Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH JAMINAN SOSIAL DAN ASURANSI KESEHATAN

”Konsep Jaminan Sosial Nasional pada Implementasi Undang-undang SJSN


dan Undang-undang BPJS

Oleh :

KELOMPOK I

1. Irma Dani Aisyah (0801172235)


2. Sandra Fitalia (0801171041)

DOSEN PENGAMPU : SYAHRUDIN DAMANIK

FKM SEM VI – LINTAS MINAT AKK E

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
TA. 2019/2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh…

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan tidak lupa
pula kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
Jaminan Sosial dan Asuransi Kesehatan yang membahas tentang “Konsep Jaminan Sosial
Nasional pada Implementasi Undang-undang SJSN dan Undang-undang BPJS“. Dan kami juga
berterimakasih kepada Bapak Syahrudin Damanik. selaku dosen Jaminan Sosial dan Asuransi
Kesehatan di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, yang telah memberikan tugas kepada
kami.

Adapun makalah Konsep Jaminan Sosial Nasional pada Implementasi Undang-undang


SJSN dan Undang-undang BPJS ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai referensi buku, jurnal dan website sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami, tidak lupa menyampaikan banyak terimakasih kepada
seluruh referensi-referensi yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai bagaimana Konsep Jaminan Sosial Nasional pada Implementasi
Undang-undang SJSN dan Undang-undang BPJS khususnya bagi penulis, pembaca maupun
pendengar. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna di dunia ini tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Medan, 20 April 2020

i
Tim Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1Latar Belakang Masalah.............................................................................................................1
1.2Rumusan Masalah........................................................................................................................2
1.3Tujuan.............................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. Pengertian Jaminan Sosial Nasional.........................................................................................3
B. Landasan Filosofis, Yuridis, dan Sosiologis Jaminan Sosial................................................6
1. Landasan Filosofis...........................................................................................................6
2. Landasan Yuridis............................................................................................................7
3. Landasan Sosiologis........................................................................................................8
C. Jenis-jenis Jaminan Sosial Naisonal..........................................................................................9
1. Jaminan kesehatan..........................................................................................................9
2. Jaminan kecelakaan kerja..............................................................................................9
3. Jaminan hari tua.............................................................................................................9
4. Jaminan pensiun.............................................................................................................9
5. Jaminan kematian...........................................................................................................9
D. Badan Penyelenggara Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia..............................10
BAB III PENUTUP......................................................................................................................16
A. Kesimpulan...................................................................................................................................16
B. Saran..............................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Cita-cita Indonesia adil dan makmur telah dilakukan oleh founding father dengan
melaksanakan langkah pertama yaitu tujuan Negara Indonesia yang terdapat dalam alinea
keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum.
Tujuan tersebut menandakan negara Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare state).
Indonesia sebagai negara kesejahteraan bertanggung jawab untuk pemenuhan kesejahteraan
rakyatnya, karena ciri utama dari Negara kesejahteraan adalah munculnya kewajiban negara
untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi warganya.

Disamping itu Pasal 2 Konvensi Ekonomi Sosial Budaya merupakan ketentuan yang paling
penting untuk memahami sifat hak ekonomi, sosial dan budaya. Kovenan Internasional tentang
Hak Sipil dan Politik yang berisi 31 Pasal juga menyebutkan hak atas jaminan sosial, termasuk
asuransi sosial khususnya para ibu, anak dan orang muda (Pasal 9 dan Pasal 10). Dasar
pertimbangan lain adalah Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 yang juga menganjurkan agar
semua negara di dunia memberikan perlindungan dasar kepada setiap warga negaranya dalam
rangka memenuhi Deklarasi PBB tentang Hak Jaminan Sosial.

Dengan ditetapkannya UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) maka bangsa Indonesia telah memiliki sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Pasal 5 dalam undang-undang tersebut mengamanatkan pembentukan badan yang
disebut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Meski sempat dilakukan judicial review
oleh PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT. ASABRI, dan PT ASKES atas UU tersebut, namun
Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan atas perkara perkara Nomor 007/PUU-III/2005
memberikan kepastian hukum bagi BPJS dalam melaksanakan program jaminan sosial di seluruh
Indonesia. Pada November 2011 baru terwujud Undang-Undang No 24 Tahun 2011 Tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka
penulis memilih judul “Konsep Jaminan Sosial Nasional pada Implementasi Undang-undang
SJSN dan Undang-undang BPJS”.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Jaminan Sosial Nasional?
2. Bagaimana program dari Jaminan Sosial Nasional?
3. Bagaimana konsep Jaminan Sosial Nasional pada implementasi UU SJSN dan UU
BPJS?
4. Bagaimana penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial di Indonesia?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Jaminan Sosial Nasional.
2. Agar mengetahui program dari Jaminan Sosial Nasional.
3. Untuk mengetahui bagaimana konsep Jaminan Sosial Nasional pada implementasi UU
SJSN dan UU BPJS.
4. Untuk mengetahui bagaimana penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jaminan Sosial Nasional

