Disusun oleh :
ANGGOTA KELOMPOK 1
KEBIDANAN
SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
POLTEKKES KEMENKES
KALIMANTAN TIMUR
2022
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.wb
Atas rahmat dan karunia-Nya.Sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalahyang berjudul “Keadaan Kesehatan Bayi dan Balita di Indonesia”.
Dengan tugas mata kuliah Ilmu Kesehatan Anak.Penyusun sangat menyadari,
bahwa dalam makalah ini masih banyakkekurangan maupun kesalahan.Untuk itu
kepada para pembaca harap memaklumiadanya mengingat keberadaan penyusunlah
yang masih banyak kekurangannya
Dalam kesempatan ini pula penyusun mengharapkan kesediaan pembaca
untuk memberikan saran yang bersifat perbaikan, yang dapat menyempurnakan
isimakalah ini dan dapat bermanfaat di masa yang akan datang.Akhir kata semoga
makalah ini dapat membawa wawasan, khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi
para pembaca.
Wassalamualaikum Wr.wb
Tanggal, Tempat
Penyusun
i
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
iii
Upaya Pemerintah, dilakukan dengan pendekatan strategis maupun pendekatan
taktis. Pendekatan strategis yaitu berupaya mengoptimalkan operasional pelayanan
kesehatan terhadap ibu hamil dan pelayanan kesehatan balita. Pendekatan taktis
merupakan upaya antisipasi meningkatnya prevalensi balita gizi buruk serta upaya
penurunannya melalui berbagai kajian atau penelitian yang berkaitan dengan gizi
buruk. Kebijakan dan strategi kesehatan di Indonesia difokuskan pada intervensi-
intervensi yang meliputi: imunisasi, manajemen terpadu balita sakit (MTBS),
intervensi gizi pada anak, penguatan peran keluarga, dan peningkatan akses terhadap
fasilitas kesehatan serta partisipasi masyarakat melalui kegiatan posyandu yang
meliputi pemantauan gizi bayi dan balita setiap bulan melalui penimbangan berat
badan, imunisasi dasar, yang kemudian dicatat dalam KMS untuk balita
Salah satu prinsip yang harus diperhatikan dalam makanan seimbang adalah
keanekaragaman pangan. Prinsip keanekaragaman yang dimaksud adalah
keanekaragaman jenis pangan termasuk proporsi makanan yang seimbang, dalam
jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan dilakukan secara teratur (Kemenkes RI,
2014). Ketika masuk usia tiga tahun, anak mulai bersifat ingin mandiri dalam memilih
dan menentukan makanan yang ingin dikonsumsinya. Anak sering menolak makanan
yang tidak disukai dan hanya memilih makanan yang disukai sehingga perlu
diperkenalkan kepada mereka keragaman makanan untuk mengoptimalkan
pencapaian gizi seimbang (Susilowati dan Kuspriyanto, 2016). Mengonsumsi
keragaman makanan perlu dilakukan karena tidak ada satupun jenis makanan yang
mengandung semua jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk menjamin
pertumbuhan dan mempertahankan kesehatannya.
Gizi buruk tertinggi nomor enam pada tahun 2019, yaitu sebesar 0,63%. Dampak
yang timbul akibat gizi buruk diantaranya penurunan dan kegagalan fungsi organ
seperti penurunan kemampuan menyekresi enzim-enzim pencernaan oleh sel pankreas
dan mukosa usus pada organ pencernaan, kerusakan struktur sel hati, penurunan
konsentrasi hormon insulin pada organ endokrin, penurunan cardiac output dan
menghambat sirkulasi darah pada sistem kardiovaskuler, dan kerusakan struktur ginjal
(Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Ketika prevalensi balita stunting mengalami
penurunan dari 9,75% menjadi 8,35% dari tahun sebelumnya, sebaliknya prevalensi
status gizi gemuk menempati prevalensi tertinggi yaitu sebesar 8,81%
1. Manfaat Akademik
b. Bagi peneliti
Dapat dimanfaatkan sebagai sarana meningkatkan pengetahuan dan wawasan
keragaman makanan pada anak usia 24-59 bulan ditinjau dari skor IDDS (Individual
Dietary Diversity Score) dan sebagai referensi dasar atau acuan dalam pengembangan
lain di kemudian hari.
6
BAB II
ISI
Karakteristik Balita
Berdasarkan karakteristiknya, balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu anak lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang dikenal dengan
“batita” dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal
dengan usia “prasekolah”.
