Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KETAHANAN PANGAN

“Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheet)”

Oleh :

Irma Dani Aisyah (0801172235)

DOSEN PENGAMPU : Dr. OSLIDA MARTONY.

FKM SEM. VI – PEMINATAN GIZI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

TA. 2018/2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh…

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan tidak lupa
pula kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah Ketahanan
Pangan yang membahas tentang “Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheet)“. Dan saya juga
berterimakasih kepada Bapak Dr. Oslida Martony, selaku dosen mata kuliah Ketahanan Pangan
di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, yang telah memberikan tugas kepada saya.

Adapun Makalah Ketahanan Pangan ini telah saya usahakan semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan berbagai referensi buku, jurnal, dan website sehingga dapat
memperlancar pembuatan Makalah Ketahanan Pangan ini. Untuk itu saya, tidak lupa
menyampaikan banyak terimakasih kepada seluruh referensi-referensi yang telah membantu saya
dalam pembuatan proposal penelitian surveilans epidemiologi ini.

Saya sangat berharap Makalah Ketahanan Pangan ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai bagaimana Neraca Bahan Makanan (Food
Balance Sheet) khususnya bagi penulis, pembaca maupun pendengar. Saya juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam Makalah Ketahanan Pangan ini terdapat kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik dan usulan demi perbaikan makalah
yang telah saya buat dimasa yang akan datang.

Semoga Makalah Ketahanan Pangan yang membahas tentang Neraca Bahan Makanan
(Food Balance Sheet) sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya
Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
saya memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Medan, 25 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................................................................1
1.2 Definisi dan Istilah...............................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................5
2.1 Ketersediaan Pangan...........................................................................................................5
2.2 Tingkat Konsumsi................................................................................................................6
2.3 Pangan Beras dan Non Beras..............................................................................................8
2.4 Tabel Neraca Bahan Makanan...........................................................................................9
2.5 Landasan Teori..................................................................................................................14
2.5.1 Konsumsi......................................................................................................................14
2.5.2 Produksi.......................................................................................................................14
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................................16
A. Definisi Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheet).................................................16
B. Perkembangan Penyusunan Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheet)..............16
C. Kegunaan Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheet).............................................17
D. Konsep Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheet).................................................17
E. Syarat-syarat Penyusunan Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheet).................19
F. Metode Penghitungan Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheet)........................20
G. Komponen Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheet)...........................................22
H. Penerapan Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheet) di Indonesia......................22
BAB IV PENUTUP......................................................................................................................26
A. Kesimpulan.........................................................................................................................26
B. Saran....................................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masalah pangan semakin penting saat telah dikaitkan dengan hak asasi manusia.
Dalam Undang Undang RI No. 18 Tahun 2012 tentang pangan, disebutkan bahwa pangan
merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat.
Secara ekonomis, membiarkan anggota keluarga atau masyarakat mempunyai masalah gizi
berarti membiarkan potensi keluarga atau masyarakat bahkan bangsa itu hilang begitu
saja. Potensi itu dapat berupa pendapatan keluarga yang tidak dapat diwujudkan oleh
karena anggota keluarga yang produktivitasnya rendah akibat kurang gizi waktu balita.
Bagi suatu negara potensi yang hilang itu dapat berupa pendapatan nasional atau PDB
(Pendapatan Domestik Bruto).

Secara umum dapat dikatakan bahwa keluarga dan masyarakat yang menyandang
masalah gizi, baik gizi kurang maupun gizi lebih, maka keluarga dan bangsa itu akan kehilangan
potensi sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Kekurangan gizi pada individu dapat
dicegah jika akses setiap individu terhadap pangan dapat dijamin. Akses pangan setiap individu
ini sangat tergantung pada ketersediaan pangan dan kemampuan untuk mengaksesnya secara
terus-menerus (continue).

Pengadaan pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh


penduduk dan sesuai dengan persyaratan gizi, merupakan masalah terbesar sepanjang
sejarah kehidupan manusia. Untuk menjawab masalah ini diperlukan informasi mengenai
situasi pangan disuatu negara atau daerah pada periode tertentu. Hal ini dapat terlihat dari
gambaran produksi, pengadaan dan penggunaan pangan serta tingkat ketersediaan untuk
konsumsi penduduk per kapita. Salah satu cara untuk memperoleh gambaran situasi pangan
dapat disajikan dalam suatu neraca atau tabel yang dikenal dengan nama “Neraca Bahan
Makanan”.

Dalam rangka penyusunan program pembangunan ketahanan tersebut, maka


diperlukan dituangkankan dalam Neraca Bahan Makanan. Analisis situasi pangan yang

1
Neraca Bahan Makanan memberikan informasi tentang situasi pengadaan atau penyediaan
pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, pasokan dari luar, dan stok serta
penggunaan pangan untuk kebutuhan pakan, bibit, penggunaan untuk industri. Di samping
itu NBM memberikan informasi ketersediaan pangan untuk dikonsumsi penduduk dalam
kurun waktu tertentu.

Melalui NBM dapat dilihat secara makro gambaran susunan bahan makanan,
jumlah dan jenis bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi, sehingga dapat
diketahui persediaan dan penggunaan pangan, serta tingkat ketersediaan dan penggunaan
pangan di suatu daerah. NBM menyajikan angka rata-rata banyaknya jenis bahan makanan
yang tersedia untuk dikonsumsi penduduk per kapita per tahun (dalam kilogram), dan per
kapita per hari (dalam gram) dalam kurun waktu tertentu. Informasi mengenai penyediaan
pangan dapat dilakukan dengan penyediaan data Neraca Bahan Makanan (NBM) dan Pola
Pangan Harapan (PPH) di masing-masing daerah.

Hasil dari penyusunan NBM dan PPH digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam perencanaan pangan dan gizi di tingkat wilayah. Tabel NBM merupakan tabel yang
memberikan gambaran tentang situasi ketersediaan pangan untuk dikonsumsi penduduk
suatu wilayah dalam kurun waktu. Sementara itu, metode PPH digunakan untuk menilai
tingkat keragaman ketersediaan pangan pada suatu waktu yaitu metode PPH (Pola Pangan
Harapan) dengan skor 100 sebagai PPH ideal. Skor PPH merupakan cermin situasi
kualitas pangan di suatu wilayah.

Penyelenggaraan pangan dilakukan berdasarkan asas kedaulatan, kemandirian, dan


ketahanan pangan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
pangan. Kedaulatan pangan diartikan sebagai hak negara dan bangsa yang secara mandiri
menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang
memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi
sumber daya lokal.

Kemandirian pangan diartikan sebagai kemampuan negara dan bangsa dalam


memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan

2
kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi
sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.

Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban


membangun, menyusun, dan mengembangkan Sistem Informasi Pangan dan Gizi yang
terintegrasi. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang
Ketahanan Pangan dan gizi. Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM) dimaksudkan untuk
mengetahui data dan informasi tentang situasi dan keadaan ketersediaan bahan pangan untuk
dikonsumsi manusia dalam kurun waktu tertentu.

