Anda di halaman 1dari 3

MODUL UPAYA PEMBINAAN KESEHATAN KOMUNITAS: GIZI DI MASYARAKAT

KOMPETENSI YANG DIHARAPKAN


Kompetensi Umum
Setelah mengikuti ini, mahasiswa mampu menjelaskan tentang upaya pembinaan gizi di masyarakat,
sebagai bagian dari program kesehatan komunitas dengan baik dan benar.
Kompetensi Khusus
1. Menyebutkan definisi gizi dan zat gizi.
2. Menyebutkan jenis dan fungsi zat gizi.
3. Menjelaskan definisi dan cara pengukuran status gizi.
4. Menjelaskan masalah gizi di Indonesia.
5. Menjelaskan upaya penanggulangan masalah gizi di Indonesia.

STRATEGI PEMBELAJARAN
Belajar mandiri
Diskusi

PRASYARAT
Tidak ada

DEFINISI GIZI DAN ZAT GIZI

Gizi adalah suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal oleh organisme
melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat
yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari
organ-organ, serta menghasilkan energi (Putri, 2014). Menurut Adriani and Wirjatmadi (2016), zat
gizi atau nutrient adalah senyawa kimia yang terkandung dalam makanan yang diperlukan tubuh
untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses kehidupan. Makanan yang bergizi adalah makanan yang beraneka ragam dan
sesuai dengan kebutuhan gizi.

JENIS DAN FUNGSI ZAT GIZI

Menurut Wirjatmadi & Adriani (2012), zat gizi dalam diklasifikasikan sebagai berikut: 1) makro
(karbohidrat, lemak, protein, dan air); 2) mikro (vitamin dan mineral). Zat gizi makro dibutuhkan
dalam jumlah besar oleh tubuh. Sementara zat gizi mikro dibutuhkan dalam jumlah kecil. Manfaat
zat gizi, antara lain: 1) sumber energi; 2 ) zat pembangun; dan 3) zat pengatur.

DEFINISI DAN CARA PENGUKURAN STATUS GIZI

Status gizi didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara
kebutuhan dan nutrient yang dikonsumsi (Beck, 2013). Menurut Supariasa, Bakri, & Fajar (2012),
penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung (meliputi: antropometri, biokimia, clinical sign,
dan diet), serta tidak langsung (meliputi: survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor
ekologi). Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks yang disusun oleh Kemenkes RI pada KMK standar
antropometri penilaian status gizi anak No. 1995/MENKES/SK/XII/2010 (Kemenkes RI, 2011).

MASALAH GIZI DI INDONESIA


Menurut Kemenkes RI (2016), masalah gizi di Indonesia dibedakan menjadi: 1) masalah yang secara
publik sudah terkendali; 2) masalah yang belum dapat diselesaikan (un-finished); dan 3) masalah
yang semakin meningkat, serta mengancam masyarakat. Masalah gizi sesuai kelompok umur, yaitu:
1) Balita : Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), Stunting, Gizi buruk, Gizi kurang, Obesitas, Kurang
Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI).
2) Usia 5-12 tahun : Stunting.
3) Remaja dan Wanita Usia Subur (WUS): Anemia.
4) Ibu hamil : Kurang Energi Kronis (KEK), Anemia gravidarum.

Penyebab masalah gizi dibagi menjadi dua, yaitu (Unicef, 1991): 1) penyebab langsung (asupan
makanan yang tidak cukup dan penyakit yang diderita anak); 2) penyebab tidak langsung (tidak
cukup akses terhadap pangan, pola asuh yang tidak memadai, dan sanitasi dan pelayanan kesehatan
dasar tidak memadai).

UPAYA PENANGGULANGAN MASALAH GIZI DI INDONESIA

Pemerintah telah berupaya meningkatkan pelayanan gizi masyarakat, dengan indikator: 1) ibu hamil
KEK (kurang energi kronis) mendapatkan makanan tambahan; 2) ibu hamil mendapatkan tablet
tambah darah (Fe); 3) Program ASI eksklusif 6 bulan; 4) Bayi baru lahir mendapat IMD (inisiasi
menyusui dini); 5) Balita kurus mendapatkan makanan tambahan; dan 6) Remaja putri mendapatkan
tablet tambah darah (Fe) (Dirjen Bina Gizi dan KIA, 2015).

Beberapa program yang telah dilaksanakan sebagai upaya untuk mencapai target pelayanan gizi
masyarakat, antara lain: 1) Menjaga ketersediaan pangan melalui peningkatan produksi beraneka
ragam pangan; 2) UPGK (upaya perbaikan gizi keluarga); 3) Upaya pelayanan gizi terpadu dan sistem
rujukan dari posyandu sampai ke rumah sakit; 4) Mengamankan pangan dengan SKPG (Sistem
Kewaspadaan Pangan dan Gizi); 5) Peningkatan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang
gizi; 6) Peningkatan teknologi pangan; 7) Intervensi langsung; 8) Fortifikasi bahan pangan; 9)
Pengawasan bahan pangan; dan 10) Peningkatan kesehatan lingkungan.

REFERENSI

Adriani, M., & Wirjatmadi, B. (2016). Pengantar gizi masyarakat (Edisi Pert). Jakarta: Kencana-
Prenada Media Group.

Beck, M. (2013). Ilmu Gizi dan Diet.(terj.). Yayasan Essentia Medica: Yogyakarta. afetzopoulos,
Dimitrios & Pseumas.

Dirjen Bina Gizi dan KIA. (2015). Rencana Strategis Program Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
tahun 2015-2019. Jakarta.

Kemenkes RI. (2011). Buku KMK Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Dirjen
Bina Gizi dan KIA, Direktorat Bina Gizi, Kemenkes RI. https://doi.org/10.1055/s-0029-1219204

Kemenkes RI. (2016). Situasi gizi di Indonesia. Pusdatin. Jakarta: Pusdatin Kemenkes RI.

Putri, A. A. (2014). Ilmu Gizi. Yogyakarta: Nuha Medika.

Supariasa, I. D. N., Bakri, B., & Fajar, I. (2012). Penilaian Status Gizi Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran ECG.

Unicef. (1991). Strategy for improved nutrition of children and women in developing countries. The
Indian Journal of Pediatrics, 58(113–24). https://doi.org/https://doi.org/10.1007/BF02810402
Wirjatmadi, B., & Adriani, M. (2012). Peranan gizi dalam siklus kehidupan. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.

Anda mungkin juga menyukai