Kebutuhan Gizi
Masa balita merupakan masa kehidupan yang sangat penting dan perlu
perhatian yang serius. Pada masa ini balita perlu memperoleh zat gizi dari
makanan sehari-hari dalam jumlah yang tepat dan kualitas yang baik (Adriani dan
Bambang, 2014). Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya harus ada
keseimbangan sehingga diperoleh status gizi yang baik. Status gizi balita dapat
dipantau dengan penimbangan anak setiap bulan dan dicocokkan dengan Kartu
Menuju Sehat (KMS).
a. Fortifikasi
Fortifikasi adalah proses dimana zat gizi ditambahkan kedalam makanan untuk
menjaga atau meningkatkan kualitas diet suatu kelompok, komunitas atau populasi,
contohnya adalah fortifikasi yodium dalam garam, vitamin A dalam tepung dan mie.
b. Makanan formula
Makanan formula merupakan suatu proses untuk mengembangkan makanan yang
bernilai gizi tinggi untuk golongan rawan (balita, bumil dan ibu menyusui) yang
kekurangan gizi, contoh MP-ASI untuk balita.
c. Makanan tambahan
Makanan tambahan adalah salah satu bentuk intervensi langsung untuk menyediakan
jenis makanan yang penting tetapi kurang dalam
diet normal pada golongan rawan (balita, bumil dan ibu menyusui).
d. Suplementasi zat gizi mikro
Kekurangan zat gizi mikro merupakan penyebab timbulnya masalah gizi dan
kesehatan disebagian besar wilayah Indonesia. Prevalensi anemia pada ibu keluarga
miskin masih tinggi yaitu 20-30%, disertai asupan vitamin A yang sangat rendah.
Kekurangan vitamin A, yodium, Zn dan zat besi mengakibatkan angka kesakitan,
angka kematian, hambatan pertumbuhan, kerusakan sel otak dan rendahnya tingkat
intelegensia dan kinerja pada anak-anak maupun dewasa (Sutrisno, 2006). Untuk
mengatasi hal ini perlu dilakukan suplemen zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral,
contohnya pemberian kapsul vitamin A untuk balita, pemberian Fe untuk bumil,
pemberian kapsul yodium untuk wanita usia subur (WUS), anak sekolah
e. Evaluasi Status Gizi
Evaluasi status gizi, dilakukan setelah suatu program intervensi gizi secara
langsung telah dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilaksanakan dengan cara
penilaian status gizi secara langsung maupun secara tidak langsung seperti
saat penilaian awal status gizi. Namun dalam hal penelitian ini, tidak semua
metode penilaian status gizi dilaksanakan. Dalam penelitian ini, metode yang
dilaksanakan adalah penilaian secara langsung dengan penimbangan berat
badan, kemudian hasil penimbangan dibandingkan dengan standar baku
Depkes dan KMS, yaitu berat badan berdasarkan umur (BB/U), kemudian
diklasifikasikan dalam status gizi (gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi
lebih), juga hasil penimbangan diinterpretasikan dalam KMS yaitu bawah
garis merah (BGM), garis kuning, garis hijau dan di atas garis hijau.
B. Bayi
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu
sampai 42 minggu dengan berat lahir 2.500 gram sampai 4000 gram, cukup bulan,
langsung menangis dan tidak ada cacat bawaan, serta ditandai dengan pertumbuhan
dan perkembangan yang cepat. Bayi merupakan makhluk yang sangat peka dan halus,
apakah bayi itu akan terus tumbuh dan berkembang dengan sehat, sangat bergantung
pada proses kelahiran dan perawatannya. Tidak saja cara perawatannya, namun pola
pemberian makan juga sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan bayi
Bayi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu bayi cukup bulan, bayi premature,
dan bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR) (Hayati, 2009). Bayi (Usia 0-11
bulan) merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat yang mencapai
puncaknya pada usia 24 bulan, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas
sekaligus periode kritis.
Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi
Pertumbuhan adalah sesuatu yang berkaitan dengan perubahan baik dari segi
jumlah, ukuran, dan dimensi pada tingkat sel, organ yang di ukur maupun individu.
Pertumbuhan pada masa anak-anak mengalami perbedaan yang bervariasi sesuai
dengan bertambahnya usia anak secara umum, pertumbuhan fisik dimulai dari arah
kepala ke kaki (cephalokauudal). Kemtangan pertumbuhan tubuh pada bagian kepala
berlangsung lebih dahulu, kemudian secara berangsur-angsur diikuti oleh tubuh.
