Anda di halaman 1dari 27

KARYA TULIS ILMIAH

MATAKULIAH MANAJEMEN BENCANA


“Pangan dan Gizi Kelompok Rentan”

Nama : Nurhidayah
Nim : P 101 17 098
Kelas :B

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang masa
Esa karena dengan izin-Nya kami dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
yang berjudul “Pangan dan Gizi Kelompok Rentan” KTI ini disusun
sebagai upaya memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Bencana. Karya
Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat membantu dosen dan mahasiswa
kesehatan masyarakat dalam menyelesaikan proses balajar-mengajar
sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Kami menyadari penulisan KTI ini masih banyak kekurangan untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran dari siapa saja yang bersifat
membangun akan tercapai suatu kesempurnaan dalam memenuhi
kebutuhan tugas ini lebih dan kurangnya kami mohon maaf.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Palu, 18 April 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................iii

DAFTAR TABEL...........................................................................................iv

BAB I. PENDAHULUAN...............................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................1

B. Tujuan................................................................................................2

C. Manfaat..............................................................................................2

BAB II. PEMBAHASAN................................................................................3

A. Pemberian Makan (Pangan) Dalam Situasi Darurat.........................3

B. Penanganan Gizi Darurat pada Kelompok Rentan...........................5

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persiapan, Pengolahan, Dan


Pemberian Makanan Pada Kelompok Rentan Dalam Situasi Darurat...13

BAB III. PENUTUP.....................................................................................15

A. Kesimpulan......................................................................................15

B. Saran...............................................................................................15

CONTOH KASUS.......................................................................................16

SOAL LATIHAN..........................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................20

3
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pembagian Porsi Makanan Sehari Untuk Ibu Hamil....................10


Tabel 2. Contoh Menu Hari I – Hari V Untuk Ibu Hamil..............................11
Tabel 3. Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi............................16

4
5
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan wilayah yang rawan bencana, baik


bencana alam maupun karena ulah manusia. Beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya bencana ini adalah kondisi geografis, iklim,
geologis dan faktor-faktor lain seperti keragaman sosial budaya dan
politik. Wilayah indonesia terdapat lebih dari 5.000 sungai besar dan
kecil yang 30% diantaranya melewati kawasan padat penduduk yang
berpotensi terjadinya banjir dan tanah longsor pada saat musim
penghujan (Salmayati, 2016).

Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga merupakan awal


dari proses terjadinya penurunan derajat kesehatan yang dalam
jangka panjang akan mempengaruhi secara langsung tingkat
pemenuhan kebutuhan gizi korban bencana. Ada beberapa faktor
penyebab meningkatnya prevalensi kurang gizi pada pengungsi.
Pertama, penurunan secara mendadak ketersediaan pangan (food
availability), Daya jangkau ke pangan (food accesibility) yang cukup,
baik jumlah maupun mutu, juga rendah akibat terganggunya distribusi
pangan. Kedua, kondisi lingkungan yang tidak sehat (higiene dan
sanitasi yang buruk), tingkat paparan terhadap penyakit menular yang
tinggi, dan rendahnya standar layanan kesehatan makin
memperberat masalah kurang gizi pada pengungsi (Simanjuntak,
2015).

Di Kenya, angka kematian bayi dan balita masing-masing adalah


77 dan 115 per 1.000 kelahiran hidup. Di Wilayah Arid dan Semi-Arid
(ASAL), di mana kerawanan pangan dan bencana alam telah
mempengaruhi populasi, tingkat kekurangan gizi akut di kalangan

1
anak-anak balita adalah antara 15% dan 20% dan terkadang jauh
lebih tinggi. Situasi ini telah diperburuk oleh meningkatnya penderita
HIV / AIDS yang telah menyebabkan meningkatnya jumlah anak-anak
yatim yang berisiko tinggi terhadap kekurangan gizi. Kekurangan
nutrisi berkontribusi pada tingginya tingkat penyakit kronis dan
kematian di antara kelompok rentan di Kenya (Kunyanga, Imungi,
Okoth, Vadivel, & Biesalski, 2012).