Istilah jaminan sosial muncul pertama kali di Amerika Serikat dalam The Social Security
Act tahun 1935 untuk mengatasi masalah- masalah pengangguran, manula, orang-orang sakit dan
anak-anak akibat depresi ekonomi. Meskipun penyelenggaraan jaminan sosial di negara-negara
maju belakangan ini mengalami perubahan, pada dasamya penyelenggaraan jaminan sosial di
sana pada hakekatnya difahami sebagaibentuk nyata perlindungan negara terhadap rakyatnya.1
Jaminan sosial (social security) merupakan bagian dari konsep perlindungan sosial (social
protection), dimana perlindungan sosial sifatnya lebih luas. Perbedaan keduanya adalah bahwa
jaminan sosial memberikan perlindungan sosial bagi individu dengan dana yang diperoleh dari
iuran berkala, sedangkan perlindungan sosial biasanya melibatkan banyak pihak dalam
memberikan perlindungan baik kepada individu, keluarga atau komunitas dari berbagai risiko
kehidupan yang tidak dapat diprediksi sebelumnya seperti krisis ekonomi, atau bencana alam.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat BAPPENAS yang telah mengadakan Kajian awal Tentang
Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dan dalam kajian tersebut dikemukakan pendapat bahwa
jaminan sosial mencakup dua hal yaitu (a) Asuransi Sosial (social insurance) dan (b) Bantuan
Sosial (Social Assistance).2
Asuransi sosial mempunyai konsep sebagaimana asuransi pada umumnya, dimana
pembayaran premi menjadi tanggungan bersama antara pemberi kerja (yaitu pemerintah atau
pengusaha) dan pekerja (Pegawai Negeri Sipil (PNS), ABRI/POLRI atau pegawai swasta) oleh
karena adanya hubungan kerja. Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SJSN,
definisi Asuransi Sosial adalah sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 ayat 3 yaitu suatu
mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan
perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.
Sedangkan bantuan sosial, berupa “bantuan” dalam berbagai bentuk, uang, jasa maupun barang
dengan tujuan sosial.
1
Mudiyono, Jaminan Sosial di Indonesia: Relevansi Pendekatan Informal, Jurnaillmu Sosial dan llmu Politik,
Volume 6, Nomor I, Juli 2002, h. 68.
2
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Sistim Perlindungan dan Jaminan Sosial (Suatu
Kajian awal), 2002.

3
Pengertian yang lain dikemukakan oleh Agusmindah, bahwa jaminan sosial adalah
bentuk perlindungan bagi pekerja/buruh yang berkaitan dengan penghasilan berupa materi, guna
memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk dalam hal terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan
yang menyebabkan seseorang tidak dapat bekerja, ini diistilahkan juga sebagai perlindungan
ekonomis3. Pengertian ini mencerminkan konsep asuransi sosial yang ditujukan bagi pekerja di
sektor formal dengan rumus yang telah ditentukan yaitu berdasarkan partisipasi pekerja dan
majikan yang menyetorkan porsi iuran secara berkala yang penyelenggaraannya dilakukan oleh
PT JAMSOSTEK.
Ahli lain yang mempertahankan konsep asuransi sosial sebagai dasar teknik jaminan
sosial adalah Vladimir Rys, yang mengatakan bahwa jaminan sosial adalah seluruh rangkaian
langkah wajib yang dilakukan oleh masyarakat untuk melindungi mereka dan keluarga mereka
dari segala akibat yang muncul karena gangguan yang tidak terhindarkan, atau karena
berkurangnya penghasilan yang mereka butuhkan untuk mempertahankan taraf hidup yang
layak.4 Serangkaian langkah wajib yang dilakukan oleh masyarakat untuk melindungi diri dan
keluarga dari suatu risiko ekonomi maupun fisiologi adalah dengan turut serta pada asuransi
sosial.
Pendapat Rys sejalan dengan berkembangnya pemikiran Tentang cara-cara menghadapi
risiko ketidakstabilan penghasilan manakala seseorang mengalami kecelakaan, sakit ataupun
ketika seseorang tidak lagi mempunyai kemampuan fisik karena usia tua atau cacat fisik (risiko
fisiologis) dan juga ketika seseorang tidak bekerja (risiko sosial), padahal mereka harus tetap
mempertahankan kehidupan keluarganya. Untuk mengantisipasi risiko-risiko dimaksud, maka
diperlukan dana sehingga perlu diciptakan sumber keuangan, harus ada pihak/lembaga yang
melakukan pengelolaan dana tersebut serta perlu dirumuskan program-program yang sesuai
dengan setiap risiko sehingga dapat mewujudkan cita-cita melindungi setiap warga negara untuk
mendapatkan taraf hidup yang layak.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dimana
Pasal 1 angka 1 mendefinisikan bahwa Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan
sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang
layak. dan Pasal 1 ayat 2 mendefisinikan Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara
penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial.
3
Agusmindah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Dinamika & Kajian Teori, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2010, h.xi.
4
Rys, Vladimir, Merumuskan Ulang Jaminan Sosial, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2011, h. 23.

