Oleh :
Syukur Alhamdulillah peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat,hidayah, serta karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“ HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA
BALITA DI PUSKESMAS….KOTA PADANG TAHUN 2023”
Shalawat dan salam peneliti mohonkan kepada Allah SWT semoga disampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan contoh dan suritauladan bagi manusia untuk
keselamatan dunia dan akhirat.
Skripsi ini dibuat untuk menyelesaikan program S1 Kebidanan. Dalam penyelesaian
Skripsi ini peneliti banyak mendapatkan masukan, dukungan, bimbingan, dan arahan dari
berbagai pihak untuk itu dengan segala kerendahan hati dan penuh pengharapan peneliti, Pada
kesempatan kali ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Ibu selaku pembimbing yang telah bersedia memberikan waktu dan memberikan arahan serta
masukan untuk peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini.
2. Ibu Dr.Ns.Asmawati, M.Kep selaku ketua STIKes Alifah Padang
3. Ibu Trya Mia Intani, M.Keb selaku ketua Prod S1 Kebidanan STIKes Alifah Padang
4. Ayah, Ibu dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dan dorongan kepada peneliti
dalam mempersiapkan diri untuk menjalani semua tahapan dalam penyusunan Skripsi.
Selaku manusia, peneliti sadar bahwa terdapat keterbatasan yang dimiliki sehingga
menjadikan Skipsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stunting adalah kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak)
akibat kekurangan gizi dalam waktu yang relatif lama. Sehingga, anak akan menjadi pendek
atau perawakannya jadi lebih pendek dari anak normal pada seusianya sehingga memiliki
keterlambatan dalam berpikir yang umumnya disebabkan oleh pola asupan makanan yang
tidak sesuai untuk kebutuhan gizinya. Selain itu, faktor dari lingkungan juga berperan dalam
penyebab perawakan pendek yang antara lain status gizi pada ibu, tidak cukupnya protein dari
proporsi total asupan kalori, pola pemberian makan untuk anak, kebersihan lingkungan, dan
juga angka kejadian infeksi pada awal kehidupan seorang anak.
Selain pada faktor lingkungan ini, ada pula yang disebabkan dari faktor genetik serta
hormonal. Jika pola asupan gizi tidak mencukupi dengan baik, maka dampak yang akan
ditimbulkan memiliki efek jangka pendek hingga jangka panjang. Pada dampak gejala
stunting jangka pendek meliputi hambatan perkembangan, penurunan fungsi pada kekebalan,
perkembangan otak menjadi tidak maksimal yang dapat mempengaruhi kemampuan mental
serta belajar tidak maksimal, dan untuk prestasi belajarnya menjadi buruk. Sedangkan untuk
pada gejala jangka panjangnya antara lain meliputi obesitas, penurunan toleransi glukosa,
penyakit jantung koroner, hipertensi, serta osteoporosis.Anak pada usia 6-12 bulan dianjurkan
untuk mengonsumsi protein harian sebanyak 1,2 g/kg berat badan. Sementara itu, anak pada
usia 1- 3 tahun membutuhkan protein harian sebesar 1,05 g/kg berat badan.
Stunting merupakan suatu masalah utama yang memiliki dampak pada kehidupan sosial
ekonomi masyarakat. Hampir 9 juta anak di Indonesia yang usianya berada dibawah lima
tahun tercatat mengalami pertumbuhan yang tidak maksimal (stunted). Hal ini menjadikan
Indonesia menduduki posisi peringkat kelima dunia untuk jumlah tersebut. Stunting dapat
disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurangnya pola asupan pada ibu saat hamil, pola
asupan yang tidak tepat. Faktor gizi pada ibu sebelum dan selama masa kehamilan merupakan
penyebab secara tidak langsung yang memberikan kontribusi pada pertumbuhan dan
perkembangan janin. Ibu pada masa kehamilannya dengan gizi yang kurang akan
menyebabkan janin mengalami Intrauterine Growth Retardation (IUGR), sehingga bayi yang
lahir akan kekurangan gizi, dan mengalami gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan
serta akan terkena penyakit degeneratif pada saat dewasa kelak (feel origin disease) (Victoria,
2008).
Dikutip dari Hellosehat, tak hanya tubuh berperawakan pendek yang disertai dengan
penurunan fungsi kognitif, akan tetapi ciri-ciri anak stunting lainnya yaitu : 1) Pertumbuhan
gigi yang terlambat, 2) Penurunan kemampuan fokus dan memori belajar, 3) Pertumbuhan
melambat, 4) Wajah terlihat lebih muda dibandingkan dengan anak seusianya, 5) Pubertas
terlambat, 6) Dan pada saat anak memasuki usia 8-10 tahun akan menjadi pendiam, dan tidak
banyak melakukan kontak mata dengan orang-orang di sekitarnya.