Ada perbedaan antara konsep pertumbuhan dan perkembangan pada bayi,
konsep pertumbuhan lebih kearah fisik, yaitu pertambahan berat tubuh bayi. Dalam
hal ini terjadi pertumbuhan organ-organ bayi seperti tulang, gigi, organ-organ dalam,
dan sebagainya. Sementara itu, konsep perkembangan lebih mengarah pada segi
psikologis, yaitu menyangkut perkembangan sosial, emosional, dan kecerdasan.
Perkembangan pada bayi terdiri dari beberapa tahap antara lain sebagai berikut :
C. Batita
Batita merupakan anak usia 12-36 bulan (1-3 tahun), dimana pada periode ini
anak berusaha mencari tahu bagaimana sesuatu bekerja dan mengontrol orang lain
melalui penolakan, kemarahan, dan tindakan keras kepala. Pada periode ini adalah
periode pertumbuhan dan perkembangan anak berkembang secara optimal (Wong,
2000). Pada periode anak usia toddler terdapat beberapa ciri-ciri perkembangan yaitu
anak selalu ingin mencoba hal yang diinginkannya dan rasa ingin tahu tentang sesuatu
lebih tinggi, anak usia toddler menolak atau menuntut apa yang dia inginkan atau
yang tidak diinginkan, dan didalam anak usia toddler sudah tertanam rasa otonomi .
Anak usia 1-3 tahun atau batita adalah konsumen pasif, yang artinya anak menerima
makanan apa yang diberikan oleh ibunya sehingga batita sebaiknya dikenalkan
dengan berbagai makanan. Laju pertumbuhan batita lebih besar dibandingkan usia
prasekolah sehingga memerlukan jumlah makanan yang relatif besar dengan pola
makan yang diberikan dalam porsi kecil, Saat usia batita anak masih tergantung penuh
kepada orang tuanya untuk melakukan kegiatan yang penting seperti mandi,buang air
besar dan kecil, dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah baik tetapi
kemampuan lain masih terbatas.
Karakteristik Batita
Perkembangan pada anak usia 1-3 tahun ditandai dengan peningkatan dalam
gerakan motorik kasar dan halus yang cepat. Khusus anak usia 12-24 bulan
perkembangan yang penting yaitu antara lain adalah berjalan, mengeksplorasi rumah
dan sekeliling, menyusun 2-3 kotak, mengatakan 5-10 kata, naik turun tangga,
menunjukan mata dan hidungnya, dan menyusun kata (Supartini, 2004). Sedangkan
pertumbuhan pada anak usia batita menjadi lebih lambat karena rata rata berat
badannya hanya bertambah 0,23 kg perbulan dan pertambahan tinggi badan 1 cm
perbulan. Pertumbuhan batita seperti ini hal normal, namun asupan energi dan zat-zat
lain yang adekuat yang sangatlah penting untuk memenuhi kebutuhan gizi.
2.2 Morbiditas dan Mortalitas pada bayi , batita dan balita 5 Tahun terakhir di
Indonesia
Morbalitas Bayi adalah perbandingan antara jumlah penduduk karena penyakit
tertentu dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun, dan dinyatakan dalam per
1000 penduduk. Kegunaandari mengetahui angka kesakitan ini adalah sebagai
indikator yangdigunakan untuk menggambarkan pola penyakit tertentu yang terjadi
dimasyarakat. Angka kesakitan bayi adalah perbandingan antara jumlah penyakit
tertentu yang ditemukan di suatu wilayah tertentu pada kurunwaktu satu tahun dengan
jumlah kasus penyakit bayi tertentu yangditemukan di suatu wilayah pada kurun
waktu yang sama dikali seratus persen.
13
Mortalitas Bayi
Angka kematian (Mortalitas) digunakan untuk menggambarkan pola penyakit
yang terjadi di masyarakat. Kegunaan dari mengetahui angkakematian ini adalah
sebagai indikator yang digunakan sebagai ukuranderajat kesehatan untuk melihat
status kesehatan penduduk dankeberhasilan pelayanan kesehatan dan upaya
pengobatan yang dilakukan.Sementara itu, yang dimaksud dengan angka kematian
bayi adalahkematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum
berusia tepat satu tahun.
Contoh:
Angka kesakitan penyakit
(difteri/pertusis/tetanus/TNeonatorum/campak/polio/hepatitis B) abak balita adalah
perbandingan antara jumlah anak balita penderita
(difteri/pertusis/tetanus/TNeonatorum/campak/polio/hepatitis B) dengan jumlah anak
balita pada periode waktu yang sama dilakukan seratus persen.
