Nama : Nurhidayah
Nim : P 101 17 098
Kelas :B
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...........................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Tujuan................................................................................................2
C. Manfaat..............................................................................................2
A. Kesimpulan......................................................................................15
B. Saran...............................................................................................15
CONTOH KASUS.......................................................................................16
SOAL LATIHAN..........................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................20
3
DAFTAR TABEL
4
5
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
anak-anak balita adalah antara 15% dan 20% dan terkadang jauh
lebih tinggi. Situasi ini telah diperburuk oleh meningkatnya penderita
HIV / AIDS yang telah menyebabkan meningkatnya jumlah anak-anak
yatim yang berisiko tinggi terhadap kekurangan gizi. Kekurangan
nutrisi berkontribusi pada tingginya tingkat penyakit kronis dan
kematian di antara kelompok rentan di Kenya (Kunyanga, Imungi,
Okoth, Vadivel, & Biesalski, 2012).
2
C. Manfaat
Melalui Karya tulis ilmiah ini mampu memberikan informasi dan
pemahaman lebih medalam tentang pangan dan gizi kelompok rentan
sehingga dapat paham akan pentingnya pemenuhan nilai gizi.
a. Bertahan hidup
3
d. Menghindari migrasi massal
4
a. Bayi berumur kurang dari enam bulan harus diberi ASI secara
eksklusif atau dalam kasus-kasus khusus dapat diberikan susu
pengganti ASI yang tepat dalam jumlah yang memadai.
5
Dalam bahasan berikutnya akan lebih didalami mengenai
pemberian makan pada masing-msing kelompok rentan yang banyak
dijumpai khususnya di Indonesia pada situasi darurat, dalam hal ini
adalah bayi dan balita, ibu hamil dan menyusui, serta lansia.
B. Penanganan Gizi Darurat pada Kelompok Rentan
Penanganan gizi kelompok rentan diprioritaskan bagi anak usia
0-23 bulan, anak usia 24-5.9. bulan, ibu hamil dan ibu menyusui serta
lanjut usia.
6
Persetujuan pendonor setelah mengetahui identitas bayi yang
di beri ASI
Pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak
mempunyai indikasi medis
ASI donor tidak diperjualbelikan
c. Bila tidak memungkinkan bayi mendapat ibu susu/donor, bayi
diberikan susu formula dengan pengawasan atau didampingi
oleh petugas kesehatan
Penanganan Gizi Anak Usia 6-23 Bulan
a. Baduta tetap diberi ASI
b. Pemberian MP-ASI yang difortifikasi dengan zat gizi makro,
pabrikan atau makanan lokal pada anak usia 6-23 bulan
c. Pemberian makanan olahan yang berasal dari bantuan ransum
umum yang mempunyai nilai gizi tinggi
d. Pemberian kapsul vitamin A biru (100.000 IU) bagi yang berusia
6-11 bulan; dan kapsul vitamin A merah (200.000 IU) bagi anak
berusia 12-59 bulan “ Bila bencana terjadi dalam waktu kurang
dari 30 hari setelah pemberian kapsul vitamin A (Februari dan
Agustus) maka balita tersebut tidak dianjurkan lagi mendapat
kapsul vitamin A”.
e. Dapur umum sebaiknya menyediakan makanan untuk anak usia
6-23 bulan
f. Air minum dalam kemasan diupayakan selalu tersedia di tempat
pengungsian
7
Diberikan dengan cangkir atau gelas karena mudah
dibersihkan. Botol dan dot tidak dianjurkan karena sulit
dibersihkan dan mudah terkontaminasi.
bersifat sementara sampai ibu bisa menyusui kembali, oleh
karena itu relaktasi (menyusui kembali) harus diupayakan
sesegera mungkin.
c) Sumbangan susu formula harus diberikan atas persetujuan
Kepala Dinas Kesehatan setempat (sesuai dengan Kepmenkes RI
No: 237/MENKES/SK/IV/ 1997 tentang pemasaran Pengganti Air
Susu Ibu, yang akan diperbaharui menjadi PP).
Memenuhi standar Codex Alimentarius.
Mempunyai label yang jelas tentang cara penyajian dalam
bahasa yang dimengerti oleh ibu, pengasuh atau keluarga.
Mempunyai masa kadaluarsa sekurang-kurangnya 1 tahun
terhitung sejak tanggal didistribusikan oleh produsen.
Disertai dengan air minum dalam kemasan (AMDK).
d) Susu bubuk skim tidak boleh diberikan kepada bayi.
MP-ASI hanya boleh diberikan setelah bayi berumur 6 bulan.
Pemberian MP-ASI memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Sebaiknya berdasarkan bahan lokal, menggunakan peralatan
makan yang higienis.