NBM Nasional disusun setiap tahun dengan mengacu pada metode yang disusun oleh
Food and Agriculture Organization (FAO) dengan mempertimbangkan kondisi dan ketersediaan
data yang ada. Data yang digunakan untuk menyusun NBM berasal dari instansi terkait yang
telah dipublikasikan secara resmi, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu bahan untuk
melakukan evaluasi dan perencanaan pangan, serta sebagai bahan untuk perumusan kebijakan
pangan dan perbaikan gizi masyarakat.

1.2 Definisi dan Istilah

Neraca Bahan Makanan merupakan tabel yang memuat informasi tentang situasi
pengadaan/ penyediaan pangan (food supply), dan penggunaan pangan (food utilization), hingga
ketersediaan pangan untuk dikonsumsi penduduk pada suatu wilayah (negara/propinsi
/Kabupaten) dalam suatu kurun waktu tertentu.

Istilah Neraca Bahan Makanan (NBM) ini sendiri menyajikan angka rata-rata jumlah
jenis bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi penduduk per kapita pertahun dalam
kilogram serta per kapita per hari dalam satuan gram, pada kurun waktu tertentu. Selanjutnya
untuk mengetahui nilai gizi bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi tersebut, maka
angka ketersediaan pangan untuk konsumsi per kapita per hari diterjemahkan ke dalam satuan
energi, protein,  dan lemak per kapita per hari.

Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat mempertahankan


hidup dan karenanya kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak azasi
yang layak dipenuhi. Berdasarkan kenyataan tersebut masalah pemenuhan kebutuhan pangan

3
bagi seluruh penduduk setiap saat di suatu wilayah menjadi sasaran utama kebijakan pangan bagi
pemerintahan suatu negara. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar
menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya.

Ketahahan pangan merupakan bagian dari ketahahan ekonomi nasional yang berdampak
besar pada seluruh warga negara yang ada dalam Indonesia. Dalam hal ketahanan pangan, bukan
hanya sebatas pada sesuatu yang dianggap mudah dan ia memiliki pengaruh besar terhadap
pertahahanan keamanan.

Pertahanan pangan merupakan salah satu hal yang mendukung dalam mempertahankan
pertahahanan keamanan, bukan hanya sebagai komoditi yang memiliki fungsi ekonomi, akan
tetapi merupakan komoditi yang memiliki fungsi sosial dan politik, baik nasional maupun global.
Untuk itulah, ketahahan pangan dapat mempunyai pengaruh yang penting pula agar pertahanan
keamanan dapat diciptakan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketersediaan Pangan


Ketersediaan pangan merupakan ketersediaan pangan secara fisik di suatu daerah
atau wilayah di lihat dari segala sumber, baik itu produksi pangan domestik, perdagangan
pangan dan bantuan pangan. Ketersediaan pangan dapat ditentukan oleh beberapa hal yaitu
produksi pangan di wilayah tersebut serta bantuan pangan dari pemerintah atau organisasi
lainnya (Saputro, 2013).

Menurut DKP (Ilham dan Bonar, 2002) ketersediaan pangan merupakan prasyarat
penting bagi keberlanjutan konsumsi, namun di nilai belum cukup. Untuk itu diperlukan
pemahaman kinerja konsumsi pangan menurut wilayah (kota-desa) dan pendapatan (tinggi-
sedang-rendah). Indikator yang dapat digunakan adalah tingkat partisipasi dan tingkat
konsumsi pangan, keduanya menunjukkan tingkat aksebilitas fisik dan ekonomi terhadap
pangan. Walaupun pangan tersedia pada suatu wilayah, jika tidak dapat diakses masyarakat
maka kinerjanya rendah.

Menurut Sirait (2011) ketersediaan pangan secara makro (tingkat wilayah) dan
mikro (tingkat rumah tangga) sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya produksi pangan dan
distribusi pangan pada daerah tersebut. Sedangkan pada tingkat mikro lebih dipengaruhi oleh
kemampuan rumah tangga memproduksi pangan serta daya beli. Dalam aspek ketersediaan
bahan pangan pokok dan strategis, beberapa masalah krusial sebagai berikut:

a. Laju peningkatan kebutuhan lebih cepat dibandingkan laju peningkatan produksi


sehingga masih terdapat beberapa bahan pangan yang masih perlu pasokkan dari luar
seperti kedelai, bawang merah, kacang tanah, gula, sapi dan susu.
b. Sistem penyaluran sarana produksi (pupuk) kurang lancar dan pemanfaatan benih
bersertifikat masih rendah.
c. Belum optimalnya penanganan panen/pasca panen.
d. Cadangan pangan daerah (provinsi/kabupaten/kota) relatif kecil atau belum merata di
setiap kecamatan.
e. Masih berlanjutnya alih fungsi lahan sawah beririgasi.

5
f. Terbatasnya penyediaan air bagi budidaya pertanian.

Salah satu cara memperoleh gambaran situasi produksi dan ketersediaan pangan secara
lengkap namun sederhana, adalah menggunakan pendekatan Neraca Bahan Makanan (NBM).
NBM di susun untuk memperoleh gambaran atau evaluasi penyediaan pangan mulai dari
produksi, pengadaan (pangan masuk/impor, pangan keluar/ekspor, stok) dan penggunaan (pakan
ternak, bibit, industri) sehingga tersedia untuk di konsumsi (Sirait, 2011).

Neraca Bahan Makanan menyajikan angka rata-rata jumlah pangan yang tersedia di
tingkat pedagang eceran atau rumah tangga konsumen untuk konsumsi penduduk per kapita
(kg/kapita/tahun atau gr/kapita/hari atau zat gizi tertentu/kapita/hari).

2.2 Tingkat Konsumsi


Menurut Fauzi (2011) konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di
makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu secara biologik, psikologik maupun sosial.
Menurut Putong (2015), besar kecilnya konsumsi dipengaruhi beberapa hal diantaranya:

1. Tingkat Pendapatan dan Kekayaan

Perilaku konsumsi secara psikologis memang berhubungan dengan tingkat pendapatan,


artinya bila pendapatan tinggi maka konsumsinya semakin tinggi (baik dalam jumlah
maupun nilai) karena ini berhubungan dengan pemenuhan kepuasan yang tak terbatas itu.
Apabila pendapatan rendah maka konsumsinya relatif rendah karena berhubungan dengan
keinginan bertahan hidup.

2. Tingkat Suku Bunga dan Spekulasi

Bagi masyarakat adakalanya mau mengorbankan konsumsi untuk mendapatkan perolehan


yang lebih besar dari suku bunga yang berlaku dari uang yang di tabung, sehingga manakala
suku bunga tinggi konsumsi masyarakat berkurang meskipun pendapatannya tetap, akan tetapi
manakala suku bunga demikian rendahnya maka masyarakat akan lebih condong menggunakan
uangnya untuk konsumsi, sehingga hampir tidak ada yang di tabung.

