Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

STUNTING DAN GIZI 1000 HPK

“Faktor Risiko dan Pencegahan Stunting Pada Anak Usia 24-59 Bulan”

Dosen Pengampu : dr. Nancy S. H. Malonda, MPH

Disusun Oleh :

Kelompok 7

Selin R. Rumengan (211111010268)


Annisa N. C. Dewi (211111010184)
Aprillia C. Rori (211111010125)
Jessica R. K. S. Toga (231114010226)
Riclivo J. R. Seroan (211111010175)
Christa N. Bidara (211111010131)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
tuntunan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Adapun judul dari makalah ini yaitu “Faktor Risiko dan Pencegahan
Stunting Pada Anak Usia 24-59 Bulan”. Pada kesempatan ini kami mengucapkan
terima kasih kepada dr. Nancy S. H. Malonda, MPH selaku dosen mata kuliah pilihan
umum Stunting dan Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan yang telah memberikan tugas
kepada kami.

Kami menyadari bahwa makalah ini kurang dari sempurna, untuk itu penyusun
sangat mengharapkan kritik dan saran, baik dari dosen maupun teman-teman atau
pembaca agar makalah ini lebih sempurna. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca dan semoga dengan adanya tugas ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Manado, 25 Oktober 2023

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 1

1.3 Tujuan ................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 3

2.1 Pengertian Stunting .............................................................................................. 3

2.2 Faktor Risiko Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan ......................................... 3

2.3 Pencegahan Stunting Pada Anak Usia 24-59 Bulan ........................................... 9

BAB III PENUTUP ................................................................................................ 13

3.2 Kesimpulan ........................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stunting saat ini masih menjadi salah satu permasalahan gizi yang prioritas di
Indonesia. Stunting sendiri merupakan masalah gizi kronis yang dialami oleh
anak umur dibawah lima tahun dengan indikator panjang badan/tinggi badan
menurut umur (PB/U atau TB/U). Malnutrisi pada anak akan mempengaruhi
pertumbuhan anak sehingga akan berisiko terkena penyakit, mempengaruhi
tingkat kecerdasan anak dan menurunkan kualitas sumber daya manusia dari
sebuah negara. Data WHO tahun 2018 sebanyak 158 juta anak atau 22,9%
anak di bawah usia lima tahun mengalami stunting, dan sebanyak 56%
ditemukan di Asia.
Di Indonesia prevalensi stunting tercatat masih di angka 30,8%, angka
tersebut secara psikologis menunjukkan stunting masih menjadi masalah yang
serius sehingga harus segera dilakukan upaya pencegahan dan
penanggulangan stunting. Oleh karena itu, pemerintah melakukan pencegahan
dan penurunan stunting termasuk dalam Program Prioritas Nasional (PPN)
dengan adanya program ini diharapkan dapat mendukung peningkatan mutu
pelayanan kesehatan sesuai dengan prinsip pencegahan lima tingkat (five level
prevention).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang di dapat adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan stunting?
2. Apa saja yang menjadi faktor risiko stunting pada anak usia 24-59 bulan?
3. Bagaimana cara pencegahan stunting pada anak usia 24-59 bulan?

1
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui apa itu stunting.
2. Untuk mengetahui faktor risiko stunting pada anak usia 24-59 bulan.
3. Untuk mengetahui cara pencegahan stunting pada anak usia 24-59 bulan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Stunting


Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat
kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau
tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan (PERPRES RI, 2021).
Stunting diketahui dengan cara menilai tinggi badan berdasarkan standar
pertumbuhan anak yakni standar antropometri. Anak dikatakan stunting jika
tinggi badan kurang dari minus dua standar deviasi median standar antropometri
(<-2SD) (PUSDATIN Kemenkes RI, 2016). Pada anak yang terjadi stunting dapat
di konfirmasi status gizinya, yaitu dengan cara sebagai berikut:

2.2 Faktor Risiko Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan


a. Riwayat Pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Gabus didapati bahwa
terdapat hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
stunting pada balita usia 24-59 bulan dengan risiko 7,400 kali lebih besar
mengalami stunting dibandingkan dengan balita yang diberikan ASI eksklusif
3
hingga usia 6 bulan. Pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan sangatlah
penting untuk perrtumbuhan bayi karena membuat tumbuh kembang bayi jauh
lebih optimal dan tidak mudah sakit di masa pertumbuhannya. Salah satunya
adalah kandungan protein yang terdapat pada ASI dapat meningkatkan daya
tahan tubuh pada balita. ASI juga banyak mengandung vitamin A yang tinggi
serta karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi
bayi pada awal kehidupan.
Stunting akan terlihat ketika seorang anak sudah berusia 24 bulan (2
tahun). Jadi sebelum anak mencapai usia dua tahun, orang tua harus berjuang
untuk pertumbuhan yang baik bagi anak. Salah satunya yaitu dengan
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan (Pranindita & Cahyati, 2022).
b. Penyakit Infeksi
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat hubungan antara
penyakit infeksi terhadap kejadian stunting. Hubungan antara penyakit infeksi
dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan didapati tingginya
jumlah anak yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
yang disebabkan sanitasi dan kondisi rumah yang tidak sesuai.
Penyakit infeksi dapat menyebabkan menurunnya asupan makanan,
mengganggu absorbsi zat gizi, menyebabkan hilangnya zat gizi secara
langsung, dan meningkatkan kebutuhan metabolik. Apabila kondisi ini terjadi
dalam waktu lama dan tidak segera diatasi maka dapat menurunkan asupan
makanan dan mengganggu absorbsi zat gizi, sehingga dapat meningkatkan
risiko terjadinya stunting pada anak balita (Linda, D, W., 2023).
c. Riwayat Pengenalan MP-ASI yang Tidak Sesuai Waktu
Anak yang mendapatkan MP-ASI yang tidak sesuai dengan waktu memulai
pemberian MP-ASI memiliki risiko untuk menjadi stunting. Hal ini berarti
usia pengenalan MP-ASI berhubungan secara signifikan dengan kejadian
stunting. Berdasarkan penelitian yang ada membuktikan bahwa praktik
pemberian MP-ASI pada anak balita merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya stunting.

4
Sesuai dengan Departemen Kesehatan (Depkes) yang menyatakan bahwa
gangguan pertumbuhan pada awal masa kehidupan bayi antara lain
disebabkan oleh kekurangan gizi sejak bayi, pemberian MP-ASI terlalu dini
atau terlalu lambat, MP-ASI yang tidak mencukupi gizi sesuai kebutuhan bayi
atau kurang baik pola pemberiannya menurut usia, dan perawatan bayi yang
kurang memadai. Anak balita yang diberikan ASI eksklusif dan MP-ASI
sesuai dengan kebutuhannya dapat mengurangi risiko terjadinya stunting. Hal
ini karena pada usia 0-6 bulan, ibu balita yang memberikan ASI eksklusif
dapat membentuk imunitas atau kekebalan tubuh anak balita sehingga dapat
terhindar dari penyakit infeksi. Setelah itu, pada usia 6 bulan anak balita
diberikan MP-ASI dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga anak
balita dapat terpenuhi kebutuhan zat gizinya yang dapat mengurangi risiko
terjadinya stunting (Linda, D, W., 2023).
d. Kurangnya Asupan Makanan yang Beragam pada Anak
Asupan makanan yang beragam kepada balita penting untuk mencegah
terjadinya infeksi. Sumber makanan beragam ini meliputi karbohidat, protein
hewani dan nabati, vitamin, dan zat besi yang sangat berperan dalam
perlindungan dan daya tahan tubuh balita. Beragamnya asupan makanan pada
balita dapat menggambarkan kualitas pemenuhan gizinya. Kebanyakan balita
mengalami susah makan sehingga berisiko mengalami stunting dikarenakan
kurangnya variasi dalam pemberian makanan kepada balita serta minimnya
nutrisi penunjang seperti susu formula. Disamping itu, pola makan yang
teratur dan beragam juga harus dibiasakan sejak dini agar anak akan terbiasa
dengan pola makan yang sehat (Linda, D, W., 2023). Selain itu, diperlukan
pola makan yang baik untuk usia 24-59 bulan agar dapat memenuhi gizi
seimbang, yaitu seperti:

5
a. Biasakan makan 3 kali sehari (pagi, siang dan malam)
Dalam upaya pemenuhan kebutuhan zat gizi selama sehari dianjurkan
agar anak makan secara teratur yaitu 3 kali sehari dimulai dengan
sarapan atau makan pagi, makan siang dan makan malam. Selain
makan utama 3 kali sehari anak usia 24-59 juga dianjurkan untuk
mengonsumsi makanan selingan sehat. Untuk menghindarkan atau
mengurangi anak-anak mengonsumsi makanan yang tidak sehat dan
tidak bergizi dianjurkan agar selalu makan bersama keluarga. Sarapan
setiap hari penting terutama bagi anak-anak karena mereka sedang
dalam proses pertumbuhan dan mengalami perkembangan otak yang
sangat tergantung pada asupan makanan secara teratur.
b. Perbanyak mengonsumsi makanan kaya protein seperti ikan, telur,
susu, tempe, dan tahu.
Pertumbuhan anak membutuhkan pangan sumber protein dan sumber
lemak kaya Omega 3, DHA, EPA yang banyak terkandung dalam
ikan. Anak-anak dianjurkan banyak mengonsumsi ikan dan telur
karena kedua jenis pangan tersebut mempunyai kualitas protein yang
baik. Tempe dan tahu merupakan sumber protein nabati yang
kualitasnya baik untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika
memberikan susu kepada anak, tidak perlu menambahkan gula pada
saat menyiapkannya. Pemberian susu dengan kadar gula yang tinggi
akan membuat selera anak terpaku pada kadar kemanisan yang tinggi.
Pola makan yang terbiasa manis akan membahayakan kesehatannya di
masa yang akan datang.
c. Perbanyak mengonsumsi sayuran dan buah-buahan
Sayuran dan buah-buahan adalah pangan sumber vitamin, mineral dan
serat. Vitamin dan mineral merupakan senyawa bioaktif yang
tergolong sebagai antioksidan, yang mempunyai fungsi antara lain
untuk mencegah kerusakan sel. Serat berfungsi untuk memperlancar

6
pencernaan dan dapat mencegah dan menghambat perkembangan sel
kanker usus besar.
d. Batasi mengonsumsi makanan selingan yang terlalu manis, asin dan
berlemak
Pangan manis, asin dan berlemak dapat meningkatkan risiko terjadinya
penyakit kronis tidak menular seperti tekanan darah tinggi,
hiperkolesterol, hiperglikemia, diabetes mellitus, dan penyakit jantung.
Sesuai dalam pesan umum nomor 5 tentang batasi konsumsi pangan
yang manis.
e. Minumlah air putih sesuai kebutuhan
Sangat dianjurkan agar anak-anak tidak membiasakan untuk minum
minuman yang manis atau bersoda, karena jenis minuman tersebut
kandungan gulanya tinggi. Untuk mencukupi kebutuhan cairan sehari
hari dianjurkan agar anak-anak minum air sebanyak 1200-1500 ml
air/hari, sesuai dengan Permenkes Nomor 75 Tahun 2013 tentang
Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan bagi Indonesia.
e. Status Gizi Ibu yang Tidak Terpenuhi Saat Mengandung
Status gizi ibu sewaktu hamil merupakan prediktor terkuat stunting pada
balita usia 24-59 bulan. Ibu yang berstatus gizi kurang sewaktu hamil
berpeluang memiliki anak stunting 3,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
ibu yang berstatus gizi normal sewaktu hamil. Ibu yang mengalami
kekurangan gizi sewaktu hamil menyebabkan transfer makanan ke janin tidak
memadai sehingga pertumbuhan janin terhambat dan berisiko melahirkan bayi
berat lahir rendah (BBLR). Anak dengan riwayat berat lahir rendah berisiko
tinggi menjadi stunting apabila tidak bisa mengejar ketertinggalan berat badan
sesudah kelahiran akibat asupan dan perawatan kesehatan yang tidak memadai
(Linda, D, W., 2023).

7
f. Tinggi Badan Ibu
Perawakan pendek ibu merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan
angka kejadian stunting pada anak. Ibu yang bertubuh pendek juga akan
cenderung melahirkan anak yang stunting, sedangkan ibu dengan postur tubuh
normal atau tinggi badan mayoritas juga akan melahirkan anak dengan tinggi
badan normal sesuai dengan usianya. Ibu yang memiliki tinggi badan pendek
berisiko untuk menderita stunting dibandingkan dengan balita yang memiliki
ibu dengan tinggi badan normal.
Terjadi mekanisme yang disebut dengan sindrom stunting melalui jalur
antar generasi dimana ibu hamil yang pendek berisiko memiliki janin yang
terhambat pertumbuhannya, terlebih jika diiringi dengan konsumsi makan
yang tidak mencukupi kebutuhan zat gizi, menderita penyakit infeksi, dan
terpapar polusi selama kehamilan. Janin dengan pertumbuhan yang terhambat
akan berpeluang untuk berukuran kecil atau prematur saat dilahirkan
(Rahmawati, 2023).
g. Status Ekonomi Keluarga
Keluarga yang mempunyai status ekonomi tinggi mampu untuk membeli
bahan pangan yang mempunyai nilai gizi yang baik dan bervariasi, sehingga
meminimalkan risiko anak mengalami stunting. Sedangkan, pada keluarga
yang mempunyai status ekonomi rendah, akan mengalami kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan makanan balita. Penyediaan makanan keluarga menjadi
terbatas karena harus menyesuaikan dengan kondisi ekonomi orangtua atau
pendapatan keluarga.
Kebutuhan gizi anak balita yang tidak dipenuhi dalam jangka waktu yang
lama dapat menyebabkan status gizi kurang atau bahkan buruk. Kondisi gagal
tumbuh akan memicu kejadian stunting saat usia anak sudah mencapai 2
tahun. Pada keluarga dengan status ekonomi tinggi juga dapat terjadi
kemungkinan balita mengalami stunting dikarenakan keluarga tersebut lebih
mengutamakan selera makan orang dewasa, sehingga kurang memperhatikan

8
kebutuhan zat gizi balita yang diperlukan untuk tumbuh kembangnya. Status
ekonomi keluarga yang rendah erat kaitannya dengan kemiskinan dan
kelaparan. Kemiskinan dalam jangka panjang akan menyebabkan risiko
stunting semakin tinggi (Cahyaningtyas & Mirasari, 2023).
h. Riwayat Anemia saat Kehamilan
Balita yang lahir dari ibu dengan riwayat anemia selama kehamilan
mempunyai risiko lebih besar mengalami stunting dibandingkan dengan balita
yang lahir pada ibu yang tidak mengalami anemia selama kehamilan. Anemia
adalah suatu kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin
(Hb) kurang dari normal. Ibu hamil dengan anemia biasanya mengalami
gejala seperti lelah, letih, lesuh, lemah, dan nafsu makan berkurang karena
hemoglobin di dalam darah berada di bawah nilai normal. Kondisi ini
mengakibatkan suplai oksigen di dalam sel-sel tubuh dan otak berkurang,
sehingga mempengaruhi berat badan ibu. Anemia selama kehamilan
mempunyai pengaruh yang signfikan terhadap kejadian stunting dan berat
badan kurang (Cahyaningtyas & Mirasari, 2023).

2.3 Pencegahan Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan


a. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
Pencegahan stunting dapat dilakukan dengan memberikan memberikan
makanan tambahan kepada anak usia 24-59 bulan. Penyediaan makanan
tambahan berupa krekers/biskuit dengan formulasi gizi tertentu dan
difortifikasi dengan vitamin dan mineral. Berikut merupakan prinsip
pemberian makanan tambahan pada balita (KEMENKES RI, 2023):
1. Makanan lengkap siap santap atau kudapan yang kaya akan sumber
protein hewani dengan memperhatikan gizi seimbang serta lauk
hewani diharapkan dapat bersumber dari 2 macam sumber protein
yang berbeda. Misalnya telur dan ikan, telur dan ayam, telur dan
daging. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan kandungan protein yang
tinggi dan asam amino esensial yang lengkap.

9
2. Berupa tambahan dan bukan pengganti makanan utama.
3. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) di Posyandu, Fasyankes, Kelas
Ibu Balita atau melalui kunjungan rumah oleh kader/nakes/mitra.
4. Diberikan setiap hari dengan komposisi sedikitnya 1 kali makanan
lengkap dalam seminggu dan sisanya kudapan.

b. Pemberian Suplementasi Vitamin A


Vitamin A memiliki peran dalam fungsi penglihatan, epitelisasi sel,
pertumbuhan dan perkembangan, serta berkurangnya nafsu makan. Pemberian
vitamin A merupakan program pemerintah di puskesmas khususnya
posyandu yang diberikan dua kali tiap tahun pada bulan Februari dan Agustus
bersamaan dengan imunisasi campak.

10
Pemberian vitamin A diperuntukkan anak berumur 6-59 bulan. Tingkat
kecukupan vitamin A yang utama adalah melalui asupan makanan, yaitu dapat
melalui buah dan sayur yang kaya akan vitamin. Biasanya buah dan sayur
yang berwarna jingga dan merah mengandung banyak vitamin A. Selain itu
juga dapat melalui lauk pauk seperti ikan, telur, dan udang. Adapun
suplementasi vitamin A yang rutin dijadwalkan pemberiannya pada bulan
Februari kemudian dilanjutkan pada bulan Agustus merupakan suatu langkah
preventif mencegah defisiensi vitamin A dan dapat menurunkan kejadian
penyakit campak maupun diare. Dengan adanya jadwal rutin pemberian
vitamin A rutin anak balita diharapkan anak menjadi sehat dan kuat sehingga
kekebalan tubuh meningkat, pertumbuhan dan perkembangan menjadi optimal
(PUSDATIN Kemenkes RI, 2016).
c. Pemantauan Pertumbuhan
Berdasarkan Stranas Percepatan Pencegahan Stunting dijelaskan terdapat dua
pemantauan pertumbuhan, yaitu :
1) Pemantauan berat badan anak usia 0-6 bulan dilakukan setiap bulan,
sejak bayi berusia 0-23 bulan dilakukan setiap 3 bulan, dan dilakukan
setiap 6 bulan sekali sejak anak 24-59 bulan.
2) Pemantauan panjang/tinggi badan anak usia 0-23 bulan setiap 3 bulan
dan dilakukan setiap 6 bulan pada anak 24-59 bulan, dan pengukuran
lingkar kepala, dilakukan setiap 3 bulan pada anak 0-12 bulan, dan
setiap 6 bulan hingga berusia 23 bulan, diikuti dengan pengukuran
sekali setahun ketika berusia lebih dari 2 tahun
d. Peran dari Keluarga
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan anggotanya, memberikan
perawatan jasmani dan rohani, serta secara langsung membentuk kepribadian.
Keluarga merupakan sumber daya yang penting dalam memberikan pelayanan
kesehatan. Peran keluarga terhadap balita merupakan suatu proses interaksi
antara orang tua dan anak. Interaksi tersebut mencakup peran orang tua dalam
menerapkan kebiasaan sehari-hari seperti kebiasaan pengasuhan, kebersihan,
dan kebiasaan mendapatkan pelayanan kesehatan. Keluarga merupakan

11
contoh bagi balita dalam menerapkan kebiasaan hidup sehari-hari. Peran
keluarga yang baik menjadi dasar dalam menyiapkan pola hidup sehat pada
balita agar balita terhindar dari berbagai macam penyakit sehingga
pencegahan stunting dapat di lakukan secara optimal (Aini Qolbi P, et.al.,
2020).

