Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

KONSEP ASKEP PADA ANAK DENGAN GANGGUAN NUTRISI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak

Dosen : Rima Novianti Utami, S.Kep.,Ners.,

Disusun oleh : Kelompok 3

Anatia Agustina

Chepy Nardiana

Lisna Lindia

Hesti Larasati

Jepi Nugraha

Nadiatul Wahidah

PROGRAM RPL ANGKATAN 2

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, shalawat serta salam semoga tercurah
pada junjunan kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, hingga
sampai kepada kita selaku umatnya.Pada kesempatan kali ini kami akan
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam proses pembuatan makalah ini.Baik bantuan secara moril atau pun
materi sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“KONSEP ASKEP PADA ANAK DENGAN GANGGUAN NUTRISI” sebagai
salah satu tugas Mata kuliah Keperawatan Maternitas di STIKes
SUKABUMI.Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami,
umumnya bagi pembaca. Kritik dan saran sangat kami dambakan agar suatu
saat nanti kami bisa membuat makalah yang lebih baik lagi.

Cianjur, September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................ii

BAB I
PENDAHULUAN.........................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................1
B. Tujuan Makalah........................................................................3
1. Tujuan Umum.....................................................................3
2. Tujuan Khusus...................................................................3
C. Manfaat Makalah......................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI ....................................................................4

A. Kekurangan energi
protein......................................................4
B. Stunting....................................................................................8
C. Wasting...................................................................................11
BAB III TINJAUAN KASUS
................................................................12

A. Asuhan Keperawatan Pada Anak.........................................12


BAB IV
PENUTUP...............................................................................24

A. Kesimpulan............................................................................24
B. Saran.......................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA................................................................................

LAMPIRAN..............................................................................................

ii
ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Balita pendek (Stunting) adalah status gizi yang didasarkan
pada indeks Panjang Badan menurut Usia (PB/U) atau Tinggi
Badan menurut Usia dimana dalam standar antropometri penilaian
status gizi anak,hasil pengukuran tersebut berada pada ambang
batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/stunded)
dan <-3 SD (Sangat pendek / severely stunded). Stunting adalah
masalah kurang gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru
Nampak saat anak berusia dua tahun (Rahmadhita, 2020).
Prevalensi stunting bayi berusia di bawah lima tahun (Balita)
Indonesia pada 2015 sebesar 36,4%. Artinya lebih dari sepertiga
atau sekitar 8,8 juta balita mengalami masalah gizi di mana tinggi
badannya di bawah standar sesuai usianya. Stunting tersebut
berada di atas ambang yang ditetapkan World Health Organization
(WHO) sebesar 20%. Prevalensi stunting balita Indonesia ini
terbesar kedua di kawasan Asia Tenggara di bawah Laos yang
mencapai 43,8%. Namun, berdasarkan Pantauan Status Gizi
(PSG) 2017,Balita yang mengalami stunting tercatat sebesar
26,6%. Angka tersebut terdiri dari 9,8% masuk kategori sangat
pendek dan 19,8% kategori pendek.
2

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013,


terdapat 15 kabupaten/kota dengan prevalensi stunting di atas 50%
(Rahmadhita, 2020). Pada tahun 2018 Kemenkes RImelakukan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) tentang
prevalensi stunting. Berdasarkan penelitian tersebut angka stunting
atau anak tumbuh pendek turun dari 37,2% pada Riskesdas 2013
menjadi 30,8% (Rahmadhita, 2020)
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang
dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, ditemukan bahwa
prevalensi balita stunting di Jawa Barat mencapai 20,2% pada
tahun 2022. Namun bila dilihat secara nasional, Jawa Barat masih
menempati peringkat ke-13 dengan nilai prevalensi balita stunting
terendah (Pemprov Jabar, 2022)
Prevalensi Stunting di Kabupaten Cianjur hasil Survei Status
Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 menurun sebesar 20,1 %
dibandingkan SSGI tahun 2021 (dari 33,7 % menjadi 13,6%).
(Dinkes Cianjur, 2023)
Masalah gizi,khususnya anak pendek atau stunting
menghambat perkembangan anak muda,dengan dampak negatif
yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya. Anak-anak
yang bertubuh pendek menghadapi kemungkinan yang lebih besar
untuk tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang pendidikan,
miskin, kurang sehat dan lebih rentan terhadap penyakit tidak
menular. Oleh karena itu anak bertubuh pendek merupakan
prediktor buruknya kualtas sumber daya manusia yang diterima
secara luas, yang selanjutnya menurunkan kemampuan produktif
suatu bangsa dimasa yang akan dating.(Hadi, 2018).
3

Sebagai perawat yang memahami perannya dalam kasus


stunting ini, yaitu memberikan Asuhan keperawatan terhadap anak
yang menderita stunting dimulai dari melakukan Pengkajian,
Penentuan Diagnosa keperawatan, merencanakan Tindakan
keperawatan, Implementasi dan Evaluasi. Serta memberikan saran
kepada anggota keluarga untuk rutin melakukan pengecekan tinggi
badan, berat badan atau bisa juga disebut Imunisasi kepada
anaknya dengan cara ikut serta dalam kegiatan Posyandu bulanan,
atau bisa juga berkolaborasi dengan bagian ahli gizi yang ada di
puskesmas untuk memenuhi gizi harian sang anak dirumah.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk
mengangkat judul “Makalah Konsep ASKEP Pada Anak Dengan
Gangguan Nutrisi”.

