Anda di halaman 1dari 33

Oleh :

RAHMAT JUNAIDI P101 17 086

NURHIDAYAH P101 17 098

PINCE P101 17 104

AFRI ANUGRAH P101 17 110

FAHMILAULHUSNA P101 17 116

AKBAR AGUNG RAMDANI P101 17 254

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bekerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Seseorang
bekerja karena ada sesuatu yang ingin dicapai dan orang berharap aktivitas
kerja yang dilakukan akan membawa suatu keadaan yang lebih memuaskan
dari sebelumnya. Telah terjadi trend yang mempengaruhi peradaban
kehidupan manusia seperti terjadinya perubahan dari masyarakat agraris
menuju masyarakat industri. Selanjutnya perubahan dari masyarakat industri
menuju masyarakat informasi, teknologi manual menjadi teknologi tinggi,
ekonomi sosial dipengaruhi
Perubahan ekonomi dunia. Keadaan tersebut memaksa jutaan manusia
harus berbenturan secara tiba-tiba dengan perubahan-perubahan di masa
depan yang sebetulnya mereka belum siap untuk menghadapinya. Kondisi
tersebut ternyata banyak menimbulkan terjadinya stres pada
masyarakat(Utami, 2017).
Perkembangan zaman yang begitu cepat mengakibatkan terjadinya
beberapa perubahan tuntutan pada karyawan seperti dalam hal penguasaan
teknologi baru, batasan waktu yang lebih ketat, perubahan tuntutan terhadap
hasil kerja serta perubahan dalam peraturan kerja (Tunjungsari, 2011). Hal
tersebut dapat menimbulkan suatu situasi yang menekan karyawan yang
menjalaninya. Jika karyawan sebagai individu tidak dapat beradaptasi dengan
segera maka perubahan akan dimaknai sebagai tekanan yang mengancam
dirinya dan lama kelamaan akan menimbulkan stres bagi karyawan
tersebut(Raden, 2016).
Data kecelakaan kerja yang dirilis Depnakertrans RI pada tahun 2014
menunjukan terjadinya kecelakaan kerja sebanyak 103.000 kasus dengan
korban meninggal sebanyak 2.400 orang, sehingga rata-rata ada delapan
orang meninggal setiap hari di Indonesia (Indrawan, 2015). Berdasarkan data
tersebut beban kerja industri termasuk di dalamnya industri manufaktur
memiliki resiko yang tinggi terhadap munculnya stres terhadap karyawan
karena resiko kecelakaan yang cukup besar(Raden, 2016).

2
Kecelakaan kerja yang terjadi pada karyawan secara langsung
maupun tidak langsung akan mempengaruhi kinerja karyawan. Hal ini dapat
berpengaruh terhadap kondisi mental karyawan dalam melaksanakan
tugasnya sehingga bisa menimbulkan stres kerja bagi karyawan. Siagian
(2007:300) mengungkapkan bahwa bahaya stres diakibatkan karena suatu
kondisi kerja yang dapat menimbulkan ketegangan dan dapat berpengaruh
terhadap emosi, jalan pikiran, dan kondisi fisik yang dapat melemahkan
mental karyawan. Stres kerja merupakan aspek yang penting bagi perusahaan
terutama keterkaitannya dengan kinerja karyawan(sunarianto, 2014).
“Aduh. Aku pusing kalau setiap hari harus seperti ini. Kerjaan
harus sebentar lagi diminta Bos. Apalagi masih ada kerjaan lainnya yang
udah minta dikerjain. Pusing. Stres nih jadinya…” Tidak jarang kita
mendengar karyawan yang berteriak seperti ini saat deadline sudah dekat.
Apalagi jika pekerjaan tersebut yang menuntut ketelitian yang cukup tinggi
sehingga pekerjaan lainnya sering kali terbengkalai. Hal tersebut membuat
karyawan selalu dalam keadaan tertekan dan muncul stres. Stres merupakan
bagian tak terhindarkan dari peran pekerjaan dalam suatu organisasi. Stres
diciptakan untuk semua karyawan yang dimunculkan oleh konflik yang
dirasakan antara kebebasan dan komitmen untuk perusahaan, tekanan
perusahaan, keseharian ditempat kerja dan berbagai bentuk konflik lainnya.
Stres adalah ketegangan dan tekanan yang dihasilkan ketika individu
memandang situasi yang mengancam dan melebihi kapasitas. Stres adalah
suatu kondisi dinamis dimana seorang individu dihadapkan pada peluang,
kendala atau permintaan yang berhubungan dengan apa yang diharapkan dan
hasil yang dirasakan untuk menjadi tidak pasti dan penting (Dian, 2010).
B. Rumusan masalah
1. Pengertian stres dan stres kerja
2. Jenis-jenis stres
3. Sumber-sumber stres kerja
4. Faktor-faktor penyebab stres kerja
5. Dampak stres kerja

3
6. Teknik untuk menguras stres kerja
7. Keselamatan dan kesehatan kerja, stres kerja dan kinerja karyawan
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian stres dan stres kerja
2. Untuk mengetahui Jenis-jenis stres
3. Untuk mengetahui Sumber-sumber stres kerja
4. Untuk mengetahui Faktor-faktor penyebab stres kerja
5. Untuk mengetahui Dampak stres kerja
6. Untuk mengetahui Teknik untuk menguras stres kerja
7. Untuk mengetahui Keselamatan dan kesehatan kerja, stres kerja dan
kinerja karyawan

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian stress dan stress kerja


Stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan
oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang
berpotensi merusak dan tidak terkontrol (Widyasari, 2008). Bagi kebanyakan
orang, mengatasi stres kerja akan membuat perubahan psikologis dan perilaku.
Apapun masalah khusus yang dihadapi setiap individu dengan pekerjaannya,
maka cara individu menhadapi stress harus berubah (Dian, 2010).
Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001) menyebutkan
bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang,
misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara
obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan,
ketegangan atau gangguanyang tidak menyenangkan yang berasal dari luar
diri seseorang.
Rivai dan Sagala (2011:1008) mengartikan stres sebagai istilah payung
yang merangkumi tekanan, beban, konflik, keletihan, ketegangan, panic,
perasaan gemuruh, anxiety, kemurungan, dan hilang daya. Stres kerja adalah
suatu kondisi keteganan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik
dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seorang
karyawan. Stres kerja merupakan suatu kondisi ketegangan yang berpengaruh
terhadap emosi, jalan pikiran, dan kondisi fisik seseorang (Siagian,2007:300).
Menurut Mangkunegara (2001:156) stres kerja adalah perasaan tertekan
yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stress kerja ini tampak
dari simptom, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka
menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas,
tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan
pencernaan. Dari beberapa pengertian stres kerja yang telah dikemukakan
dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah perasaan yang menekan atau
merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan dan
merupakan kondisi respon psikologis dan emosional pekerja ketika kebutuhan

5
pekerjaan tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh pekerjaan
tersebut.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian
karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi
pada semua kondisi pekerjaan.
B. Jenis-jenis stress
Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
1. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif,
dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan
individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan,
fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
2. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat,
negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk
konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular
dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan
dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
C. Sumber-sumber stres kerja
Hasil penelitian dari Salleh, Bakar & Keong (2008), memprediksi lima
stressor utama yaitu dukungan, adaptasi, keamanan kerja, konflik and
integritas. Kelima stressor tersebut memiliki potensi mempengaruhi stress
kerja. Organisasi, kelompok dan individu memiliki dampak terhadap kinerja.
Lingkungan juga memiliki dampak negatif terhadap efisiensi individu
(Kondalkar, 2007). Hal tersebut dinyatakan dengan environment factors,
organizational stressor, group stressor, individual stressor.
1. Environment Factors
Ada banyak sekali faktor lingkungan yang menyebabkan banyak
stres kerja pada karyawan. Faktor masyarakat telah memaksa baik suami
dan istri untuk melakukan pekerjaan untuk mempertahankan gaya hidup
yang tinggi. Pemerintah dan organisasi relawan lainnya telah
memperkenalkan berbagai skema untuk kesejahteraan rakyat. Meskipun