4
Selanjutnya, Subianto menjelaskan bahwa SJSN adalah sistem pemberian jaminan kesejahteraan
berlaku kepada semua warganegara dan sifatnya adalah dasar (Basic). 5 Definisi ini hendak
menegaskan bahwa fasilitas jaminan kesejahteraan harus dapat dinikmati oleh semua warga
Negara tanpa terkecuali.
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
Jaminan Sosial mempunyai pengertian yang universal, sehingga jika disimak lebih dalam, maka
Jaminan Sosial merupakan suatu perlindungan bagi seluruh rakyat dalam bentuk santunan baik
berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang maupun
pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang diakibatkan oleh risiko-risiko sosial
berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia melalui mekanisme
pengumpulan dana yang bersifat wajib.6
Menurut ILO7 bahwa jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh
masyarakat melalui seperangkat kebijaksanaan publik terhadap tekanan-tekanan ekonomi dan
sosial bahwa jika tidak diadakan system jaminan sosial akan menimbulkan hilangnya sebagia
pendapatan akibat sakit, persalinan, kecelakaan kerja, sementara tidak bekerja, cacat, hari tua dan
kematian dini, perawatan medis termasuk pemberian subsidi bagi anggota keluarga yang
membutuhkan.
Jaminan sosial (social security) dapat didefinisikan sebagai sistem pemberian uang
dan/atau pelayanan sosial guna melindungi seseorang dari resiko tidak memiliki atau kehilangan
pendapatan akibat kecelakaan, kecacatan, sakit, menganggur, kehamilan, masa tua, dan
kematian.  Spicker (1995) dan MHLW (1999) 8, memberi batasan dan penjelasan mengenai
jaminan sosial sebagai berikut:
The term “social security” is mainly now related to financial assistance, but the
general sense of the term is much wider, and it is still used in many countries to
refer to provisions for health care as well as income. Although the benefits of
security are not themselves material, they do have monetary value; people in
Britain, where there is a National Health Service, are receiving support which

5
Achmad Subianto, Sistem Jaminan Sosial Nasional, hal: 277, Gibon Books, Jakarta, 2010
6
Tim Internal SJSN PT Jamsostek (Persero), Kerangka Jaminan Sosial, “Menuju Implementasi SJSN yang Ideal”.
7
Kementrian Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Indonesia, Reformasi Sistem Jaminan Sosial di Indonesia :
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Nasional Indonesia Pasca Putusan Mahkamah
Konstitusi RI, Kementrian Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2006. H. 33.
8
Llihat, Spicker, Paul (1995), Social Policy: Themes and Approaches, London: Prentice-Hall dan MHLW
(Ministry of Health, Labour and Welfare of Japan) (1999), Tokyo: MHLW.

5
people in the US have to pay for through private insurance or a Health
Maintenance Organisation.9 (Spicker, 1995:60).

Social security systems mean the systems to enable every citizen to lead a worthy
life as a member of cultured society. Social security systems provide
countermeasures against the causes for needy circumstances including illness,
injury, childbirth, disablement, death, old age, unemployment and having a lot of
children by implementing economic security measures through insurance or by
direct public spending10. (MHLW, 1999:2).

Dari pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jaminan sosial mempunyai
beberapa aspek yaitu:
1) Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga
kerja serta keluarganya.
2) Dengan adanya upaya perlindungan dasar akan memberikan kepastian berlangsungnya arus
penerimaan penghasilan, sebagai pengganti atau seluruh penghasilan yang hilang.
3) Menciptakan ketenangan kerja karena adanya upaya perlindungan terhadap resiko ekonomi
maupun sosial.
4) Karena adanya upaya perlindungan dan terciptanya ketenangan kerja akan berdampak
meningkatkan produktifitas kerja.
5) Dengan terciptanya ketenangan kerja pada akhirnya mendukung kemandirian dan harga
manusia dalam menerima dan menghadapi resiko sosial ekonomi.

