Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Rawan Pangan
Dosen Pengampu : Wiwin Lastyana, STr.Gz.,
M.Kes

Disusun Oleh :

1. Nidaan Khafiah (1901060003)


2. Datu Angling Adi S. (1901060004)
3. M. Kevin Saputra (1901060019)
4. Tika Apriliani (1901060030)

PROGRAM STUDI ILMU


GIZI FAKULTAS
KESEHATAN
UNIVERSITAS BUMIGORA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan sebaik-baiknya. Makalah ini disusun
Bersama-sama sehingga dapat Menyusun dengan baik dan tepat waktu. Kami menyadari
bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun guna menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan paper ini.
Makalah ini semoga membawa manfaat bagi penulis dan pembaca.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Mataram, 12 Januari 2022


DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN :..........................................................................................................................1


KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. Definisi Kerawanan Pangan.......................................................................................................6
B. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Rawan Pangan.................................................................6
C. Faktor Resiko Kerawanan Pangan.............................................................................................7
D. Kaitannya Dengan Status Gizi...................................................................................................8
E. Program Pemerintah Terhadap Kerawanan Pangan...................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rawan pangan adalah kondisi suatu daerah, masyarakat, atau rumah tangga
yang tingkat ketersediaan dan keamanan pangannya tidak cukup untuk memenuhi
standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan sebagian besar
masyarakatnya (Dewan Ketahanan Pangan Nasional 2005:8). Kalau digunakan
konsep Food and Agriclture Organization of the United nation (FAO) dan UU No 7
tahun 1996 tentang pangan, maka kondisi rawan pangan dapat mengandung
komponen sebagai berikut: (1)Individu atau rumah tangga masyarakat tidak memiliki
akses ekonomi (penghasilan tidak memadai atau harga pangan tak terjangkau) untuk
memperoleh pangan yang cukup baik kuantitas ataupun kualitas. (2)Individu atau
rumah tangga masyarakat tidak memiliki akses secara fisik untuk mendapatkan
pangan yang cukup baik kuantitas ataupun kualitas. (3)Pangan bagi individu atau
rumah tangga tidak mencukupi untuk kehidupan yang normal, sehat dan produktif.
Kerawanan pangan dan kemiskinan hingga kini masih menjadi masalah utama
di Indonesia. Bahkan kerawanan pangan mempunyai korelasi positif dan erat
kaitannya dengan kemiskinan. Data Dewan Ketahanan Pangan Nasional menunjukkan
sebagian besar masyarakat mengalami defisit energi protein karena mengkonsumsi di
bawah jumlah yang dianjurkan 2000 kkal per kapita dan 52 gram protein per kapita
per hari. Indikator rawan pangan menurut Dewan Ketahanan Pangan Nasional yaitu
rasio konsumsi normatif perkapita, proporsi penduduk dibawah garis kemiskinan,
proporsi rumah tangga tanpa akses listrik, desa tanpa akses jalan, proporsi penduduk
buta huruf, angka harapan hidup, berat badan balita di bawah standar, angka kematian
bayi, rumah tangga tanpa akses air bersih dan proporsi rumah tangga dengan jarak
lebih dari 5 Km dari Puskesmas. Namun dengan 10 indikator tersebut belum mampu
menunjukkan status rawan pangan yang mutlak, karena untuk daerah satu dan daerah
lainnya berbeda, jadi indikator yang digunakan mencerminkan keadaan yang
sesungguhnya di daerah tersebut.
Untuk terjadinya rawan pangan beberapa peristiwa tertentu dapat terjadi pada
waktu bersamaan. Kejadian kegagalan panen tidak selalu menimbulkan rawan
pangan, kalau persediaan pangan di pasar dan pada keluarga masih cukup banyak dan
terdapat kesempatan kerja yang cukup luas. Sebaliknya, sekalipun persediaan pangan
di pasar masih cukup banyak tetapi bila kesempatan kerja menjadi sangat terbatas
sebagai akibat kegagalan panen, maka akan berakibat banyak penduduk menderita
kurang pangan. Jika hal tersebut terus berkelanjutan dapat mengarah pada situasi
kelaparan kekurangan gizi yang berat, seperti terjadi di beberapa daerah di masa
lampau.
Untuk mencegah terjadinya kejadian rawan pangan dan gizi perlu dilakukan
pengamatan dan kajian setiap indikator yang digunakan sesuai dengan urutan
kejadiannya. Indikator tersebut ada yang digunakan untuk tindakan preventif dan
tindakan kuratif. Kegagalan peroduksi atau krisis ekonomi dapat mengakibatkan
pendapatan masyarakat menurun yang pada gilirannya akan menyebabkan
ketersediaan pangan masyarakat menurun. Pencegahan pada tahap ini merupakan
pencegahan yang sangat dini sebelum terjadinya penurunan persediaan pangan di
masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kerawanan Pangan