6
rentang kehidupan secara umum telah meningkat tetapi kekebalan dalam
tubuh telah menurun cukup besar dan banyak orang yang menderita
berbagai penyakit yang disebabkan oleh stres kerja. Orang-orang menjadi
lebih ambisius dan menginginkan anak-anaknya melakukan dengan baik
dalam hidup yang menyebabkan stres.
Stres lingkungan seperti tuntutan keluarga dan kewajiban, kondisi
ekonomi dan keuangan, ras, kasta, keyakinan, identitas etnis, relokasi
karena pengalihan menimbulkan efek yang merugikan pada individu.
Kekerasan yang baru-baru ini terjadi di seluruh dunia telah merubah
skenario politik, pertahanan hubungan bangsa-bangsa telah menyerap
sumber daya terhadap kesiapan pertahanan. Banyak orang tinggal di
lingkungan yang menakutkan. Masalah-masalah ini harus dipecahkan
dengan mendidik orang dan mengalihkan energi mereka pada tujuan dasar
organisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus digunakan untuk
pembangunan dan kemajuan umat manusia dan tidak untuk tujuan
kehancuran. Semua masalah keluarga sebaiknya diselesaikan dengan
membantu satu sama lain dan bahwa orang harus belajar untuk hidup
dalam suasana yang damai, eksistensi harus menjadi kata kunci.
2. Organizational Stressor
Stressor organisasi dapat diklasifikasikan ke dalam misi, strategi,
kebijakan, struktur organisasi dan desain, jalur informasi, komunikasi,
macam-macam proses, sistem dan kondisi kerja. Kebijakan organisasi
yang baik, prosedur, aturan, akan membuat karyawan tetap memiliki
semangat yang tinggi. Sebaliknya, susunan, kompensasi yang tidak
memadai, aturan yang kaku, kebijakan organisasi yang ambigu, pola
pekerjaan yang tidak sesuai akan menyebabkan stress. Pekerjaan yang
berkaitan dengan kebijakan harus di informasikan dan diperbaharui.
Bentuk tugas harus mencakup otonomi kerja, dengan variasi tugas akan
membuat karyawan menikmati pekerjaannya. Tempat kerja dan
lingkungan kerja merupakan faktor yang memadai. Kesehatan yang kurang

7
di tempat kerja, ruang yang tidak memadai, cahaya, fisik yang tidak baik
merupakan penyebab stres.
3. Group Stressor
Penelitian di Hawthorne telah mengembangkan perpaduan
kelompok, norma kelompok dan pentingnya tujuan kelompok untuk
mencapai tujuan organisasi. Ketidak kompakan akan menciptakan konflik.
Karyawan harus diberikan kesempatan penuh untuk mengembangkan diri.
Orang-orang yang telah bergabung dalam kelompok bertujuan untuk
memiliki keamanan sosial yang seharusnya diberikan. Selain itu semangat
karyawan harus tetap tinggi untuk menghindari stress pada kelompok.
4. Individual Stressor
Kehidupan pribadi dan peristiwa dalam kehidupan tidak dapat dipisahkan.
Peristiwa perkawinan, perceraian, kematian dalam keluarga memiliki
dampak yang luar biasa pada situasi kerja. Kesulitan kehidupan pribadi
memiliki tingkat stres yang tinggi.
Job Security
Pekerjaan dan peningkatan karir dapat menjadi sumber stres.
Keamanan kerja merupakan salah satu alasan utama untuk seorang
karyawan. Ketidakamanan meningkat selama masa resesi. Prospek
kehilangan pekerjaan, khususnya ketika pekerjaan merupakan hal utama
untuk mencari nafkah tunggal untuk pemenuhan keluarga akan membuat
stres. Alasan lain dari stress kerja adalah promosi. Seseorang harus
memiliki pekerjaan yang sepadan dengan kualifikasi yang dibutuhkan.
Relocation
Relokasi terkait dengan perpindahan seseorang ke tempat lain.
Perpindahan tempat mengganggu rutinitas kerja sehari-hari. Ketakutan
bekerja pada lokasi yang baru dengan orang yang berbeda juga membuat
stres. Ketidakpastikan mengenai lingkugan kerja yang baru dan
menciptakan hubungan yang baru menyebabkan kecemasan. Perpindahan
tempat/bagian juga menciptakan masalah bagi anggota keluarga. Masalah
yang muncul seperti perpindahan sekolah, penyesuaian dengan lingkungan

8
baru, lingkungan rumah dan bahkan mungkin bahasa. Dalam kasus
seseorang harus mencari pekerjaan baru di lokasi yang berbeda, stres akan
lebih besar.
Changes in Life Structure
Rentang kehidupan memiliki banyak gelombang. Beberapa seperti
lingkungan sosio ekonomi, budaya, sistem, agama, ras, pendidikan dan
interaksi seseorang dengan masyarakat memiliki peran yang berbeda. Jika
semua aspek menguntungkan, maka stres akan menjadi kecil, stres juga
ditentukan oleh kemampuan seseorang untuk mengatasinya dan keyakinan.
Jika kehidupan seseorang stabil dan bergerang dengan kecepatan yang
lambat, maka stres akan berkurang dan lebih memiliki kemampuan
mengatasi stres tersebut. Ketika seseorang memiliki ambisi yang besar dan
bergerak dengan cepat maka tidak dapat mengatasi stres dengan cukup
baik.
Stress and Behavior
Stres adalah suatu keadaan pikiran yang mencerminkan reaksi
biokimia dalam tubuh manusia. Lingkungan dan energi dari dalam
menyebabkan rasa cemas, ketegangan dan depresi kepada manusia. Stres
bukan merupakan respon yang spesifik terhadap tubuh terhadap apapun,
hal tersebut perlu untuk memahami kegiatan tertentu yang menyebabkan
stres. Ada dua tipe aktivitas yaitu aktivitas yang diinginkan dan tidak
diinginkan dan keduanya membuat stres. Ketegangan yang diciptakan
karena efek yang diinginkan disebut “eustress”. Eustress merupakan
respon stres positif, sehat dan mengembangkan respon stres. Hal ini
menyebabkan kinerja dan kepribadian menjadi lebih baik. Dalam situasi
eustress, seseorang belajar bagaimana menghadapi situasi yang lebih baik.
Stres yang dibuat dari aktivitas yang tidak diinginkan dikenal dengan
“distress”. Hal ini akan menyebabkan efek yang tidak diinginkan terhadap
fisik dan jiwa. Stres yang tinggi akan sangat berbahaya dan merusak,
tingkat stres yang rendah juga sama bahayanya. Hal ini menyebabkan
kebosanan, mengurangi inovasi dan kemampuan untuk menghadapi

9
tantangan. Dengan demikian tingkat stres yang sedang yang diinginkan
untuk meningkatkan kinerja.
D. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja
Beban kerja yang diberikan kepada karyawan seperti tuntutan pekerjaan
yang terlalu banyak sehingga harus bekerja lebih dari biasanya dan terkadang
bekerja disaat waktu istirahat untuk menyelesaikan pekerjaan. Kejenuhan
secara fisik dan emosi juga mempengaruhi stres kerja karyawan dimana fisik
karyawan menjadi lelah karena bekerja sehingga dengan kondisi tersebut
membuat karyawan menjadi emosional selain itu karyawan menjadi jenuh
terhadap pekerjaannya.
Rendahnya apresiasi masyarakat seperti penghargaan terhadap suatu
pekerjaan menjadi penyebab stres dari karyawan. Faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap pengalaman stres, banyak dan beragam. Sebuah
gambaran yang berguna dari penyebab ini dapat menggunakan roda analisis
untuk melihatnya. Menggunakan roda ini, kita dapat mengambil enam
perspektif yang berbeda pada penyebab stress. Dibawah ini merupakan daftar
berisi contoh ide-ide penyebab stress (Bisen & Priya, 2010).
Biological
Beberapa penyebab stress terletak pada bagian biologis pada tubuh atau
interaksi tubuh dengan makanan atau lingkungan tempat tinggal. Beberapa
contoh stres secara biologis meliputi kurang bugar; kurang diet (misalnya,
kekurangan vitamin, terlalu banyak kafein); alergi terhadap bahan kimia
dalam makanan; gangguan gentik mengakibatkan ketidakseimbangan kimia
dalam tubuh; dan perubahan fungsi tubuh, seperti kehamilan, pubertas,
menopause.
Social/Culture
Stres dapat disebabkan oleh berbagai macam tekanan social dan budaya,
seperti (1) perubahan keadaan social (misalnya, kematian pasangan, pindah
kerja, menikah, hari libur); (2) tekanan untuk menyesuaikan diri dengan
social atau pola perilaku karyawan, terutama di mana perilaku ini bukan
perilaku yang diharapkan oleh individu (misalnya, tuntutan individu yang

