Jejaring Pengawasan Pangan - berdasarkan manajemen risiko c) Jejaring Promosi Keamanan Pangan - berdasarkan komunikasi risiko Jejaring tersebut mampu memperbaiki komunikasi antar stakeholder, membagi pengetahuan dan meningkatkan keamanan pangan di tingkat lokal, regional dan nasional. Tiga program yang terdiri dari program Food Watch, Piagam Bintang dan Respon Cepat, dikembangkan untuk mensinergiskan dan memfokuskan aktivitas keamanan pangan dan mengimplementasikan kebijakan pada tingkat nasional, provinsi, dan lokal. Program Food Watch adalah program monitoring pangan tingkat nasional. Program Piagam Bintang terdiri dari tiga tingkatan piagam bintang keamanan pangan secara sukarela yang mempromosikan pelatihan dari lahan pertanian sampai siap dikonsumsi. Program Respon Cepat merupakan program yang memungkinkan komunikasi efektif selama krisis nasional. SKPT merupakan strukur Program Keamanan Pangan Nasional. Dalam SKPT departemen, akademisi, industri dan konsumen bekerja sama untuk memaksimalkan sumber daya dan memperbaiki keamanan pangan di Indonesia. Jika setaip negara di kawasan Asia Pasifik menerapkan SKPT, maka akan banyak sekali keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dalam bidang perdagangan dan kesehatan. Hal ini merupakan impian tim SKPT untuk membuatnya menjadi kenyataan.