Bencana menimbulkan berbagai potensi permasalahan


kesehatan hagi masyarakat terdampak. Dampak ini akan dirasakan
lebih parah oleh kelompok penduduk rentan. Sehagaimana
disehutkan dalam Pasal 55 (2) UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, kelompok rentan meliputi: I). Bayi, balita
dan anak-anak; 2). Ibu yang sedang mengandung atau menyusui; 3).
Penyandang cacat; dan 4) Orang lanjut usia (Fatoni, 2013).

Salah satu permasalahan yang sampai saat ini masih dihadapi


dalam upaya penanggulangan bencana terutama untuk memenuhi
kebutuhan dasar bagi masyarakat dan korban bencana adalah
kebutuhan pangan, khususnya yang terkait dengan pemenuhan nilai
gizi yang memenuhi standar minimal terutama pada kelompok rentan.
Dengan demikian makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai
pangan dan gizi kelompok rentan.
B. Tujuan
1. Dapat memahami secara umum tentang pemberian pangan dalam
situasi darurat
2. Dapat memahami bagaimana Penanganan Gizi Darurat pada
Kelompok Rentan
3. Dapat mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi persiapan,
Pengolahan, dan pemberian makanan pada Kelompok rentan
dalam situasi darurat

2
C. Manfaat
Melalui Karya tulis ilmiah ini mampu memberikan informasi dan
pemahaman lebih medalam tentang pangan dan gizi kelompok rentan
sehingga dapat paham akan pentingnya pemenuhan nilai gizi.

BAB II. PEMBAHASAN

A. Pemberian Makan (Pangan) Dalam Situasi Darurat

Penyebab langsung kekurangan gizi adalah penyakit dan atau


asupan makan yang tidak mencukupi, yang pada akhirnya diakibatkan
oleh tidak cukupnya pangan, kesehatan, ataupun perawatan pada
tingkat rumah tangga atau masyarakat.

Dalam penanganan gizi pada situasi darurat, respons untuk


mencegah dan memperbaiki kekurangan gizi memerlukan pencapaian
standar-standar minimum tidak hanya dari sisi makanan saja namum
juga termasuk pelayanan kesehatan, pasokan air dan sanitasi, hingga
hunian dan penampungan

Pada dasarnya tujuan pemberian pangan dalam situasi darurat


adalah:

a. Bertahan hidup

b. Mempertahankan/memperbaiki status gizi, utamanya pada


kelompok rentan

c. Menyelamatkan aset produksi

3
d. Menghindari migrasi massal

e. Menjamin tersedianya pangan dalam jumlah yang cukup unutuk


seluruh penduduk.

f. Mendorong rehabilitasi keadaan secara swadaya masyarakat

g. Mengurangi kerusakan sistem produksi pangan dan


pemasarannya

Prinsip dasar yang wajib dipenuhi dalam pemberian pangan


dalam situasi darurat meliputi koordinasi, bantuan spesifik, makanan
untuk umum berdasarkan pemenuhan 2100 kalori, waktu
pendistribusian yang tepat, standarisasi jumlah kebutuhan bahan
makanan, partisipasi masyarakat, serta pemantauan dan evaluasi
termasuk penetapan target.

Kelompok yang paling sering menanggung risiko dalam situasi


darurat adalah perempuan, anak-anak, orang lanjut usia, penyandang
cacat, dan penyandang HIV/AIDS (ODHA). Dalam konteks tertentu,
orang juga bisa menjadi rentan karena alasan asal etnis, afiliasi
keagamaan, politik, atau pengungsian (WFP, 2004).

Kerentanan tertentu mempengaruhi kemampuan orang untuk


menghadapi dan bertahan hidup dalam suatu bencana, dan mereka
yang paling beririko harus diidentifikasi dalam setiap konteks. Berikut
ini merupakan standar standar bantuan gizi untuk kelompok berisiko:

4
a. Bayi berumur kurang dari enam bulan harus diberi ASI secara
eksklusif atau dalam kasus-kasus khusus dapat diberikan susu
pengganti ASI yang tepat dalam jumlah yang memadai.

b. Anak-anak berumur 6-24 bulan mempunyai akses terhadap


makanan tambahan yang bergizi dan sarat energi.