10
introvert untuk berperilaku extrovert); (3) konflik dalam suatu hubungan, atau
tidak adanya pujian atau penilaian dari orang lain; (4) kurang dukungan; (5)
memiliki tekanan yang tinggi dalam bekerja, menganggur, atau hanya
memiliki lingkungan sosial yang kecil (misalnya, jarang meninggalkan rumah,
memilikis sedikit hobi).
Rational
Proses rasional dalam pikiran individu secara terus-menerus
meninterpretasikan dan mengevaluasi dunia sekitar. Peristiwa dapat diartikan
dalam banyak cara, dan cara yang dilakukan dapat mempengaruhi tingkat
stress yang dirasakan. Beberapa contoh penyebab rasional stres meliputi (1)
melihat konsekuensi dari tindakan berbahaya atau mengancam. Persepsi ini
mungkin tidak akurat; (2) memiliki persepsi diri yang tidak akurat; (3) percaya
bahwa mampu mencapai banyak pencapaian dan harapan yang terlalu tinggi;
(4) menyalahartikan tindakan orang lain sehingga dapat dimaafkan (bukan
diterima) dan dukungan yang diberikan; (5) tidak memiliki keterampilan dan
pengetahuan untuk mengatasi situasi tertentu, seperti tidak memiliki
pendekatan rasional untuk memecahkan masalah atau resolusi konflik, dan
tidak mampu mengatasi masalah yang muncul.
Experiential
Cara pengalaman individu dari setiap masalah dalam waktu, bahkan dalam
situasi yang sangat mirip, adalah sangat berbeda. Seseorang mungkin
menemukan situasi yang stressful, sementara yang lain mungkin akan
menyenangkan, setiap reaksi adalah unik. Mungkin ada tekanan seketika yang
menyebabkan seseorang mengalami stres, seperti banyak tuntutan yang sama
dari orang yang berbeda; tekanan dari lingkungan, seperti suara, kondisi
sempit, atau berantakan disekitar; kebutuhan yang terpenuhi atau frustasi;
munculnya ancaman bagi kelangsungan hidup, harga diri atau identitas;
mengubah pola makan, tidur, zona waktu, hubungan.
Spiritual
Kebutuhan mengembangkan spiritual individu yang telah lama diakui oleh
agama. Hanya selama 30 tahun terakhir bahwa psikologi telah mengakui

11
adanya sisi spiritual pada individu. Beberapa pengebab stres spiritual meliputi
pelanggaran moral pribadi atau agama, pelanggaran hukum; kurang
mengembangkan spiritual; tidak adanya kebenaran (misalnya menipu diri
sendiri dan orang lain); kurang memiliki rasa terhadap pribadi yaitu seseorang
dapat mempengaruhi suatu peristiwa; tidak memiliki hubungan dengan Tuhan
dan kurang memaafkan.
Konsep stres ditempat kerja beserta faktor yang berpengaruh didalamnya,
secara komprehensif diuraikan oleh Cooper dan Davidson (1987) menurutnya
stres ditempat kerja dapat bersumber dari beberapa hal, yaitu :
1. Work area, yaitu suatu stressor yang bersumber dari situasi dan kondisi
yang berhubungan dengan pekerjaan, misalnya beban kerja, jam kerja,
jenis pekerjaan, hubungan interpersonal dan lain-lain.
2. Home area, yaitu stressor yang bersumber dari kehidupan rumah.
Misalnya perubahan sosial dan teknologi, keluarga, keadaan ekonomi dan
keuangan, ras dan kelas, keadaan tempat tinggal atau komunitas, dan lain-
lain.
3. Social area, yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan
bermasyarakat atau diluar rumah dan pekerjaan, misalnya lokasi kerja,
sarana dan fasilitas kerja, lingkungan kerja.
4. Individual area, yaitu karakteristik yang melekat pada individu itu sendiri,
misalnya umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan
lain-lain.
Semua faktor tersebut saling terkait dan mempengaruhi sehingga
menghasilkan suatu gejala-gejala dalam ruang lingkup manifestasi stres
(manifestation area).
E. Dampak stres kerja
Septianto (2010) menyatakan bahwa stres kerja mempunyai pengaruh
negative signifikan terhadap kinerja karyawan. Stres kerja yang berada pada
tingkat rendah sampai sedang akan menciptakan kinerja karyawan yang baik
dan akan memperburuk karyawan jika dalam tempo waktu yang sangat lama
dan berlebihan. Akan tetapi penelitian yang dilakukan Andraeni (2003)

12
menunjukkan bahwa secara parsial stress kerja tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap kinerja karyawan.
Handoyo (2001) membagi empat jenis konsekuensi yang dapat
ditimbulkan stres kerja yaitu :
1. Pengaruh psikologis, yang berupa kegelisahan, agresif, kelesuan,
kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga
diri yang rendah.
2. Pengaruh perilaku, yang berupa peningkatan konsumsi alkohol, tidak
nafsu makan dan nafsu makan yang berlebihan, penyalahgunaan obat-
obatan, menurunnya semangat untuk berolahraga yang berakibat
timbulnya beberapa penyakit. Pada saat stres juga terjadi peningkatan
intensitas kesalahan dan kecelakaan kerja baik dirumah, ditempat kerja
ataupun di jalan.
3. Pengaruh kognitif, yaitu ketidakmampuan mengambil keputusan,
kurangnya konsentrasi, dan peka terhadap ancaman.
4. Pengaruh psikologis, yaitu menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik
yang berupa penyakit yang sudah diderita sebelumnya atau memicu
timbulnya penyakit tertentu.
Sedangkan menurut lubis (2006), stres keja dapat menghilangkan hal-hal
sebagai berikut :
1. Penyakit fisik yang diinduksi oleh stres seperti penyakit jantung koroner,
hipertensi, tukak lambung, Asma, gangguan menstruasi, dan lain-lain.
2. Kecelakaan kerja, terutama pekerjaann yang yang menuntut kinerja yang
tinggi, serta bekerja secara bergilir.
3. Absensi kerja
4. Lesu kerja, pegawai kehilangan motivasi kerja.
5. Gangguan jiwa. Mulai dari gangguan ringan sampai ketidakmampuan
yang berat. Gangguan jiwa yang ringan misalnya mudah gugup, tegang,
marah-marah, apatis, dan kurang konsentrasi. Gangguan yang lebih jelas
lagi dapat berbah depresi, gangguan kecemasan