6
Selain suku bunga, tingkat spekulasi masyarakat juga mempengaruhi tingkat
konsumsi, masyarakat bisa saja mengurangi konsumsinya karena berharap pada hasil yang
besar dari uang yang dikeluarkan untuk main di pasar saham atau obligasi (menunda
konsumsi tinggi) dengan harapan akan bisa melakukan konsumsi yang lebih besar apabila
dalam kegiatan spekulasi mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan.

3. Sikap Berhemat

Di satu sisi untuk memperbesar kapasitas produksi nasional maka konsumsi haruslah
di tingkatkan. Akan tetapi di sisi lain untuk meningkatkan pendapatan dalam negeri agar
investasi dapat berjalan dengan mudah dan relatif murah serta aman maka tabungan
masyarakat perlu di tingkatkan. Akan tetap manakala tingkat perekonomian sedang mencapai
kondisi ideal biasanya masyarakat cenderung hidup berhemat sehingga akan memperbesar
proporsi tabungan daripada proporsi kosumsi dari pendapatannya.

4. Budaya, Gaya Hidup

Konsumsi untuk produk-produk yang belum saat ini dibutuhkan dan di beli hanya
demi gengsi, ikut arus membuat tingkat tabungan masyarakat menjadi rendah. Demikian
halnya dengan dampak demonstration effect yang menjadi pola konsumsi masyarakat yang
terlalu konsumtif sehingga akan mengurangi tingkat tabungan.

5. Keadaan Perekonomian

Pada saat perekonomian dalam kondisi stabil maka konsumsi masyarakat juga stabil,
akan tetapi manakala perekonomian mengalami krisis biasanya tabungan masyarakat akan
lebih berkurang dan konsumsi akan menjadi lebih tinggi karena kurangnya kepercayaan pada
lembaga perbankan dan semakin mahalnya dan langkanya barang-barang kebutuhan.

Analisis konsumsi pangan wilayah diarahkan untuk menganalisis situasi konsumsi


pangan dengan mempertimbangkan potensi sumberdaya dan sosial ekonomi wilayah. Dalam
menganalisis konsumsi pangan wilayah yang berbasis sumberdaya, perlu diperhatikan faktor
pendukung utama yang mempengaruhi pola konsumsi yaitu: ketersediaan, kondisi sosial
dan ekonomi, letak geografis wilayah (desa-kota) serta karakteristik rumah tangga (Sirait,
2011).

7
2.3 Pangan Beras dan Non Beras
Pangan terbagi menjadi dua, yaitu pangan yang berasal dari beras dan yang berasal
dari non beras. Pangan non beras pada penelitian ini adalah pangan yang mengandung
karbohidrat atau pati, antara lain: kelompok non beras padi-padian (yaitu: jagung dan tepung
terigu) dan kelompok umbi-umbian (yaitu: ubi jalar, ubi kayu, tapioka, sagu dan kentang).

a.) Beras

Salah satu bagian terbesar (60-80 persen) dari susunan pangan penduduk yang tinggal
di negara-negara Asia Tenggara. Merupakan sumber karbohidrat, sumber tenaga dan sumber
protein yang berguna, sebab 6 sampai 8 persen dari semua padi-padian biasanya terdiri
dari protein (Suhardjo, dkk., 1985).

b.) Kelompok Padi-padian Non beras

Yang termasuk dalam kelompok non beras padi-padian, yaitu: jagung pipilan dan tepung
terigu. Tepung terigu berasal dari gandum yang mengandung 9-15 persen protein sedangkan
jagung 10-14 persen. Menurut Grianso dan Agus (2011) biji jagung umumnya digunakan
sebagai penghasil tepung jagung atau disebut juga tepung maizena. Dalam 100 gram
jagung terkandung karbohidrat sebanyak 73,7 gram. Tongkol jagung mengandung 39-47 %
selulosa, 26-31 % hemiselulosa, dan 30-60 % lignin.

c.) Kelompok Umbi-umbian

Yang termasuk dalam kelompok umbi-umbian, yaitu: ketela pohon, ubi jalar, sagu,
kentang, dan lain-lain. Menurut Suhardjo, dkk. (1985) pangan tersebut merupakan sumber
energi yang baik, beberapa diantaranya juga merupakan sumber kalsium, vitamin C dan
vitamin A yang berguna. Biasanya pangan tersebut miskin akan protein dan vitamin B-
kompleks.

Sebagai bahan pangan, kentang mengandung kandungan karbohidrat yang tinggi.


Kandungan karbohidrat dalam kentang mencapai 18 % (Grianso dan Agus, 2011). Singkong
di kenal dengan ketela pohon atau ubi kayu, merupakan pohon tahunan tropika dan sub-tropika.
Umbinya di kenal sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran.

8
Singkong memiliki panjang umbi sekitar 50-80 cm dan diameter umbi rata-rata 2-3 cm,
tergantung dari jenis singkong yang ditanam (Prihandana, dkk., 2008).

2.4 Tabel Neraca Bahan Makanan


Menurut Sirait (2011), NBM merupakan gambaran penyediaan pangan secara utuh
untuk baik dari komoditas pangan, ternak, ikan dan perkebunan serta menguraikan data pangan
dari produksi, pengadaan dan penggunaan maka diperlukan dukungan data yang akurat dan
up to date dari instansi lintas subsektor dan sektor wilayah seperti perdagangan, perindustrian,
Bulog, kesehatan, kantor statistik dan perhubungan serta sektor pertaniannya sendiri.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyusunan NBM yaitu (1) data
penduduk; (2) faktor konversi dan estimasi; dan (3) faktor nutrisi dari bahan makanan.
Menurut Dinas Ketahanan Pangan Kota Medan (2017) Neraca bahan Makanan (NBM)
merupakan penyajian data dalam bentuk tabel yang mampu menggambarkan situasi dan
kondisi ketersediaan pangan untuk konsumsi penduduk di suatu wilayah tertentu.

Neraca Bahan Makanan menyajikan angka rata-rata jumlah pangan yang tersedia di
tingkat pedagang eceran atau rumah tangga konsumen untuk konsumsi penduduk per kapita
(kg/kapita/tahun atau gr/kapita/hari atau zat gizi tertentu/kapita/hari). Informasi tersebut
dicantumkan dalam sembilan belas, yang diuraikan sebagai berikut:

1.) Kolom 1 (Kelompok/Jenis Bahan Makanan)

Bahan makanan yang dicantumkan dalam kolom ini adalah semua jenis bahan
makanan baik nabati mau pun hewani yang umum tersedia di konsumsi oleh masyarakat.
Bahan makanan tersebut dikelompokkan jenisnya dan diikuti prosesnya dari produksi sampai
dengan dapat dipasarkan atau di konsumsi dalam bentuk lain yang berbeda sama sekali
setelah melalui proses pengolahan. Adapun pengelompokkan bahan makanan tersebut antara
lain: padi-padian, makanan berpati, gula, buah/biji berminyak, buah-buahan, sayuran, daging,
telur, susu, ikan, minyak dan lemak. Pada penelitian ini bahan makanan yang di teliti hanya
kelompok padi-padian dan makanan berpati.

a) Padi-padian

9
Padi-padian adalah kelompok komoditas yang terdiri dari padi, jagung, gandum dan
sorgum (cantel)serta produksi turunannya.

b) Makanan Berpati

Makanan berpati adalah bahan makanan yang mengandung pati yang berasal dari
akar/umbi dan bagian tanaman yang lain. Yang termasuk dalam kelompok komoditas ini
adalah ubi kayu, ubi jalar, dan sagu serta produksi turunannya seperti gaplek dan tapioka
merupakan produksi turunan ubi kayu.

c) Sayur-sayuran

Kelompok pangan sayuran yang memiliki kandungan karbohidrat yang hampir sama
dengan beras dan makanan berpati ialah kentang beserta produksi turunannya.

2.) Kolom 2 dan 3 (Produksi)

Produksi adalah jumlah keseluruhan hasil masing-masing bahan makanan yang


dihasilkan dari sektor pertanian (tanaman pangan, peternakan, perikanan dan perkebunan) yang
belum mengalami proses pengolahan. Produksi dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:

a) Masukan (Input)

Masukan adalah bahan utama yang belum mengalami pengolahan lanjut.

b) Keluaran (Output)

Keluaran adalah hasil dari pengolahan lanjut bahan utama. Besarnya output sangat
bergantung pada besarnya derajat ekstraksi dan faktor konversi.

Produksi pada tanaman pangan mencakup seluruh hasil panen dan produksi
turunannya diperoleh dengan menggunakan faktor konversi dan tingkat ekstraksi dari
komoditas yang bersangkutan.

3.) Kolom 4 (Perubahan Stok)

Stok adalah sejumlah bahan makanan yang di simpan/dikuasai oleh pemerintah atau
swasta yang dimaksudkan sebagai cadangan dan akan digunakan apabila sewaktu-waktu

10
diperlukan. Data stok yang digunakan adalah data stok awal dan akhir tahun. Perubahan stok
adalah selisih antara stok akhir tahun dengan stok awal tahun.

Perubahan stok ini hasilnya bisa negatif (-) dan bisa positif (+). Negatif berarti ada
penurunan stok akibat pelepasan stok ke pasar sehingga komoditas yang beredar di pasar
bertambah. Positif berarti ada peningkatan stok yang berasal dari komoditas yang beredar
di pasar sehingga komoditas yang beredar di pasar menjadi menurun.

4.) Kolom 5 (Impor)

Impor adalah sejumlah bahan makan baik yang belum mau pun yang sudah
mengalami pengolahan, yang didatangkan atau dimasukkan dari wilayah daerah adminstratif
lain ke dalam wilayah kota Medandengan tujuan untuk diperdagangkan, diedarkan atau di
simpan.

5.) Kolom 6 (Penyediaan Daerah sebelum Ekspor)

Penyediaan daerah sebelum ekspor adalah sejumlah bahan makanan yang berasal
dari produk (keluaran) dikurangi perubahan stok di tambah impor.

6.) Kolom 7 (Ekspor)

Ekspor adalah sejumlah bahan makan baik yang belum mau pun yang telah
mengalami pengolahan yang dikeluarkan dari wilayah kota Medan, baik yang langsung ke
luar wilayah Republik Indonesiamau punyang ke luar ke wilayah administratif lain
(perdagangan antar pulau atau antar kabupaten).

7.) Kolom 8 (Penyediaan Daerah)

Penyediaan daerah adalah sejumlah bahan makan yang berasal dari produksi
(keluaran) di tambah impor, dikurangi perubahan stok dan ekspor.

8.) Kolom 9-14 (Pemakaian Daerah)

Pemakaian daerah adalah sejumlah bahan makanan yang digunakan di dalam wilayah
kota Medan untuk pakan, bibit/benih, di olah untuk industri makanan dan bukan makan, yang
tercecer dan yang tersediauntuk di makan oleh penduduk.

11
a) Pakan

Pakan adalah sejumlah bahan makanan yang langsung diberikan kepada ternak
peliharaan baik ternak besar, ternak kecil, unggas mau pun ikan.

b) Bibit/benih

Bibit/benih adalah sejumlah bahan utama yang digunakan untuk keperluan reproduksi.

c) Diolah untuk Makanan

Diolah untuk makanan adalah sejumlah bahan makanan yang masih mengalami proses
pengolahan lebih lanjut melalui industri makanan dan hasilnya dimanfaatkan untuk makanan
manusia dalam bentuk lain.

d) Diolah untuk bukan Makanan

Diolah untuk bukan makanan adalah sejumlah bahan makanan yang masih mengalami
proses pengolahan lebih lanjut dan dimanfaatkan untuk kebutuhan industri bukan bahan
makanan manusia, termasuk untuk industri pakan ternak/ikan.

e) Tercecer

Tercecer adalah sejumlah bahan makanan yang hilang atau rusak, sehingga tidak
dapat di makan oleh manusia, yang terjadi secara tidak sengaja sejak bahan makanan
tersebut diproduksi hingga tersedia untuk konsumen.

f) Bahan Makanan

Bahan makanan adalah sejumlah bahan makanan yang tersedia untuk di konsumsi oleh
penduduk suatu daerah, pada tingkat pedagang pengecer dalam suatu kurun waktu tertentu.

9.) Kolom 15-19 (Ketersediaan per Kapita)

Ketersediaan per kapita adalah sejumlah bahan makanan yang tersedia untuk di konsumsi
setiap penduduk suatu daerah dalam suatu kurun waktu tertentu, baik dalam bentuk natural
mau pun bentuk unsur gizinya. Purnomo dan Adiono (dalam Simanjuntak, 2006 ) unsur gizi
utama tersebut adalah sebagai berikut.

12
a.) Energi adalah sejumlah kalori hasil pembakaran karbohidrat yang berasal dari
berbagai jenis bahan makanan. Bentuk karbohidrat yang dapat di cerna dalam
bahan pangan umumnya adalah zat pati dan berbagai jenis gula seperti sukrosa,
fruktosa dan laktosa; sedangkan selulosa, pektin dan hemiselulosa tersedia dalam
jumlah yang cukup, tetapi tidak tercerna.
b.) Protein mempunyai kegunaan dalam tubuh amat banyak. Diantaranya adalah
pembongkaran molekul protein untuk mendapatkan energi atau unsur senyawa
seperti nitrogen atau sulfur untuk reaksi metabolisme lainnya. Protein juga
penting untuk keperluan fungsional maupun struktural dan untuk keperluan
tersebut komposisi asam-asam amino pembentuk protein sangat penting fungsinya.
Bahan pangan umumnya terdiri atas dua puluh macam asam aminonya.
c.) Lemak merupakan pangan yang berenergi tinggi, setiap gramnya memberi lebih
banyak energi daripada karbohidrat atau protein. Lemak juga merupakan cadangan
dalam tubuh, karena kelebihan dalam karbohidat di ubah menjadi lemak dan di
simpan dalam jaringan adiposa.
d.) Vitamin adalah senyawa-senyawa yang tidak dapat di buat oleh tubuh tetapi
diperlukan untuk memelihara aktivitas berbagai proses metabolik atau integritas
berbagai selaput membran. Vitamin di bagi menjadi dua kelompok berdasarkan
kelarutannya yaitu vitamin yang larut dalam lemak dan yang larut dalam air.
Berbagai vitamin dibutuhkan dalam makanan dalam jumlah yang berbeda
tergantung dari jumlah yang dibutuhkan tubuh untuk menyerap dari makanan dan
menyimpan dalam tubuh.
e.) Mineral terbagi menjadi dua kelompok yaitu mineral mayor dan mineral minor.
Kelompok mineral minor dalam tubuh hanyaterdapat sampai batas mikrogram per
gram jaringan tubuh. Yang termasuk ke dalam mineral mayor adalah: Ca, P, S,
K, Na, Cl dan Mg; sedangkan mineral minor adalah: Fe, Mn, Cu, I, An, Co, Mo,
Se, Cr, Sn, Ni, F, Si dan V.
f.) Untuk mengetahui nilai gizi masing-masing jenis bahan makanan tersebut, maka
angka ketersediaan pangan untuk konsumsi/kapita/hari harus dikalikan dengan
kandungan kalori, protein dan lemak per satuan berat masing-masing jenis bahan
makan.

13
2.5 Landasan Teori

2.5.1 Konsumsi
Menurut Mankiw (dalam Rinanda, 2011) konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-
barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan. Barang-barang yang diproduksi digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya dinamakan barang konsumsi.

Menurut Prasetyo (dalam Ummah, 2014) perilaku masyarakat membelanjakan sebagian


dari pendapatan untuk membeli sesuatu disebut pengeluaran konsumsi. Konsumsi merupakan
fungsi dari pendapatan siap pakai (disposable income). Dengan kata lain, fungsi konsumsi
menunjukkan hubungan antara tingkat pengeluaran konsumsi dengan tingkat pendapatan siap
dibelanjakan.

Fungsi konsumsi menurut Keynes memiliki tiga asumsi. Pertama, bahwa


kecenderungan mengonsumsi marjinal (marginal propersity to consume) yaitu jumlah yang
di konsumsi dari setiap dolar tambahan adalah antara nol dan satu. Asumsi ini menjelaskan
pada saat pendapatan seseorang semakin tinggi maka semakin tinggi pula konsumsi dan
tabungannya.

Kedua adalah rasio konsumsi terhadap pendapatan yang disebut kecenderungan


mengonsumsi rata-rata (average propensity to consume) turun ketika pendapatan naik. Menurut
Keynes, proporsi tabungan orang kaya lebih besar daripada orang miskin. Jika diurutkan
dari orang sangat miskin sampai kaya akan terlihat proporsi tabungan terhadap pendapatan
semakin meningkat. Terakhir, pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan
tingkat bunga tidak memiliki peran penting (Sigit, 2012).

2.5.2 Produksi
Produksi merupakan proses mempergunakan unsur-unsur produksi dengan maksud
menciptakan faedah untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia ada dua: barang
dan jasa. Barang: alat penemuan kebutuhan manusia yang tampak. Jasa: alat penemuan
kebutuhan manusia yang tidak tampak tapi dapat dirasa. Barang ekonomi: barang-barang yang
diperoleh dengan mengorbankan sesuatu. Teori produksi menyebutkan bahwa kepuasaan
produsen diperoleh dari memaksimumkan keuntungan produksi (maksimation of profit).

14
Fungsi produksi merupakan hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi.
Masukkan seperti pupuk, tanah, tenaga kerja, modal dan iklim yang mempengaruhi besar
keclnya produksi yang diperoleh,. Tidak semua masukan yang dipakain di analisis, hal ini
tergantung penting tidaknya pengaruh masukan itu terhadap produksi. Jika bentuk fungsi
produksi diketahui, maka informasi harga dan biaya yang dikorbankan dapat dimanfaatkan
untuk menentukan kombinasi masukan yang baik (Nicholson, 1991).

15
BAB III
PEMBAHASAN

A. Definisi Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheet)

Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheets) merupakan salah satu alat informasi
untuk memahami situasi penyediaan pangan di suatu daerah. Gambaran situasi pangan ini sangat
diperlukan bagi pengambil kebijakan pangan dan gizi dalam rangka merumuskan langkah-
langkah untuk mengantisipasi masalah yang mungkin terjadi. NBM merupakan tabel yang
memuat informasi tentang situasi pengadaan/ penyediaan pangan (food supply), dan penggunaan
pangan (food utilization), hingga ketersediaan pangan untuk dikonsumsi penduduk pada suatu
wilayah (negara/propinsi /Kabupaten) dalam suatu kurun waktu tertentu.

Di dalam Neraca Bahan Makanan (NBM) disajikan angka rata-rata jumlah jenis bahan
makanan yang tersedia untuk dikonsumsi penduduk per kapita pertahun dalam kilogram serta per
kapita per hari dalam satuan gram, pada kurun waktu tertentu. Selanjutnya untuk mengetahui
nilai gizi bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi tersebut, maka angka ketersediaan
pangan untuk konsumsi per kapita per hari diterjemahkan ke dalam satuan energi, protein,  dan
lemak per kapita per hari.

B. Perkembangan Penyusunan Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheet)

Di Indonesia, NBM mulai disusun pada tahun 1963 oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
dengan bantuan ahli dari FAO untuk keperluan intern BPS,  Kemudian secara periodik  disusun
NBM 1971 dan NBM 1972.  Selanjutnya berdasarkan instruksi Menteri Pertanian  Nomor : 12
/INS/UM/6/1975 tanggal 19 Juni 1975, dibentuk Tim Penyusun NBM Nasional yang
beranggotakan unsur-unsur dari instansi Departemen Pertanian dan instansi terkait untuk
bersama-sama menyusun buku Pedoman Penyusunan NBM serta menyajikan NBM mulai
PELITA I hingga sekarang.

Menyadari bahwa penyajian NBM Nasional terlalu bersifat umum, maka pada tahun
1985 Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian atas nama Menteri Pertanian, melalui surat
Nomor: RC.220/487/B/II/1985 tanggal 20 Januari 1985 menginstruksikan seluruh  kepala Kantor
Wilayah Departemen Pertanian untuk mengembangkan Penyusunan NBM Regional/Provinsi

16
dengan membentuk tim Penyusunan NBM Regional/Provinsi yang bertugas menyusun NBM
Regional/Provinsi masing-masing.

C. Kegunaan Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheet)

Tabel NBM dapat digunakan untuk :

1) Melakukan evaluasi terhadap pengadaan dan penggunaan pangan.


2) Memberikan informasi tentang produksi, pengadaan serta semua perubahan- perubahan
yang terjadi.
3) Alat perencanaan di bidang produksi atau pengadaan pangan dan gizi
4) Merumuskan kebijakan pangan dan Gizi.

Sedangkan menurut Suhardjo (1996) beberapa factor yang menguntungkan dalam


pemakaian neraca bahan makanan yaitu:

a) Dapat menggambarkan imbangan antara persediaan pangan dihubungkan dengan


kebutuhan yang seharusnya dipenuhi. Dapat dibandingkan terhadap konsumsi pangan
yang nyata dari survei konsumsi pangan.
b) Bila persediaan total energi yang dibandingkan dengan perkiraan kebutuhan tidak
banyak berbeda, maka diduga tidak terdapat masalah kekurangan gizi serius bila
distribusinya merata. Namun demikian bila persediaannya jauh lebih rendah dari
perkiraan kebutuhan, maka dapat menyebabkan masalah kekurangan gizi berat.
c) Secara mudah dapat menggambarkan perkiraan persediaan zat gizi dari berbagai
kelompok jenis pangan, seperti energi, protein, lemak, vitamin dan mineral.
d) Sangat berarti sebagai alat komunikasi diantara para ahli gizi, pertanian, dan ekonomi.
D. Konsep Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheet)

Neraca Bahan Makanan (NBM) merupakan tabel yang memuat informasi tentang
situasi pengadaan (supply), penggunaan (utilization), dan ketersediaan pangan untuk dikonsumsi
penduduk pada suatu wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu[ CITATION Sup11 \l 1033 ].

Food Balance Sheets/FBS (Neraca Bahan Makanan/NBM) merupakan gambaran


komprehensif pola penawaran pangan suatu negara pada suatu periode tertentu (FAO,
2001). Inisiasi NBM dimulai sejak pasca Perang Dunia I (PD I) saat terjadi masalah

17
nutrisi, dimulai dengan menyiapkan perbandingan data konsumsi. Pada PD II, minat
pembuatan NBM semakin meningkat. Negara-negara yang memulai lebih awal adalah
Inggris, Kanada, Amerika Serikat dan Jerman. Pasca PD II, dalam pembahasan masalah
alokasi dan distribusi pangan di masa kekurangan pangan di seluruh dunia setelah perang,
NBM memainkan peranan penting. Dengan latar belakang seperti ini, FAO menekankan
pentingnya NBM untuk menganalisis situasi pangan di masing-masing negara.

Pada Konferensi FAO tahun 1948 diputuskan bahwa Negara harus mendorong
pembuatan NBM, dan FAO akan membantu negara-negara yang kesulitan dalam
membangun NBM. Pada tahun 1949, Buku Panduan NBM untuk pertama kali dikeluarkan,
dan sekaligus diterbitkan NBM untuk 41 negara yang mencakup data 1934-1938 dan
1947/1948. Sejak saat itu, NBM secara rutin dikelurkan oleh FAO, dengan cakupan
negara yang semakin meningkat dan penyempurnaan cara penghitungan (FAO, 2001) NBM
tahunan secara teratur dalam series tahun akan menunjukkan perkembangan secara keseluruhan
persediaan pangan nasional, mengungkapkan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi
pada jenis makanan yang dikonsumsi, dan mengungkapkan sejauh mana pasokan makanan
dari negara secara keseluruhan yang memadai dalam kaitannya dengan kebutuhan gizi
(FAO, 2001).

Terkait dengan hal ini bahwa untuk mengetahui kecukupan pangan maka
diperlukan data jumlah konsumsi suatu komoditas yang berasal dari survei rumah tangga.
Menurut FAO (2001), idealnya, data dasar yang diperlukan untuk persiapan neraca
makanan harus diperoleh dari sumber yang sama. Hal ini berarti bahwa, negara harus
memiliki sistem statistik yang komprehensif yang mencatat semua informasi terkini
berkaitan dengan masing-masing komponen neraca makanan (mulai dari produsen ke
konsumen) dan informasi yang tersedia harus konsisten, setidaknya berkaitan dengan unit
pengukuran dan waktu periode referensi.

Unsur NBM menurut FAO (2001) adalah sebagai berikut:

1) Produksi menggambarkan total produksi domestik, ada kesulitan tentang produk


olahan yang berbahan baku impor. Produksi dikategorikan menjadi dua yaitu
masukan (input) dan keluaran (output);

18
2) Stok adalah sejumlah bahan makanan yang disimpan/dikuasai oleh Pemerintah atau
swasta yang dimaksudkan sebagai cadangan dan akan digunakan apabila sewaktu-
waktu diperlukan.

Data stok yang digunakan adalah data stok awal dan stok akhir tahun. Perubahan
stok adalah selisih stok akhir tahun dengan stok awal tahun. Pada prinsipnya, ini terdiri
dari perubahan dalam stok yang terjadi selama periode referensi di semua tingkatan dari
produksi ke tahap ritel, yakni terdiri dari perubahan dalam stok pemerintah, dalam stok
dengan produsen, importir, eksportir, grosir dan eceran lainnya, pedagang, transportasi dan
penyimpanan perusahaan.

Namun demikian, data yang tersedia sering hanya untuk stok yang dipegang oleh
pemerintah, dan bahkan kadang-kadang tidak tersedia (FAO, 2001). Permasalahan dalam
NBM, menurut FAO (2001) antara lain adalah: (1) Ketidaklengkapan dan ketidakakuratan
data dasar; dan (2) Sumber data yang berbeda-beda.

E. Syarat-syarat Penyusunan Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheet)

Beberapa  persyaratan yang harus dipenuhi yaitu : jenis bahan makanan, data penduduk,
besaran dan angka konversi, komposisi gizi bahan makanan serta cara pengisian tabel NBM.

1.) Jenis Bahan Makanan

Jenis bahan makanan yang dimaksud disini adalah jenis bahan makanan yang lazim atau
umum dikonsumsi  oleh masyarakat suatu negara/daerah yang data produksinya tersedia secara
kontinyu dan resmi. Namun, bila data produksi jenis bahan makanan tersebut tidak tersedia,
maka bisa didekati dengan data lain yang tersedia, misalnya data konsumsi.

2.) Data Penduduk

Data penduduk yang digunakan adalah data penduduk tahun yang bersangkutan yang
bersumber dari BPS yang diperoleh dari angka proyeksi penduduk berdasarkan Sensus
Penduduk, Survei Penduduk Antar Sensus dan Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk
Berkelanjutan (P4B).  Data penduduk tersebut termasuk penduduk asing yang bermukim di
Indonesia minimal selama enam bulan.

19
3.) Besaran dan Angka Konversi

Besaran dan angka konversi yang digunakan adalah besaran dan angka konversi yang
ditetapkan oleh Tim NBM Nasional yang didasarkan pada hasil kajian dan pendekatan ilmiah.
Untuk penyusunan NBM Regional, sepanjang besaran dan angka konversi tersedia di daerah,
dapat digunakan angka tersebut dengan menyebut sumbernya.

4.) Komposisi Gizi Bahan Makanan

Komposisi gizi bahan makanan yang digunakan adalah komposisi gizi bahan makanan
yang bersumber dari buku Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), Publikasi Puslitbang
Gizi Departemen Kesehatan dan dari sumber lain yang resmi yaitu : "Food Composition Table
For Use In East Asia", dan "Food Composition Table For International Use", Publikasi FAO. 
Komposisi gizi tersebut adalah besarnya nilai kandungan gizi dari bagian yang dapat dimakan.