c. Perempuan yang hamil atau menyusui mempunyai akses


terhadap gizi dan bantuan tambahan

d. Perhatian khusus diberikan untuk melindungi, meningkatkan dan


mendukung perawatan gizi bagi wanita usia subur.

e. Informasi, pendidikan dan pelatihan yang tepat tentang gizi


diberikan kepada para professional yang relevan, juru rawat, dan
lembaga-lembaga yang bergerak dalam praktek pemberian makan
bayi dan anak.

f. Akses kaum lanjut usia untuk mendapatkan makanan yang bergizi


dan dukungan gizi yang tepat dilindungi, ditingkatkan, dan
didukung.

g. Keluarga yang mempunyai anggota keluarga sakit kronis,


termasuk mereka yang menderita HIV/AIDS dan anggota keluarga
yang mempunyai kecacatan tertentu mempunyai akses terhadap
makanan bergizi yang tepat dan dukungan gizi yang memadai.

h. Terbangun system berbasis komunitas untuk menjamin perawatan


individu-individu yang rentan secara semestinya.

5
Dalam bahasan berikutnya akan lebih didalami mengenai
pemberian makan pada masing-msing kelompok rentan yang banyak
dijumpai khususnya di Indonesia pada situasi darurat, dalam hal ini
adalah bayi dan balita, ibu hamil dan menyusui, serta lansia.
B. Penanganan Gizi Darurat pada Kelompok Rentan
Penanganan gizi kelompok rentan diprioritaskan bagi anak usia
0-23 bulan, anak usia 24-5.9. bulan, ibu hamil dan ibu menyusui serta
lanjut usia.

1. Bayi dan Anak Usia <2 Tahun (Usia 0-23 Bulan)


Bayi dan anak usia 0-23 bulan atau di bawah dua tahun
(baduta) merupakan kelompok yang paling rentan sehingga
memerlukan penanganan gizi khusus. Pemberian makanan yang
tidak tepat serta kekurangan gizi pada kelompok tersebut dapat
meningkatkan risiko kesakitan dan kematian yang lebih tinggi pada
situasi bencana.
Penelitian di pengungsian menunjukkan bahwa kematian anak
balita 2-3 kali lebih besar dibandingkan kematian pada semua
kelompok umur. Kematian terbesar terjadi pada kelompok umur 0-6
bulan (WHO-UNICEF, 2001). Oleh karena itu penanganan gizi bagi
kelompok ini dalam situasi bencana menjadi bagian penting untuk
menangani pengungsi secara cepat dan tepat.
Menurut (Kemenkes RI, 2012) terdapat beberapa Penanganan Gizi
Bayi 0-5 Bulan
a. Bayi tetap diberi ASI
b. Bila bayi piatu, bayi terpisah dari ibunya atau ibu tidak dapat
memberikan ASI, upayakan bayi mendapat bantuan ibu
susu/donor, dengan persyaratan:
 Permintaan ibu kandung atau keluarga bayi yang
bersangkutan
 Identitas agama dan alamat pendonor ASI diketahui dengan
jelas oleh keluarga bayi

6
 Persetujuan pendonor setelah mengetahui identitas bayi yang
di beri ASI
 Pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak
mempunyai indikasi medis
 ASI donor tidak diperjualbelikan
c. Bila tidak memungkinkan bayi mendapat ibu susu/donor, bayi
diberikan susu formula dengan pengawasan atau didampingi
oleh petugas kesehatan
Penanganan Gizi Anak Usia 6-23 Bulan
a. Baduta tetap diberi ASI
b. Pemberian MP-ASI yang difortifikasi dengan zat gizi makro,
pabrikan atau makanan lokal pada anak usia 6-23 bulan
c. Pemberian makanan olahan yang berasal dari bantuan ransum
umum yang mempunyai nilai gizi tinggi
d. Pemberian kapsul vitamin A biru (100.000 IU) bagi yang berusia
6-11 bulan; dan kapsul vitamin A merah (200.000 IU) bagi anak
berusia 12-59 bulan “ Bila bencana terjadi dalam waktu kurang
dari 30 hari setelah pemberian kapsul vitamin A (Februari dan
Agustus) maka balita tersebut tidak dianjurkan lagi mendapat
kapsul vitamin A”.
e. Dapur umum sebaiknya menyediakan makanan untuk anak usia
6-23 bulan
f. Air minum dalam kemasan diupayakan selalu tersedia di tempat
pengungsian