Ketahanan Pangan (BKP, 2013) mendefinisikan bahwa kerawanan pangan
adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan yang dialami daerah, masyarakat atau
rumah tangga, pada waktu tertentu untuk me-menuhi standar kebutuhan fisiologis
bagi per- tumbuhan dan kesehatan masyarakat. Kerawanan pangan adalah Suatu
kondisi ketidakmampuan individu atau sekumpulan individu di suatu Wilayah untuk
memperoleh pangan yang cukup dan sesuai untuk hidup Sehat dan aktif. Kerawanan
pangan dapat diartikan juga sebagai kondisi suatu Daerah, masyarakat atau rumah
tangga yang tingkat ketersediaan dan keamanan Pangannya tidak cukup untuk
memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi Pertumbuhan dan kesehatan sebagian
masyarakat (Permentan No 43/2010).

Kerawanan pangan terbagi menjadi:


- Kerawanan pangan sementara atau transien terjadi ketika ada
Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan makanan yang Biasanya
dikaitkan dengan goncangan atau tekanan khusus seperti Kekeringan, banjir
atau kerusuhan sipil.
- Kerawanan pangan kronis terjadi ketika rumah tangga tidak mampu
Memenuhi kebutuhan pangan pada waktu normal karena mereka Tidak
memiliki cukup tanah pendapatan atau aset produktif atau Mengalami rasio
ketergantungan yang tinggi, sakit kronis atau Hambatan sosial.

B. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Rawan Pangan


Pembangunan disektor pertanian perlu ditingkatkan agar tercipta Ketahanan
pangan dimasyarakat. Dengan terciptanya ketahanan pangan Dimasyarakat maka
kebutuhan makan masyarakat terpenuhi sehingga, Akan mencegah terjadinya
kerawanan pangan. Menurut AT. Mosher Dalam Mubyarto (1989:12) syarat- syarat
pembangunan pertanian Adalah:
1. Adanya pasar untuk hasil-hasil usaha tani
2. Teknologi yang senantiasa berkembang
3. Tersedianya bahan- bahan dan alat-alat produksi secara lokal
4. Pengangkutan yang lancar
5. Perangsang produk

Dengan demikian apabila syarat tersebut tidak mampu terpenuhi Maka tidak
menutup kemungkinan kerawanan pangan dapat terjadi dan Dapat digunakan sebagai
faktor- faktor yang mempengaruhi. Menurut ( Baliwati, 2001) ketersediaan pangan
dan kerawanan konsumsi pangan Dipengaruhi faktor- faktor sebagai berikut:
1. Kemiskinan
2. Rendahnya pendidikan
3. Adat istiadat dan kepercayaan yang terkait dengan makanan yang Tabu.

C. Faktor Resiko Kerawanan Pangan


Daerah rawan pangan di Indonesia: Kerawanan Pangan pada Masyarakat
Miskin di Perbatasan Entikong. Kerawanan pangan ke depan bukan disebabkan oleh
kekurangan produksi pangan, melainkan oleh faktor kemiskinan (Wichelns, dalam
Hermanto, 2015). Kemiskinan merupakan penyebab utama rendahnya daya beli
masyarakat terhadap bahan pangan. Hal ini berkorelasi terhadap ketiadaan akses
orang miskin dalam pemenuhan pangan yang cukup dan bergizi. Masyarakat
perbatasan Entikong merupakan masyarakat pedesaan yang pekerjaan utamanya
adalah bertani. Hal ini tentu merupakan jalan baik untuk masyarakat perbatasan
menekan stabilitas persediaan pangan lokal. Faktanya, laporan Badan Pusat Statistik
(2018) menyebutkan bahwa Kalimantan Barat memiliki potensi atas kerawanan
pangan di Indonesia. Situasi ini berkorelasi erat dengan banyaknya alih fungsi lahan
yang bermula dari tanaman pangan menjadi areal perkebunan kelapa sawit.
Masyarakat pedesaan di Entikong berladang dengan sistem yang masih
sederhana, sebagaimana budaya leluhur dan nenek moyang mereka jaman dahulu
yang menerapkan sistem ladang berpindah. Masyarakat pedesaan yang mendiami
wilayah perbatasan hampir 100% adalah etnis Dayak. Oleh karena itu hubungan
sosio-kultural antara masyarakat perbatasan antar kedua negara ini sangat erat,
mereka berasal dari etnis dan nenek moyang yang sama. Pada saat kondisi penduduk
di suatu negara tengah mengalami kelaparan atau terancam kondisi rawan pangan
yang diistilahkan juga dengan food insecurity maka dapat dipastikan tidak lagi ada
ditemukan kedamaian dan ketenangan dalam negara tersebut. Kesempatan bagi
individu untuk melakukan akses terhadap pangan secara universal merupakan hak
azasi sehingga setiap negara berkewajiban melindungi dan menghormati hak azasi
warganya dari sisi ketahanan pangan. Ketergantungan tinggi terhadap beras sebagai
bahan pangan pokok membuat ancaman kondisi rawan pangan yang semakin parah di
Indonesia. Santoso (2014) mengungkapkan fakta ancaman rawan pangan yang kian
parah pada rumah Tangga miskin di pedesaan ternyata erat Kaitannya dengan naiknya
harga pangan. Apabila dikaitkan dengan kondisi saat ini, Dimana beras mencapai
harga diatas Rp.10.000 per kilogram, akan memaksa Perubahan pola makan pada
mayoritas Rumah tangga miskin, misalnya dalam Sehari tiga kali makan menjadi
sehari dua Kali atau satu kali makan.