5.) Cara Pengisian Tabel NBM

Dalam pengisian kolom-kolom tabel NBM, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a) Penulisan angka mulai dari kolom (2) sampai dengan kolom (14), dan kolom (17)
adalah dalam bilangan bulat, sedangkan untuk kolom (15), (16), (18) dan kolom (19)
dalam bilangan pecahan dua desimal.
b) Apabila data tidak tersedia, hendaknya diisi dengan notasi strip (-).
c) Bila besarnya data kurang dari 500 kg, hendaknya diisi dengan notasi nol (0).

F.) Metode Penghitungan Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheet)

Untuk menghitung jumlah bahan makanan yang tersedia untuk pemakaian di dalam suatu
wilayah dengan menggunakan rumus :  

C  =  P  -  S  +  I  -  E

dimana :

20
C   =  Bahan makanan yang tersedia untuk pemakaian di dalam Provinsi.

P   =  Produksi bahan makanan di dalam Provinsi.

S   =  Perubahan stock, selisih antara stock akhir dengan stock awal.

I    =  Bahan makanan yang diimpor atau masuk Provinsi

E   =  Bahan makanan yang diekspor atau keluar Provinsi

Cakupan waktu didalam penghitungan adalah keadaan selama satu tahun, Setelah didapat
jumlah bahan makanan yang tersedia untuk pemakaian di dalam suatu Wilayah, lalu
memperhitungkan jumlah bahan makanan yang digunakan untuk makanan ternak, untuk bibit
dan untuk bahan baku atau bahan penolong sektor industri pengolahan (termasuk yang diolah
lagi menjadi bahan makanan dasar lainnya), serta sejumlah bahan makanan yang diperkirakan
tercecer dan tidak dapat dimanfaatkan lagi, maka diperoleh perhitungan jumlah makanan yang
tersedia untuk dikonsumsi penduduk pada periode dimaksud.

Dari bahan makanan yang tersedia untuk siap dikonsumsi tersebut dihitung bagian yang
dapat dimakan, kemudian dihitung masing-masing kandungan gizinya, yaitu kandungan kalori,
protein dan lemak.

Untuk keperluan tersebut ketersediaan bahan makanan dalam kolom (14) harus dijadikan
per kapita terlebih dahulu, yaitu dengan cara membagi kolom (14) dengan jumlah penduduk
tahun yang bersangkutan yang kemudian disajikan dalam kolom (15) sebagai ketersediaan per
kapita per tahun dengan satuan kg/tahun. Selanjutnya pada kolom (16) disajikan angka
ketersediaan per kapita per hari dengan satuan gram/hari.

Dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan yang diterbitkan oleh


Departemen Kesehatan, diperoleh kandungan gizi untuk masing-masing jenis makanan. Kolom
(17) menyajikan ketersediaan kalori per kapita per hari dengan satuan kkal. Kolom (18)
menyajikan ketersediaan protein per kapita per hari dengan satuan gram, dan kolom (19)
menyajikan ketersediaan lemak per kapita per hari dengan satuan gram.

G.) Komponen Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheet)

21
Informasi-informasi di dalam tabel NBM disajikan dalam 19 kolom. Kolom (1)
menyajikan jenis bahan makanan, kolom (2) sampai kolom (8) menyajikan komponen
pengadaan  bahan makanan, yang berturut-turut terdiri atas masukan di kolom (2), keluaran di
kolom (3), perubahan stok (4), impor (5), penyediaan dalam negeri sebelum ekspor (6), ekspor
(7), dan penyediaan dalam negeri (8). Sedangkan kolom (9) sampai dengan kolom (14)
menyajikan komponen pemakaian dalam negeri yang terdiri atas pakan di kolom (9), bibit di
kolom (10), diolah untuk makanan (11), diolah untuk bukan makanan (12), tercecer (13), dan
bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi di kolom (14). Angka yang disajikan mulai dari
kolom (2) sampai dengan kolom (14) menggunakan satuan ton.

Tabel 1. Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheets)

H.) Penerapan Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheet) di Indonesia

NBM Indonesia dibangun pada tahun 1968 oleh BPS, mencakup semua makanan
pokok. NBM Indonesia mengacu pada konsep FAO. Dalam NBM, ada beberapa hal yang
disepakati yaitu:

1. Sumber data;
2. Beberapa pengertian yang digunakan;
3. Jenis bahan makanan; dan
4. Unsur neraca.

Sejak tahun 1997/1998, NBM Indonesia dibuat oleh Badan Ketahanan Pangan
(BKP) dengan tetap mengacu pada konsep FAO. NBM merupakan data yang disajikan

22
dalam bentuk tabel yang dapat memberikan informasi tentang situasi pangan untuk
dikonsumsi penduduk pada suatu wilayah (Negara/provinsi/kabupaten) dalam suatu kurun
waktu tertentu (BKP dan BPS, 2002). Secara substansi, definisi dari BKP tidak
menyimpang dari konsep FAO. BKP dan BPS (2002) mengungkapkan bahwa data NBM
yang dipublikasikan secara lengkap, tepat waktu dan berurutan dari tahun ke tahun
berguna untuk pengambil kebijakan baik di tingkat Pusat maupun daerah dalam menyusun
perencanaan kebutuhan pangan dan gizi pada tahun mendatang, serta mendapatkan
gambaran tentang situasi ketersediaan pangan per kapita suatu negara/daerah pada kurun
waktu tertentu.

Angka NBM adalah ketersediaan, bukan yang benar-benar dikonsumsi oleh rumah
tangga sehingga tidak dapat digunakan sebagai acuan kecukupan konsumsi suatu
komoditas. Namun, tabel NBM dapat digunakan antara lain:

1) Untuk mengetahui tingkat ketersediaan dibandingkan dengan tingkat idealnya;


2) Membuat proyeksi pengadaan/penggunaan pangan;
3) Menghitung tingkat ketergantungan suatu negara terhadap impor; dan
4) Untuk mengevaluasi kinerja kebijakan pangan dan gizi nasional.

Beberapa pengertian yang terkait dengan unsur NBM antara lain adalah sebagai
berikut: Pertama, terkait dengan data penduduk dan angka konversi. Data penduduk yang
digunakan adalah data penduduk (termasuk penduduk asing yang bermukim di Indonesia
minimal selama 6 bulan) pertengahan tahun yang bersumber dari BPS. Besaran dan angka
konversi dari Gula Kristal Mentah`(GKM) ke Gula Kristal Rafinasi, serta konversi untuk
penyetaraan satuan dalam bentuk gula kristal putih yang digunakan adalah besaran dan
angka konversi yang ditetapkan oleh Tim NBM Nasional. Kedua, terkait dengan data
produksi dan stok. Produksi adalah jumlah keseluruhan hasil, baik yang belum mengalami
proses pengolahan maupun yang sudah mengalami proses pengolahan.