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat
kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau
tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan. Umumnya stunting
dapat dilihat secara langsung pada anak usia 24-59 bulan. Faktor risiko terjadinya
stunting pada anak usia 24-59 bulan yaitu riwayat pemberian ASI eksklusif,
penyakit infeksi, riwayat pengenalan MP-ASI yang tidak sesuai waktu, kurangnya
asupan makanan yang beragam pada anak, status gizi ibu yang tidak terpenuhi
pada saat mengandung, tinggi badan ibu, status ekonomi keluarga, dan riwayat
anemia saat kehamilan.
Upaya pencegahan yang dilakukan dalam mengatasi stunting pada anak usia
24-59 bulan yaitu pemberian makanan tambahan (PMT), pemberian suplementasi
vitamin A, pemantauan pertumbuhan, dan peran dari keluarga.

13
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, N. (2022). “Apa itu Stunting”. Kementrian Kesehatan Direktorat Jenderal


Pelayanan Kesehatan. https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1516/apa-itu-
stunting, Diakses pada 22 Oktober 2023.
Aini Qolbi P, Munawaroh M, & Jayatmi I., 2020. „Hubungan Status Gizi, Pola
Makan dan Peran Keluarga terhadap Pencegahan Stunting pada Balita Usia 24
– 59 Bulan‟. Jurnal Ilmiah Kebidanan Indonesia. Vol. 10. No. 4.
Cahyaningtyas, A., Mirasari, T. (2023). „Faktor Risiko Stunting pada Balita Usia 24-
59 bulan di Sukoharjo‟. Jurnal ITS PKU. Vol. 20, No.2, 175-181, diakses
pada 22 Oktober 2023.
Hamalding, H., Said, I., & Nurmiati, S. (2020). Original Article Analisis Determinan
Kejadian Stunting Di Desa Taraweang Kecamatan Labakkang Kabupaten
Pangkep 3 (1), Hal. 12-13.
Hamzah, S, R. (2023). „Analisis Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita (24-59
Bulan) Di Kota Kotamobagu‟. https://ejurnal.ung.ac.id/index.php
/gojhes /article/download/18842/6386, diakses pada tanggal 23 Oktober 2023.
Kementerian Kesehatan RI. (2023). Petunjuk Teknis Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) Berbahan Pangan Lokal Untuk Balita Dan Ibu Hamil.
https://ayosehat.kemkes.go.id/pub/files/e93f96e1113bd80c63cf8314f4f32299.
pdf, diakses pada 24 Oktober 2023.
Linda, D, W. (2023). „Faktor Pola Makan, Pemberian ASI Eksklusif, dan
Pengetahuan Gizi Ibu Terhadap Risiko Stunting Usia 24-59 di Wilayah kerja
UPTD Puskesmas Mawasangka Tengah Kabupaten Buton Tengah‟.
http://repository.poltekkes- kdi.ac.id/4188/3/BAB%20II%20fix.pdf, diakses
pada 24 oktober 2023
Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021 tentang
Percepatan Penurunan Stunting.
Pranindita, S., Cahyati, W. (2022). „Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan‟. HIGEIA
JOURNAL OF PUBLIC HEALTH RESEARCH AND DEVELOPMENT. Vol.
4, Hal. 191-202.
14
Putri, M, G, dkk. (2021). „Hubungan Suplementasi Vitamin A, Pemberian Imunisasi,
dan Riwayat Penyakit Infeksi Terhadap Kejadian Stunting Anak Usia 24-59
Bulan di Puskesmas Mulyorejo, Surabaya‟. https://e-
journal.unair.ac.id/MGK/article/download/24946/14242, diakses pada 24 Oktober
2023.
PUSDATIN Kemenkes RI. (2016) Situasi Balita Pendek. (Online).
https://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/situasi-
balita-pendek-2016.pdf, diakses pada 24 Oktober 2023.
Rahmawati, H. (2023). „Analisis Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita (24-59
bulan) di Kota Kotamobagu. Gorontalo Journal Health and Science
Community. Vol. 7 No.2.
Sekretariat Wakil Presiden Indonesia. (2018). Strategi Nasional Percepatan
Pencegahan Stunting Periode 2018-2024. (Online). https://cegahstunting.id
/download/844/ , diakses pada 24 Oktober 2023.

15

Anda mungkin juga menyukai