D. Kaitannya Dengan Status Gizi


Khomsan (2008) mengungkapkan bahwa rawan pangan akan memunculkan
rawan Gizi. Oleh karena itu, di manapun terjadi kerawanan pangan, maka akan
berisiko kekurangan gizi. Ketahanan gizi adalah cermin asupan Gizi dan status gizi
masyarakat yang menjadi Input bagi terbentuknya individu yang sehat. Ketahanan
gizi yang ditunjukkan oleh status Gizi merupakan tujuan akhir dari ketahanan
Pangan, kesehatan, dan pola pengasuhan Tingkat individu (DKP dan WFP, 2009).
Indikator status gizi yang sering digunakan Adalah status gizi Balita, karena pada
Kelompok usia tersebut rentan terhadap Masalah gizi. Munculnya masalah gizi yang
Dialami negara-negara berkembang adalah Indikasi lemahnya ketahanan pangan
dikalangan penduduknya. Pendapatan yang rendah Mengakibatkan masyarakat tidak
dapat mengakses makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi. Dampaknya,
kekurangan gizi Mengancam anak-anak balita yang merupakan Kelompok rawan
(vulnerable group) (Khomsan, 2008). Di Indonesia, rawan pangan dan gizi
Sesungguhnya bukan merupakan isu baru. Kasus rawan pangan telah dikenal sejak
Dekade 60-an, bahkan pada masa penjajahan Jepang insiden rawan pangan sudah
terjadi Dan dikenal dengan istilah hunger oedeem (HO) atau busung lapar. Busung
lapar dapat Terjadi karena kondisi kekurangan pangan Yang kronis dan umumnya
dipicu oleh faktor Kemiskinan atau bencana alam. Proses busung lapar
membutuhkan waktu antara 2 hingga 6 bulan (Martianto, 2005). Dijelaskan lebih
Lanjut bahwa pada masa kekurangan pangan Tingkat konsumsi energi biasanya
hanya mencapai 50-60 persen dari yang dibutuhkan sehingga cadangan energi tubuh
makin banyak Terkuras dan berdampak pada berat badan Semakin berkurang. Pada
gilirannya kemampuan dan produktivitas kerja menjadi semakin Rendah.