13
F. Teknik untuk mengurangi stres
Ada beberapa teknik yang berbeda yang digunakan oleh perusahaan India
untuk mengurangi stres, yaitu peer support group, in-house support, employee
assistance program, dan mediation facility.
Peer Support Group
Dukungan dari teman sebaya dalam lingkungan kerja bukan ide baru.
Secara informal, pekerja telah menawarkan kepada rekan-rekan selama masa
traumatis dan stres. Sayangnya, dalam beberapa kasus, dukungan yang diberikan
menimbulkan masalah lebih banyak dari pada diselesaikan. Konsep peer support
group adalah baru dan menarik. Peer support menggunakan pengalaman dan
keterampilan untuk memberikan dukungan dan jaminan pada saat kesulitan.
Dukungan psikologis untuk karyawan telah disediakan, yang bersifat rekatif untuk
karyawan yang stress dan proaktif dalam mempromosikan kesehatan dan
mendeteksi masalah sejak awal.
Program peer support mendukung karyawan dengan membicarakan
masalah yang bersifat rahasia dengan nyaman dengan karyawan yang terlatih dan
khusus. Sebagai seseorang yang berorientasi pada masyarakat, seseorang
memerlukan orang lain untuk berhubungan dan berkomunikasi. Peer support juga
mempromosikan kohesivitas, dengan menitikberatkan pada penempatan program
dukungan karyawan yang telah dilaporkan untuk meningkatkan semangat
karyawan, mengurangi cuti karena sakit dan meningkatkan kepuasan terhadap
perusahaan.
In House Support
Perusahaan percaya pada organisasi datar, di mana semua karyawan
dipelakukan sama bahkan dengan sebutan yang berbeda. Jalur komunikasi harus
tetap terbuka setiap saat. Jika karyawan memiliki keraguan mengenai masa depan
perusahaan dan masa depannya sendiri, karyawan harus mampu melakukan
pendekatan dengan tepat dan menyuarakan keprihatiannnya.
Masalah psikologis antara karyawan adalah salah satu keprihatinan utama
dari organisasi, termasuk masalah seperti keamanan data dan putus sekolah.
Terdapat beberapa pilihan yang tersedia di industry saat ini. Oleh karena itu,

14
dalam persaingan untuk menjadi perusahaan yang disukai mengadopsi beberapa
strategi. Dukungan emosional adalah salah satu peran penting dalam daya tahan
karyawan. Ini adalah salah satu tanggung jawab perusahaan untuk mengijinkan
karyawan untuk belakar dan menikmati pekerjaan sambil berkontribusi untuk
mendapatkan yang terbaik dengan menghormati satu sama lain dalam organisasi.
Dukungan psikologis adalah cara yang paling penting untuk mempertahankan
daya tahan karyawan terhadap perusahaan, ketika karyawan dibantu untuk
mengatasi stres, depresi, gangguan kesehatan dan penurunan absensi, sehingga
meningkatkan produktivitas.
Employee Assisstance Program
Menyediakan dukungan yang mudah diakses, rahasia dan dukungan professional
untuk karyawan dan anggota keluarga karyawan. Tujuan dari EAP adalah untuk
membantu karyawan mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk lebih
berhasil menyelesaikan masalah-masalah pribadi yang menyebabkan
permasalahan dan mempengaruhi pekerjaan karyawan.
Mediation Facility
Perusahaan menyediakan fasilitas meditasi atau bekerjasama dengan perusahaan
yang berhubungan dengan meditasi untuk membantu karyawan mengurangi stres
kerja.
G. Keselamatan dan kesehatan kerja, stres kerja, dan kinerja karyawan
Keselamatan dan kesehatan kerja mengandung nilai perlindungan tenaga
kerja dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Tenaga kerja merupakan asset
organisasi yang sangat berharga dan merupakan unsur penting dalam proses
produksi disamping unsur lainnya seperti material, mesin, dan lingkungan kerja.
Karena itu tenaga kerja harus dijaga, dibina, dan dikembangkan untuk
meningkatakan kinerja karyawan (Ramli, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh oleh Rahman (2013) menyatakan bahwa
program K3 mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Cudjoe (2011) bahwa Program
K3 tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan hal ini disebakan

15
karena penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit kurang
tepat sasaran.
Siagian (2007) stres kerja merupakan suatu kondisi ketegangan yang
berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Stres yang
tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada ketidakmampuan seseorang
berinteraksi secara positif dengan lingkungannya dalam arti karyawan yang
bersangkutan akan menghadapi berbagai gejala negatif yang dapat berpengaruh
terhadap prestasi kerjanya.
Septianto (2010) menyatakan bahwa stres kerja mempunyai pengaruh
negative signifikan terhadap kinerja karyawan. Stres kerja yang berada pada
tingkat rendah sampai sedang akan menciptakan kinerja karyawan yang baik dan
akan memperburuk karyawan jika dalam tempo waktu yang sangat lama dan
berlebihan. Akan tetapi penelitian yang dilakukan Andraeni (2003) menunjukkan
bahwa secara parsial stress kerja tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kinerja karyawan.
Stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan
oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi
merusak dan tidak terkontrol (Widyasari, 2008). Bagi kebanyakan orang,
mengatasi stres kerja akan membuat perubahan psikologis dan perilaku. Apapun
masalah khusus yang dihadapi setiap individu dengan pekerjaannya, maka cara
individu menhadapi stress harus berubah (Arden, 2002).
Dari sejumlah penjelasan para ahli, stres kerja ini bisa menimbulkan
dampak baik, tetapi sekaligus buruk bagi yang bersangkutan dan bagi organisasi
atau perusahaaan. Orang yang terkena stres kerja. Cenderung tidak produktif,
tidak tertantang untuk menunjukan kehebatanya, secara tidak sadar malah
menunjukan kebodohanya, malas – malasan, tidak efektif dan tidak efisien, ingin
pindah tetapi tidak pindah – pindah, dan seterusnya. Secara kalkulasi manajemen,
tentu saja ini merugikan organisasi. Apalagi jika si penderita stres kerja ini
jumlahnya banyak di suatu tempat.Sebuah organisasi atau perusahaan dapat di
analogikan sebagai tubuh manusia. Jika salah satu dari anggota tubuh itu
terganggu, maka akan menghambat keseluruhan gerak, menyebabkan seluruh

16
tubuh merasa sakit dan menyebabkan individunya tidak berfungsi secara normal.
Demikian pula jika banyak di antara karyawan mengalami stres kerja, maka
produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu. Jika stres yang dialami
oleh organisasi atau perusahaan tidak kunjung selesai, maka sangat berpotensi
mengundang penyakit yang lebih serius. Bukan hanya individu yang bisa,
organisasi pun dapat memiliki apa yang dinamakan penyakit organisasi.
Kondisi kerja yang aman dan sehat, yaitu kondisi di mana bahaya dapat
ditangani secara benar, pekerja dapat diharapkan untuk bekerja normal, fisik
maupun mental, sehinga perusahaan akan lebih mudah melaksanakan berbagai
rencana peningkatan produktivitas kerja. Sebaliknya pada tingkat pengelola
kualitas lingkungan kerja yang rendah atau asal-asalan, peluang tercapainya target
dalam perencanaan produktivitas kerja secara otomatis juga akan menjadi lebih
kecil. Lebih jauh lagi, rendahnya kuantitas lingkungan kerja tersebut secara fisik
dan mental akan menimbulkan tekanantekanan nonproduktif pada pekerja
sehingga banyak menimbulkan muncul kejadian yang mengganggu aktivitas
pekerja berupa kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dampaknya akan
merugikan pekerja secara individual, kelompok, dan bahkan hingga tingkat
perusahaan.
Salah satu kondisi yang bisa menjadi stressor di lingkungan kerja yaitu
physical environmental problem yang meliputi antara lain kebisingan dan suhu di
tempat kerja. Ada beberapa faktor intrinsik dalam pekerjaan dimana sangat
potensial menjadi penyebab terjadinya stres dan dapat mengakibatkan keadaan
yang bukruk pada mental. Faktor tersebut meliputi keadaan fisik lingkungan kerja
yang tidak nyaman (bising, berdebu, bau, suhu panas, dan lembab), stasiun kerja
yang tidak ergonomis, kerja shift, jam kerja yang panjang, perjalanan dari tempat
kerja yang semakin macet, pekerjaan yang berisiko tinggi dan berbahya,
pemakaian teknologi baru, pembebanan berlebih, adaptasi pada jenis pekerjaan
baru.
Di lain pihak, stres kerja karyawan juga dapat disebabkan oleh masalah-
masalah yang terjadi di luar perusahaan atau off the job, yakni kekhawatiran
financial, masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak, masalah-masalah