B. Tujuan Makalah
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam pembuatan makalah ini bertujuan untuk
mengetahui konsep askep pada anak dengan gangguan nutrisi

2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui konsep askep pada anak dengan gangguan
nutrisi yaitu kekurangan energi protein
b) Mengetahui konsep askep pada anak dengan gangguan
nutrisi yaitu stunting
c) Mengetahui konsep askep pada anak dengan gangguan
nutrisi yaitu washting
4

C. Manfaat Makalah

1. Bagi Pelayanan Keperawatan di Instansi


Laporan makalah ini dapat menjadi masukan bagi
pelayanan di instansi agar dapat melakukan asuhan
keperawatan pada pasien anak dengan gangguan nutrisi
2. Bagi Penulis
Laporan makalah ini dapat menjadi salah satu rujukan
bagi penulisan berikutnya, yang akan melakukan studi kasus
pada pasien anak dengan gangguan nutrisi
3. Bagi Kampus
Laporan makalah ini dapat menjadi tambahan reverensi
untuk penulisan tugas selanjutnya terkait asuhan keperawatan
pada pasien anak dengan gangguan nutrisi
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kekurangan Energi Protein


1. Pengertian
KEP (Kurang Energi Protein) merupakan salah satu penyakit
gangguangizi yang penting di Indonesia maupun di negara yang
sedang berkembanglainnya. Prevalensi tertinggi terdapat pada
anak-anak balita, ibu yang sedangmengandung dan menyusui.
Penderita KEP memiliki berbagai macamkeadaan patologis yang
disebabkan oleh kekurangan energi maupun proteindalam proporsi
yang bermacam-macam. Akibat kekurangan tersebut timbul
keadaan KEP pada derajat yang ringan sampai yang berat (Adriani
danWijatmadi, 2012).
Kekurangan Energi Protein (KEP) diartikan sebagai keadaan
kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dari makanan sehari-hari dalam jangka waktu yang lama
dan dapat diketahui dengan indikator BB/U < -2 SD. Kekurangan
Energi Protein (KEP) sering terjadi pada balita (Diniyyah dan
Nindya, 2017).
2. Etiologi
Kejadian gangguan gizi disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor
primer dan atau sekunder, faktor primer adalah bila susunan
makanan salah dalam hal kuantitas dan kualitas yang disebabkan
kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya dalam
pendistribusian pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan
6

makan yang salah, dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi


semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai pada
sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi (Mustikasari, C. 2020).
3. Tanda dan Gejala
Gejala klinis merupakan tanda seseorang sedang mengalami
masalah Kesehatan. Tanda-tanda klinis pada anak yang
mengalami Kekurangan Energi Protein (KEP) akan tampak secara
bertahap sesuai dengan tingkat keparahannya (Adriani, dkk, 2012).
Anak yang sudah pada tingkat keparahan yang berat dan disertai
tanda-tanda klinis harus segera mendapatkan penanganan yang
sesuai dengan tata laksana gizi. Tandatanda klinis pada anak
Kekurangan Energi Potein (KEP) sebagai berikut :
a. Terlihat sangat kurus
b. Mengalami edema atau pembengkakan
c. Indikator penilaian status gizi BB/PB atau BB/TB kurang dari -3
SD
d. LILA kurang dari 11,5 cm untuk anak usia 6 – 59 bulan
e. Memiliki satu atau lebih komplikasi medis seperti anoreksia,
pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi,
dan penurunan kesadaran.
f. Disertai defisiensi zat gizi mikro
g. Rambut merah dan mudah rontok, mudah dicabut dan tidak
sakit
4. Patofisiologi
Adapun energi dan protein yang diperoleh dari makanan
kurang, padahal untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh
memerlukan energi yang didapat, dipengaruhi oleh makanan yang
diberikan sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga
7

cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan


energi tersebut.
Kekurangan energi protein dalam makanan yang dikonsumsi
akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino essensial
yang dibutuhkan untuk sintesis, oleh karena dalam diet terdapat
cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan
sebagai asam amino di dalam serum yang jumlahnya sudah
kurang tersebut akan disalurkan ke otot.
Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab
kurangnya pembentukan alkomin oleh heper, sehingga kemudian
timbul edema perlemahan hati terjadi karena gangguan
pembentukan lipo protein beta sehingga transport lemak dari hati
ke hati dapat lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumuasi
lemak dalam heper. (Ilmu kesehatan anak, 1998).
5. Klasifikasi
Klasifikasi Kekurangan Energi Protein (KEP) pada umumnya
berdasarkan pengukuran antropometri. Penentuan status gizi
menggunakan nilai Z-Score yang berdasarkan pengukuran berat
badan, tinggi badan, dan usia.Pengklasifikasian Kekurangan
Energi Protein (KEP) berdasarkan Permenkes RI Nomor 2 Tahun
2020 tentang Standar Antropometri Anak dapat dilihat pada tabel.
Klasifikasi Status Gizi Berdasarakan Permenkes RI Nomor 2
tahun 2020 tentang Standar Antropometri Anak
Indeks
Berat Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan (BB/PB
atau BB/TB) anak usia 0 - 60 bulan
Gizi buruk (severely wasted) <-3 SD
Gizi kurang (wasted) - 3 SD sd <- 2 SD
Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD Berisiko
8

Gizi lebih (possible risk of overweight) > + 1 SD sd + 2 SD


Gizi lebih (overweight) > + 2 SD sd + 3 SD
Obesitas (obese) > + 3 SD

6. Manifestasi klinis
Secara umum, kejadian KEP ringan dan sedang pada anak dapat
diketahui dari:

 Bentuk tubuh anak yang kurus ataupun pendek.