2.3 Penyebab Morbiditas dan Mortalitas pada bayi, batita dan balita di
Indonesia 5 tahun terakhir
Penyebab Morbiditas dan Mortalitas Pada Bayi dan Balita Angka kematian bayi
dan balita di Indonesia adalah tertinggi di Negara ASEAN. Tiap tahun 12,9 juta anak
meninggal, 28% kematian di sebabkankarna pneumania, 23% karna penyakit diare,
dan 16% karna penyakit tidak memperoleh vaksinasi. Penyebab angka kesakitan dan
kematian anakterbanyak saat ini masih diakibatkan oleh pneumonia dan diarre.
Pencegahansederhana dan dapat di peroleh seperti vaksin, antibiotik, terapi rehidrasi
oral,kontrasepsi, dapat mencegah 25-90% kematian karna penyebab spesifik. Secara
keseluruhan 65% kematian anak bisa di cegah dengan biaya murah.
Faktor kesehatan Faktor kesehatan ini merupakan faktor utama yang dapat
menentukanstatus kesehtan anak secara umum. Faktor ini ditentukan oleh status
kesehatan anak itu sendiri, status gizi dan kondisi sanitasi.
Faktor Sosial EkonomiPengaruh sosial ekonomi sangat terasa bagi masyarakat
Indonesia, karenatingkat kemiskinan di Indonesia masih tinggi, sehingga pemberian
giziatau makanan yang layak kepada bayi dan balita masih dianggap kurangdi
Indonesia.
Faktor kebudayaanPengaruh kebudayaan juga sangat menentukan status
kesehatan anak,dimana terdapat keterkaitan secara langsung antara budaya dan
pengetahuan. Budaya di masyarakat dapat menimbulkan penurunan kesehatan anak,
misalnya terdapat beberapa budaya di masyarakat yangdianggap baik oleh masyarakat
padahal budaya tersebut justrumenurunkan kesehatan anak. Sebagai contoh, jika
badan anak panas akandi bawa ke dukun dengan keyakinan terjadi kesurupan, anak
paska oprasidilarang memakan daging ayam karena daging ayam menambah nyeri
pada luka. Berbagai contoh budaya yang ada di masyarakat tersebutsangat besar
mempengaruhi kesehatan anak, mengingat anak dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan yang tentunya membutuhkan perbaikangizi atau nutrisi yang cukup.
16
Faktor keluarga Faktor keluarga dapat menentukan keberhasilan perbaikan
statuskesehatan anak pengaruh keluarga pada masa pertumbuhan dan perkembangan
anak sangat besar melalui pola hubungan anak dankeluarga serta nilai-nilai yang di
tanamkan peningkatan status kesehatananak juga berkaitan langsung dengan peran
dan fungsi keluarga terhadapanaknya serta membesarkan anak, memberikan dan
menyediakanmakanan, melindungi kesehatan mempersiapkan pendidikan anak,dll.
Penyebab Terjadinya Angka Kesakitan dan Kematian Bayi dan Balita Angka
kematian bayi dan balita Indonesia adalah tertinggi di Negara ASEAN. Penyebab
angka kesakitan dan kematian anak terbanyak saat inimasih diakibatkan oleh
pneumoni (ISPA) dan diare. Untuk itu petugaskesehatan, termasuk bidan hendaknya
terus berupaya meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan kemauannya untuk
menanggulangi berbagai masalah, termasuk pneumonia dan diare.
a. Faktor kesehatan
Faktor Kesehatan ini merupakan faktor utama yang dapat menentukanstatus
kesehtan anak secara umum. Faktor inin ditentukan olehb statuskesehatan anak itu
sendiri, status gizi dan kondisi sanitasi.
b. Faktor Sosial Ekonomi
Pengaruh sosial ekonomi sangat terasa bagi masyarakat Indonesia, karenatingkat
kemiskinan di Indonesia masih tinggi, sehingga pemberian giziatau makanan yang
layak kepada bayi dan balita masih dianggap kurangdi Indonesia.