17
fisik, masalah-masalah perkawinan (misal,perceraian), perubahanperubahan
yang terjadi di tempat tinggal, serta masalah-masalah pribadi lainnya, seperti
kematian sanak saudara.
Penyebab stres kerja menurut Mangkunegara (2001) antara lain beban
kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas
pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, otoritas kerja yang
tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja,
perbedaan nilai antara karyawan dengan pemimpin yang frustasi dalam kerja.
Sedangkan menurut Handoko (2001) mengungkapkan secara lebih lengkap bahwa
terdapat sejumlah kondisi kerja On the job yang sering menyebabkan stress bagi
para karyawan, diantaranya adalah Beban kerja yang berlebihan, Tekanan atau
desakan waktu, Kualitas supervisi yang jelek, Iklim politis yang tidak aman,
Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai, Kemenduaan
peranan (role ambiguity), Frustasi, Konflik antar pribadi dan antar kelompok, dan
Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan.
Menurut Rivai dan Sagala (2011) dampak dari karyawan yang mengalami
stres kerja yaitu menjadi nervous dan merasakan kekhawatiran kronis, mudah
menjadi marah dan agresif, dan tidak dapat rileks dan selalu menunjukkan sikap
yang kooperatif. Terdapat empa jenis dampak stres kerja yang dikemukakan oleh
Cox dalam (Handoko, 2001) yaitu pengaruh psikologis, pengaruh perilaku,
pengaruh kognitif, dan pengaruh fisiologis.
Penelitian yang dilakukan oleh Andraeni (2003) dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa secara parsial stres kerja tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja karyawan. Indikator yang digunakan untuk meneliti
stres kerja yaitu intimidasi dan tekanan, Perbedaan antara tuntutan tugas dan
sumber daya, Ketidakcocokan dengan pekerjaan, pekerjaan yang berbahaya,
beban lebih, target dan harapan yang tidak realistis yang nantinya akan
disesuaikan dengan kondisi yang ada.
Menurut penelitian Baker dkk, stres yang dialami seseorang akan merubah
cara kerja sistem kekebalan tubuh. Para peneliti ini juga menyimpulkan bahwa
stres akan menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit dengan cara

18
menurunkan jumlah fighting desease cells. Akibatnya orang tersebut cenderung
sering dan mudah terkena penyakit yang cenderung lama masa penyembuhanya
karena tubuh tidak banyak memproduksi sel – sel kekebalan tubuh, ataupun sel –
sel antibody banyak yang kalah. Randall Schuller, mengindikasi beberapa
perilaku negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti
ini, stres yang di hadapi karyawan berkolerasi dengan penurunan prestasi kerja,
peningkatan ketidakhadiran kerja, serta tendensi mengalami kecelakaan.
Munculnya stres antara lain: gejala fisiologis, gejala psikologis, dan gejala
prilaku. Gejala fisiologis yang sering terjadi yaitu perubahan dalam metabolisme,
meningkatkan laju detak jantung dan pernapasan, meningkatkan tekanan darah,
sakit kepala, dan menyebabkan serangan jantung. Gejala psikologis antara lain
:menimbulkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan, ketegangan,kecemasan, mudah
marah, kebosanan dan suka menunda – nunda pekerjaan. Gejala prilaku
mencangkup perubahan produktivitas, absensi, dan tinggi tingkat keluarnya
tenaga kerja, perubahan kebiasaan makan, meningkatnya merokok dan
mengkonsumsi alcohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur. Terdapat
berbagai faktor penyebab dari stres, faktor –faktor pekerjaan yang dapat
menimbulkan stres dikelompokan dalam lima katagori besar yaitu faktor – faktor
intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karier,
hubungan dalam pekerjaan serta struktur dan iklim organisasi.
Faktor-faktor Psikososial dalam Lingkungan Kerja
Caplan (1984) mengatakan bahwa faktor-faktor psikososial adalah
interaksi yang terjadi antara dan di tengah-tengah lingkungan kerja, isi pekerjaan,
kondisi organisasi dan kapasitas serta kebutuhan pekerja, budaya dan
pertimbangan-pertimbangan pribadi dengan pekerjaan yang berlebih. melalui
persepsi dan pengalaman serta berpengaruh pada kesehatan, kinerja dan kepuasan
kerja.
Sedangkan Nitisemito (1996) mendefinisikan lingkungan kerja dengan
segala sesuatu yang berada di sekitar karyawan dan yang dapat mempengaruhi
dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.

19
Dimberg (dalam Johansson dick., 1993) menyatakan bahwa dalam suatu
penelitian yang melibatkan sekitar 3.759 pekerja dari lingkungan pabrik diketahui
bahwa betapa besar peran faktor psikososial dalam lingkungan kerja. Secilra jelas
dikatakan bahwa ternyata peran faktor psikososial dalam lingkungan kerja begitu
penting untuk meningkatkan dukungan sosial dan menciptakan kesempatan bagi
karyawan atau pekerja untuk mengendalikan situasi kerja dan juga meningkatkan
motivasi kerja.
Johansson & Rubenowitz (1994) menjelaskan faktor-faktor psikososial
dalam lingkungan kerja yang memiliki pengaruh dalam kinerja sebagai berikut :
a. Pengaruh dan kontrol pekerjaan Dalam hal ini ada beberapa hal yang bisa
dilihat antara lain seperti pengaruh tingkatan kerja, pengaruh metode kerja,
pengaruh aIokasi kerja dan kontrol teknis serta pengaruh peraturan kerja
b. Iklim terhadap penyelia Iklim yang bisa dilihat adalah kontak dengan
penyedia, saat penyedia meminta saran dan masukan terbadap masalah-
masalah yang dengan pekerjaan. saat penyeJia memberikan pertimbangan
sudut pandang tertentu dan memberikan informasi yang dibutuhkan serta iklim
berkomunikasi dalam organisasi atau perusahaan
c. Rangsang dari kerja itu sendiri Hal-hal yang diperhatikan adalah apakah
pekerjaan tersebut menarik dan menstimulasi individu untuk bekerja atau tidak,
apakah pekerjaan tersebut bervariasi dan terbagi-bagi atau tidak, kesempatan
untuk mempergunakan bakat dan keterampilan, kesempatan untuk belajar
banyak hal baru dari pekerjaan dan perasaan keseluruhan tentang pekerjaan
yang dilakukan
d. Hubungan dengan rekan kerja Hal-hal yang diperhatikan antara lain adalah
hubungan dan kontak dengan rekan kerja, pembicaraan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan pekerjaan dengan rekan kerja, perluasan pengalaman dalam
suasana kerja yang menyenangkan, diskusi tentang masalah yang berkaitan
dengan pekerjaan dan penghargaan rekan kerja sebagai seorang teman yang
baik atau bukan
e. Beban kerja secara psikologis Beberapa hal yang dipertimbangkan adalah stres
kerja, beban kerja, perasaan lelah dan kejenuhan sehabis bekerja yang