Dalam situasi darurat pemberian makanan bayi dan baduta


perlu diperhatikan:

a) Menyusui sangat penting karena terbatasnya sarana air bersih,


bahan bakar dan kesinambungan ketersediaan susu formula
dalam jumlah yang memadai.
b) Susu formula tidak diperkenankan diberikan kepada bayi kecuali
kepada bayi piatu, bayi terpisah dari ibunya, ibu bayi dalam
keadaan sakit berat. Pada keadaan sangat memerlukan susu
formula diberikan secara terbatas dan mengikuti ketentuan:
 Hanya diberikan dengan pengawasan petugas kesehatan.

7
 Diberikan dengan cangkir atau gelas karena mudah
dibersihkan. Botol dan dot tidak dianjurkan karena sulit
dibersihkan dan mudah terkontaminasi.
 bersifat sementara sampai ibu bisa menyusui kembali, oleh
karena itu relaktasi (menyusui kembali) harus diupayakan
sesegera mungkin.
c) Sumbangan susu formula harus diberikan atas persetujuan
Kepala Dinas Kesehatan setempat (sesuai dengan Kepmenkes RI
No: 237/MENKES/SK/IV/ 1997 tentang pemasaran Pengganti Air
Susu Ibu, yang akan diperbaharui menjadi PP).
 Memenuhi standar Codex Alimentarius.
 Mempunyai label yang jelas tentang cara penyajian dalam
bahasa yang dimengerti oleh ibu, pengasuh atau keluarga.
 Mempunyai masa kadaluarsa sekurang-kurangnya 1 tahun
terhitung sejak tanggal didistribusikan oleh produsen.
 Disertai dengan air minum dalam kemasan (AMDK).
d) Susu bubuk skim tidak boleh diberikan kepada bayi.
 MP-ASI hanya boleh diberikan setelah bayi berumur 6 bulan.
Pemberian MP-ASI memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Sebaiknya berdasarkan bahan lokal, menggunakan peralatan
makan yang higienis.
 Mudah dimakan, mudah dicerna dan penyiapannya higienis.
 Sesuai dengan umur dan kebutuhan bayi.
 Mengandung zat gizi sesuai kecukupan gizi yang

2. Anak Usia 2 - 5 Tahun (Usia 24-59 Bulan)

Penanganan Gizi Anak Balita 24-59 Bulan

a. Hindari penggunaan susu dan makanan lain yang


penyiapannya menggunakan air, penyimpanan yang tidak
higienis, karena berisiko terjadinya diare, infeksi dan
keracunan.
b. Keragaman menu makanan dan jadwal pemberian makanan
disesuaikan dengan kemampuan tenaga pelaksana. Daftar

8
menu harian ditempel di tempat yang mudah dilihat oleh
pelaksana pengolahan makanan.
c. Pemberian kapsul vitamin A.
d. Makanan utama yang diberikan sebaiknya berasal dari
makanan keluarga yang tinggi energi, vitamin dan mineral.
Makanan pokok yang dapat diberikan seperti nasi, ubi,
singkong, jagung, lauk pauk, sayur dan buah. Bantuan pangan
yang dapat diberikan berupa makanan pokok, kacang-
kacangan dan minyak sayur.

e. Khusus pada anak yang menderita gizi kurang atau anak gizi
buruk pada fase tindak lanjut (setelah perawatan) perlu
diberikan makanan tambahan, seperti makanan jajanan,
dengan nilai zat gizi: Energi 350 kkal dan Protein 15 g per hari.

Pengalaman menunjukkan bahwa angka kesakitan dan


kematian bayi dan balita sering meningkat secara dramatis selama
keadaan darurat. Malnutrisi selama tahun-tahun awal kehidupan
memiliki dampak negatif pada perkembangan kognitif, keterampilan
motorik, fisik, sosial dan emosional. Sebagai bagian dari perkiraan
kebutuhan makanan dan gizi, intervensi khusus diperlukan selama
keadaan darurat untuk melindungi dan mempromosikan praktik
pemberian makan bayi dan anak yang optimal.