Mudah dimakan, mudah dicerna dan penyiapannya higienis.
Sesuai dengan umur dan kebutuhan bayi.
Mengandung zat gizi sesuai kecukupan gizi yang
8
menu harian ditempel di tempat yang mudah dilihat oleh
pelaksana pengolahan makanan.
c. Pemberian kapsul vitamin A.
d. Makanan utama yang diberikan sebaiknya berasal dari
makanan keluarga yang tinggi energi, vitamin dan mineral.
Makanan pokok yang dapat diberikan seperti nasi, ubi,
singkong, jagung, lauk pauk, sayur dan buah. Bantuan pangan
yang dapat diberikan berupa makanan pokok, kacang-
kacangan dan minyak sayur.
e. Khusus pada anak yang menderita gizi kurang atau anak gizi
buruk pada fase tindak lanjut (setelah perawatan) perlu
diberikan makanan tambahan, seperti makanan jajanan,
dengan nilai zat gizi: Energi 350 kkal dan Protein 15 g per hari.
9
dibutuhkan untuk pemberian makanan buatan yang aman - seperti
air, bahan bakar dan jumlah susu formula yang memadai - biasanya
langka dalam keadaan darurat. Pemberian makanan buatan dalam
keadaan ini meningkatkan risiko penyakit diare dan malnutrisi, yang
pada gilirannya meningkatkan risiko kematian bayi.
10
Disamping itu para ibu yang baru melahirkan juga perlu
dipastikan telah mendapat kapsul vitamin A sesuai program yang
sudah berjalan. Jadi, prinsip yang harus terpenuhi pada pemberian
makan bagi ibu hamil dan menyusui dalam situasi darurat adalah:
a. Ibu hamil mendapatkan tambahan sejumlah 285 kkal/hari
b. Ibu menyusui ++ 500 kkal/hari
c. Pemberian mikronutrient sesuai keadaan kehamilan
d. Minimal 2.100 kalori terpenuhi
Selama kehamilan dan menyusui, kebutuhan nutrisi wanita
untuk energi, protein dan zat gizi mikro meningkat secara
signifikan. Wanita hamil membutuhkan tambahan 285 kkal / hari,
dan wanita menyusui membutuhkan tambahan 500 kkal / hari. Baik
wanita hamil dan menyusui memiliki peningkatan kebutuhan akan
zat gizi mikro. Asupan zat besi, folat, vitamin A, dan yodium yang
memadai sangat penting bagi kesehatan keduanya yakni ibu dan
bayinya (WHO, 2002).
Pembagian porsi menu makanan sehari dan contoh menu
makanan untuk ibu hamil dan ibu menyusui dapat dilihatpada tabel
berikut:
Keterangan:
1 porsi (p) nasi/penukar ditambahkan pada makanan ibu menyusui
dengan rincian tambahan ½ p pada makan pagi dan ½ p pada
makan malam
11
Tabel 2. Contoh Menu Hari I – Hari V Untuk Ibu Hamil
Catatan:
a. Menu ini diberikan selama 5 hari pertama
dimana umumnya bahan makanan segar seperti lauk
pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh
b. Tablet Fe (folat) terus diberikan dan dikonsumsi
c. Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan
segar
d. Menu dapat lebih bervariasi dengan diberikan makanan
selingan berupa buah + biskuit, dan makan siang/sore
dilengkapi dengan lauk dan sayuran segar
e. Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada
f. Bila makanan segar sudah dapat diperoleh, makanan kaleng
seperti ikan kaleng, daging kaleng supaya segera diganti
dengan bahan makanan segar ataupun tempe, tahu, kacang-
kacangan, sayuran dapat dipilih dari sayuran yang tersedia,
apapun jenis sayurannya Selain itu ibu hamil dan ibu menyusui
perlu diberikan nasehat atau anjuran gizi dan kesehatan melalui
kegiatan konseling menyusui dan konseling MP-ASI serta
pendistribusian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi ibu hamil.
4. Lansia
Lansia merupakan salah satu kelompok rentan yang masih
seringkali terabaikan. Padahal faktor – faktor risiko gizi yang
mengurangi akses lansia ke makanan karena proses menua
12
termasuk penyakit dan kecacatan, stress psikologis, serta keadaan
darurat justru membutuhkan perhatian khusus dalam pemberian
makanannya. Dengan demikian, angka rata-rata dalam pemberian
jatah umum perlu mempertimbangkan kebutuhan gizi bagi lansia
ditambah perhatian khusus dalam perawatan mereka. Secara lebih
rinci, prinsip dalam pemberian makan bagi lansia dalam keadaan
darurat adalah sebagai berikut:
a. Lansia harus mampu mengakses sumber-sumber pangan
termasuk bantuan pangan dengan lebih mudah.
b. Makanan disesuaikan dengan kondisi lansia serta mudah
disiapkan dan dikonsumsi.
c. Makanan yang diberikan pada lansia harus memenuhi
kebutuhan protein tambahan serta vitamin dan mineral.