B. Landasan Filosofis, Yuridis, dan Sosiologis Jaminan Sosial


1. Landasan Filosofis
Pemikiran mendasar yang melandasi penyusunan SJSN bagi penyelenggaraan jaminan
sosial untuk seluruh warga negara adalah sebagai penyelenggaraan SJSN berlandaskan kepada
hak asasi manusia dan hak konstitusional setiap orang, sebagaimana pada UUD Negara RI Tahun
1945 Pasal 28H ayat (3) menetapkan, ”Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangandirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.”

Selain itu, penyelenggaraan SJSN adalah wujud tanggung jawab Negara dalam
pembangunan perekonomian nasional dan kesejahteraan social. Hal ini Berdasarkan UUD
9
Spicker, Paul (1995), Social Policy: Themes and Approaches, h. 60.
10
MHLW (Ministry of Health, Labour and Welfare of Japan) Annual Report on Health and Welfare, h. 2.

6
Negara RI Tahun 1945 Pasal 34 ayat (2) menetapkan, ”Negara mengembangkan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan”. Program jaminan sosial ditujukan untuk memungkinkan setiap
orang mampu mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat,
sebagaimana tercantum dalam UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28H ayat (3), ”Setiap orang
berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermanfaat.”

Penyelenggaraan SJSN berdasarkan asas kemanusiaan dan berkaitan dengan penghargaan


terhadap martabat manusia. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 Pasal 2 menetapkan, “Sistem
Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat,asas
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Penjelasan Pasal 2 UU No. 40 Tahun 2004
menjelaskan bahwa asas kemanusiaan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia.
Jaminan sosial dari aspek tujuannya yakni untuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak
bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Hal ini diatur berdasarkan UU No. 40 Tahun
2004 Pasal 3 menetapkan, “Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota
keluarganya.” Penjelasan UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 3 menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak,
demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dengan demikian, bahwa landasan filosofis mengenai ungensinya jaminan sosial adalah
berlandaskan kepada hak asasi manusia dan hak konstitusional setiap orang, wujud tanggung
jawab Negara dalam pembangunan perekonomian nasional dan kesejahteraan social, asas
kemanusiaan dan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia, dan jaminan sosial
bertujuan untuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau
anggota keluarganya.

2. Landasan Yuridis
Landasan yuridis penyelenggaraan SJSN adalah UUD Negara Republik Indonesia Pasal
28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2). Pasal 28H ayat (3) diatur dalam Perubahan Kedua UUD NRI
1945 dan Pasal 34 ayat (2) diatur dalam Perubahan Keempat UUD NRI 1945. Amanat konstitusi
tersebut kemudian dilaksanakan dengan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial

7
Nasional (UU SJSN). Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No. 007/PUU-III/2005,
Pemerintah bersama DPR mengundangkan sebuah peraturan pelaksanaan UU SJSN setingkat
Undang-Undang, yaitu UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Nasional (UU BPJS). Peraturan Pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS terbentang mulai Peraturan
Pemerintah hingga Peraturan Lembaga. Penyelesaian seluruh dasar hukum bagi implementasi
SJSN yang mencakup UUD NRI, UU SJSN dan peraturan pelaksanaannya membutuhkan waktu
lima belas tahun (2000 – 2014).

Dengan demikian,landasan yuridis jaminan sosial adalah UUD Negara Republik


Indonesia Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2). Pasal 28H ayat (3) diatur dalam Perubahan
Kedua UUD NRI 1945 dan Pasal 34 ayat (2) diatur dalam Perubahan Keempat UUD NRI 1945.
Amanat konstitusi tersebut kemudian dilaksanakan dengan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No.
007/PUU-III/2005.

3. Landasan Sosiologis
Paradigma hubungan antara penyelenggara Negara dengan warganya mengalami
perubahan sangat mendasar sejak reformasi ketatanegaraan pada media tahun 1998. Selama
pemerintahan Orde Baru, hubungan tersebut berorientasi kepada Negara (state oriented).
Kemudian sejak reformasi hubungan tersebut berubah menjadi atau berorientasi kepada rakyat
yang berdaulat (people oriented). Rakyat tidak dipandang sebagai obyek tetapi subyek yang
diberi wewenang untuk turut menentukan kebijakan publik yang menyangkut kepentingan
mereka. Negara tidak lagi menguasai penyelenggaraan segala urusan pelayanan publik, tetapi
mengatur dan mengarahkannya.

Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut direspon oleh hukum. Salah satu
di antaranya adalah hukum jaminan sosial. Pemerintah membentuk dan mengundangkan UU
SJSN untuk menyikapi dinamika masyarakat dan menangkap semangat jamannya, menyerap
aspirasi, dan cita-cita hukum masyarakat. Penyelenggaraan program jaminan sosial diubah secara
mendasar untuk memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Prinsip dana amanat diberlakukan. Dana dikumpulkan dari iuran peserta sebagai dana
titipan kepada BPJS untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut
untuk kesejahteraan peserta.

8
C. Jenis-jenis Jaminan Sosial Naisonal

Berdasarkan pada UU SJSN menetapkan 5 (lima) jenis program jaminan sosial, yaitu:

1. Jaminan kesehatan

Jaminan adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan
tujuan untuk menjamin agar peserta dan anggota keluarganya memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.11

2. Jaminan kecelakaan kerja

Jaminan kecelakaan kerja adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara
nasional dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan
santunan uang tunai apabila ia mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat
kerja.12

3. Jaminan hari tua

Jaminan hari tua adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional
dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa
pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.13

4. Jaminan pensiun

Jaminan pensiun adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional
dengan tujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta
mengalami kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau
mengalami cacat tetap total.14

5. Jaminan kematian

Jaminan kematian adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional
dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta
yang meninggal dunia.
11
Lihat, asal 19 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 20 ayat 2 UU SJSN
12
Pasal 29 ayat 1 dan ayat 2 UU SJSN
13
Pasal 35 ayat 1 dan ayat 2 UU SJSN
14
Lihat, Pasal 39 ayat 1 dan ayat 2

9
Berdasarkan dari eksplanasi di atas, dengan demikian bahwa jenis-jenis jaminan sosial
adalah teridiri dari jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan, jaminan kerja, jaminan hari tua,
jaminan pension, jaminan kematian.

D. Badan Penyelenggara Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia

Untuk mengelola dana dan menyelenggarakan jaminan sosial agar berjalan dengan
efektif, maka diperlukan lembaga pengelola yang kredibel. Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang
SJSN disebutkan bahwa Dana Jaminan Sosial wajib dikelola dan dikembangkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial, selanjutnya Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa badan
penyelenggara jaminan sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan sosial. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, telah
ada badan-badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang juga dinyatakan masih berlaku sesuai
dengan Pasal 5 ayat (3), yaitu:
a) Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK).
b) Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri
(TASPEN).
c) Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ASABRI); dan
d) Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES).
Berdasarkan eksplikasi tersebut, bahwa dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi
No. 007/ PUU-III/2005 tanggal 30 Agustus 2005, pada intinya menyatakan bahwa negara harus
membentuk UU BPJS paling lambat 5 (lima) tahun sejak UU SJSN diundangkan, yaitu selambat-
lambatnya pada 19 Oktober 2009.15
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Pasal 5 ayat (2), (3), dan (4)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4456) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; Menolak
permohonan Pemohon selebihnya; Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara

15
Untuk lebih detail mengenai pertimbangan (ratio decidendi) hukum Mahkamah Konstitusi, lihat, Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 007/ PUU-III/2005 tanggal 30 Agustus 2005.

10
sebagaimana mestinya di simpulkan bahwa landasan hukum tentang transformasi tersebut adalah
sebagai berikut:
a.) Penjelasan Umum UU SJSN menjelaskan bahwa, BPJS dalam UU SJSN adalah
TRANSFORMASI dari BPJS yang sekarang telah berjalan, yaitu PT JAMSOSTEK, PT
TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES.
b.) Putusan Mahkamah Konstitusi No. 007/PUU-III/2005 tanggal 30 Agustus 2005
membatalkan PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES sebagai
BPJS sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) UU SJSN karena
bertentangan dengan UUD1945.
c.) Pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi menyebutkan bahwa, PT JAMSOSTEK, PT
TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES keberadaannya hanya dibutuhkan untuk mengisi
kekosongan hokum (rechts-vacuum) dan menjamin kepastian hukum (rechtszkerheid)
selama 5 (lima) tahun terhitung sejak 19 Oktober 2004 s.d 19 Oktober 2009 (Pasal 52
ayat (2) UU SJSN karena belum adanya BPJS yang memenuhi persyaratan agar UU
SJSN dapat dilaksanakan.
d.) Pasal 52 ayat (2) UU SJSN menyatakan bahwa, semua ketentuan yang mengatur
mengenai BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (PT JAMSOSTEK, PT TASPEN,
PT ASABRI, dan PT ASKES) disesuaikan dengan Undang-Undang ini paling lama 5
(lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Dari putusan Mahkamah Konstitusi
tersebut maka dalam waktu 5 (lima) tahun sejak 19 Oktober 2004 sudah harus dibuat
Undang-Undang yang mengatur tentang transformasi secara menyeluruh lembaga
penyelenggara jaminan sosial.
Sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi diatas, bahwa Mahkamah Konstitusi
memerintahkan untuk transformasi secara menyeluruh lembaga penyelenggara jaminan sosial.
Adapun transformasi menyeluruh adalah :16
1) Transformasi Kelembagaan; yaitu dari bentuk BUMN dengan badan hukum PT menjadi
BPJS berbentuk Badan Hukum Publik dengan 9 Prinsip (kegotong-royongan, nirlaba,
keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan wajib, dana amanat),
dan hasil pengeloaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan
program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. (Pasal 4 UU SJSN).
16
Roni Febriyanto , Jaminan Sosial : Haruskah Rakyat Menunggu, Jurnal Kajian Perburuhan Sedane Vol ll No.1
tahun 2011, h.. 47.

11
2) Transformasi Asset/Kekayaan; yaitu seluruh asset/kekayaan PT. JAMSOSTEK, PT
TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES baik dalam bentuk harta tidak bergerak, harta
bergerak termasuk dana pesert menjadi asset/kekayaan BPJS yang dibentuk dengan UU
BPJS.
3) Transformasi Kepesertaan; yaitu seluruh peserta yang terdaftar dalam PT JAMSOSTEK,
PT TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES menjadi Peserta BPJS yang dibentuk dengan
UU BPJS.
4) Transformasi Program; yaitu program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh PT
JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES menjadi program BPJS yang
dibentuk dengan UU BPJS, dengan perluasan program, seperti program Jaminan Pensiun
yang sebelumnya tidak ada pada PT. Jamsostek.
Selain makna transformasi di atas, makna transformasi yang lainnya menurut Asih Eka
Putri adalah Transformasi keempat BUMN PT (Persero) menjadi BPJS bersifat sangat mendasar.
Perubahan ini mencakup filosofi, badan hukum, organisasi, tata kelola, dan budaya organisasi,
sebagai berikut:
 filosofi penyelenggaraan jaminan sosial ditetapkan kembali sebagai upaya untuk
mewujudkan hak konstitusional warga negara atas jaminan sosial,
 bentuk badan hukum diubah menjadi badan hukum publik dengan kewenangan publik
dan privat, serta termasuk lembaga Negara berkedudukan langsung di bawah Presiden,
 organ badan penyelenggara diubah menjadi organ yang terdiri dari Dewan Pengawas dan
Direksi dengan proses perekrutan secara terbuka,
 penataan ulang tata kelola program yang bercirikan prinsip asuransi sosial, segmentasi
pengelolaan ke dalam dua kelompok program (program jaminan kesehatan dan program
jaminan non kesehatan), pemisahan aset BPJS dengan aset Dana Jaminan Sosial, serta
penyertaan dana Pemerintah,
 budaya organisasi mencerminkan upaya merealisasikan tujuan public untuk memberikan
kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mengingat pemerintah tidak dapat memenuhi dibentuknya BPJS sebagaimana putusan
Mahkamah Konstitusi No. 007/PUU-III/2005 tanggal 30 Agustus 2005 yang seharusnya
dilaksanakan paling lambat pada 19 Oktober 2009, maka warga yang tergabung dalam KAJS
(Komite Aksi Jaminan Sosial) yang terdiri dari elemen buruh, tani, nelayan, mahasiswa, LSM

12
mengajukan gugatan ke PN Jakarta Pusat. Gugatan Warga Negara (Citizen Law Suite) mulai
tanggal 26 Juni 2010 dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Perkara Nomor
278/PDT.G/PN.JKT.PST tanggal 13 Juli 2011, yang memeriksa dan mengadili Gugatan Warga
Negara (Citizen Law Suit), membuktikan bahwa DPR dan Pemerintahan SBY terbukti bersalah
telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum. Pemerintahan SBY telah lalai dengan tidak
menjalankan UU SJSN, dan karenanya Ketua DPR RI dan Presiden SBY dihukum harus segera
melaksanakan UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dengan: (a)
Segera mengundangkan UU BPJS; (b) Membentuk PP dan Perpres yang diperintahkan UU
SJSN; (c) Melakukan penyesuaian BPJS yang ada dengan UU No. 40 tahun 2004 tentang
SJSN.17
Setelah disahkannya Undang-Undang Nonor 24 Tahun 2011 tentang BPJS tanggal 25
Nopember 2011, maka terjadi regulasi terhadap penyelenggaraan jaminan sosial yang merupakan
amanat Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Secara garis besar isi UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang
BPJS meliputi:
1) BPJS dibagi 2, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
2) BPJS berbentuk Badan Hukum Publik
3) BPJS bertanggung-jawab langsung kepada Presiden
4) BPJS berwenang menagih iuran, menempatkan dana, melakukan pengawasan dan
pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan pemberi kerja, mengenakan sanksi
administrasi kepada Peserta dan pemberi kerja.
5) Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia,
wajib menjadi peserta Program Jaminan Sosial.
6) Sanksi adminstratif yang dapat dilakukan oleh BPJS: teguran tertulis dan denda.
7) Pemerintah mendaftarkan penerima bantuan Iuran dan anggota keluarganya sebagai
peserta kepada BPJS
8) Pemberi kerja wajib memungut iuran yang menjadi beban peserta dari pekerjanya dan
menyetorkannya kepada BPJS.
9) Pemberi kerja wajib membayar dan menyetor iuran yang menjadi tanggung jawabnya
kepada BPJS.
17
http://lembagainformasiperburuhansedane.blogspot.com/2011/10/jaminan-sosial-haruskan-rakyat-menunggu .
Diakses pada tanggal 20 April 2020.

13
10) Peserta yang bukan pekerja dan bukan penerima bantuan Iuran wajib membayar dan
menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.
11) Pemerintah membayar dan menyetor Iuran untuk Penerima Bantuan Iuran kepada
BPJS.
12) Jika pemberi kerja tidak memungut iuran yang menjadi beban peserta dari pekerjanya
dan tidak menyetorkannya kepada BPJS dan atau jika pemberi kerja tidak membayar
dan menyetor iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS, dipidana penjara
paling lama 8 tahun atau pidana denda paling banyak 1 miliar.
13) BPJS Kesehatan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014, semua pegawai PT.
Askes (Persero) menjadi pegawai BPJS Kesehatan.
14) Pada tanggal 1 Januari 2014 PT. Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS
Ketenagakerjaan. Semua pegawai PT. Jamsostek (Persero) menjadi pegawai BPJS
Ketenagakerjaan.
15) Paling lambat tanggal 1 Juli 2015 PT. Jamsostek (Persero) mulai beroperasi
menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua,
program jaminan pensiun dan program jaminan kematian bagi peserta, tidak termasuk
peserta yang dikelola PT. TASPEN (Persero) dan PT. ASABRI (Persero).
16) PT. ASABRI (Persero) menyelesaikan pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun paling lambat tahun
2029.
Dengan demikian, berdasarkan dari eksplanasi di atas, yang menjadi serta permasalahan
yang lain yakni penerapan kartu indonesia sehat (KIS) yang direncakan dan akan diterapkan oleh
pemerintah. Menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menyatakan siap mendukung
penuh peluncuran sekaligus berjalannya program Kartu Indonesia Sehat (KIS) ke depan. KIS
merupakan program jaminan kesehatan baru untuk masyarakat yang dicetuskan Presiden RI Joko
Widodo.
Selanjutnya menurut Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan, Tono
Rustiano mengatakan bahwa, masyarakat terutama pengguna BPJS tidak perlu khawatir perihal
program KIS ini. Sebab KIS hanya merupakan merek baru atau nama lain dari BPJS. “Ini hanya
merek baru saja. BPJS sudah terintegrasi dengan KIS. Dan pengelolaan KIS nantinya juga akan
tetap oleh BPJS,” dilanjutkan oleh Beliau, pengintegrasian tersebut telah dan akan dilakukan

14
secara bertahap. “Kita sedang lakukan bertahap. Tidak hanya pengguna BPJS, seperti Jamkesmas
itu juga nantinya akan kita jadikan KIS secara bertahap,” lanjutnya.
Mengingat KIS akan mulai diluncurkan dengan segera, Tono juga mengaku pihaknya
telah melakukan rangkaian persiapan terutama untuk menghadapi ribuan pendaftar nantinya.
“Kita sudah sangat siap. Targetnya 15 ribu dari daftar 1,7 juta dari penduduk seluruh Indonesia,”
Teknis persiapan BPJS menghadapi peluncuran KIS juga turut disampaikan oleh Direktur
Hukum Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga Purnawarman Basundoro. “Ya kami sudah
melakukan persiapan tentunya dari mulai IT dan segala macam, sampai komunikasi melalui
media juga,” ujarnya.
Dapat diketahui bahwa dalam penyelenggaraan jaminan social dari hasil transformasi
lembaga penyelenggara jaminan social yakni BPJS dan terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. Selain itu, masih terdapat pesero yang menyelenggarakan jaminan social saat
ini untuk sampai jangka waktu yang ditentukan berdasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi
untuk melayani subjek hukum (peserta) tertentu yang belum bertransformasi menjadi BPJS yakni
PT. ASABRI dan PT. TASPEN, serta permasalahan yang lain yakni penerapan Kartu Indonesia
Sehat (KIS) yang direncanakan dan akan diterapkan oleh Pemerintah Negara Indonesia.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Jaminan sosial (social security) merupakan bagian dari konsep perlindungan sosial (social
protection), dimana perlindungan sosial sifatnya lebih luas. Perbedaan keduanya adalah bahwa
jaminan sosial memberikan perlindungan sosial bagi individu dengan dana yang diperoleh dari
iuran berkala, sedangkan perlindungan sosial biasanya melibatkan banyak pihak dalam
memberikan perlindungan baik kepada individu, keluarga atau komunitas dari berbagai risiko
kehidupan yang tidak dapat diprediksi sebelumnya seperti krisis ekonomi, atau bencana alam.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat BAPPENAS yang telah mengadakan Kajian awal Tentang
Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dan dalam kajian tersebut dikemukakan pendapat bahwa
jaminan sosial mencakup dua hal yaitu (a) Asuransi Sosial (social insurance) dan (b) Bantuan
Sosial (Social Assistance).

Asuransi sosial mempunyai konsep sebagaimana asuransi pada umumnya, dimana


pembayaran premi menjadi tanggungan bersama antara pemberi kerja (yaitu pemerintah atau
pengusaha) dan pekerja (Pegawai Negeri Sipil (PNS), ABRI/POLRI atau pegawai swasta) oleh
karena adanya hubungan kerja. Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SJSN,
definisi Asuransi Sosial adalah sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 ayat 3 yaitu suatu
mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan
perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.
Sedangkan bantuan sosial, berupa “bantuan” dalam berbagai bentuk, uang, jasa maupun barang
dengan tujuan sosial.
Penyelenggaraan SJSN berdasarkan asas kemanusiaan dan berkaitan dengan penghargaan
terhadap martabat manusia. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 Pasal 2 menetapkan, “Sistem
Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat,asas
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Penjelasan Pasal 2 UU No. 40 Tahun 2004
menjelaskan bahwa asas kemanusiaan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia.
Jaminan sosial dari aspek tujuannya yakni untuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak
bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Hal ini diatur berdasarkan UU No. 40 Tahun

16
2004 Pasal 3 menetapkan, “Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota
keluarganya.” Penjelasan UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 3 menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak,
demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

B. Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada Mahasiswa untuk dapat memahami
tentang bagaimana Konsep Jaminan Sosial Nasional pada Implementasi Undang-undang SJSN
dan Undang-undang BPJS, serta mampu mempelajari Sistem Jaminan Sosial Nasional yang ada
di Indonesia sehingga dapat mengaplikasikan dalam dunia kesehatan masyarakat. Dan kepada
Pemerintah diharapkan agar menindaklanjuti tentang berbagai program Sistem Jaminan Sosial
Nasional yang telah direncanakaan sebelumnya.

17
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Subianto, Sistem Jaminan Sosial Nasional, hal: 277, Gibon Books, Jakarta, 2010
Agusmindah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Dinamika & Kajian Teori, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 2010, h.xi.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Sistim Perlindungan dan Jaminan
Sosial (Suatu Kajian awal), 2002.
http://lembagainformasiperburuhansedane.blogspot.com/2011/10/jaminan-sosial-haruskan-
rakyat-menunggu. Di akses pada tanggal 20 April 2020.
Kementrian Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Indonesia, Reformasi Sistem Jaminan
Sosial di Indonesia : Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan
Nasional Indonesia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi RI, Kementrian Kordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2006. H. 33.
Llihat, Spicker, Paul (1995), Social Policy: Themes and Approaches, London: Prentice-Hall dan
MHLW (Ministry of Health, Labour and Welfare of Japan) (1999), Tokyo: MHLW.
MHLW (Ministry of Health, Labour and Welfare of Japan) Annual Report on Health and
Welfare, h. 2.
Mudiyono, Jaminan Sosial di Indonesia: Relevansi Pendekatan Informal, Jurnaillmu Sosial dan
llmu Politik, Volume 6, Nomor I, Juli 2002, h. 68.

Pasal 19 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 20 ayat 2 UU SJSN


Pasal 29 ayat 1 dan ayat 2 UU SJSN
Pasal 35 ayat 1 dan ayat 2 UU SJSN
Pasal 39 ayat 1 dan ayat 2
Pertimbangan (ratio decidendi) hukum Mahkamah Konstitusi, lihat, Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 007/ PUU-III/2005 tanggal 30 Agustus 2005.
Roni Febriyanto , Jaminan Sosial : Haruskah Rakyat Menunggu, Jurnal Kajian Perburuhan
Sedane Vol ll No.1 tahun 2011, h.. 47.
Rys, Vladimir, Merumuskan Ulang Jaminan Sosial, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2011, h. 23.

Spicker, Paul (1995), Social Policy: Themes and Approaches, h. 60.


Tim Internal SJSN PT Jamsostek (Persero), Kerangka Jaminan Sosial, “Menuju Implementasi
SJSN yang Ideal”.

18

Anda mungkin juga menyukai