Rawan Pangan
Dosen Pengampu : Wiwin Lastyana, STr.Gz.,
M.Kes
Disusun Oleh :
A. Latar Belakang
Rawan pangan adalah kondisi suatu daerah, masyarakat, atau rumah tangga
yang tingkat ketersediaan dan keamanan pangannya tidak cukup untuk memenuhi
standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan sebagian besar
masyarakatnya (Dewan Ketahanan Pangan Nasional 2005:8). Kalau digunakan
konsep Food and Agriclture Organization of the United nation (FAO) dan UU No 7
tahun 1996 tentang pangan, maka kondisi rawan pangan dapat mengandung
komponen sebagai berikut: (1)Individu atau rumah tangga masyarakat tidak memiliki
akses ekonomi (penghasilan tidak memadai atau harga pangan tak terjangkau) untuk
memperoleh pangan yang cukup baik kuantitas ataupun kualitas. (2)Individu atau
rumah tangga masyarakat tidak memiliki akses secara fisik untuk mendapatkan
pangan yang cukup baik kuantitas ataupun kualitas. (3)Pangan bagi individu atau
rumah tangga tidak mencukupi untuk kehidupan yang normal, sehat dan produktif.
Kerawanan pangan dan kemiskinan hingga kini masih menjadi masalah utama
di Indonesia. Bahkan kerawanan pangan mempunyai korelasi positif dan erat
kaitannya dengan kemiskinan. Data Dewan Ketahanan Pangan Nasional menunjukkan
sebagian besar masyarakat mengalami defisit energi protein karena mengkonsumsi di
bawah jumlah yang dianjurkan 2000 kkal per kapita dan 52 gram protein per kapita
per hari. Indikator rawan pangan menurut Dewan Ketahanan Pangan Nasional yaitu
rasio konsumsi normatif perkapita, proporsi penduduk dibawah garis kemiskinan,
proporsi rumah tangga tanpa akses listrik, desa tanpa akses jalan, proporsi penduduk
buta huruf, angka harapan hidup, berat badan balita di bawah standar, angka kematian
bayi, rumah tangga tanpa akses air bersih dan proporsi rumah tangga dengan jarak
lebih dari 5 Km dari Puskesmas. Namun dengan 10 indikator tersebut belum mampu
menunjukkan status rawan pangan yang mutlak, karena untuk daerah satu dan daerah
lainnya berbeda, jadi indikator yang digunakan mencerminkan keadaan yang
sesungguhnya di daerah tersebut.
Untuk terjadinya rawan pangan beberapa peristiwa tertentu dapat terjadi pada
waktu bersamaan. Kejadian kegagalan panen tidak selalu menimbulkan rawan
pangan, kalau persediaan pangan di pasar dan pada keluarga masih cukup banyak dan
terdapat kesempatan kerja yang cukup luas. Sebaliknya, sekalipun persediaan pangan
di pasar masih cukup banyak tetapi bila kesempatan kerja menjadi sangat terbatas
sebagai akibat kegagalan panen, maka akan berakibat banyak penduduk menderita
kurang pangan. Jika hal tersebut terus berkelanjutan dapat mengarah pada situasi
kelaparan kekurangan gizi yang berat, seperti terjadi di beberapa daerah di masa
lampau.
Untuk mencegah terjadinya kejadian rawan pangan dan gizi perlu dilakukan
pengamatan dan kajian setiap indikator yang digunakan sesuai dengan urutan
kejadiannya. Indikator tersebut ada yang digunakan untuk tindakan preventif dan
tindakan kuratif. Kegagalan peroduksi atau krisis ekonomi dapat mengakibatkan
pendapatan masyarakat menurun yang pada gilirannya akan menyebabkan
ketersediaan pangan masyarakat menurun. Pencegahan pada tahap ini merupakan
pencegahan yang sangat dini sebelum terjadinya penurunan persediaan pangan di
masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
Dengan demikian apabila syarat tersebut tidak mampu terpenuhi Maka tidak
menutup kemungkinan kerawanan pangan dapat terjadi dan Dapat digunakan sebagai
faktor- faktor yang mempengaruhi. Menurut ( Baliwati, 2001) ketersediaan pangan
dan kerawanan konsumsi pangan Dipengaruhi faktor- faktor sebagai berikut:
1. Kemiskinan
2. Rendahnya pendidikan
3. Adat istiadat dan kepercayaan yang terkait dengan makanan yang Tabu.