 Kulit anak terlihat kering.
 Rambut anak mudah rontok.
 Anak mudah marah dan sering menangis.
Sedangkan anak yang mengalami KEP berat (gizi buruk)
dibedakan menjadi tiga kategori, yakni:
a) Marasmus
Anak yang mengalami kekurangan gizi secara bertahap, karena
kurangnya asupan makanan atau tidak mendapatkan cukup ASI
dari sang ibu. Anak yang mengalami kurang gizi golongan ini
memiliki ciri:• Terlihat sangat kurus.• Muka terlihat lebih tua
daripada usianya. • Rewel dan sering menangis. • Kulit keriput. •
Perut cekung. • Menderita penyakit pencernaan, seperti
konstipasi dan diare kronik.
b) Kwashiorkor
Kekurangan asupan protein yang menyebabkan tubuh anak
menyimpan cairan berlebih, sehingga terlihat bengkak di bagian
ujung tubuhnya. Anak kurang gizi golongan ini memiliki ciri:•
Edema atau pembengkakan di sekujur tubuh.• Wajah terlihat
sembap.• Mata tampak sayu.• Warna rambut menjadi
kemerahan seperti jagung dan mudah sekali rontok.• Rewel. •
9

Otot menjadi lebih kecil.• Terdapat bercak merah yang


mengelupas di kulit. • Menderita penyakit, misalnya diare
dan anemia.
c) Marasmik-kwashiorkor
Anak kurang gizi golongan ini memiliki ciri gabungan dari
marasmus dan kwashiorkor.
7. Penalaksanaan
modifikasi diet dan pemberian suplemen. Tujuan terapi pada
malnutrisi adalah agar pasien dapat memiliki tingkat kesehatan
optimal, mencegah perburukan status gizi dan metabolik, serta
untuk memastikan asupan yang memadai. Pasien yang memiliki
nafsu makan dan tingkat kesadaran baik dapat dirawat jalan.
Pasien yang memiliki komplikasi medis, edema berat, atau nafsu
makan yang buruk akan memerlukan rawat inap

B. Stunting
1. Pengetian
Menurut WHO (2015), stunting adalah gangguan pertumbuhan
dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi
berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya
berada di bawah standar.
Stunting jika dikutip dari Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 72 Tahun 2021 adalah gangguan pertumbuhan
dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi
berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya di
bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan karena
malnutrisi kronisyang ditunjukkan dengan nilai z-score
10

panjang badan menurut umur (PB/U)kurang dari -2 SD (Al-


Anshori, 2013). Stunting adalah masalah kurang nutrisikronis
yang disebabkan oleh asupan nutrisi yang kurang dalam waktu
cukuplama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai
kebutuhan gizi (Farid, dkk.2017)
2. Etiologi
Masalah stunting menggambarkan masalah gizi kronis,
dipengaruhi dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin dan masa
bayi/balita, termasuk penyakit yang diderita selama masa balita.
Dalam kandungan, janin akan tumbuh dan berkembang melalui 8
pertambahan berat dan panjang badan, perkembangan otak serta
organ-organ lainnya. Kekurangan gizi yang terjadi dalam
kandungan dan awal kehidupan menyebabkan janin melakukan
reaksi penyesuaian. Secara paralel penyesuaian tersebut meliputi
perlambatan pertumbuhan dengan pengurangan jumlah dan
pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak dan organ tubuh
lainnya. Hasil reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi di
ekspresikan pada usia dewasa dalam bentuk tubuh yang pendek
(Kemenkes RI, 2016).
3. Patofisiologi
Stunting merupakan Gangguan Tumbuh kembang yang dialami
anak akibat gizi buruk,infeksi berulang, dan stimulasi psikososial
yang tidak memadai. Kondisi stunting dapat disebabkan oleh
beberapa aspek,salah satunya ekonomi dan pendidikan (World
Health Organization,2019).
Pada balita dengan kekurangan gizi akan menyebabkan
berkurangnya lapisan lemak dibawah kulit,hal ini terjadi karena
kurangnya asupan gizi sehingga tubuh memanfaatkan cadangan
lemak yang ada,selain itu imunitas dan produksi albumin juga ikut
11

menurun sehingga balita akan mudah terserang infeksi dan


mengalami perlambatan pertumbuhan dan perkembangan. Balita
dengan gizi kurang akan mengalami peningkatan kadar asam
basa pada saluran cerna yang akan menimbulkan diare
(Maryuani,2016)
4. Manifestasi klinis
Balita stunting dapat dikenali dengan ciri-ciri yaitu pertumbuhan
melambat,batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5cm/tahun.
Kecepatan tumbuh tingi badan <4cm/tahun kemungkinan ada
kelainan hormonal umur tulang (bone age) bisa normal atau
terlambat pada umurnya, tanda pubertas terlambat, performa
buruk pada tes perhatian dan memori belajar, pertumbuhan gigi
terlambat, usia anak 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak
banyak melakukan eye contrac, pertumbuhan melambat dan
wajah tampak lebih muda dari usianya.
5. Penatalaksanaan
Menurut khoeroh dan Indriyanti, 2017 ada beberapa cara yang
dapat dilakukan untuk mengatasi masalah stunting yaitu, penilaian
status gizi pada balita yang dapat dilakukan melalui kegiatan
posyandu yang diadakan setiap bulannya, pemberian makanan
tambahan pada balita, pemberian vitamin A, tenaga gizi
memberikan konseling terkait kecukupan gizi balita, pemberian
ASI ekslusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai usia 2 tahun
diimbangi dengan asupan MP-ASI, pemberian suplemen
menggunakan makanan dan minuman sesuai penyediaan
makanan yang sudah umum dapat meningkatkan asupan energi
dan zat gizi yang besar bagi pasien, pemberian suplemen
menggunakan gizi khusus peroral siap guna yang dapat digunakan
bersama makanan untuk memenuhi kekurangan gizi si anak.
12