20
meningkat, ada atau tidaknya kemungkinan untuk relaksasi dan beristirahat
saat bekerja dan beban mental yang ditimbulkan oleh pekerjaan itu sendiri.
Konsekuensi dari Kurang Diperhatikannya Faktor Psikososial dalam
Lingkungan Kerja
Banyak perusahaan lupa bahwa memperhatikan dan memberi pengharsaan
yang pantas pada pekerjanya hanya cukup dengan materi atau gaji saja sebagai
kompensasi yang dirasa pantas. Sebagai manusia yang tentu saja perlu
dimanusiawikan, perhatian terhadap pekerja sepanjang proses pekerjaan itu
dilakukan tentu saja merupakan hal yang juga penting untuk dilaksanakan. Bila
karyawan bersikap loyal terhadap tempat kerja maka perusahaan wajib
memberikan reward yang sesuai. Kesesuaian rewards dengan kontribusi yang
diberikan akan membuat karyawan termotivasi untuk tetap berusaha memelihara
kinerjanya (Fukami & Larson dalam Oktorita, Rosyid & Lestari,2001).
Faktor-faktor psikososiaJ menjadi penting untuk diperhatikan karena (I)
dengan memenuhi banyak hal yang terkait dengan sisi psikologis karyawan atau
pekerja akan sangat membantu mereka tetap fokus pada pekerjaan dan tetap
memiliki motivasi kerja yang stabil dan (2) karakteristik setiap pekerjaan, apalagi
jenis pekerjaan tertentu yang memiliki resiko tinggi dalam beban kerja harus
diberi perhatian lebih sebab konsekuensi yang ditimbulkannya pun relatif lebih
berat daripada pekerjaan pada umumnya.
Caplan (1984) mengatakan bahwa jika tercipta interaksi yang negatif
antara kondisi pekerjaan dengan faktor manusia atau pekerja maka akan terjadi
keguncangan emosi, masalah perilaku, perubahan biokimia dan neohormonal
sampai pada resiko sakit secara mental dan psikis. Secara lebih jauh, konsekuensi
konsekuensi psikologis yang bisa terjadi antara lain adalah (1) perasaan kesepian
dan terpencil, (2) pasrah dan merasa trurang atau tidal( dihargai dengan pantas, (3)
perasaan jenuh dan lelah yang berlebih, (4) timbulnya leamed heIpIesness, (5)
penurunan motivasi kerja sampai pada (6) kioerja yang buruk dan (7) penurunan
produktivitas kerja.
Sedangkan dari sisi fisik, konsekuensi- konsekuensi yang dapat terjadi
adaIah (1) kelelahan yang sifatnya nyata dan terjadi secara dini, (2) nyeri pada

21
bagian-bagian tubuh tertentu seperti leber, bahu dan punggung bagian bawah yang
sering disebut dengan musculoskeletal symptoms (Johansson & . Nonas, 1994;
Johansson & Bemowitz, 1994), dan (3) kemudian jatuh sakit. Musculoskeletal
symptoms sendiri menurut Everly & Girdano (dalam Munandar. 2001) ditandai
dengan tanda-tanda seperti (I) jari- jari dan tangan gemetar, (2) tidak dapat duduk
diam atau berdiri di tempat, (3) mengembangkan tic, (4) kepala mulai sakit, (5)
merasa otot menjadi tegang atau kaku, (6) berbicara gagap. dan (7) leher menjadi
kaku.
Hal tersebut di atas kemudian dikuatkan dengan keterangan dari Mausner-
Dorsch & Eaton (2000) yang menjelaskan bahwa karakter psikososial yang
dijumpai pada Iingkungan kerja memiliki keterkaitan yang erat dengan masalah
kesehatan dan keselamatan kerja karyawan. Seringkali terjadi penurunan
kesehatan karyawan sehingga jatuh sakit. Beberapa konsekuensi nyata lain yang
pernah terjadi adalah ketidaktahuan orang lain dan masyarakat luar saat seorang
karyawan meninggal.
Keselamatan kerja
Perhatian yang diberikan kepada para pekerja dan karyawan dengan melihat
faktor psikososial dalam Iingkungan kerja secara nyata dan langsung berarti juga
telah memperhatikan faktor keselamatan kerja karyawan yang bersangkutan.
Secara lebih lanjut kemudian diketahui bahwa karena banyak
permasalahan seputar kesehatan dan keselamatan kerja maka sudah seharusnya
perusahaan melakukan apa yang disebut dengan Health Promotion Programs
(HPPs). Menurut Berry (1998), program ini penting untuk meningkatkan standar
kesehatan karyawan yang secara tidak langsung memberi kontribusi bagi misi
organisasi.
Sonennstuhl (dalam Berry. 1998) mengatakan bahwa program-program
yang bisa dilakukan antara lain adalah (I) menyelenggarakan latihan dan titnes,
(2) pemberian nutrisi dan kontrol berat badan, (3) usaha-usaha preventif terhadap
penggunaan obat-obatan dan alkohol, (4) manajemen stres, dan (5) usaha
penghentian perilaku merokok. Sedangkan di Indonesia sendiri yang bisa
dilakukan oleh perusahaan adalah K3 yang salah satu tujuannya adalah

22
melindungi karyawan atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional
(Suma'mur dalam Oktorita, Rosyid & Lestari, 2001).
Menurut Risnawati (2002) mengatakan bahwa dalam lingkup
ketenagakerjaan stres kerja merupakan suatu ketidakseimbangan yang ada
antara tuntutan pekerjaan dan kemampuan individu bila kegagalan yang terjadi
berdampak penting.
Hubungan Antara Umur dengan Stres Kerja
Hasil penelitian ini sesuai dengan Anoraga (1998), yaitu semakin tua umur
seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadinya stres kerja, mengingat
dengan bertambahnya umur seseorang, maka semakin kompleks pula
permasalahan yang akan dihadapi. Menurut Winarti (2001), menyatakan bahwa
responden yang lebih rentan mengalami stres kerja adalah yang berusia = 41
tahun. Faktor umur memang sulit untuk di analisis tersendiri karena masih
banyak faktor dalam individu lainnya yang ikut berpengaruh terhadap stres
kerja. Selain itu dengan bertambahnya umur, pengalaman dan pengetahuan akan
bertambah baik serta rasa tanggungjawab yang lebih besar dimana semuanya akan
dapat menutupi kekurangan untuk beradaptasi.
Hubungan Antara Pendidikan dengan Stres Kerja
Ditinjau dari segi pendidikan, responden yang mengalami stres kerja
sebagian besar yaitu 100,0% adalah tenaga kerja yang mempunyai pendidikan SD.
Sesuai dengan pendapat Smet (1994), yaitu reaksi terhadap stres berbeda antara
orang yang satu dengan yang lain. reaksi terhadap stres berbeda antara orang yang
satu dengan yang lain. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor – faktor yang dapat
merubah dampak stressor, yaitu faktor umur, tahap kehidupan, jenis kelamin,
temperamen, faktor-faktor genetik, intelegensi, pendidikan, suku, kebudayaan,
status ekonomi, dan kondisi fisik.
Hubungan Antara Masa Kerja dengan Stres Kerja
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang paling banyak
mengalami stres kerja adalah responden yang lama kerjanya antara 11 – 15 tahun
yaitu sebesar 80,0% dan yang paling sedikit adalah responden dengan

23
lama kerja 0 – 5 tahun yaitu sebesar 66,7%. Selain itu tiap individu memiliki
daya tahan yang berbeda – beda untuk menghadapi stressor yang ada pada setiap
individu, sehingga kerentanan turut berperan dalam terjadinya stres.
Hubungan Antara Lingkungan Fisik Kerja dengan Stres Kerja
Ivancevich dan Matteson mengatakan bahwa stres pada seseorang dapat
bersumber dari faktor lingkungan atau yang datang dirinya sendiri (Hidayat,
1998). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang paling banyak
mengalami stres kerja sebesar 84,4% adalah responden yang merasa tidak
nyaman di lingkungan kerja.
Lingkungan fisik dimana seseorang bekerja dapat menjadi sumber
timbulnya stres. Merasa senang atau tidak senang bekerja tergantung lingkungan
fisik kerja yang mempengaruhi seperti intensitas penerangan, warna dinding,
bising yang menganggu, suhu ruangan yang terlalu panas atau mungkin terlalu
dingin, ruangan lembab dan bau serta pengaturan ruangan seperti bahan-bahan
produksi, meja dan kursi ruang kerja yang tidak menyenangkan (Singgih
dan Singgih, 1991).
Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara stres kerja dengan
lingkungan fisik kerja. Hasil ini sesuai dengan Anoraga (1998), yang mengatakan
bahwa unsur – unsur tertentu seperti suara bising, suhu udara yang tinggi dan
banyak kondisi penghambat lain mempunyai kemungkinan sebagi penyebab
timbulnya stres kerja dalam lingkungan kerja. Atkinson (1991), juga mengatakan
bahwa semakin buruk lingkungan fisik, semakin dapat menimbulkan stres.
Hubungan antara Stres Kerja Dengan Tingkat Produktivitas
Secara deskriptif dapat diketahui bahwa yang paling banyak mengalami
stres kerja adalah tenaga kerja dengan tingkat produktivitas tinggi yaitu sebesar
55,6% dan yang paling sedikit mengalami stres kerja adalah tenaga kerja dengan
tingkat produktivitas sedang yaitu sebesar 14,8%. Dari hasil ini dapat disimpulkan
bahwa stres memberikan pengaruh terhadap produktivitas yang tinggi.
Akan tetapi stres yang diberikan tidak boleh terlalu banyak karena akan
dikhawatirkan dapat menurunkan kinerja kerja. Hasil penelitian ini sesuai dengan

24
pendapat Selye dalam Munandar 2001, yaitu stres tidak selalu hal yang
negatif, bila individu terganggu dan kelelahan maka dapat menimbulkan stres
yang merugikan.
Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara stres kerja dengan
tingkat produktivitas kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Anoraga (1998),
yang menyatakan bahwa tekanan emosional yang kurang mendukung
motovasi untuk bekerja pada akhirnya menghasilkan stres yang berdampak pada
produktivitas dan variabilitas yang besar dalam prestasi kerja.
Oleh karena itu sebaiknya perusahaan memberikan reward kepada tenaga
kerja yang dapat menghasilkan produktivitas tinggi, sehingga reward ini akan
memberikan motivasi kepada tenaga kerja untuk selalu bekerja yang produktif dan
bertanggungjawab. Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan
perusahaan.
Pada dasarnya, seseorang yang jiwanya sejahtera tidak sekedar bebas dari
tekanan atau masalah mental. Lebih dari itu, ia juga memiliki penilaian positif
terhadap dirinya dan mampu bertindak secara otonomi, serta tidak mudah hanyut
oleh pengaruh lingkungan. Bila hal ini dikaitkan dengan dunia pekerjaan, maka
tingkat psychological well-being seseorang akan berguna dalam komitmen
individu, produktivitas kerja individu, target-target dalam pekerjaan, hubungan
dengan rekan kerja, serta penguasaan lingkungan kerja (Horn dalam Ruth Sumule,
2008).
Stres adalah kondisi dinamis individu dalam menghadapi peluang, kendala,
tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya
dipersepsikan sebagai sesuatu yang tidak pasti tetapi merupakan sebuah hal yang
penting (Robbins & Judge, 2013). Di dalam dunia kerja, terdapat stres kerja yaitu
ketegangan yang sering dialami oleh karyawan yang dapat mengganggu situasi
kerja serta konsentrasi dalam menyelesaikan tugas (Rustiana & Cahyati, 2012).
Newstrom & Davis (2002, dalam Hasan & Akter, 2014) mengemukakan typical
negative symtoms of unmanaged stress yang terdiri dari tiga aspek yaitu (a)
physiological; ulcers, digestive problem, headaches, high blood pressure, sleep
disruption, (b) psychological; emotional instability, moodiness, nervousness and

25
tension, chronic worry, depretion, burnout, (c) behavioral; excessive smooking,
abuse of alcohol or drugs, aggression, safety problem, performance problem.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa stres situasi kerja
merupakan ketegangan yang timbul sebagai reaksi dari stresor yang dirasakan
oleh individu dalam menghadapi tuntutan dan kendala pada situasi kerja yang
melebihi beban kemampuannya, yang ditandai dengan adanya respon fisik,
psikologis dan tingkah laku.
Di setiap tempat kerja selalu ada potensi bahaya, seperti fisika, kimia,
biologi, ergonomi dan psikososial. Stressor di tempat kerja, antara lain, karena
ketidakseimbangan antara upaya dengan imbalan, dukungan sosial yang rendah,
kurangnya informasi dan tekanan kerja. 5 Sebuah studi oleh Vokic et al. pada
2007 menunjukkan bahwa masalah emosional mental berhubungan dengan stresor
di lingkungan kerja. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa kondisi tempat
kerja yang tidak menyenangkan memiliki pengaruh negatif terhadap karyawan
kesehatan fisik dan mental.
Bukti dari penelitian menunjukkan bahwa kualitas hubungan kemitraan
memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan dan dengan demikian harus
memediasi proses pemulihan dari sumber stres. Dengan demikian, kualitas
hubungan kemitraan tampaknya untuk melawan kondisi tempat kerja yang
berpotensi tidak menyenangkan dan untuk mengurangi efek negatif terhadap
kesehatan karena stres yang berhubungan dengan pekerjaan alami. analisis regresi
menunjukkan bahwa stres yang berhubungan dengan pekerjaan diprediksi
peningkatan risiko untuk depresi, kecemasan, pengalaman stres umum dan gejala
stres somatik subjektif sedangkan hubungan kemitraan kualitas tinggi
memperkirakan penurunan risiko untuk gejala-gejala ini, dengan demikian
memperkuat gagasan bahwa kondisi kemitraan yang baik dapat menangkal negatif
efek stres yang dihasilkan di tempat kerja (Antern Ann-Christine Andersson dkk,
2018).
Psychosocial safety climate (PSC) didefinisikan sebagai kebijakan,
praktik, dan prosedur untuk perlindungan kesehatan dan keselamatan psikologis
pekerja (Dollard, 2007). Keamanan psikososial berkaitan dengan kebebasan dari

26
risiko dan bahaya psikologis dan sosial. PSC adalah persepsi karyawan mengenai
kebijakan, tindakan, dan prosedur pada perusahaan tempat mereka bekerja yang
spesifik tertuju pada keselamatan dan kesejahteraan psikologis karyawan yang
secara umum ditentukan oleh manajemen (Dollard, Tuckey, & Dormann, 2012).
Sehingga dalam penelitian ini PSC didefinisikan sebagai persepsi karyawan
mengenai kebijakan, tindakan, dan prosedur pada organisasi tempat mereka
bekerja yang secara spesifik tertuju pada keselamatan dan kesejahteraan
psikologis karyawan yang secara umum ditentukan oleh atasan dalam organisasi
tersebut melalui dukungan, prioritas, partisipasi organisasional, serta komunikasi
organisasional sehingga karyawan merasakan keamanan psikologis dalam
lingkungan kerja. PSC sebagai sumber daya organisasi dan berharap bahwa itu
akan mempengaruhi konteks kerja (baik tuntutan pekerjaan dan sumber daya).
Pertama, masuk akal bahwa kurangnya PSC dalam suatu organisasi dapat
menyebabkan pekerjaan yang dirancang dengan buruk dan tuntutan pekerjaan
yang kronis. Misalnya, tingkat tekanan kerja yang tinggi dapat menang karena
kurangnya kebijakan, praktik, dan prosedur yang bertujuan untuk
mempertahankan tuntutan pekerjaan pada tingkat yang dapat dikelola. Contohnya
adalah kurangnya prosedur untuk melaporkan kelebihan beban kerja dan
kelelahan. Kurangnya PSC juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan untuk
menyembunyikan emosi daripada mengekspresikan mereka. Ini dapat terjadi jika
kekhawatiran pekerja tidak didengarkan, atau jika pentingnya kesejahteraan
psikologis tidak diakui, sehingga ketakutan ekspresi meningkat, bersama dengan
tuntutan emosional yang terkait.
Kesejahteraan psikologis seseorang dalam dunia kerja merupakan suatu
topik yang penting dalam membentuk perilaku seseorang ataupun suatu keadaan
di lingkungan kerja. Penelitian Harter et al. 2003 dalam Robertson dan Cooper
(2011) terhadap 8000 unit kerja di 36 perusahaan mendapatkan kesimpulan bahwa
ada hubungan signifikan antara tingkat kesejahteraan psikologis pekerja yang
diteliti dengan tingkat hasil kerja seperti kepuasaan konsumen, produktifitas,
turnover pekerja dan tingkat ketidakhadiran pekerja karena sakit. Tingkat
kesejahteraan psikologis dapat terlihat dari kondisi dimensi kesejahteraan