17
c. Faktor kebudayaan
Pengaruh kebudayaan juga sangat menentukan status kesehatan anak,dimana
terdapat keterkaitan secara langsung antara budaya dan pengetahuan. Budaya di
masyarakat dapat menimbulkan penurunan kesehatan anak, misalnya terdapat
beberapa budaya di masyarakat yangdianggap baik oleh masyarakat padahal
budaya tersebut justrumenurunkan kesehatan anak. Sebagai contoh, jika badan
anak panas akandi bawa ke dukun dengan keyakinan terjadi kesurupan, anak
paska oprasidilarang memakan daging ayam karena daging ayam menambah nyeri
pada luka. Berbagai contoh budaya yang ada di masyarakat tersebutsangat besar
mempengaruhi kesehatan anak, mengingat anak dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan yang tentunya membutuhkan perbaikangizi atau nutrisi yang cukup.
d. Faktor keluarga
Faktor keluarga dapat menentukan keberhasilan perbaikan status kesehatan anak
pengaruh keluarga pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak sangat besar
melalui pola hubungan anak dankeluarga serta nilai-nilai yang di tanamkan
peningkatan status kesehatananak juga berkaitan langsung dengan peran dan
fungsi keluarga terhadapanaknya serta membesarkan anak, memberikan dan
menyediakan makanan, melindungi kesehatan mempersiapkan pendidikan
anak,dll.
Penyebab terjadinya angka kesakitan dan kematian bayi dan balita angka
kematian bayi dan balita indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN. Penyebab
angka kesakitan dan kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh
pneumoni (ISPA) dan diare. Untuk itu petugas kesehatan, termasuk bidan hendaknya
terus berupaya meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan kemauannya untuk
menanggulangi berbagai masalah, termasuk pneumonia dan diare .
2.4 Upaya Upaya Penurunan Morbiditas dan Mortalitas Pada Bayi , Balita dan
Batita ?
Seperti halnya berbagai upaya kesehatan, pemberantasan ISPA dilaksanakan
oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan termasuk di dalamnya petugas
kesehatan (Bidan) bersama masyarakat. Dalam upaya penanggulangan pneumonia,
18
Departemen Kesehatan telah menyiapkan sarana kesehatan (seperti puskesmas,
pembantu atau pustu, puskesmas, rumah sakit) untuk mampu memberikan pelayanan
penderita ISPA, pneumonia dengan tepat dan segera. Teknologi yang
dipergunakanadalah teknologi tepat guna yaitu teknologi deteksi dini pneumonia
balitayang dapat diterapkan oleh sarana kesehatan terdepan.Caranya adalah dengan
melihat ada tidaknya tarikan dinding dadakedalam dan menghitung frekuensi
(gerakan) nafas pada balita yang batukatau sukar bernafas.
Bagian yang kritis dalam usaha mendorong penurunan angka kematian di bawah
5 tahun pada MDG ke 4, karena porsi terbesar kematian di bawah 5 tahun terjadi
selama bulan pertama kehidupan yaitu pada masa neonatal. Membahas kematian
neonatal, kematian bayi (0-11 bulan) dan kematian anak (12 bulan - < 5 tahun)
seyogyanya mampu menghitung angka kematian neonatal, bayi dan anak selain
melihat proporsi penyakit penyebab kematian, secara bersama-sama menilai
keberhasilan intervensi terhadap kelompok rentan tersebut. Namun, dari survei
peningkatan registrasi kematian maupun survei berskala nasional seperti Riskesdas/
Surkesnas, pencatatan data kematian masih under reporting, sehingga tidak
memungkinkan menghitung angka kematian. Untuk melihat kecenderungan risiko
besarnya kematian bayi dan anak, Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan
untuk mengatasi persoalan kesehatan anak.khususnya untuk menurunkan angka
kematian anak,di antaranya sebagai berikut :
. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan pemerataan pelayanan
kesehatan.Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat
telah dilakukan berbagai upaya, salah satunya adalah dengan meletakkan dasar
pelayanan kesehatan pada sector pelayanan dasar. Pelayanan dasar dapat dilakukan di
puskesmas induk, puskesmas pembantu, posyandu, serta unit-unit yang terkait di
masyarakat.
Semua bentuk pelayanan kesehatan perlu di dorong dan di gerakkan untuk
menciptakan pelayanan yang prima. Selain itu,cakupan pelayanan diperluas dengan
pemerataan pelayanan kesehatan untuk segala aspek atau lapisan masyarakat. Bentuk
pelayanan tersebut dilakukan dalam rangka jangkauan pemerataan pelayanan
kesehatan. Upaya pemerataan tersebut dapat dilakukan dengan penyebaran bidan
desa,perawat komunitas, fasilitas balai kesehatan , pos kesehatan desa, puskesmas
keliling.Berkaitan dengan kematian bayi akibat persalinan, maka upaya yang dapat
dilakukan adalah memperbaiki pelayanan kebidanan serta menyebarkan buku
KIA,alat monitor kesehatan oleh tenaga kesehatan, dan alat komunikasi antara tenaga
kesehatan dengan pasien. Di jepang, buku KIA yang digunakan sejak tahun 1948
mampu menurunkan secara signifikan angka kematian bayi-AKB dan angka kematian
ibu-AKI (Hapsari 2004).