6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif dan Kusuma, 2016 mengatakan pemeriksaan
penunjang untukstunting antara lain:
• Melakukan pemeriksaan fisik.
• Melakukan pengukuran antropometri BB, TB/PB, LILA, lingkar
kepala.
• Melakukan penghitungan IMT
• Pemeriksaan laboratorium darah: albumin, globulin, protein total,
elektrolitserum
7. Klasifikasi dan Pengukuran
Penilaian status gizi pada anak biasanya menggunakan
pengukuranantropometri, secara umum pengukuran
antopometri berhubungan denganpengukuran dimensi tubuh.
(SDIDTK, 2016).
Indeks antopometri yang digunakan biasanya berat badan
berdasar umur(BB/U), tinggi badan berdasar umur (TB/U) dan
berat badan berdasar tinggibadan (BB/TB) yang dinyatakan
dengan standar deviasi (SD). Keadaan stunting dapat diketahui
berdasarkan pengukuran TB/U lalu dibandingkan dengan
standar. Secara fisik balita stunting akan tampak lebih
pendek dari balitas eusianya. Klasifikasi status gizi stunting
berdasarkan indikator tinggi badan perumur (TB/U) (SDIDTK,
2016).
Kategori Status Gizi Ambang batas Z-score
Sangat pendek z score <- 3.0
Pendek z score ≥-3,0 sampai dengan z score <-2.0
Normal z score ≥ -2,0

C. Washting
13

1. Pengertian
Balita kurus adalah suatu kondisi dimana balita menderita
gangguan gizi dengan diagnosis ditegakkan berdasarkan penilaian
tinggi badan per berat badan (Hasyim, 2017). Wasting merupakan
suatu kondisi kekurangan gizi akut dimana BB anak tidak sesuai
dengan TB atau nilai Z-score kurang dari -2SD (Standart Deviasi)
(Afriyani, 2016). Anak kurus merupakan masalah gizi yang sifatnya
akut, sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang
tidak lama seperti kekurangan asupan makanan (Rochmawati,
2016).
2. Etiologi
Wasting disebabkan oleh asupan nutrisi yang inadekuat dan
dapat juga terjadi akibat penyakit infeksi gastrointestinal seperti
diare dan infeksi saluran pernapasan merupakan contoh dari
penyakit yang dapat mengakibatkan Wasting. Selain itu, infeksi
pada mulut dan gigi, efek samping dari obat tertentu, gangguan
fungsi usus, hiperaktivitas, perubahan 26 metabolisme, dan
gangguan nafsu makan juga memiliki peran tersendiri dalam
menimbulkan Wasting (Rochmawati, 2016).
3. Tanda dan Gejala
Menurut Dr. Sri Kurniati M.S., Dokter Ahli Gizi Medik Rumah
Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita, ciri-ciri gizi kurang pada
anak sebagai berikut:
a. Kurang Energi Protein Ringan. Pada tahap ini, belum ada
tandatanda khusus yang dapat dilihat dengan jelas. Hanya
saja, berat badan si anak hanya mencapai 80% dari berat
badan normal.
b. Kurang Energi Protein Sedang. Pada tahap ini, berat badan si
anak hanya mencapai 70% dari berat badan normal. Selain itu,
14

ada tanda yang bisa dilihat dengan jelas adalah wajah menjadi
pucat, dan warna rambut berubah agak kemerahan.
c. Pada pengukuran status gizi menggunakan antropometri,
Tanda- tanda balita gizi kurang sebagai berikut:
1) Parameter yang valid dalam antropometri dapat dinilai
empat indeks: Berat Badan menurut Umur (BB/U), Berat
Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), Tinggi Badan
menurut Umur (TB/U)
a) Berat Badan menurut Umur (BB/U) Gizi kurang adalah
apabila berat badan bayi / anak menurut umur berada
diantara 60,1%-80% standar Harvard
b) Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Gizi kurang adalah
apabila panjang / tinggi badan bayi / anak menurut
umurnya berada diantara 70,1%-80% dari standar
Harvard
c) Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) Gizi kurang
adalah apabil berat bayi / anak menurut panjang /
tingginya berada diantara 70,1%- 90% dari standar
Harvard
d) Pada KMS berat badan balita gizi kurang terletak pada
pita warna kuning yang berada dibawah pita warna
hijau.
4. Dampak
Wasting merupakan ancaman serius pada kelangsungan hidup
anak dan perkembangannya karena berdampak pada (Adriani,
2016):
a. Angka mortalitas pada anak wasting menunjukkan tiga sampai
sembilan kali lebih tinggi daripada anak yang tidak wasting.
15

b. Anak wasting yang bertahan hidup meningkatkan risiko


tumbuh stunting
c. Anak yang mengalami wasting berisiko tinggi mengalami
retardasi pertumbuhan linier.
d. Gangguan perkembangan kognitif
e. Menurunnya kemampuan belajar
f. Berkurangnya massa tubuh (otot, organ tubuh, dan tulang)
5. Manifestasi klinis