Kebutuhan energi pada usia lanjut pada umumnya sudah
menurun, tetapi kebutuhan vitamin dan mineral tidak. Oleh karena
itu diperlukan makanan porsi kecil tetapi padat gizi. Dalam
pemberian makanan pada orang tua harus memperhatikan faktor
psikologis dan fisiologis agar makanan yang disajikan dapat
dikonsumsi habis. Selain itu, makanan yang diberikan mudah
dicerna serta mengandung vitamin dan mineral cukup. Dalam
situasi yang memungkinkan usila dapat diberikan blended food
berupa bubur atau biskuit (Departemen Kesehatan RI, 2007).
13
mereka biasa mengolah bahan tersebut untuk dikonsumsi. Bila
makanan yang diberikan tidak memperhatikan pola kebiasaan
setempat, setinggi apapaun nilai gizinya maka daya terima
masyarakat akan rendah dan hal ini berbahaya terutama bagi
kelompok rentan.
3. Bahan Bakar
4. Sarana penunjang
14
Pemberian makanan berhubungan dengan banyak aspek,
tidak terbatas pada makanan itu sendiri saja. Untuk
menyelenggarakan makanan terutama bagi kelompok yang rentan,
sarana penunjang menjadi bagian penting yang harus diperhatikan
agar pengolahan terjamin kebersihannya.
15
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan
16
B. Saran
CONTOH KASUS
17
makanan yang dikonsumsi. Bentuk makanan yang diberikan adalah
makanan biasa. Hal ini tidak sesuai untuk bayi (0-11 bulan). Jenis,
frekuensi, dan jumlah makanan yang dikonsumsi para pengunsi sangat
tergantung dari bantuan pihak lain.
Pola menyusui
18
Selama ditempat pengunsian terjadi perubahan pola menyusui.
Jumlah yang menyusui menurun dari 58 anak sebelum mengunsi menjadi
56 anak selama mengunsi. Dari 56 ibu menyusui, sebagian besar (63,8%)
menyusui menjadi lebih sering, 24,1% seperti biasa dan 8,6% menjadi
lebih jarang menyusui selama ditempat pengunsian.
19
SOAL LATIHAN
1. Tujuan pemberian pangan dalam situasi darurat, kecuali.....
a. Memperbaiki status gizi
b. Menyelamatkan aset produksi
c. Menjamin tersedianya pangan dalam jumlah yang mencukupi
untuk seluruh penduduk
d. Mendorong terjadinya migrasi massal
2. Kelompok yang paling sering menanggung resiko dalam situasi
darurat adalah...
a. Lansia
b. Laki-laki
c. Dewasa muda
d. Remaja
3. Pemberian makanan yang tidak tepat pada kelompok beresiko dapat
meningkatkan resiko...kecuali...
a. Kematian
b. Kesakitan
c. A dan B benar
d. A salah
4. Susu formula dapat diberikan kepada bayi, apabila....
a. Ibunya bekerja
b. Bayi piatu
c. Bayi sehat
d. Ibunya tidak suka memberi asi
5. Penanganan gizi penting dalam situasi darurat, hal ini disebabkan
oleh beberapa hal diantaranya, kecuali....
a. keterbatasan di pengungsian (pangan, pelayanan kesehatan,
shelter, sanitasi, air bersih)
b. bantuan makanan (gizi) merupakan salah satu bentuk bantuan
untuk penyelamatan korban (mempertahankan status gizi)
c. untuk optimalisasi bantuan gizi, perlu penanganan gizi yang
sesuai sehingga perlu surveilans gizi.
d. Mempermudah dan menghemat biaya
20
DAFTAR PUSTAKA
Irwansyah, P. (2007). Pola Makan, Penyakit Infeksi, dan Status Gizi Anak
dan Balita Pengunsi di kabupaten Pidie Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Jurnal Gizi Klinik, 3(3), 115–121.
21
Kemenkes RI. (2011). Technical Guidelines for Health Crisis Responses
on Disaster. Jakarta.
Kunyanga, C., Imungi, J., Okoth, M., Vadivel, V., & Biesalski, H. K. (2012).
Defelopment; Acceptability; and Nutritional Characteristics of a Low-
Cost; Shelf-Stable Supplementary Food Product for Vulnerable
Groups in Kenya. Journal Food and Nutrition Bulletin, 33(1), 43–52.
22