1. Balita:
1. Melakukan revitalisasi Posyandu
2. Menguatkan kelembagaan Pokjanal Posyandu
3. Meningkatkan transformasi KMS ke dalam Buku KIA
4. Menguatkan kader Posyandu
5. Menyelenggarakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Balita..
2. Anak Usia Sekolah:
1. Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
2. Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS
3. Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS)
4. Mengembangkan penggunaan rapor kesehatan
5. Menguatkan SDM Puskesmas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebabanak
sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan
dalam meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alas an tersebut, masalah
kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa
(Kompas 2006). Angka kematian bayi di Indonesia masih sangat tinggi jika di
bandingkan dengan negara lain di ASEAN. Penyakit terbesar yang mengakibatkan
angka kematian dan kesakitan bayi dan balita di Indonesia cukup tinggi adalah
penyakit diare, ISPA dan pneumonia, bayi dengan berat badan lahir rendah, afiksia,
dan infeksi. Salahsatu faktor penyebab itu terjadi adalah status sosial ekonomi,
budaya,kurangnya perhatian dari masyarakat ataupun dari pemerintah,
faktorkesehatan. Akan tetapi pemerintah juga mempunyai upaya-upaya
dalammengatasi masalah ini yaitu dengan cara meningkatkan mutu
pelayanankesehatan dan pemerintah pelayanan kesehatan, meningkatkan status
gizimasyarakat, meningkatkan peran serta masyarakat, Meningkatkan
manajemenkesehatan.
Usia Balita,Bayi,dan Batita adalah periode penting dalam proses tubuh kembang
anak yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Tepat berarti makanan yang
diberikan mengandung zat- zat gizi yang sesuai kebutuhannya, berdasarkan tingkat
usia. Kebutuhan ini meliputi upaya orang tua mengekspresikan perhatian dan kasih
sayang, serta perlindungan yang aman dan nyaman kepada si anak. Orang tua perlu
menghargai segala keunikan dan potensi yang ada pada anak.
Pemenuhan yang tepat atas kebutuhan emosi atau kasih sayang akan menjadikan
anak tumbuh cerdas secara emosi, terutama dalam kemampuannya membina
hubungan yang hangat dengan orang lain. Orang tua harus menempatkan diri sebagai
teladan yang baik bagi anak-anaknya.
3.2 Saran
Di Indonesia masih banyak bayi yang mengalami kesakitan dan kematiankarena
salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah sosial ekonomi dan diindonesia
masih banyak orang indonesia yang menderita kemiskinan apalagiyang terletak di
bagian terpencil, oleh karena itu untuk mengurangi angkamorbiditas dan mortalitas
pada bayi dan balita seharusnya dilakukan penambahan lapangan kerja sehingga
masyarakat di indonesia mudah dalammencari lapangan pekerjaan, dan apabila
lapangan pekerjaan sudah dapatmaka status ekonomi mereka pun akan naik sehingga
jumlah kemiskinan.
24
DAFTAR PUSTAKA
books/edition/ASUHAN_KEBIDANAN_NEONATUS_BAYI_BALITA_DA/8WGI
DwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=kesehatan+bayi+dan+balita+2018
books/edition/Asuhan_Kebidanan_Neonatus_Bayi_dan_Balit2018
books/edition/Gizi_Kesehatan_Balita_Peranan_Mikro_Zinc
books/edition/Pendamping_Gizi_Pada_Balita/kesehatan+bayi+dan+balita+2018
books/edition/FAKTOR_RISIKO_GIZI_KURANG_PADA_ANAK_USIA/kesehatan
+bayi+dan+balita+2018
Masita, M., Biswan, M., & Puspita, E. (2018). Pola Asuh Ibu dan Status Gizi Balita.
Mulyani, S., Shafira, N. N. A., & Haris, A. (2018). Pengetahuan Ibu Tentang
Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi.
Sari, F., & Ernawati, E. (2018). Hubungan Sikap Ibu Tentang Pemberian Makanan
Bayi Dan Anak (PMBA).
25