Secara umum, kondisi ini ditandai dengan penurunan berat


badan drastis sehingga membuat bobot tubuh anak tidak
sebanding dengan tinggi badannya. Itulah mengapa kondisi ini,
biasanya membuat tubuhnya tampak sangat kurus. Bahkan tak
jarang, sampai membuat tulang-tulang di tubuh menonjol seperti
hanya dibalut langsung oleh kulit.
Anak yang mengalami kondisi ini juga kerap merasa sangat
lemas, yang membuatnya sulit untuk beraktivitas normal seperti
anak seusianya. Namun, ketika kondisi berat badan kurang pada
anak ini tidak segera diobati, otomatis bisa berkembang lebih
parah hingga mengakibatkan wasting akut. Jika tingkat keparahan
wasting anak sudah mencapai akut, akan timbul beberapa gejala
seperti berikut:
 Indikator BB/TB menunjukkan angka kurang dari -3 SD

 Memiliki pembengkakan karena cairan (edema) di beberapa


bagian tubuh
 Lingkar lengan atas (LILA) cenderung kecil, biasanya kurang
dari 12,5 cm

6. Penatalaksanaan
16

Makanan Tambahan Balita adalah suplementasi gizi berupa


makanan tambahan dalam bentuk biskuit dengan formulasi khusus
dan difortifikasi dengan vitamin dan mineral yang diberikan kepada
bayi dan anak balita usia 6-59 bulan dengan kategori kurus untuk
mencukupi kebutuhan gizi. Sasaran utama MT Balita adalah balita
kurus usia 6-59 bulan dengan indikator Berat Badan (BB) / Tinggi
Badan (TB) kurang dari minus 2 standar deviasi (<- 2 Sd). Tiap
bungkus MT Balita berisi 4 keping biskuit (40 gram) ketentuan
pemberian (Kemenkes RI, 2018):
a. Usia 6 -11 bulan diberikan 8 keping (2 bungkus) per hari
b. Usia 12-59 bulan diberikan 12 keping (3 bungkus) per hari
c. Bila sudah mencapai berat badan sesuai panjang/tinggi badan
dan atau berat badan sesuai umur, PMT pemulihan pada
Balita dihentikan dan selanjutnya mengonsumsi makanan
keluarga gizi seimbang
d. Biskuit dapat langsung dikonsumsi atau terlebih dahulu
ditambah air matang dalam mangkok bersih sehingga dapat
dikonsumsi dengan menggunakan sendok
e. Setiap pemberian MT harus dihabiskan
17

BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA An.A DENGAN


DIAGNOSA MEDIS STUNTING

Hari/Tanggal Pengkajian : Jumat, 22 September 2023

Waktu Pengkajian : Pukul 09.00 WIB

Tempat Pengkajian : Puskesmas

A. Identitas Pasien
Istri Keluarga
Nama : An. A Ny. Y
Usia : 3 Tahun 36 Tahun
Agama : Islam Islam
Suku : Sunda Sunda
Pendidikan :- SMA
Pekerjaan :- Karyawan swasta
Alamat : Cilaku

2. Riwayat Kesehatan
18

a. Keluhan Utama :
Ibu An. A mengatakan bahwa anaknya susah makan, berat badan
sulit naik.
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Ibu An. A mengatakan terkadang anak enggan untuk makan, dan
makan dalam porsi yang sedikit, setelah makan biasanya anak
cepat kenyang.
c. Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
Tidak ada masalah saat hamil dan tidak mengkonsumsi obat-
obatan tertentu, persalinan dilakukan secara normal, berat badan
anak saat lahir normal.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu :
Keluarga pasien mengatakan bahwa anak mudah lelah, tidak
pernah mengalami penyakit kronis hingga mengalami infeksi yang
berat, anak mengikuti kegiatan posyandu secara rutin dan
imunisasi secara lengkap.
e. Riwayat kesehatan keluarga :
Keluarga pasien mengatakan bahwa di dalam kelurga tidak ada
yang mengalami penyakit yang sama
f. Kondisi lingkungan :
Kondisi lingkungan rumah cukup bersih, sanitasi di lingkungan
sekitar rumah cukup bersih, pembuangan sampah bekas rumah
tangga berada disebrang jalan rumah pasien.
g. Riwayat sosial :
Kondisi sosial ekonomi dari keluarga tercukupi, tingkat pendidikan
orang tua sampai dengan sekolah menengah pertama.
h. Pemeriksaan fisik :

1) Status Keadaan Umum


19

a) Keadaan Umum: Lemas

b) Kesadaran : Compos Mentis

2) Antropometri (Status Nutrisi )

a) Berat badan : 9,4 kg

b) Tinggi badan : 80 cm

c) Lingkar kepala : 47 cm

d) Lingkar Lengan Atas : 14 cm

3) Tanda-Tanda Vital
a) Suhu : 36,80 c
b) Nadi : 97 kali/menit
c) Respirasi : 24 kali/menit
4) Pemeriksaan head to toe
a) Pemeriksaan kepala leher.
Kepala : Kepala normal, kebersihan kepala juga bersih
Mata : Normal
Telinga : Bentuk telinga simetris
Hidung : Simetris kanan dan kiri, tidak ada secret, lubang
hidung lengkap (dua)
Mulut : Tidak ada pembengkakan pada gusi, gigi terlihat
ada sedikit karang.
Leher : Tidak adanya pembesaran kelenjar, tidak teraba
kelenjar tiroid
b) Pemeriksaan integumen.
20

Inspeksi : Warna kulit sawo matang, adanya bintik-bintik


seperti keringat dingin pada kulit, kuku tidak
sianosis, tidak ada odem.
Palpasi : Turgor kulit normal
c) Pemeriksaan dada dan thorax
Inspeksi : Ukuran dada normal, tidak ada kesulitan
bernafas.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Suara sonor/resonan.
Auskultasi : Tidak ada suara napas tambahan
d) Abdomen.
Inspeksi : Bentuk abdomen normal
Palpasi :Tidak menagalami nyeri tekan, tidak asites
Perkusi : Terdengar bunyi tympani/kembung.
Auskultasi : Terdengar bising usus/peristaltik.
e) Genetalia dan Anus.
Tidak terkaji
f) Ekstremitas.
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada oedem,
Palpasi : Akral dingin, terjadi nyeri otot dan sendi serta
tulang.
5) Pola sehari-hari
a) Nutrisi dan metabolisme
Anak makan dengan porsi sedikit (1-3 sendok), 1 porsi
makan 62 terdiri: nasi, kerupuk terkadang juga dengan
makanan ringan)
b) Eliminasi (Buang Air Besar)
Sehari sekali, pernah mengalami diare tapi tidak sampai
parah. Eliminasi urin (Buang Air Kecil)
21

>4 kali sehari tergantung dengan aktivitas fisik yang


dilakukan pada anak, tidak ada nyeri saat BAK
c) Tidur dan Istirahat waktu tidur anak: siang jam 12.00-15.00
WIB, malam jam 21.00-08.00 WIB tergantung aktivitas yang
dilakukan pada anak, pemanfaatan waktu senggang
biasanya anak bermain dengan temannya dan terkadang
bermain hp melihat youtube
d) Kebersihan
Sehari 2x-3x mandi

3. Analisa Data

No S & O Problem
1 S: Gangguan Tumbuh Kembang
Ibu An. A mengatakan berhubungan dengan
terkadang anak enggan untuk ketidakmampuan mengasorbsi
makan, dan makan dalam porsi nutrient
yang sedikit, setelah makan
biasanya anak cepat kenyang
disertai berat badan sulit naik

O:
Keadaan Umum : Lemas
Px tampak kurus dan kecil
Berat badan : 9,4 kg
Tinggi badan : 80 cm
Lingkar kepala : 47 cm Lingkar
Lengan Atas: 14 cm
22

4. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Tumbuh Kembang berhubungan dengan ketidakmampuan
mengasorbsi nutrient

5. Rencana Tindakan Keperawatan

DX Tujuan Intervensi
Gangguan Tumbuh Setelah dilakukan Observasi :
Kembang tindakan keperawatan 1. Identifikasi status
berhubungan (pendidikan keseatan) nutrisi
dengan selama 45-60 menit 2. Identifikasi makanan
ketidakmampuan diharapkan keluarga yang disukai
mengasorbsi nutrient mampu merawat klien 3. Monitor asupan
agar status nutrisi makanan
dapat membaik 4. Monitor berat badan
Luaran Utama Terapeutik :
Status Nutrisi 5. Lakukan oral
membaik hygiene sebelum
1) Porsi makanan dari makan, jika perlu 6.
yang tidak habis Berikan makanan
menjadi habis tinggi serat untuk
2) Kekuatan otot mencegah konstipasi
mengunyah meningkat 7. Berikan makanan
3) Nafsu makan tinggi kalori dan tinggi
meningkat protein
8. Berikan suplemen
makan, jika perlu
Edukasi
9. Anjarkan diet yang
23

diprogramkan

6. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

DX Implementasi Respon PX
Gangguan Tumbuh 1. Membina Keluarga klien
Kembang hubungan saling menerima dengan
berhubungan percaya keluarga ramah
dengan 2. Menjelaskan Keluargan klien
ketidakmampuan kepada keluarga memperhatikan saat
mengasorbsi pengertian dari diberi penjelasan
nutrient stunting
3. Menganjurkan Keluarga mengikuti
dan menjelaskan hal yang dianjurkan
kepada keluarga klien
untuk memberi
makanan yang
disukai klien
dengan berbagai
jenis variasi menu
makanan.
4. Memonitor berat BB : 9,4 kg TB : 80
badan, dan tinggi cm
5. Mengobservasi Ny.Y mengatakan An.
asupan nutrisi Susah makan
anak
6. Melakukan oral Keluarga pasien
hygiene sebelum bersedia
24

makan, jika perlu melakukannya


7. Menganjurkan Keluarga pasien
untuk bersedia
memberikan
makanan tinggi
serat untuk
mencegah
konstipasi
8. Menganjurkan Keluarga pasien
untuk memberikan bersedia
makanan tinggi
kalor dan tinggi
protein
9. Memberikan Keluarga pasien akan
suplemen makan memberikannya
10. Anjarkan diet yang Keluarga pasien
diprogramkan bersedia
(ETPT) mengikutinya

7. Evaluasi
S : Ny.Y mengatakan anak sudah mulai suka dengan makanannya
O : BB : 9,6 kg TB : 80 cm
Anak tampak makan dengan porsi sedang
A : Masalah defisit nutrisi teratasi sebagaian
P : Intervensi dilanjutkan
25

BAB IV
PEMBAHASAN

Stunting adalah salah satu diagnosa diantara gangguan –


gangguan nutrisi yang terjadi pada anak. Stunting sendiri
merupakan Stunting merupakan suatu kondisi dimana terjadi gagal
tumbuh pada anak balita (bawah lima tahun) disebabkan oleh
kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk
usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi berada di dalam
kandungan dan pada masa awal setelah bayi dilahirkan. Akan
tetapi, kondisi stunting baru akan muncul setelah anak berusia 2
tahun.
A. Pengkajian
Hasil pengkajian yang didapatkan dengan masalah
keperawatan Defisit nutrisi pada An.A yang berusia 3 tahun, An.
A susah makan, otot mengunyah lemah, berat badan sulit naik,
anak tampak kecil, kurus dan anak tidak bertumbuh seperti
anak seusianya. Berat badan anak 9,4kg, tinggi badan 80 cm,
lingkar kepala 47 cm, dan lingkar lengan 14 cm, Anak makan
dengan porsi sedikit, 1 porsi makan terdiri: nasi, kerupuk
26

terkadang juga dengan makanan ringan) Masalah keperawatan


defisit nutrisi menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) adalah
asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
Sesuai dengan fakta dan teori yang telah dijabarkan oleh
penulis terdapat kesamaan antara fakta dan teori yang
mengacu pada sasaran, data dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan. Anak yang susah makan, berat badan sulit naik dan
otot mengunyah lemah serta anak tidak bertumbuh seperti anak
seusianya yang menjadi penyebab asupan nutrisi tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan tubuh pada anak.
B. Diagnosa Keperawatan
An. A usia 3 tahun dengan gangguan tumbuh kembang
berhubungan dengan ketidakmampuan mengasorbsi nutrient.
Karena dari hasil pengkajian pada klien, penulis menemukan
data yang mengarah pada diagnosa tersebut, ditandai dengan
berat badan anak susah naik dan anak susah makan, otot
mengunyah lemah, anak tidak bertumbuh seperti anak
seusianya, dan porsi makan sedikit.
C. Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan atau intervensi pada diagnosa
keperawatan gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan
ketidakmampuan mengasorbsi nutrient. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 45-60 menit diharapkan keluarga
mampu merawat klien agar defisit nutrisi dapat membaik
dengan kriteria hasil status nutrisi meningkat, porsi makanan
yang semula tidak habis menjadi habis, kekuatan otot
mengunyah meningkat, kekuatan otot menelan meningkat, porsi
makan meningkat dan proporsi makanan bergizi.
27

Rencana tindakan keperawatan defisit nutrisi menurut


SIKI Tim Pokja DPP PPNI (2017) adalah : Manajemen nutrisi
diantaranya, identifikasi status nutrisi, identifikasi makanan yang
disukai, monitor asupan makanan, monitor berat badan, lakukan
oral hygiene sebelum makan, berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi, berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein. Rencana tindakan tidak ada kesenjangan, semua
rencana tindakan fakta dan teori sama.perumusan tujuan antara
fakta dan teori, pada teori perencanaan menggunakan kriteria
hasil yang mengacu pada pencapaian tujuan sedangkan pada
fakta perencanaan menggunakan sasaran, dalam intervensinya
dengan alasan penulis ingin berupaya memandirikan klien dan
keluarga dalam pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan
melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan mengenai
masalah, dan perubahan tingkah laku klien, dalam tujuan fakta
dicantumkan kriteria waktu karena pada kasus nyata keadaan
klien secara langsung.
D. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan telah dilaksanakan
dengan rencana yang telah ditetapkan oleh penulis. Diagnosa
gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan
ketidakmampuan mengasorbsi nutrient, menjelaskan kepada
keluarga pengertian dari stunting dan defisit nutrisi,
menganjurkan kepada keluarga untuk memberi makanan yang
disukai klien, memonitor berat badan klien.
Menurut SIKI Tim Pokja DPP PPNI (2017) adalah :
Manajemen nutrisi diantaranya, identifikasi status nutrisi,
identifikasi makanan yang disukai, monitor asupan makanan,
monitor berat badan, lakukan oral hygiene sebelum makan,
28

berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi,


berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Pelaksanaan
tindakan keperawatan ini tidak ditemukan hambatan
dikarenakan klien dan keluarga kooperatif dengan perawat
sehingga pelaksanaan tindakan dapat dilakukan.
E. Evaluasi Keperawatan
Hasil observasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
hari selama 45-60 menit terkait dengan masalah keperawatan
gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan
ketidakmampuan mengasorbsi nutrien didapatkan hasil anak
menjadi suka makan- makanan bernutrisi dibandingkan dengan
snack, otot mengunyah pada anak menjadi baik.
Menurut SLKI Tim pokja DPP PPNI (2017) Diharapkan
keluarga mampu merawat klien agar defisit nutrisi dapat
membaik dengan kriteria hasil status nutrisi meningkat, porsi
makanan dari yang tidak habis menjadi habis, kekuatan otot
mengunyah meningkat, dan kekuatan otot menelan meningkat,
dan nafsu makan meningkat. Hasil observasi keseluruhan tidak
ada kesenjangan atau sesuai dan dapat disimpulkan dari hasil
evaluasi pada An. A teratasi sebagian karena adanya dukungan
keluarga, kemauan keluarga, dan adanya kerjasama yang baik
antara keluarga klien dengan klien.
29

BAB V
EVALUASI

A. Kesimpulan

Stunting adalah salah satu diagnosa diantara gangguan –


gangguan nutrisi yang terjadi pada anak. Stunting sendiri
merupakan Stunting merupakan suatu kondisi dimana terjadi gagal
tumbuh pada anak balita (bawah lima tahun) disebabkan oleh
kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi terjadi sejak bayi berada di dalam kandungan dan
pada masa awal setelah bayi dilahirkan. Akan tetapi, kondisi
stunting baru akan muncul setelah anak berusia 2 tahun.

Dari hasil uraian yang telah diuraikan tentang asuhan


keperawatan pada klien dengan diagnosa medis stunting, maka
penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengkajian, berdasarkan hasil pengkajian ditemukan data An.A


dengan keluhan anak susah makan, berat badan anak sulit
30

naik, otot mengunyah lemah dan anak tidak bertumbuh seperti


anak seusianya. Tinggi badan An. A 80 cm, berat badan 9,4 kg,
lingkar kepala 47 cm, dan lingkar lengan atas 14 cm, Anak
makan dengan porsi sedikit, 1 porsi makan terdiri: nasi, kerupuk
terkadang juga dengan makanan ringan).
2. Diagnosa keperawatan prioritas meliputi, gangguan tumbuh
kembang berhubungan dengan ketidakmampuan mengasorbsi
nutrient.
3. Intervensi atau jenis tindakan yang dilakukan pada klien dengan
Defisit Nutrisi yaitu mengajak keluarga klien untuk memenuhi
asupan nutrisi, memberikan makanan yang disukai klien sedikit
tapi sering, dan memberikan beberapa jenis makanan dengan
variasi menu yang berbeda.
4. Implementasi kepada klien dan keluarga sesuai rencana
tindakan yang telah dibuat oleh penulis. Pada diagnosa
gangguan tumbuh kembah berhubungan dengan
ketidakmampuan mengasorbsi nutrient untuk dapat
menyelesaikan masalah tersebut, penulis melibatkan keluarga
dan klien secara aktif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
karena terdapat beberapa tindakan keperawatan yang
memerlukan kerjasama antar perawat, klien dan keluarga.
5. Pada akhir evaluasi dari diagnosa keperawatan yang terjadi
pada An.A semua tujuan dapat tercapai karena adanya
kerjasama yang baik antara klien, keluarga dan perawat.
Evaluasi pada An.A didapatkan masalah yakni diagnosa
keperawatan gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan
ketidakmampuan mengasorbsi nutrient teratasi sebagian dan
intervensi dilanjutkan.
31

B. Saran
Saran yang diberikan ditujukan untuk :

1. Instansi
Mempertahankan kualitas layanan atau asuhan yang
dilakukan terhadap pasien agar masyarakat tetap mempercayai
kinerja instansi sesuai standar.

2. Perawat
Dapat meningkatkan wawasan bagi profesi atau tenaga
kesehatan lainnya dalam mengangani kasus atau melakukan
asuhan keperawatan khususnya anak dengan gangguan nutrisi.
3. Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mampu memahami gangguan nutrisi
pada anak dan memahami konsep diet yang sesuai pada setiap
anak.
32

DAFTAR PUSTAKA

Aditianti, A., Prihatini, S., & Hermina, H. (2016). Pengetahuan,


Sikap dan Perilaku Individu Tentang Makanan Beraneka Ragam
sebagai Salah Satu Indikator Keluarga Sadar Gizi (KADARZI).
Andriani, R. 2016. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh dan
Aktivitas Fisik Dengan Volume Oksigen Maksimum. Universitas
Muhammadiyah Surakarta : Surakarta.
Buletin Penelitian Kesehatan, 44(2), 117–126.
https://doi.org/10.22435/bpk.v44i2.5455.117-126
Amirah, A. N., & Rifqi, M. A. (2019). Karakteristik, Pengetahuan
Gizi Ibu dan Status Gizi Balita (BB/TB) Usia 6-59 bulan. Amerta
Nutrition, 3(3), 189.
https://doi.org/10.20473/amnt.v3i3.2019.189-193
Ariani, P. A. (2017). Ilmu Gizi. Yogyakarta: Nuha Medika.
Elyani, E., Yunita, P., Program, M. S., & Program, M. S. (2019).
Hubungan Pengetahuan Ibu Dan Pola Asuh Tentang Status Gizi
Balita Dengan Kejadian Kekurangan Gizi Pada Balita Di
33

Kelurahan Baran Timur Kecamatan Meral Kabupaten Karimun.


9(3), 2015–2019.
Fitriani. S. (2011). Promosi Kesehatan. Ed 1. Yogyakarta: Graha
Ilmu. Gizi, S., Akademi, D., Panca, K., Pontianak, B., Akademi,
D., Panca, K., & Pontianak, B. (2018). Jurnal Kebidanan-ISSN
2252-8121 213. 8.
Kemenkes RI. (2013). Profil Kesehatan Indonesia. In Journal of
Physics A: Mathematical and General (Vol. 14, Issue 8).
https://doi.org/10.1088/0305- 4470/14/8/037 Kemenkes RI.
(2018). Riset kesehatan dasar, Indonesia.
Maryunani, Anik. (2016). Kehamilan dan Persalinan Patologis
(Risiko Tinggi dan Komplikasi) Dalam Kebidanan.Jakarta: CV
Trans Info Media.
Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan
Praktis. Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction Jogja
Rahmadita, K. (2020). Permasalahan Stunting dan
Pencegahannya. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada.
11(1).225-229.
34

LAMPIRAN
KEP

Stunting dan Wasting


35

Anda mungkin juga menyukai