27
psikologis seseorang. Penelitian ini meninjau tingkat kesejahteraan psikologis
karyawan dari delapan dimensi kesejahteraan psikologis yang dirumuskan peneliti
mengacu pada pendapat Robertson dan Cooper meliputi kebahagian dan
kepuasan, emosi positif, penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain,
otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, serta pertumbuhan pribadi.
Smithson dan Lewis (dalam Keim & Wilkinson, 2010), mengartikan
ketidakamanan kerja sebagai kondisi psikologis seseorang (karyawan) yang
menunjukkan rasa bingung atau merasa tidak aman dikarenakan kondisi
lingkungan yang berubah-ubah. Kondisi ini muncul karena banyaknya jenis
pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Makin banyaknya jenis
pekerjaan dengan durasi waktu yang sementara atau tidak permanen,
menyebabkan semakin banyaknya karyawan yang mengalami ketidakamanan
kerja.
Menurut Ivanevich dan Matteson (dalam Bernardin & Russell, 1998),
faktor pemicu stres atau stressor dapat berasal dari lingkungan fisik, organisasi,
kelompok maupun dalam diri individu. Lingkungan fisik meliputi pencahayaan,
kebisingan, temperatur, getaran dan polusi udara. Pada tingkatan individu stres
dipengaruhi oleh beban kerja, konflik peran, ketidakjelasan peran, perbedaan
tujuan karir dan tanggung jawabnya terhadap orang-orang yang bersangkutan
dengan dirinya.
Pada dasarnya perlindungan tenaga kerja dari bahaya dan penyakit akibat
kerja atau lingkungan kerja sangat dibutuhkan oleh karyawan agar karyawan
merasa aman dan nyaman ketika melaksanakan tugasnya, sehingga diharapkan
karyawan terhindar dari stres kerja yang dapat merugikan diri sendiri dan
perusahaan. Menurut Robbins & Judge (2015), stres dapat diartikan sebagai suatu
kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu
kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau
penghalang. Stres dapat terjadi dalam berbagai situasi, salah satunya dalam
bekerja. Menurut Anoraga (2014), stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan
seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkunganya
yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam. Berdasarkan

28
uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah sebuah bentuk
respon fisik ataupun mental yang ditunjukan oleh karyawan terhadap suatu
perubahan di lingkungan kerjanya yang dirasakan mengganggu dan mengancam
pada saat seorang karyawan melaksanakan tugasnya.
Winarsunu (2008), menjelaskan bahwa angka kecelakaan kerja akan
menjadi lebih tinggi jika tingkat stres baik secara fisiologis maupun psikologis
melebihi tingkat kemampuan individu dalam mengatasi stres tersebut. Jenis
stresor yang umumnya mempengaruhi karyawan antara lain kebisingan,
pencahayaan yang jelek, suhu udara, kecemasan dan sebagainya. Kondisi kerja
yang berbahaya dan tidak menyenangkan serta kontrol kerja yang rendah juga
merupakan faktor yang memiliki kontribusi pada stres kerja (Brauer, dalam
Winarsunu 2008).

29
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu keadaan
yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau
lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol.
Terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara
karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek
pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan dimana gejala-
gejala stress dapat dilihat dari watak, fisik, perilaku, emosional, interpersonal
seseorang yang mengalami perubahan dari biasanya.
Dan untuk mengatasi stress kita dapat menggunakan manajemen stress
dengan pendekatan yang disesuaikan dengan masalah yang kita hadapi. Dan
stress dapat menyebabkan dampak pada diri kita baik dampak negatif maupun
positif yang dapat mempengaruhi bagaimana langkah kita kedepan untuk
lebih matang dalam bertindak dan tidak gegabah sehngga dapat menagani
masalah dengan bak. Yang dapat mengurangi dampak negatif dari stress
dengan belajar dari pengalaman dan mencoba trik manajemen stress tersebut.
B. Saran
Stress dalam bekerja sebaiknya dikurangi dengan berbagi teknik
pengurangan stress yang dapat digunakan serta menajemen stress tersebut
dengan baik. Karena hal tersebut mampu mencegah stress dalam bekerja serta
meningkatkan efektifitas dalam bekerja. Selain baik bagi karyawan/pekerja
juga baik bagi perusahaan(lembaga).

30
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Dian. 2010. ‘Stress Kerja Karyawan’. Jurnal Humaniora. Vol 1. No 2.

Arten Ann-Christine Andersson, dkk. 2018. ‘Patner Relations and Work Stress
Modulating Health Issues’. Clinical and Experimental Psychology. Vol
4. No 2. ISSN 2471-2701.

Ching, Wong. 2010. ‘Understanding Stress, Job Statisfaction and Physical Well
Being Of Managers’. Jurnal Psikologi. Vol 37. No 2. Hal 129-139.

Cooper, C, L dan Davidson, M. 1987. ‘Psychosocial Factor at Work and Their


Relation to Health. Geneva : World Health Organization.

Dollard, M. F & Bakker, A. B. 2010. Psychosocial Safety Climate as a Precusor to


Conducive Work Enviroronments, Psyhological health Problems and
Employee Enggement. Journal of Occupational and Organizational
Psychology. Vol 83. No 3. ISSN 579-599.

Handoyo, Segar. 2001. Stres pada Masyarakat Surabaya. Jurnal Insan Media
Psikologi. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.

Irham, Raden. 2016. ‘Persepsi Terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan
Stres Kerja pada Karyawan Bagian Produksi PT X di Bekasi’. Jurnal
Empati. Vol 5. No 1.

Nilamsar, Nasyadizi. 2016. ‘Pengaruh Stres Kerja dan Kepuasan Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan’ Jurnal Administrasi Bisnis. Vol 31 No 1.

Nopiando, Bambang. 2012. ‘Hubungan Antara Job Insecurity dengan


Kesejahteraan psikologis pada Karyawan Outsourcing’. Jurnal Of
Social and Industrial Psychology. Vol 1. No 2. ISSN 2252-6838.

31
Nugrahan, Fajar. 2013. ‘Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Stres Kerja
pada Pekerja Konveksi di CV Iswara Bandung’. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Vol 2. No 1.

Rahardjo, Wahyu. 2005. ‘Peran Faktor-faktor Psikososial dan Keselamatan Kerja


pada Jenis Pekerjaan yang Bersifat Iso-Strain’. Jurnal Proceding,
Seminar Nasional Pesat 2005. ISSN 18582559.

Sunariyanto, Kokok. 2014. ‘Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta


Stres Kerja Terhadap Kinerja karyawan’. Jurnal Ilmu Manajemen. Vol
2. No 3.

Tadeusz, Marian. 2009. Self-esteem and Social Support in The Occupational


Stress-Subjective Health Relationship Among Medical Proffessionals.
Jurnal Psyhological Bulletin. Vol 40. Hal 13-19.

Utami, Putri. 2017. ‘Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stress Kerja dan


Pengendalian Stres Kerja dibagian Cargo PT. Angkasa Pura Logistik
Bandar Udara Internasional Ahmad Yani Semarang’. Jurnal Kesehatan
Masyarakarakat. Vol 5. No 5. ISSN 2356-3346.

Wisudawati, Gadis. 2014. Hubungan Antara Stres Kerja dengan Tingkat


Produktivitas Tenaga Kerja di CV. X’. Jurnal The Indonesian Journal
of Occupational Safety, Health and Environmental. Vol 1. No 1.

Yu Hua Yan. 2015. Exploration on The Work Stress of Coding Specialists from
the Promotion of New Medical Policies. Review of Public
Administration and Management. Vol 3. No 1. ISSN 2315-7844.

32
33

Anda mungkin juga menyukai