E. Program Pemerintah Terhadap Kerawanan Pangan


Penanggulangan masalah sosial rawan pangan di kabupaten Timor Tengah
Utara (TTU) dilakukan pemerintah lewat berbagai program, salah satunya adalah
pemerintah menerapkan program Padat Karya Pangan (PKP). Menurut Dima, (2016)
salah satu upaya yang dilakukan pemerintah daerah kabupaten TTU dalam
menanggulangi masalah kemiskinan adalah dengan pembangunan pertanian yang
sesuai dengan potensi lokal yang diwujudkan dengan dirumuskannya program PKP
yang merupakan inovasi daerah dalam mengelola beras miskin pemerintah pusat
menjadi insentif bagi masyarakat yang mengelola pertanian dengan pola usaha padat
karya pangan. PKP dilakukan melalui tahap-tahap perencanaan, pelaksaan,
pengawasan dan evaluasi dengan tujuan:
1) Mewujudkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan bagi keluarga
miskin dengan menyediakan sumber-sumber kehidupan baru secara
berkelanjutan serta mendorong sistem pertanian yang ramah lingkungan.
2) Keluarga miskin dapat mengakses bahan pangan berupa beras tanpa
mengeluarkan uang tunai.
3) Meningkatkan produktivitas tanaman musiman serta memiliki kebun tetap
dan membudidayakan tanaman umur panjang.
Kebijakan ini untuk memberdayakan masyarakat miskin dengan cara
mengupayakan pengelolaan lahan-lahan pertanian yang dimiliki masyarakat secara
profesional. Lahan pertanian yang dimiliki oleh petani dapat ditanami dengan
tanaman umur pendek berupa jagung, umbi-umbian dan kacang-kacangan dan
tanaman umur panjang berupa kelapa, kemiri, pohon jati, jambu mente, pisang dan
lain sebagainya, sehingga hasil produksi pertanian selain untuk kebutuhan konsumsi
dalam setahun, selain itu sebagian hasil penjualan hasil pertanian dapat disimpan
pada bank yang bekerjasama dengan pemerintah sebagai tabungan dimasa tua atau
sebagai dana pensiun petani. Menurut Malelak & Sjah, (2015).
Program raskin pola padat karya pangan termasuk dalam Panca Program
Strategis yaitu program pengembangan pertanian dengan slogan “Gerakan Cinta
Petani Menuju Pensiun Petani” dimana masyarakat atau rumah tangga yang tadinya
menerima beras dengan ganti uang menjadi menerima beras secara gratis dari
pemerintah daerah dengan melakukan kerja pada kebun masing-masing, pemberian
beras secara gratis ini diharapkan agar masyarakat melakukan kerja pada kebunnya,
sehingga akan menekan kegiatan perladangan berpindah yang dilakukan oleh
masyarakat, dengan demikian masyarakat akan memiliki kebun menetap dan tidak
merusak hutan. Sasaran program PKP adalah semua masyarakat miskin sesuai data
BPS yang memenuhi ketentuan-ketentuan program seperti 1) memiliki akses pada
lahan potensial (pekarangan, kebun dan sawah) yang dapat diolah; 2) memiliki
kemauan untuk berpartisipasi secara aktif dalam program PKP; 3) memiliki
kemampuan dan pengalaman bertani untuk meningkatkan pengelolaan tanah dan
produksi pangan; 4) kemampuan ekonomis rendah yang ditandai dengan hanya satu
orang pencari nafkah, kepala rumah tangga perempuan, rumah tangga dengan
banyak anak, pendapatan per kapita rendah. Pemerintah kabupaten TTU bekerja
sama dengan berbagai lembaga lain untuk memperlancar pelaksanaan program PKP
misalnya dengan Perum BULOG yang bertugas untuk pendistribusian beras program
raskin pola padat karya pangan ke keluarga peserta program di desa-desa penerima
bantuan. Setelah pihak desa dalam hal ini komite desa yang telah di bentuk
menerima beras maka akan di lakukan pembagian kepada keluarga penerima
program. Selain itu untuk pelaksanaan di lapangan dibantu oleh pendamping LSM
yang ada di lokasi program sebagai mitra pemerintah guna menyukseskan jalannya
program. LSM merupakan mitra kerja yang memfasilitasi, mendampingi dan
mengorganisir pelaksanaan program PKP di desa atau kelurahan sesuai dengan
kebijakan dan mekanisme yang telah ditetapkan. Pembiayaan disediakan oleh
pemerintah kabupaten TTU dengan menggunakan dana yang bersumber dari APBD
kabupaten TTU. Dana ini untuk membiayai pembelian beras dan operasional
kegiatan di lapangan (Malelak & Sjah, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Nainggolan, Kaman. 2005. Peningkatan Ketahanan Pangan Masyarakat. Perusahaan


Umum Bulog:Jurnal Pangan.

Ratna, Mardiana Sari (2009) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kerawanan Pangan


Rumah Tangga Miskin Di Desa Wiru Kecamatan Bringin Kabupaten
Semarang. Under Graduates Thesis, Universitas Negeri Semarang.
Badan Pusat Statistik. (2018). Kalimantan Barat dalam Angka. Pontianak: BPS
Kalimantan Barat.
Santoso, Imam. (2014). Pengembangan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Lokal.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mubyarto. 1997. Ekonomi Rakyat Program IDT dan Demokrasi Ekonomi Indonesia.
Yogyakarta : ADITYA MEDIA
Baliwati.2001. Model Evaluasi Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Desa
Sukajadi Kecamatan Cioma Kabupaten Bogor
(http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Mono26-2.pdf) 4Agustus 2008
Badan Ketahanan Pangan. 2013. Petunjuk PelakSanaan Sistem Kewaspadaan Pangan
dan Gizi. Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian. Jakarta.
Khomsan, A. 2008. Rawan Pangan, Rawan Gizi. Kompas, 16 Januari
2008.http://ctinemu.blogSpot.com/2008/01/rawan-pangan-rawan-Gizi.html.
Diakses Tanggal 24 Oktober 2013.
Martianto, D. 2005. Pemahaman dan Persepsi Masyarakat tentang Rawan Pangan dan
Gizi Buruk. Makalah disampaikan dalam Lokakarya Nasional II
Penganekaragaman Pangan: Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan
dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai