Anda di halaman 1dari 29

KEADAAN KESEHATAN BAYI,

BATITA DAN BALITA


DI INDONESIA

Disusun oleh :

ANGGOTA KELOMPOK 1

Anisa Dwi Darmayanti (P07224320076)


Aran Mayang Safitri (P0722432007)
Azizah Chairun Nisa ( P07224320078)
Erni Agustina (P07244320082)

KEBIDANAN
SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
POLTEKKES KEMENKES
KALIMANTAN TIMUR
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.wb
Atas rahmat dan karunia-Nya.Sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalahyang berjudul “Keadaan Kesehatan Bayi dan Balita di Indonesia”.
Dengan tugas mata kuliah Ilmu Kesehatan Anak.Penyusun sangat menyadari,
bahwa dalam makalah ini masih banyakkekurangan maupun kesalahan.Untuk itu
kepada para pembaca harap memaklumiadanya mengingat keberadaan penyusunlah
yang masih banyak kekurangannya
Dalam kesempatan ini pula penyusun mengharapkan kesediaan pembaca
untuk memberikan saran yang bersifat perbaikan, yang dapat menyempurnakan
isimakalah ini dan dapat bermanfaat di masa yang akan datang.Akhir kata semoga
makalah ini dapat membawa wawasan, khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi
para pembaca.

Wassalamualaikum Wr.wb

Tanggal, Tempat

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................I


DAFTAR ISI........................................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................3


1.1 Latar Belakang ................................................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................................5
1.3 Tujuan ............................................................................................................................6
1.4 Manfaat .........................................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................7


2.1 Konsep Dasar Bayi,Batita dan Balita..............................................................................13
2.2 Morbiditas dan Mortalitas Pada Bayi , Balita ,dan Batita 5 Tahun Terakhir di
Indonesia .........................................................................................................................16
2.3 Penyebab Morbaditas dan Mortalitas Pada Bayi , Balita dan Batita 5 Tahun
Terakhir Di Indonesia .....................................................................................................19
2.4 Upaya Penurunan Morbiditas dan Mortalitas pada Bayi ,Balita dan Batita ...................22

BAB III PENUTUP .............................................................................................................23


3.1 Kesimpulan .....................................................................................................................24
3.2 Saran ...............................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam bidang kesehatan saat ini, masalah kesehatan anak merupakan salah satu
masalah utama yang ada di negara berkembang terrnasuk Indonesia. Penyakit diare
rnerupakan salah satu rnasa rnasalah kesehatan utarna di negara berkembang
termasuk Indonesia. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama
dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia (Kompas,2006).
Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anaksebagai
generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam
meneruskan pembangunan bangsa.

Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam


perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (Kompas 2006).Dalam menentukan
derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapaindikator yang dapat digunakan
antara lain angka kematian bayi, angkakesakitan bayi, status gizi, dan angka harapan
hidup waktu lahir.Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam
menentukanderajat kesehatan anak (WHO, 2002) karena merupakan cerminan dari
statuskesehatan anak saat ini. Angka kematian bayi dan balita di Indonesia
adalahtertinggi di negara ASEAN. Sedangkan angka kesakitan bayi menjadi indikator
ke dua dalam menentukan derajat kesehatan anak, karena nilaikesakitan merupakan
cerminan dari lemahnya daya tahan tubuh bayi dan anak balita. Kesehatan anak
merupakan hal yang penting, mengingat anak rnerupakan generasi penerus bangsa
yang rneneruskan pernbangunan bangsa ke arah yang lebih baik Untuk mewujudkan
generasi yang berkualitas dan sehat, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
diantaranya faktor nutrisi dan tumbuh kernbang anak Tumbuh kernbang anak dapat
eli pengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: gizi, genetik, lingkungan serta
penyakit .

iii
Upaya Pemerintah, dilakukan dengan pendekatan strategis maupun pendekatan
taktis. Pendekatan strategis yaitu berupaya mengoptimalkan operasional pelayanan
kesehatan terhadap ibu hamil dan pelayanan kesehatan balita. Pendekatan taktis
merupakan upaya antisipasi meningkatnya prevalensi balita gizi buruk serta upaya
penurunannya melalui berbagai kajian atau penelitian yang berkaitan dengan gizi
buruk. Kebijakan dan strategi kesehatan di Indonesia difokuskan pada intervensi-
intervensi yang meliputi: imunisasi, manajemen terpadu balita sakit (MTBS),
intervensi gizi pada anak, penguatan peran keluarga, dan peningkatan akses terhadap
fasilitas kesehatan serta partisipasi masyarakat melalui kegiatan posyandu yang
meliputi pemantauan gizi bayi dan balita setiap bulan melalui penimbangan berat
badan, imunisasi dasar, yang kemudian dicatat dalam KMS untuk balita

Salah satu prinsip yang harus diperhatikan dalam makanan seimbang adalah
keanekaragaman pangan. Prinsip keanekaragaman yang dimaksud adalah
keanekaragaman jenis pangan termasuk proporsi makanan yang seimbang, dalam
jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan dilakukan secara teratur (Kemenkes RI,
2014). Ketika masuk usia tiga tahun, anak mulai bersifat ingin mandiri dalam memilih
dan menentukan makanan yang ingin dikonsumsinya. Anak sering menolak makanan
yang tidak disukai dan hanya memilih makanan yang disukai sehingga perlu
diperkenalkan kepada mereka keragaman makanan untuk mengoptimalkan
pencapaian gizi seimbang (Susilowati dan Kuspriyanto, 2016). Mengonsumsi
keragaman makanan perlu dilakukan karena tidak ada satupun jenis makanan yang
mengandung semua jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk menjamin
pertumbuhan dan mempertahankan kesehatannya.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menyebutkan


bahwa proporsi status gizi buruk dan gizi kurang pada balita mencapai 17,7% dan
proporsi status gizi stunting mencapai 30,8%. Hal ini mengindikasikan bahwa belum
tercapainya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan
target proporsi status gizi buruk dan gizi kurang sebesar 17% dan status gizi stunting
sebesar 28% pada tahun 2019. Konsumsi keragaman makanan pada balita dapat
menjamin kelengkapan zat gizi yang diperlukan tubuhnya, karena setiap makanan
mengandung sumber zat gizi yang berbeda baik jenis maupun jumlahnya (Susilowati
dan Kuspriyanto, 2016). Sementara itu, berdasarkan data Survei Konsumsi Makanan
Individu (SKMI) tahun 2014 menyebutkan sebanyak 54,2% balita memiliki asupan
protein lebih dari AKP (Angka Kecukupan Protein) dengan rata-rata asupan protein
sebesar 134,5%

Untuk mengetahui keragaman makanan yang telah dikonsumsi dapat digunakan


sebuah instrument yaitu IDDS (Individual Dietary Diversity Score). IDDS adalah
indikator yang umum digunakan untuk menilai jumlah kelompok pangan yang
dikonsumsi balita yaitu usia 6-23 bulan dan 24-59 bulan. IDDS juga dapat digunakan
untuk menilai jumlah kelompok pangan orang dewasa. Penilaian menggunakan skor
IDDS berdasarkan pada jumlah rata-rata berbagai kelompok makanan yang
dikonsumsi oleh individu pada satu hari sebelumnya.

Gizi buruk tertinggi nomor enam pada tahun 2019, yaitu sebesar 0,63%. Dampak
yang timbul akibat gizi buruk diantaranya penurunan dan kegagalan fungsi organ
seperti penurunan kemampuan menyekresi enzim-enzim pencernaan oleh sel pankreas
dan mukosa usus pada organ pencernaan, kerusakan struktur sel hati, penurunan
konsentrasi hormon insulin pada organ endokrin, penurunan cardiac output dan
menghambat sirkulasi darah pada sistem kardiovaskuler, dan kerusakan struktur ginjal
(Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Ketika prevalensi balita stunting mengalami
penurunan dari 9,75% menjadi 8,35% dari tahun sebelumnya, sebaliknya prevalensi
status gizi gemuk menempati prevalensi tertinggi yaitu sebesar 8,81%

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep Dasar Bayi , Batita dan Balita?


2. Bagaimana Morbiditas dan Mortalitas pada bayi , batita dan balita 5 Tahun
Terakhir di Indonesia ?
3. Apa Penyebab Morbiditas dan Mortalitas pada bayi, batita dan balita di Indonesia
5 tahun Terakhir?
4. Bagaimana Upaya Upaya Penurunan Morbiditas dan Mortalitas Pada Bayi , Balita
dan Batita ?
5
1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk Mengetahui Konsep dasar Bayi , Batita dan Balita di Indonesia.


2. Untuk Mengetahui orbiditas dan Mortalitas pada bayi , batita dan balita 5 Tahun
terakhir di Indonesia.
3. Untuk Mengetahui Penyebab Morbiditas dan Mortalitas pada bayi, batita dan
balita di indonesia 5 tahun terakhir.
4. Untuk Mengetahui Upaya Upaya Penurunan Morbiditas dan Mortalitas Pada
Bayi , Balita dan Batita.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademik

a. Bagi institusi pendidikan


Dapat dimanfaatkan sebagai bahan diskusi dalam proses belajar mengajar maupun
penelitian di bidang gizi dan informasi kesehatan. Diharapkan dapat membantu
pengembangan ilmu pengetahuan mengenai keragaman makanan pada anak usia 24-
59 bulan ditinjau dari skor IDDS (Individual Dietary Diversity Score).

b. Bagi peneliti
Dapat dimanfaatkan sebagai sarana meningkatkan pengetahuan dan wawasan
keragaman makanan pada anak usia 24-59 bulan ditinjau dari skor IDDS (Individual
Dietary Diversity Score) dan sebagai referensi dasar atau acuan dalam pengembangan
lain di kemudian hari.
6
BAB II
ISI

2.1 Konsep dasar Bayi,Balita , dan Batita


A. Balita
Balita adalah individu atau sekelompok individu dari suatu penduduk yang
berada dalam rentan usia tertentu. Usia balita dapat dikelompokkan menjadi tiga
golongan yaitu golongan usia bayi (0-2 tahun), golongan batita (2-3 tahun), dan
golongan prasekolah (>3-5 tahun). Adapun menurut WHO, kelompok balita
adalah 0-60 bulan (Adriani dan Bambang, 2014).

Karakteristik Balita
Berdasarkan karakteristiknya, balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu anak lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang dikenal dengan
“batita” dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal
dengan usia “prasekolah”.

Kebutuhan Gizi
Masa balita merupakan masa kehidupan yang sangat penting dan perlu
perhatian yang serius. Pada masa ini balita perlu memperoleh zat gizi dari
makanan sehari-hari dalam jumlah yang tepat dan kualitas yang baik (Adriani dan
Bambang, 2014). Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya harus ada
keseimbangan sehingga diperoleh status gizi yang baik. Status gizi balita dapat
dipantau dengan penimbangan anak setiap bulan dan dicocokkan dengan Kartu
Menuju Sehat (KMS).

Tumbuh Kembang Balita,Bayi,dan Batita


Pertumbuhan pada bayi dan balita merupakan gejala kuantitatif. Pada
konteks ini, berlangsung perubahan ukuran dan jumlah sel, serta jaringan
intraseluler pada tubuh anak. Dengan kata lain, berlangsung proses multiplikasi
organ tubuh anak, disertai penambahan ukuran-ukuran tubuhnya. Hal ini ditandai
oleh:
a. Meningkatnya berat badan dan tinggi badan.
b. Bertambahnya ukuran lingkar kepala.
c. Muncul dan bertambahnya gigi dan geraham.
d. Menguatnya tulang dan membesarnya otot-otot.
e. Bertambahnya organ-organ tubuh lainnya, seperti rambut, kuku, dan
sebagainya.Penambahan ukuran-ukuran tubuh ini tentu tidak harus drastis. Sebaliknya,
berlangsung perlahan, bertahap, dan terpola secara proporsional pada tiap bulannya.
Ketika didapati penambahan ukuran tubuhnya, artinya proses pertumbuhannya
berlangsung baik. Sebaliknya jika yang terlihat gejala penurunan ukuran, itu sinyal
terjadinya gangguan atau hambatan proses pertumbuhan

Kebutuhan Utama Proses Tumbuh dan Kembang


Dalam proses tumbuh kembang, anak memiliki kebutuhan yang harus
terpenuhi, kebutuhan tersebut yakni ;
a. Kebutuhan akan gizi11 (asuh);
b. Kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih); dan
c. Kebutuhan stimulasi dini (asah) (PN.Evelin dan Djamaludin. N. 2010).

A. Pemenuhan kebutuhan gizi (asuh).


Usia balita adalah periode penting dalam proses tubuh kembang anak yang
merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pada usia ini, perkembangan
kemampuan berbahasa, berkreativitas, kesadaran social, emosional dan inteligensi
anak berjalan sangat cepat. Pemenuhan kebutuhan gizi dalam rangka menopang
tumbuh kembang fisik dan biologis balita perlu diberikan secara tepat dan
berimbang. Tepat berarti makanan yang diberikan mengandung zat- zat gizi yang
sesuai kebutuhannya, berdasarkan tingkat usia. Berimbang berarti komposisi zat-
zat gizinya menunjang proses tumbuh kembang sesuai usianya. Dengan
terpenuhinya kebutuhan gizi secara baik, perkembangan otaknya akan
berlangsung optimal. Keterampilan fisiknya pun akan berkembang sebagai
dampak perkembangan bagian otak yang mengatur sistem sensorik dan
motoriknya
B. Pemenuhan kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih). Kebutuhan ini meliputi
upaya orang tua mengekspresikan perhatian dan kasih sayang, serta perlindungan
yang aman dan nyaman kepada si anak. Orang tua perlu menghargai segala
keunikan dan potensi yang ada pada anak. Pemenuhan yang tepat atas kebutuhan
emosi.
atau kasih sayang akan menjadikan anak tumbuh cerdas secara emosi, terutama
dalam kemampuannya membina hubungan yang hangat dengan orang lain. Orang
tua harus menempatkan diri sebagai teladan yang baik bagi anak-anaknya. Melalui
keteladanan tersebut anak lebih mudah meniru unsur-unsur positif, jauhi
kebiasaan
C. Pemenuhan kebutuhan stimulasi dini (asah).
Stimulasi dini merupakan kegiatan orangtua memberikan rangsangan tertentu
pada anak sedini mungkin. Bahkan hal ini dianjurkan ketika anak masih dalam
kandungan dengan tujuan agar tumbuh kembang anak dapat berjalan dengan
optimal. Stimulasi dini meliputi kegiatan merangsang melalui sentuhan- sentuhan
lembut secara bervariasi dan berkelanjutan, kegiatan mengajari anak
berkomunikasi, mengenal objek warna, mengenal huruf dan angka. Selain itu,
stimulasi dini dapat mendorong munculnya pikiran dan emosi positif, kemandirian,
kreativitas dan lain-lain.

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Gizi


Penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin
diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang kurang
tetapi juga karena penyakit. Anakyang mendapat makanan yang baik tetapi karena
sering sakit diare atau demam dapat menderita kurang gizi. Demikian pada anak yang
makannya tidak cukup baik maka daya tahan tubuh akan melemah dan mudah
terserang penyakit. Kenyataannya baik makanan maupun penyakit secara bersama-
sama merupakan penyebab kurang gizi.

Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan


anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan adalah
kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga
dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya. Pola pengasuhan adalah kemampuan
keluarga untuk menyediakan waktunya, perhatian dan dukungan terhadap anak agar
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, dan sosial.
Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana
pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh seluruh keluarga.Faktor-faktor
tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan
keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan terdapat
kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola
pengasuhan anak dan keluarga makin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada.
Ketahanan pangan keluarga juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga
pangan,dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.

Penanggulangan Kesehatan Gizi Balita


Program penanggulangan gizi dapat dibedakan antara program langsung yaitu
pemberian makanan tambahan, vitamin dan mineral. Sedangkan program tidak
langsung yaitu peningkatan pendapatan keluarga, pengendalian harga pangan,
peningkatan program kesehatan. Kedua program ini harus dilaksanakan secara
simultan apabila kita menginginkan berhasilnya usaha peningkatan status gizi
(Suhardjo,1996).
Beberapa program intervensi gizi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kurang
gizi secara langsung:

a. Fortifikasi
Fortifikasi adalah proses dimana zat gizi ditambahkan kedalam makanan untuk
menjaga atau meningkatkan kualitas diet suatu kelompok, komunitas atau populasi,
contohnya adalah fortifikasi yodium dalam garam, vitamin A dalam tepung dan mie.
b. Makanan formula
Makanan formula merupakan suatu proses untuk mengembangkan makanan yang
bernilai gizi tinggi untuk golongan rawan (balita, bumil dan ibu menyusui) yang
kekurangan gizi, contoh MP-ASI untuk balita.
c. Makanan tambahan
Makanan tambahan adalah salah satu bentuk intervensi langsung untuk menyediakan
jenis makanan yang penting tetapi kurang dalam
diet normal pada golongan rawan (balita, bumil dan ibu menyusui).
d. Suplementasi zat gizi mikro
Kekurangan zat gizi mikro merupakan penyebab timbulnya masalah gizi dan
kesehatan disebagian besar wilayah Indonesia. Prevalensi anemia pada ibu keluarga
miskin masih tinggi yaitu 20-30%, disertai asupan vitamin A yang sangat rendah.
Kekurangan vitamin A, yodium, Zn dan zat besi mengakibatkan angka kesakitan,
angka kematian, hambatan pertumbuhan, kerusakan sel otak dan rendahnya tingkat
intelegensia dan kinerja pada anak-anak maupun dewasa (Sutrisno, 2006). Untuk
mengatasi hal ini perlu dilakukan suplemen zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral,
contohnya pemberian kapsul vitamin A untuk balita, pemberian Fe untuk bumil,
pemberian kapsul yodium untuk wanita usia subur (WUS), anak sekolah
e. Evaluasi Status Gizi

Evaluasi status gizi, dilakukan setelah suatu program intervensi gizi secara
langsung telah dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilaksanakan dengan cara
penilaian status gizi secara langsung maupun secara tidak langsung seperti
saat penilaian awal status gizi. Namun dalam hal penelitian ini, tidak semua
metode penilaian status gizi dilaksanakan. Dalam penelitian ini, metode yang
dilaksanakan adalah penilaian secara langsung dengan penimbangan berat
badan, kemudian hasil penimbangan dibandingkan dengan standar baku
Depkes dan KMS, yaitu berat badan berdasarkan umur (BB/U), kemudian
diklasifikasikan dalam status gizi (gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi
lebih), juga hasil penimbangan diinterpretasikan dalam KMS yaitu bawah
garis merah (BGM), garis kuning, garis hijau dan di atas garis hijau.

B. Bayi
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu
sampai 42 minggu dengan berat lahir 2.500 gram sampai 4000 gram, cukup bulan,
langsung menangis dan tidak ada cacat bawaan, serta ditandai dengan pertumbuhan
dan perkembangan yang cepat. Bayi merupakan makhluk yang sangat peka dan halus,
apakah bayi itu akan terus tumbuh dan berkembang dengan sehat, sangat bergantung
pada proses kelahiran dan perawatannya. Tidak saja cara perawatannya, namun pola
pemberian makan juga sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan bayi

Bayi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu bayi cukup bulan, bayi premature,
dan bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR) (Hayati, 2009). Bayi (Usia 0-11
bulan) merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat yang mencapai
puncaknya pada usia 24 bulan, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas
sekaligus periode kritis.
Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi
Pertumbuhan adalah sesuatu yang berkaitan dengan perubahan baik dari segi
jumlah, ukuran, dan dimensi pada tingkat sel, organ yang di ukur maupun individu.
Pertumbuhan pada masa anak-anak mengalami perbedaan yang bervariasi sesuai
dengan bertambahnya usia anak secara umum, pertumbuhan fisik dimulai dari arah
kepala ke kaki (cephalokauudal). Kemtangan pertumbuhan tubuh pada bagian kepala
berlangsung lebih dahulu, kemudian secara berangsur-angsur diikuti oleh tubuh.
Ada perbedaan antara konsep pertumbuhan dan perkembangan pada bayi,
konsep pertumbuhan lebih kearah fisik, yaitu pertambahan berat tubuh bayi. Dalam
hal ini terjadi pertumbuhan organ-organ bayi seperti tulang, gigi, organ-organ dalam,
dan sebagainya. Sementara itu, konsep perkembangan lebih mengarah pada segi
psikologis, yaitu menyangkut perkembangan sosial, emosional, dan kecerdasan.
Perkembangan pada bayi terdiri dari beberapa tahap antara lain sebagai berikut :

⚫ Periode usia 0-1 bulan (periode neonatus/bayi awal):


Terjadi penyesuaian sirkulasi darah dan insiasi pernapasan serta fungsi lain.
⚫ Periode usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun (periode bayi tengah):
Terjadi pertumbuhan yang cepat dan maturasi fungsi terutama pada saraf.
Maturasi fungsi adalah pemataangan fungsi-fungsi organ tubuh, misalnya pada
organ pencernaan dari hanya bias mencerna susu hingga dapat mencerna
makanan padat.
⚫ Periode usia 1-2 tahun (periode bayi akhir):
Terjadi perkembangan motoric besar dan halus, control fungsi ekskresi (buang air
besar) dan pertumbuhan lambat.

C. Batita
Batita merupakan anak usia 12-36 bulan (1-3 tahun), dimana pada periode ini
anak berusaha mencari tahu bagaimana sesuatu bekerja dan mengontrol orang lain
melalui penolakan, kemarahan, dan tindakan keras kepala. Pada periode ini adalah
periode pertumbuhan dan perkembangan anak berkembang secara optimal (Wong,
2000). Pada periode anak usia toddler terdapat beberapa ciri-ciri perkembangan yaitu
anak selalu ingin mencoba hal yang diinginkannya dan rasa ingin tahu tentang sesuatu
lebih tinggi, anak usia toddler menolak atau menuntut apa yang dia inginkan atau
yang tidak diinginkan, dan didalam anak usia toddler sudah tertanam rasa otonomi .
Anak usia 1-3 tahun atau batita adalah konsumen pasif, yang artinya anak menerima
makanan apa yang diberikan oleh ibunya sehingga batita sebaiknya dikenalkan
dengan berbagai makanan. Laju pertumbuhan batita lebih besar dibandingkan usia
prasekolah sehingga memerlukan jumlah makanan yang relatif besar dengan pola
makan yang diberikan dalam porsi kecil, Saat usia batita anak masih tergantung penuh
kepada orang tuanya untuk melakukan kegiatan yang penting seperti mandi,buang air
besar dan kecil, dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah baik tetapi
kemampuan lain masih terbatas.

Karakteristik Batita
Perkembangan pada anak usia 1-3 tahun ditandai dengan peningkatan dalam
gerakan motorik kasar dan halus yang cepat. Khusus anak usia 12-24 bulan
perkembangan yang penting yaitu antara lain adalah berjalan, mengeksplorasi rumah
dan sekeliling, menyusun 2-3 kotak, mengatakan 5-10 kata, naik turun tangga,
menunjukan mata dan hidungnya, dan menyusun kata (Supartini, 2004). Sedangkan
pertumbuhan pada anak usia batita menjadi lebih lambat karena rata rata berat
badannya hanya bertambah 0,23 kg perbulan dan pertambahan tinggi badan 1 cm
perbulan. Pertumbuhan batita seperti ini hal normal, namun asupan energi dan zat-zat
lain yang adekuat yang sangatlah penting untuk memenuhi kebutuhan gizi.

2.2 Morbiditas dan Mortalitas pada bayi , batita dan balita 5 Tahun terakhir di
Indonesia
Morbalitas Bayi adalah perbandingan antara jumlah penduduk karena penyakit
tertentu dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun, dan dinyatakan dalam per
1000 penduduk. Kegunaandari mengetahui angka kesakitan ini adalah sebagai
indikator yangdigunakan untuk menggambarkan pola penyakit tertentu yang terjadi
dimasyarakat. Angka kesakitan bayi adalah perbandingan antara jumlah penyakit
tertentu yang ditemukan di suatu wilayah tertentu pada kurunwaktu satu tahun dengan
jumlah kasus penyakit bayi tertentu yangditemukan di suatu wilayah pada kurun
waktu yang sama dikali seratus persen.
13
Mortalitas Bayi
Angka kematian (Mortalitas) digunakan untuk menggambarkan pola penyakit
yang terjadi di masyarakat. Kegunaan dari mengetahui angkakematian ini adalah
sebagai indikator yang digunakan sebagai ukuranderajat kesehatan untuk melihat
status kesehatan penduduk dankeberhasilan pelayanan kesehatan dan upaya
pengobatan yang dilakukan.Sementara itu, yang dimaksud dengan angka kematian
bayi adalahkematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum
berusia tepat satu tahun.

Contoh:
Angka kesakitan penyakit
(difteri/pertusis/tetanus/TNeonatorum/campak/polio/hepatitis B) abak balita adalah
perbandingan antara jumlah anak balita penderita
(difteri/pertusis/tetanus/TNeonatorum/campak/polio/hepatitis B) dengan jumlah anak
balita pada periode waktu yang sama dilakukan seratus persen.

Angka Kematian Bayi


(AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia di bawah satu tahun per 1000
kelahiranhidup pada satu tahun tertentu. Secara garis besar, adapula yang
membagikematian bayi menjadi dua, berdasarkan penyebabnya yaitu : Menurut
World Health Organization (WHO, 2017) menunjukkan bahwa angka kematian bayi
(AKB) turun dalam tahun-tahun terakhir. Pada tahun 2017 Angka Kematian Bayi
sebanyak 29 kematian per 1000 kelahiran hidup.
Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2017). Menunjukkan
bahwa Angka Kematian Bayi (AKB) turun. Pada tahun 2017 Angka Kematian Bayi
sebanyak 24 per 1000 kelahiran hidup. Jumlah tersebut mengalami penurunan
dibanding hasil SDKI tahun 2012, yaitu sebanyak 32 per 1000 kelahiran hidup.
Menurut Permenkes RI dalam program SDGs bahwa target sistem kesehatan nasional
yaitu pada goals ke3 menerangkan bahwa pada 2030 seluruh negara berusaha
menurunkan Angka Kematian Bayi setidaknya hingga 12 per 1000 kelahiran hidup
(Permenkes RI, 2015)

Departemen Kesehatan (Depkes) mengungkapkan rata-rata per tahunterdapat


401 bayi baru lahir di Indonesia meninggal dunia sebelum umurnya, genap 1 tahun.
Berdasarkan Hasil Data AKB Indonesia tahun 2017 jika dihitung dengan
metode Brass dengan faktor pengali (ki) P2/P3 adalah 45 kematian bayi per 1.000
kelahiran hidup, namun setelah dievaluasi dengan sistem logit, AKB Indonesia berada
diantara diantara 28-43 kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini berbeda
jika dibandingkan dengan AKB Indonesia tahun 2017 menurut hasil SDKI tahun 2017,
yang menyatakan bahwa AKB Indonesia pada tahun 2017 adalah 24 kematian bayi
per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi merupakan satu indikator yang
penting untuk menilai kualitas penduduk, diharapkan hasil penelitian ini dapat
dilanjutkan dengan mengestimasi angka kematian bayi dengan metode tidak langsung
lainnya,

Morbalitas dan Moralitas Batita / Balita


Angka kesakitan balita berkaitan dengan kesakitan oleh karena adanya penyakit
akut, penyakit kronik, atau kecacatan pada masa balita.Angka kesakitan balita adalah
perbandingan antara jumlah kasus penyakit balita tertentu yang ditemukan di suatu
wilayah pada kurunwaktu 1 tahun dengan jumlah kasus penyakit tertentu yang
ditemukan disuatu wilayah pada kurun waktu yang sama dikalikan seratus persen.
Angka kematian balita atau bawah lima tahun adalah semua anaktermasuk bayi
yang baru lahir, yang berusia 0 sampai menjelang tepat 5 tahun (4 tahun, 11 bulan, 29
hari). Pada umumnya ditulis dengan notasi0-4 tahun. Jadi, Angka Kematian Balita
(AKABA) adalah jumlahkematian anak berusia 0-4 tahun selama 1 tahun tertentu per
1000 anak pada umur yang sama pada pertengahan tahun tersebut (termasuk kematian
bayi).
Selain itu kemiskinan secara ekonomi dan pendidikan ini menyebabkan akses
mereka terhadap layanan kesehatan yang baik nienjadi rendah. Rendalinya akses
mereka terhadap layanfin kesehatan menyebabkan timbulnya kerentanan terhadap
berbagai penyakit, tenitama penyakit pada bayi, balita dan ibu hamil yang inemang
pada usia dan goiongiin ini sangat rentjm terhada}) penyakit. Sedangkan proses
persalinan masyarakat banyak dilakulcan oleh dukim kampung. Proses menyusui bayi,
uinumnya mereka susulan selama 1- 1,5 tahun setelah kelahiran. Pemberian ASI
bukam sepenuluiya atas kesadaran mereka, melaiiikan karena fiiktor ekonomi, karena
mereka merasa sulit untuk mernbeli PASl aiau makanan bayi yang rata-rata mahal
harganya. Pemberian makanan tambahan diberikan pada usia di bawah 4 bulan,
malianan yangbiasanyadiberikan pisang, dan air tajin. Budaya ini tampaknya tidak
kondusif imhik hidup sehat, karena seperti diketahui panyebab diare dan serabelit,
tidak hanya disebabkan oleh faeco-oml dan mikro-organisme, juga karena gangguan
pencemaan akibat pemberian makanan terlalu dini, di samping karena kurang gizi.

2.3 Penyebab Morbiditas dan Mortalitas pada bayi, batita dan balita di
Indonesia 5 tahun terakhir
Penyebab Morbiditas dan Mortalitas Pada Bayi dan Balita Angka kematian bayi
dan balita di Indonesia adalah tertinggi di Negara ASEAN. Tiap tahun 12,9 juta anak
meninggal, 28% kematian di sebabkankarna pneumania, 23% karna penyakit diare,
dan 16% karna penyakit tidak memperoleh vaksinasi. Penyebab angka kesakitan dan
kematian anakterbanyak saat ini masih diakibatkan oleh pneumonia dan diarre.
Pencegahansederhana dan dapat di peroleh seperti vaksin, antibiotik, terapi rehidrasi
oral,kontrasepsi, dapat mencegah 25-90% kematian karna penyebab spesifik. Secara
keseluruhan 65% kematian anak bisa di cegah dengan biaya murah.
Faktor kesehatan Faktor kesehatan ini merupakan faktor utama yang dapat
menentukanstatus kesehtan anak secara umum. Faktor ini ditentukan oleh status
kesehatan anak itu sendiri, status gizi dan kondisi sanitasi.
Faktor Sosial EkonomiPengaruh sosial ekonomi sangat terasa bagi masyarakat
Indonesia, karenatingkat kemiskinan di Indonesia masih tinggi, sehingga pemberian
giziatau makanan yang layak kepada bayi dan balita masih dianggap kurangdi
Indonesia.
Faktor kebudayaanPengaruh kebudayaan juga sangat menentukan status
kesehatan anak,dimana terdapat keterkaitan secara langsung antara budaya dan
pengetahuan. Budaya di masyarakat dapat menimbulkan penurunan kesehatan anak,
misalnya terdapat beberapa budaya di masyarakat yangdianggap baik oleh masyarakat
padahal budaya tersebut justrumenurunkan kesehatan anak. Sebagai contoh, jika
badan anak panas akandi bawa ke dukun dengan keyakinan terjadi kesurupan, anak
paska oprasidilarang memakan daging ayam karena daging ayam menambah nyeri
pada luka. Berbagai contoh budaya yang ada di masyarakat tersebutsangat besar
mempengaruhi kesehatan anak, mengingat anak dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan yang tentunya membutuhkan perbaikangizi atau nutrisi yang cukup.
16
Faktor keluarga Faktor keluarga dapat menentukan keberhasilan perbaikan
statuskesehatan anak pengaruh keluarga pada masa pertumbuhan dan perkembangan
anak sangat besar melalui pola hubungan anak dankeluarga serta nilai-nilai yang di
tanamkan peningkatan status kesehatananak juga berkaitan langsung dengan peran
dan fungsi keluarga terhadapanaknya serta membesarkan anak, memberikan dan
menyediakanmakanan, melindungi kesehatan mempersiapkan pendidikan anak,dll.
Penyebab Terjadinya Angka Kesakitan dan Kematian Bayi dan Balita Angka
kematian bayi dan balita Indonesia adalah tertinggi di Negara ASEAN. Penyebab
angka kesakitan dan kematian anak terbanyak saat inimasih diakibatkan oleh
pneumoni (ISPA) dan diare. Untuk itu petugaskesehatan, termasuk bidan hendaknya
terus berupaya meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan kemauannya untuk
menanggulangi berbagai masalah, termasuk pneumonia dan diare.

Penyebab Morbiditas dan Mortalitas Pada Bayi dan Balita


Angka kematian bayi dan balita di Indonesia adalah tertinggi di negaraASEAN.
Tiap tahun 12,9 juta anak meninggal, 28% kematian di sebabkankarna pneumania, 23%
karna penyakit diare, dan 16% karna penyakit tidakmemeperoleh vaksinasi. Penyebab
angka kesakitan dan kematian anakterbanyak saat ini masih diakibatkan oleh
pneumonia dan diare. Pencegahansederhana dan dapat di peroleh seperti vaksin,
antibiotik, terapi rehidrasi oral,kontrasepsi, dapat mencegah 25-90% kematian karna
penyebab spesifik.Secara keseluruhan 65% kematian anak bisa di cegah dengan biaya
murah.

a. Faktor kesehatan
Faktor Kesehatan ini merupakan faktor utama yang dapat menentukanstatus
kesehtan anak secara umum. Faktor inin ditentukan olehb statuskesehatan anak itu
sendiri, status gizi dan kondisi sanitasi.
b. Faktor Sosial Ekonomi
Pengaruh sosial ekonomi sangat terasa bagi masyarakat Indonesia, karenatingkat
kemiskinan di Indonesia masih tinggi, sehingga pemberian giziatau makanan yang
layak kepada bayi dan balita masih dianggap kurangdi Indonesia.

17
c. Faktor kebudayaan
Pengaruh kebudayaan juga sangat menentukan status kesehatan anak,dimana
terdapat keterkaitan secara langsung antara budaya dan pengetahuan. Budaya di
masyarakat dapat menimbulkan penurunan kesehatan anak, misalnya terdapat
beberapa budaya di masyarakat yangdianggap baik oleh masyarakat padahal
budaya tersebut justrumenurunkan kesehatan anak. Sebagai contoh, jika badan
anak panas akandi bawa ke dukun dengan keyakinan terjadi kesurupan, anak
paska oprasidilarang memakan daging ayam karena daging ayam menambah nyeri
pada luka. Berbagai contoh budaya yang ada di masyarakat tersebutsangat besar
mempengaruhi kesehatan anak, mengingat anak dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan yang tentunya membutuhkan perbaikangizi atau nutrisi yang cukup.
d. Faktor keluarga
Faktor keluarga dapat menentukan keberhasilan perbaikan status kesehatan anak
pengaruh keluarga pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak sangat besar
melalui pola hubungan anak dankeluarga serta nilai-nilai yang di tanamkan
peningkatan status kesehatananak juga berkaitan langsung dengan peran dan
fungsi keluarga terhadapanaknya serta membesarkan anak, memberikan dan
menyediakan makanan, melindungi kesehatan mempersiapkan pendidikan
anak,dll.