Sementara itu, menurut FAO (2001), produksi menggambarkan total produksi


domestik, tetapi ada kesulitan tentang produk olahan yang berbahan baku impor. Produksi
dikategorikan menjadi dua yaitu masukan (input) dan keluaran (output). Yang dimaksud
dengan masukan adalah produksi yang masih dalam bentuk asli maupun dalam bentuk

23
hasil olahan yang akan mengalami proses pengolahan lebih lanjut. Keluaran adalah
produksi dari hasil keseluruhan atau sebagai hasil turunan yang diperoleh dari kegiatan
berproduksi, atau hasil utama yang langsung diperoleh dari kegiatan berproduksi yang
belum mengalami perubahan.

Besarnya output sebagai hasil dari input sangat tergantung pada derajat ekstraksi
dan faktor konversi (konversi dari gula kristal mentah ke gula kristal rafinasi). Stok
adalah jumlah/kuantitas bahan makanan yang disimpan/dikuasai oleh Pemerintah atau
swasta yang dimaksudkan sebagai cadangan dan akan digunakan apabila sewaktu-waktu
diperlukan. Ketiga, terkait dengan impor dan ekspor. Impor adalah bahan makanan baik
yang belum maupun yang sudah mengalami pengolahan, yang didatangkan/dimasukkan dari
luar negeri ke dalam wilayah RI, dengan tujuan untuk diperdagangkan, diedarkan dan
disimpan. Sementara itu, yang dimaksud dengan ekspor adalah bahan yang dikeluarkan
dari suatu wilayah/daerah administratif, langsung ke luar wilayah negara RI. Keempat,
terkait dengan pemakaian dalam negeri.

Pemakaian dalam negeri adalah jumlah/kuantitas bahan makanan yang digunakan di


dalam negeri untuk konsumsi rumah tangga, pakan, bibit/benih, industri makanan dan
bukan makanan, serta tercecer. Pada industri makanan, bahan makanan yang mengalami
proses pengolahan lebih lanjut dan hasilnya dimanfaatkan untuk makanan manusia dalam
bentuk lain. Sementara itu pada industri bukan makanan, bahan makanan masih
mengalami proses pengolahan lebih lanjut dan dimanfaatkan untuk kebutuhan industri
pakan ternak/ikan.

Tercecer adalah bahan makanan yang hilang/rusak, sehingga tidak dapat dimakan
oleh manusia, yang terjadi secara tidak sengaja sejak bahan makanan tersebut diproduksi
hingga tersedia untuk konsumen. Kelima, terkait dengan penyediaan dalam negeri.
Penyediaan dalam negeri adalah jumlah/kuantitas bahan makanan yang berasal dari
produksi dikurangi ekspor, setelah ditambah impor dan perubahan stok. Penyediaan dalam
negeri adalah penyediaan untuk konsumsi (langsung dan tidak langsung) yang merupakan
penawaran dikurangi ekspor, dan pemakaian dalam negeri (industri bukan makanan,
tercecer).

24
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

NBM mulai disusun pada tahun 1963 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dan tahun 1985
dibentuk tim Penyusunan NBM Regional/ Provinsi yang bertugas menyusun NBM
Regional/Provinsi masing-masing. Adapun komponen utama dalam tabel NBM yaitu: Jenis
Bahan Makanan, Produksi, Stok dan Perubahan Stok, Impor/Masuk Kabupaten, Penyediaan di
Kabupaten sebelum ekspor, Ekspor/Keluar Kabupaten, Pemakaian di Kabupaten, Ketersediaan
per Kapita.
Untuk menyusun NBM dalam suatu wilayah diperlukan data jenis bahan makanan, data
penduduk, besaran dan angka konversi, komposisi gizi bahan makanan. Yang akan digunakan
dalam pengisian tabel NBM.
Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mendasar, dianggap strategis dan
sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis. Terpenuhinya pangan secara
kuantitas dan kualitas merupakan hal yang sangat penting sebagai landasan bagi pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya dalam jangka panjang. Undang-undang pangan Nomor 7/1996
mengamatkan bahwa pangan merupakan salahsatu kebutuhan pokok yang pemenuhannya bagian
dari hak asasi manusia.
Food Balance Sheets/FBS (Neraca Bahan Makanan/NBM) merupakan gambaran
komprehensif pola penawaran pangan suatu negara pada suatu periode tertentu (FAO,
2001). Inisiasi NBM dimulai sejak pasca Perang Dunia I (PD I) saat terjadi masalah
nutrisi, dimulai dengan menyiapkan perbandingan data konsumsi. Pada PD II, minat
pembuatan NBM semakin meningkat. Negara-negara yang memulai lebih awal adalah
Inggris, Kanada, Amerika Serikat dan Jerman. Pasca PD II, dalam pembahasan masalah
alokasi dan distribusi pangan di masa kekurangan pangan di seluruh dunia setelah perang,
NBM memainkan peranan penting. Dengan latar belakang seperti ini, FAO menekankan
pentingnya NBM untuk menganalisis situasi pangan di masing-masing negara.

NBM Indonesia dibangun pada tahun 1968 oleh BPS, mencakup semua makanan
pokok. NBM Indonesia mengacu pada konsep FAO.

25
B. Saran
1. Untuk merubah pola konsumsi masyarakat yang masih cukup tinggi dalam mengkonsumsi
beras, diperlukan intervensi kebijakan di bidang perberasan melalui implementasi prioritas
kebijakan yang berbeda satu daerah dengan daerah lainnya.
2. Perlu dilakukan sosialisasi dan kampanye menggalakkan makanan non beras yang telah ada
selama ini di berbagai daerah pedesaan dengan melibatkan Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara maupun Kabupaten/Kota seperti : Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, Tim
Penggerak PKK dan stakeholders lainnya.
3. Untuk menarik minat masyarakat dalam mengkonsumsi pangan non beras diperlukan
diversifikasi pangan melalui pengembangan teknologi pangan yang tidak hanya
meningkatkan produksi berbagai macam bahan pangan, namun yang terpenting adalah
merubah struktur bahan pangan yang dikonsumsi menjadi kecukupan gizi yang berimbang.
4. Penganekaragaman pangan/Diversifikasi Pangan yang dilakukan bukan hanya untuk
mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras, tetapi juga untuk peningkatan mutu
gizi makanan rakyat dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

26
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Pola Pangan Harapan. On-Line


https://atikinayatirohmah.wordpress.com/2014/12/02/pola-pangan-harapan/ (diakses
tanggal 19 September 2015)
Baliwati, Yayuk Farida dkk. 2010. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Jimmy Ludin, SST , 2007. Neraca Bahan Makanan Kabupaten Keerom 2007
http://bps.papua.go.id/keerom/dl_jump.php?id=25. (Di akses pada tanggal 19 April 2009.
Rahmadani, 2009. Neraca Bahan Makanan (NBM), Materi Kuliah Ekologi Pangan Dan Gizi,
Jurusan Sosek Pertania Fakultas Pertanian Unhas.
Suhardjo, 1996. Perencanaan Pangan dan Gizi, Jakarta; Bumi Aksara.
Supriyati. (2011). KAJI ULANG KONSEP NERACA GULA NASIONAL: KONSEP BADAN
KETAHANAN PANGAN VS. DEWAN GULA INDONESIA. Analisis Kebijakan
Pertanian, 109-124.

27

Anda mungkin juga menyukai