ASI adalah makanan ideal untuk pertumbuhan dan


perkembangan bayi. Ketersediaan nutrisi dari ASI melebihi dari
pengganti lainnya. ASI tidak hanya menyediakan semua kebutuhan
nutrisi untuk bayi tetapi juga melindungi anak-anak dari infeksi.

Dalam kebanyakan keadaan darurat, menyusui menjadi lebih


penting bagi nutrisi dan kesehatan bayi. Sumber daya yang

9
dibutuhkan untuk pemberian makanan buatan yang aman - seperti
air, bahan bakar dan jumlah susu formula yang memadai - biasanya
langka dalam keadaan darurat. Pemberian makanan buatan dalam
keadaan ini meningkatkan risiko penyakit diare dan malnutrisi, yang
pada gilirannya meningkatkan risiko kematian bayi.

Jika benar-benar diperlukan, susu formula hanya boleh


digunakan ketika semua opsi lain (mis. menyusui basah) telah habis.
Karena alasan ini, susu formula hanya boleh dibeli dan
didistribusikan berdasarkan penilaian kebutuhan yang dilakukan oleh
petugas gizi dan kesehatan yang terlatih. Strategi juga harus
dikembangkan untuk mempromosikan praktik terbaik dalam situasi di
mana formula digunakan. Jika digunakan, susu formula bayi harus
memiliki label generik dan instruksi pemulihan dalam bahasa lokal.

Pemberian makanan tambahan dapat menjadi intervensi


penting untuk melindungi status gizi ibu menyusui dan menjaga
kualitas gizi ASI. Dukungan dan dorongan juga mungkin diperlukan
untuk mempertahankan dan meningkatkan pemberian ASI pada
individu yang dipengaruhi oleh tingkat tinggi stres psikologis (WHO,
2002).
3. Ibu Hamil dan Ibu Menyusui
Risiko yang terkait dengan tidak memadainya asupan gizi
pada ibu hamil dan menyusui mencakup komplikasi kehamilan,
kematian ibu, kelahiran bayi dengan berat badan kurang, dan
pemberian ASI yang tidak lengkap. Dengan demikian angka-angka
yang dimunculkan dalam perencanaan untuk pemberian jatah
umum harus mempertimbangkan kebutuhan tambahan bagi ibu
hamil dan menyusui. Ibu hamil dan menyusui harus mendapatkan
suplemen zat besi setiap hari (Kemenkes RI, 2011).

10
Disamping itu para ibu yang baru melahirkan juga perlu
dipastikan telah mendapat kapsul vitamin A sesuai program yang
sudah berjalan. Jadi, prinsip yang harus terpenuhi pada pemberian
makan bagi ibu hamil dan menyusui dalam situasi darurat adalah:
a. Ibu hamil mendapatkan tambahan sejumlah 285 kkal/hari
b. Ibu menyusui ++ 500 kkal/hari
c. Pemberian mikronutrient sesuai keadaan kehamilan
d. Minimal 2.100 kalori terpenuhi
Selama kehamilan dan menyusui, kebutuhan nutrisi wanita
untuk energi, protein dan zat gizi mikro meningkat secara
signifikan. Wanita hamil membutuhkan tambahan 285 kkal / hari,
dan wanita menyusui membutuhkan tambahan 500 kkal / hari. Baik
wanita hamil dan menyusui memiliki peningkatan kebutuhan akan
zat gizi mikro. Asupan zat besi, folat, vitamin A, dan yodium yang
memadai sangat penting bagi kesehatan keduanya yakni ibu dan
bayinya (WHO, 2002).
Pembagian porsi menu makanan sehari dan contoh menu
makanan untuk ibu hamil dan ibu menyusui dapat dilihatpada tabel
berikut:

Tabel 1. Pembagian Porsi Makanan Sehari Untuk Ibu Hamil


dan Ibu Menyusui (2200 kkal)

Keterangan:
1 porsi (p) nasi/penukar ditambahkan pada makanan ibu menyusui
dengan rincian tambahan ½ p pada makan pagi dan ½ p pada
makan malam

11
Tabel 2. Contoh Menu Hari I – Hari V Untuk Ibu Hamil

Catatan:
a. Menu ini diberikan selama 5 hari pertama
dimana umumnya bahan makanan segar seperti lauk
pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh
b. Tablet Fe (folat) terus diberikan dan dikonsumsi
c. Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan
segar
d. Menu dapat lebih bervariasi dengan diberikan makanan
selingan berupa buah + biskuit, dan makan siang/sore
dilengkapi dengan lauk dan sayuran segar
e. Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada
f. Bila makanan segar sudah dapat diperoleh, makanan kaleng
seperti ikan kaleng, daging kaleng supaya segera diganti
dengan bahan makanan segar ataupun tempe, tahu, kacang-
kacangan, sayuran dapat dipilih dari sayuran yang tersedia,
apapun jenis sayurannya Selain itu ibu hamil dan ibu menyusui
perlu diberikan nasehat atau anjuran gizi dan kesehatan melalui
kegiatan konseling menyusui dan konseling MP-ASI serta
pendistribusian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi ibu hamil.
4. Lansia
Lansia merupakan salah satu kelompok rentan yang masih
seringkali terabaikan. Padahal faktor – faktor risiko gizi yang
mengurangi akses lansia ke makanan karena proses menua

12
termasuk penyakit dan kecacatan, stress psikologis, serta keadaan
darurat justru membutuhkan perhatian khusus dalam pemberian
makanannya. Dengan demikian, angka rata-rata dalam pemberian
jatah umum perlu mempertimbangkan kebutuhan gizi bagi lansia
ditambah perhatian khusus dalam perawatan mereka. Secara lebih
rinci, prinsip dalam pemberian makan bagi lansia dalam keadaan
darurat adalah sebagai berikut:
a. Lansia harus mampu mengakses sumber-sumber pangan
termasuk bantuan pangan dengan lebih mudah.
b. Makanan disesuaikan dengan kondisi lansia serta mudah
disiapkan dan dikonsumsi.
c. Makanan yang diberikan pada lansia harus memenuhi
kebutuhan protein tambahan serta vitamin dan mineral.
Kebutuhan energi pada usia lanjut pada umumnya sudah
menurun, tetapi kebutuhan vitamin dan mineral tidak. Oleh karena
itu diperlukan makanan porsi kecil tetapi padat gizi. Dalam
pemberian makanan pada orang tua harus memperhatikan faktor
psikologis dan fisiologis agar makanan yang disajikan dapat
dikonsumsi habis. Selain itu, makanan yang diberikan mudah
dicerna serta mengandung vitamin dan mineral cukup. Dalam
situasi yang memungkinkan usila dapat diberikan blended food
berupa bubur atau biskuit (Departemen Kesehatan RI, 2007).

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persiapan, Pengolahan, Dan


Pemberian Makanan Pada Kelompok Rentan Dalam Situasi
Darurat

1. Budaya dan Kebiasaan Makan Setempat

Pemberian makanan dalam situasi darurat hendaknya tetap


memperhatikan apa saja jenis bahan makanan yang umum
dikonsumsi oleh masyarakat diwilayah darurat dan bagaimana

13
mereka biasa mengolah bahan tersebut untuk dikonsumsi. Bila
makanan yang diberikan tidak memperhatikan pola kebiasaan
setempat, setinggi apapaun nilai gizinya maka daya terima
masyarakat akan rendah dan hal ini berbahaya terutama bagi
kelompok rentan.

2. Cadangan Bahan Makanan Kering

Bahan makanan kering menjadi penting dalam situasi darurat,


terutama pada masa awal bencana untuk mempertahankan
kondisi fisik dan menghindari kelaparan.

3. Bahan Bakar

Keadaan darurat mengakibatkan terbatasnya bahan bakar


untuk memasak. Padahal umumnya dalam situasi darurat
masyarakat mengungsi dan tinggal bersama diwilayah yang relatif
aman secara berkelompok sehingga bahan bakar dalam jumlah
besar menjadi sangat dibutuhkan untuk memasak dalam jumlah
yang banyak. Memperhatikan hal diatas, maka diperlukan
pemilihan jenis bahan makanan yang lebih mudah masak atau
matang. Sebagai contoh kacang kacangan kering membutuhkan
waktu lama untuk proses pemasakan sehingga perlu dihindari
untuk pemasakan dalam jumlah besar. Saat ini penyediaan bahan
bakar dalam jumlah besar dengan kompor khusus yang hemat
bahan bakar sudah dimiliki oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI)
dan digunakan pada dapur-dapur darurat di tenda pengungsian.

4. Sarana penunjang

14
Pemberian makanan berhubungan dengan banyak aspek,
tidak terbatas pada makanan itu sendiri saja. Untuk
menyelenggarakan makanan terutama bagi kelompok yang rentan,
sarana penunjang menjadi bagian penting yang harus diperhatikan
agar pengolahan terjamin kebersihannya.

Penyediaan air bersih sebagai sarana penunjang wajib


dipenuhi untuk standar persiapan hingga pengolahan makanan
dalam situasi darurat. Dengan penyediaan air bersih, risiko untuk
kontaminasi penyakit bisa dikurangi bahkan dihindari. Selain air
bersih, penggunaan alat masak juga menjadi bagian penting
mengingat proses persiapan hingga pengolahan pasti
membutuhkan alat. Alat-alat dalam penyediaan makanan harus
terstandar dan aman digunakan.

15
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan

Dalam penanganan gizi pada situasi darurat, respons untuk


mencegah dan memperbaiki kekurangan gizi memerlukan pencapaian
standar-standar minimum tidak hanya dari sisi makanan saja namum
juga termasuk pelayanan kesehatan, pasokan air dan sanitasi, hingga
hunian dan penampungan. Untuk Penanganan gizi kelompok rentan
diprioritaskan bagi anak usia 0-23 bulan, anak usia 24-5.9. bulan, ibu
hamil dan ibu menyusui serta lanjut usia. Dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Persiapan, Pengolahan, Dan Pemberian Makanan
Pada Kelompok Rentan Dalam Situasi Darurat yaitu Budaya dan
Kebiasaan Makan Setempat, cadangan bahan makanan kering,
bahan bakar dan sarana penunjang.

16
B. Saran

penanganan masalah gizi dalam kondisi darurat bukan pekerjaan


yang mudah. Oleh karena itu, memerlukan kerjasama dari berbagai
pihak, seperti pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, relawan,
dan lembaga-lembaga internasional. Dan akhirnya, pemenuhan gizi
untuk pengungsi terkhusus kelompok rentan bukan sekedar
memenuhi rasa lapar mereka, tetapi juga memenuhi apa (zat gizi)
yang benar-benar mereka butuhkan.

CONTOH KASUS

Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan


cross sectional, penelitian dilaksanakan di tempat pengunsian Keunire
Kabupaten Pidie Provinsi NAD. Subjek penelitian adalah anak balita yang
telah mengunsi minimal satu minggu (Irwansyah, 2007).

Pola pemberian makanan

Berdasarkan pola pemberian makanan yang dilakukan, pola makan


para pengunsi relatif sama, baik jenis, frekuensi, bentuk, dan jumlah

17
makanan yang dikonsumsi. Bentuk makanan yang diberikan adalah
makanan biasa. Hal ini tidak sesuai untuk bayi (0-11 bulan). Jenis,
frekuensi, dan jumlah makanan yang dikonsumsi para pengunsi sangat
tergantung dari bantuan pihak lain.

Pemberian makanan khusus kepada bayi dan anak balita ditempat


pengunsian Keunire Kabupaten Pidie diberikan sebagai makanan
tambahan yang berupa bubur balita dan biskuit. Pemberian makanan
tambahan tersebut dapat memenuhi kecukupan energi sebesar 14,4 %-
30,5 % AKG dan protein sebesar 28,5%-69,1% AKG.

Pola pemberian makanan di pengunsian Keunire dilakukan secara


umum dan khusus yaitu untuk pengadaan makanan tambahan balita, ibu
hamil, serta ibu nifas yang berasal dari sumber pangan lokal. Ha ini sesuai
dengan anjuran WHO untuk melaksanakan dua program pemberian
makanan dalam keadaan darurat yaitu program pemberian makanan
umum dan program pemberian makanan selektif.

Tabel 3. Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi

Anak Balita di Tempat Pengunsian

Pola menyusui

18
Selama ditempat pengunsian terjadi perubahan pola menyusui.
Jumlah yang menyusui menurun dari 58 anak sebelum mengunsi menjadi
56 anak selama mengunsi. Dari 56 ibu menyusui, sebagian besar (63,8%)
menyusui menjadi lebih sering, 24,1% seperti biasa dan 8,6% menjadi
lebih jarang menyusui selama ditempat pengunsian.

Status gizi secara langsung dipengaruhi oleh asupan makanan. Hasil


uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara asupan
energi dan protein dengan status gizi anak balita (p<0,05). Hal ini berarti
bahwa anak yang mempunyai asupan protein dan energi cukup,
kemungkinan besar memiliki status gizi normal.

19
SOAL LATIHAN
1. Tujuan pemberian pangan dalam situasi darurat, kecuali.....
a. Memperbaiki status gizi
b. Menyelamatkan aset produksi
c. Menjamin tersedianya pangan dalam jumlah yang mencukupi
untuk seluruh penduduk
d. Mendorong terjadinya migrasi massal
2. Kelompok yang paling sering menanggung resiko dalam situasi
darurat adalah...
a. Lansia
b. Laki-laki
c. Dewasa muda
d. Remaja
3. Pemberian makanan yang tidak tepat pada kelompok beresiko dapat
meningkatkan resiko...kecuali...
a. Kematian
b. Kesakitan
c. A dan B benar
d. A salah
4. Susu formula dapat diberikan kepada bayi, apabila....
a. Ibunya bekerja
b. Bayi piatu
c. Bayi sehat
d. Ibunya tidak suka memberi asi
5. Penanganan gizi penting dalam situasi darurat, hal ini disebabkan
oleh beberapa hal diantaranya, kecuali....
a. keterbatasan di pengungsian (pangan, pelayanan kesehatan,
shelter, sanitasi, air bersih)
b. bantuan makanan (gizi) merupakan salah satu bentuk bantuan
untuk penyelamatan korban (mempertahankan status gizi)
c. untuk optimalisasi bantuan gizi, perlu penanganan gizi yang
sesuai sehingga perlu surveilans gizi.
d. Mempermudah dan menghemat biaya

20
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (2007). Pedoman Taknis Penanggulangan


Krisis Kesehatan Akibat Bencana. Jakarta.

Fatoni, Z. (2013). Permasalahan Kesehatan dalam Kondisi Bencana :


Peran Petugas Kesehatan dan Partisipasi Masyarakat. Jurnal
Kependudukan Indonesia, 8(1), 37–52.

Irwansyah, P. (2007). Pola Makan, Penyakit Infeksi, dan Status Gizi Anak
dan Balita Pengunsi di kabupaten Pidie Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Jurnal Gizi Klinik, 3(3), 115–121.

Kemenkes RI. (2012). Pedoman kegiatan Gizi dalam Penanggulangan


Bencana. Jakarta.

21
Kemenkes RI. (2011). Technical Guidelines for Health Crisis Responses
on Disaster. Jakarta.

Kunyanga, C., Imungi, J., Okoth, M., Vadivel, V., & Biesalski, H. K. (2012).
Defelopment; Acceptability; and Nutritional Characteristics of a Low-
Cost; Shelf-Stable Supplementary Food Product for Vulnerable
Groups in Kenya. Journal Food and Nutrition Bulletin, 33(1), 43–52.

Salmayati, H. dan A. (2016). Kajian Penanganan Gizi Balita Pada Kondisi


Kedaruratan Bencana Banjir di Kecamatan Sampoiniet Kabupaten
Aceh Jaya. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 16(3), 176–180.

Simanjuntak, D. H. (2015). Waspadai Hidden Hunger pada Pengunsi.


Universitas Sumatera Utara.

WHO. (2002). Food and Nutrition Needs in Emergency.

WFP. (2004). Nutrition in Emegencies : WFB Experiences and Challenges.


Journal Policy Issues, (May), 1–17.

22

Anda mungkin juga menyukai