Penyebab terjadinya angka kesakitan dan kematian bayi dan balita angka
kematian bayi dan balita indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN. Penyebab
angka kesakitan dan kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh
pneumoni (ISPA) dan diare. Untuk itu petugas kesehatan, termasuk bidan hendaknya
terus berupaya meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan kemauannya untuk
menanggulangi berbagai masalah, termasuk pneumonia dan diare .

2.4 Upaya Upaya Penurunan Morbiditas dan Mortalitas Pada Bayi , Balita dan
Batita ?
Seperti halnya berbagai upaya kesehatan, pemberantasan ISPA dilaksanakan
oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan termasuk di dalamnya petugas
kesehatan (Bidan) bersama masyarakat. Dalam upaya penanggulangan pneumonia,
18
Departemen Kesehatan telah menyiapkan sarana kesehatan (seperti puskesmas,
pembantu atau pustu, puskesmas, rumah sakit) untuk mampu memberikan pelayanan
penderita ISPA, pneumonia dengan tepat dan segera. Teknologi yang
dipergunakanadalah teknologi tepat guna yaitu teknologi deteksi dini pneumonia
balitayang dapat diterapkan oleh sarana kesehatan terdepan.Caranya adalah dengan
melihat ada tidaknya tarikan dinding dadakedalam dan menghitung frekuensi
(gerakan) nafas pada balita yang batukatau sukar bernafas.
Bagian yang kritis dalam usaha mendorong penurunan angka kematian di bawah
5 tahun pada MDG ke 4, karena porsi terbesar kematian di bawah 5 tahun terjadi
selama bulan pertama kehidupan yaitu pada masa neonatal. Membahas kematian
neonatal, kematian bayi (0-11 bulan) dan kematian anak (12 bulan - < 5 tahun)
seyogyanya mampu menghitung angka kematian neonatal, bayi dan anak selain
melihat proporsi penyakit penyebab kematian, secara bersama-sama menilai
keberhasilan intervensi terhadap kelompok rentan tersebut. Namun, dari survei
peningkatan registrasi kematian maupun survei berskala nasional seperti Riskesdas/
Surkesnas, pencatatan data kematian masih under reporting, sehingga tidak
memungkinkan menghitung angka kematian. Untuk melihat kecenderungan risiko
besarnya kematian bayi dan anak, Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan
untuk mengatasi persoalan kesehatan anak.khususnya untuk menurunkan angka
kematian anak,di antaranya sebagai berikut :
. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan pemerataan pelayanan
kesehatan.Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat
telah dilakukan berbagai upaya, salah satunya adalah dengan meletakkan dasar
pelayanan kesehatan pada sector pelayanan dasar. Pelayanan dasar dapat dilakukan di
puskesmas induk, puskesmas pembantu, posyandu, serta unit-unit yang terkait di
masyarakat.
Semua bentuk pelayanan kesehatan perlu di dorong dan di gerakkan untuk
menciptakan pelayanan yang prima. Selain itu,cakupan pelayanan diperluas dengan
pemerataan pelayanan kesehatan untuk segala aspek atau lapisan masyarakat. Bentuk
pelayanan tersebut dilakukan dalam rangka jangkauan pemerataan pelayanan
kesehatan. Upaya pemerataan tersebut dapat dilakukan dengan penyebaran bidan
desa,perawat komunitas, fasilitas balai kesehatan , pos kesehatan desa, puskesmas
keliling.Berkaitan dengan kematian bayi akibat persalinan, maka upaya yang dapat
dilakukan adalah memperbaiki pelayanan kebidanan serta menyebarkan buku
KIA,alat monitor kesehatan oleh tenaga kesehatan, dan alat komunikasi antara tenaga
kesehatan dengan pasien. Di jepang, buku KIA yang digunakan sejak tahun 1948
mampu menurunkan secara signifikan angka kematian bayi-AKB dan angka kematian
ibu-AKI (Hapsari 2004).

2. Meningkatkan status gizi masyarakat


Peningkatan status gizi masyarakat merupakan bagian dari upaya untuk
mendorong terciptanya perbaikan status kesehatan. Dengan pemberian gizi yang baik
diharapkan pertumbuhan dan perkembangan anak akan baik pula ,disamping dapat
memperbaiki status kesehatan anak. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui berbagai
kegiatan, diantaranya upaya perbaikan gizi keluarga atau dikenal dengan nama UPKG.
Kegiatan UPKG tersebut didorong dan di arahkan pada peningkatan status
gizi,khususnya pada masyarakat yang rawan atau memiliki resiko tinggi terhadap
kematian atau kesakitan. Kelompok risiko tinggi terdiri atas anak balita, ibu hamil,
ibu menyusui, dan lansia yang golongan ekonominya rendah. Melalui upaya tersebut,
peningkatan kesehatan akan tercakup pada semua lapisan masyarakat khususnya pada
kelompok resiko tinggi.

3. Meningkatkan peran serta masyarakat


Peningkatan peran serta masyarakat dalam membantu perbaikan status kesehatan
ini penting,sebab upaya pemerintah dalam rangka menurunkan kematian bayi dan
anak tidapat dilakukan hanya oleh pemerintah, melainkan peran serta masyarakat
dengan keterlibatan atau partisipasi secara langsung. Upaya masyrakat tersebut sangat
menentukan keberhasilan program pemerintah sehingga mampu mengatasi berbagai
masalh kesehatan. Melalui peran serta masyarakat diharapkan mampu pula bersifat
efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan. Upaya atau program pelayanan
kesehatan yang membutuhkan peran serta masyarakat antara lain pelaksanaan
imunisasi, penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan, perbaikan gizi, dan lain-lain.
Upaya tersebut akan memudahkan pelaksanaanprogram kesehatan yang tepat pada
sasaran yang ada.

4. Meningkatkan manajemen kesehatan


Upaya pelaksanaan program pelayanan kesehatan anak dapat berjalan dan
berhasil dengan baik bila didukung dengan perbaikan dalam pengelolaan pelayanan
kesehatan. Dalam hal ini adalah peningkatan manajemen pelayanan kesehatan melalui
pendayagunaan tenaga kesehatan profesionan yang mampu secar langsung mengatasi
masalah kesehatan anak. Tenaga kesehatan yang dimaksud antara lain tenaga perawat.

Berbagai program dan upaya telah dilakukan pemerintah untuk senantiasa


meningkatkan taraf hidup anak, begitu pula di sektor kesehatan. Meski demikian,
angka kematian neonatus (AKN) masih tergolong tinggi yakni 19/1000 kelahiran
dalam 5 tahun terakhir, sementara untuk angka kematian pasca neonatal (AKPN)
terjadi penurunan dari 15/1000 menjadi 13/1000 kelahiran hidup, dan angka kematian
anak balita juga turun dari 44/1000 menjadi 40/1000 kelahiran hidup. Penyebab
kematian tersering pada kelompok perinatal adalah intra uterine fetal death (IUFD),
yakni sebanyak 29,5% dan berat bayi lahir rendah (BBLR) sebanyak 11,2%. Pada
2012 dilaporkan terdapat 150 ribu anak Indonesia yang meninggal. Bila tidak ada
tindakan yang diambil terprediksi pada 2028 akan terdapat >35 juta anak di Indonesia
yang meninggal. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah meningkatkan peran
keluarga. Keluarga memiliki peran penting dalam peningkatan taraf hidup anak
hingga mengurangi jumlah kematian anak di Indonesia. Maka dibuatlah program
pendekatan keluarga yang diatur dalam Permenkes RI No 39 tahun 2016. Dalam
Permenkes RI No 39 tahun 2016 tentang pedoman penyelenggaraan program
indonesia sehat dengan pendekatan keluarga, disebutkan berbagai upaya untuk
menurunkan angka kematian anak dalam berbagai kelompok usia:

1. Balita:
1. Melakukan revitalisasi Posyandu
2. Menguatkan kelembagaan Pokjanal Posyandu
3. Meningkatkan transformasi KMS ke dalam Buku KIA
4. Menguatkan kader Posyandu
5. Menyelenggarakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Balita..
2. Anak Usia Sekolah:
1. Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
2. Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS
3. Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS)
4. Mengembangkan penggunaan rapor kesehatan
5. Menguatkan SDM Puskesmas.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebabanak
sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan
dalam meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alas an tersebut, masalah
kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa
(Kompas 2006). Angka kematian bayi di Indonesia masih sangat tinggi jika di
bandingkan dengan negara lain di ASEAN. Penyakit terbesar yang mengakibatkan
angka kematian dan kesakitan bayi dan balita di Indonesia cukup tinggi adalah
penyakit diare, ISPA dan pneumonia, bayi dengan berat badan lahir rendah, afiksia,
dan infeksi. Salahsatu faktor penyebab itu terjadi adalah status sosial ekonomi,
budaya,kurangnya perhatian dari masyarakat ataupun dari pemerintah,
faktorkesehatan. Akan tetapi pemerintah juga mempunyai upaya-upaya
dalammengatasi masalah ini yaitu dengan cara meningkatkan mutu
pelayanankesehatan dan pemerintah pelayanan kesehatan, meningkatkan status
gizimasyarakat, meningkatkan peran serta masyarakat, Meningkatkan
manajemenkesehatan.

Usia Balita,Bayi,dan Batita adalah periode penting dalam proses tubuh kembang
anak yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Tepat berarti makanan yang
diberikan mengandung zat- zat gizi yang sesuai kebutuhannya, berdasarkan tingkat
usia. Kebutuhan ini meliputi upaya orang tua mengekspresikan perhatian dan kasih
sayang, serta perlindungan yang aman dan nyaman kepada si anak. Orang tua perlu
menghargai segala keunikan dan potensi yang ada pada anak.

Pemenuhan yang tepat atas kebutuhan emosi atau kasih sayang akan menjadikan
anak tumbuh cerdas secara emosi, terutama dalam kemampuannya membina
hubungan yang hangat dengan orang lain. Orang tua harus menempatkan diri sebagai
teladan yang baik bagi anak-anaknya.
3.2 Saran
Di Indonesia masih banyak bayi yang mengalami kesakitan dan kematiankarena
salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah sosial ekonomi dan diindonesia
masih banyak orang indonesia yang menderita kemiskinan apalagiyang terletak di
bagian terpencil, oleh karena itu untuk mengurangi angkamorbiditas dan mortalitas
pada bayi dan balita seharusnya dilakukan penambahan lapangan kerja sehingga
masyarakat di indonesia mudah dalammencari lapangan pekerjaan, dan apabila
lapangan pekerjaan sudah dapatmaka status ekonomi mereka pun akan naik sehingga
jumlah kemiskinan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Al Rahmad, A. H. (2018). Modul pendamping KMS sebagai sarana ibu untuk


memantau pertumbuhan balita.

books/edition/ASUHAN_KEBIDANAN_NEONATUS_BAYI_BALITA_DA/8WGI
DwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=kesehatan+bayi+dan+balita+2018

books/edition/Asuhan_Kebidanan_Neonatus_Bayi_dan_Balit2018

books/edition/Gizi_Kesehatan_Balita_Peranan_Mikro_Zinc

books/edition/Pendamping_Gizi_Pada_Balita/kesehatan+bayi+dan+balita+2018

books/edition/FAKTOR_RISIKO_GIZI_KURANG_PADA_ANAK_USIA/kesehatan
+bayi+dan+balita+2018

Masita, M., Biswan, M., & Puspita, E. (2018). Pola Asuh Ibu dan Status Gizi Balita.

Mulyani, S., Shafira, N. N. A., & Haris, A. (2018). Pengetahuan Ibu Tentang
Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi.

Sari, F., & Ernawati, E. (2018). Hubungan Sikap Ibu Tentang Pemberian Makanan
Bayi Dan Anak (PMBA).

Sulistyawati, A. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting


pada balita.

25

Anda mungkin juga menyukai