Menurut World Health Organization, stunting dapat menyebabkan kognitif atau
kecerdasan, motorik, dan verbal berkembang secara tidak optimal, peningkatan resiko
obesitas dan penyakit degeneratif lainnya, peningkatan biaya kesehatan, serta peningkatan
pada kejadian kesakitan hingga kematian. Bloom mengatakan, stunting merupakan suatu
bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi ketidakcukupan nutrisi
yang berlangsung lama sejak pada masa kehamilan sampai pada anak berusia 24 bulan atau
sekitar umur 2 tahun. Pada keadaan tersebut akan diperparah dengan kejar tumbuh (catch up
growth) yang menjadi tidak terimbangi secara adekuat.
Stunting (kerdil) adalah suatu kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan
yang kurang jika dibandingkan dengan usianya. Menurut Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, balita yang terkena stunting memiliki nilai Z-score kurang dari -2SD atau standar
deviasi (stunted) dan kurang dari -3SD (severely stunted). Menurut Blum, stunting adalah
suatu bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) yang diakibatkan oleh kurangnya
asupan protein. Selain itu, faktor lingkungan juga memberi pengaruh terhadap kejadian
stunting hingga 90% dan pengaruh dari faktor keturunan sebesar 10%. Riset WHO
mengatakan bahwa peran dari lingkungan seperti kesadaran masyarakat untuk memberikan
asupan gizi yang adekuat sejak pada 1000 hari pertama kehidupan bayi akan sangat
memberikan pengaruh pada seorang anak untuk bisa tumbuh tinggi, kurangnya pemahaman
atau sosialisasi pada masyarakat tentang gizi buruk juga penanganannya, dan juga kondisi
wilayah yang tidak terjangkau atau terpencil serta kurangnya akses jaringan bagi masyarakat
untuk mengakses juga menambah wawasan dalam penanganan stunting dari dini serta secara
intensif..
WHO menyatakan bahwa selain mengalami gangguan pertumbuhan, anak stunting juga
mengalami keterlambatan perkembangan. Istiany dan Rusilanti (2013) menjelaskan
perkembangan pada balita dapat dinilai dari tiga hal, yaitu pemusatan perhatian, memori,
pembelajaran dan kemampuan visuospasial. Stunting tidak hanya berpengaruh pada
perkembangan kognitif pada tahap tertentu, akan tetapi pada tahap yang lebih tinggi sehingga
dapat menghasilkan gangguan kognitif jangka panjang.
Meskipun terdapat sedikit tindak lanjut penelitian sejak masa anak-anak hingga usia
dewasa, bukti substansial menunjukkan adanya hubungan antara stunting dengan kemampuan
kognitif yang lambat atau kinerja sekolah pada anak-anak dari negara-negara berpendapatan
rendah dan menengah. Sebuah analisis data longitudinal dari Filipina, Jamaika, Peru, dan
Indonesia, bersama dengan data baru dari Brazil dan Afrika Selatan, menunjukkan bahwa
anak stunting berusia 12-36 bulan diperkirakan mengalami kinerja kognitif menjadi lebih
rendah dan atau nilai yang dicapai di sekolah menjadi lebih rendah.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Upaya Perbaikan Gizi. Bahwa peningkatan derajat kesehatan masyarakat perlu dilakukan
upaya perbaikan gizi perseorangan dan gizi masyarakat pada seluruh siklus kehidupan sejak
dalam kandungan sampai dengan lanjut usia dengan prioritas utama kepada kelompok rawan
gizi, juga bahwa dalam upaya perbaikan gizi tersebut dilaksanakan berdasarkan pedoman
yang selama ini masih tersebar dalam berbagai pedoman yang bersifat regulasi. Berdasarkan
penjelasan di atas, merupakan suatu hal menarik bagi peneliti untuk mengkaji lebih jauh
tentang sejauh mana peran Pemerintah dalam upaya mengurangi penderita stunting yang
terjadi dalam ruang lingkup masyarakat dengan mengangkat judul penelitian “
Penanggulangan Angka Stunting di PMB “ X ”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari pembahasan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana Hubungan Pemberian ASI Ekslusif
dengan Kejadian Stunting Pada Balita di Puskesmas……Kota Padang Tahun 2023?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut : Untuk mengetahui Bagaimana
Hubungan Pemberian ASI Ekslusif dengan Kejadian Stunting Pada Balita di Puskesmas……
Kota Padang Tahun 2023
1. Pengertian
ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa tambahan
cairan lain sepreti susu formula, jeruk, madu, air the, dan air putih, sera tanpa tambahan
makanan padat seperti pisang, bubur susu, biscuit, bubur nasi, dan nasi tim. Setelah 6
bulan baru dimulai diberikan makanan pendamping ASI (MPASI). ASI dapat diberikan
sampai anak berusia 2 tahun atau lebih (Kristiyanasari, 2011).
ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu saja kepada bayi selama enam bulan
pertama kehidupan bayi tanpa memberikan makanan atau cairan lain, kecuali vitamin,
mineral, dan obat yang telah diizinkan. ASI eksklusif adalah pemberian ASI secara
eksklusif pada bayi sejak lahir hingga bayi berumur enam bulan dan dianjurkan
dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun. Pentingnya pemberian ASI terutama ASI
Eksklusif untuk bayi sangat luar biasa. Bagi bayi, ASI eksklusif adalah makanan dengan
kandungan gizi yang paling sesuai untuk kebutuhan bayi, melindungi bayi dari berbagai
penyakit seperti diare dan infeksi saluran pernafasan akut. Memberikan ASI secara
eksklusif dapat mengurangi pendarahan pada saat persalinan, menunda kesuburan dan
meringankan beban ekonomi (Kemenkes.R.I. 2017).
Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai 6 bulan
tanpa tambahan makanan/cairan seperti susu formula, madu, air teh, jeruk, air putih atau
makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biscuit, nasi tim. Menurut Depkes RI
(2001), pemberian ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI segera setelah lahir
sampai bayi berusia 6 bulan dan memberikan kolostrum. Komposisi dan volume dapat
berubah saat dilahirkan dan 6 bulan kemudian (Proverawati, 2010).
b. Bagi Ibu
Selain bagi bayi, pemberian ASI eksklusif bagi ibu menyusui juga memiliki
manfaat, sebagai berikut :
1) Mengatasi rasa trauma
Dapat menghilangkan trauma saat persalinan sekaligus dengan kehadiran buah
hati pertama kalinya bisa menjadi penyemangat hidup seorang ibu. Pasca melahirkan
biasanya ibu rentan mengalami baby blues syndrome, terlebih lagi hal tersebut biasanya
terjadi pada sang ibu yang belum terbiasa bahkan tidak bersedia 21 memberikan ASI
eksklusifnya untuk bayi mereka. Namun dengan menyusui, secara perlahan rasa trauma
pun akan hilang sendirinya dan ibu pun akan terbiasa menyusui bayinya.
2) Mencegah kanker payudara
Selain membuat kondisi kesehatan dan mental ibu menjadi lebih stabil, ASI
eksklusif juga bisa meminimalkan timbulnya resiko kanker payudara. Sebab salah satu
pemicu penyakit kanker payudara pada ibu menyusui ialah kurangnya pemberian Asi
eksklusif untuk bayi mereka sendiri.
f. Belum semua kantor dan fasilitas umum yang menyediakan ruangan khusus untuk ibu
menyusui
Belum semua kantor dan fasilitas umum melaksanakan peraturan bersama menteri
nefara pemberdayaan perempuan, menteri ternaga kerja dan transmigrasi dan kesehatan
tentang peningkatan pemberian air susu ibu selama waktu kerja ditempat.
2. Faktor eksternal
a. Gizi
Bayi dan anak akan membutuhkan gizi/ nutrisi yang adekuat agar tumbuh kembang
optimal. Pada masa ini, makanan utamanya adalah ASI dan pemberian hanya ASI sampai
bayi berusia 6 bulan. Setelahnya tambahkan makanan pendamping ASI (MP-ASI), yang
diberikan sesuai dengan usia anak.
d. Psikologis
Faktor psikologis yang dimaksud adalah bagaimana hubungan yang terjalin antara anak
dengan orang di sekitarnya. Seorang anak yang keberadaannya tidak dikehendaki oleh
orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan akan mengalami hambatan dalam
proses pertumbuhan dan perkembangannya.
e. Endokrin
Gangguan hormone, seperti pada penyakit hipotiroid dapat menyebabkan hambatan
proses pertumbuhan pada anak.
f. Sosio-ekonomi
Kemiskinan selalu beraitan dengan faktor kekurangan makanan. Kesehatan lingkungan
yangjelek dan ketidaktahuan dapat menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan
pada anak.
g. Lingkungan pengasuhan
Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu dan anak akan sangat mempengaruhi proses
tumbuh kembang anak. Sebagai contoh pola asuh yang demokratis berpengaruh positif
terhadap perkembangan moral agaram, social emosional, Bahasa, kognitif dan fisik
motoric.
h. Obat-obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat pertumbuhan, demikian juga
dengan pemakaian obat perangsang terhadap susunan saraf yang bisa menyebabkan
bertambahnya produksi hormon pertumbuhan. Menurut Nardina, dkk (2021), faktor
perkembangan pada masa bayi adalah :
a. Pengetahuan ibu
Pengetahuan ibu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan dapat
mempengaruhi perkembangan anak. Ibu yang tidak memiliki pengetahuan tentang cara
mengasuh anak akan memiliki dampak kurang baik juga bagi anaknya. Begitu juga
sebaliknya ibu yang memiliki pengetahuan tentang mengasuh anak akan memiliki
dampak yang baik juga bagi seorang anak.
b. Gizi
Makanan yang bergizi sangat diperlukan dalam tumbuh kembang anak. Makanan bergizi
adalah makanan yang banyak mengandung zat besi, karbohidrat, vitamin, protein dan
lain-lain. Kebutuhan makanan bergizi harus diberikan dalam jumlah dan porsi yang
cukup dan sesuai. Apabila pemberian gizi tidak tercukupi maka akan memberikan efek
yang buruk bagi tumbuh kembang anak.
c. Budaya lingkungan
Kehidupan masyarakat sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Memperhatikan
kebiasaan lingkungan sekitar supaya anak dapat tumbuh dengan pola hidup yang sehat.
e. Lingkungan fisik
Keadaan lingkungan yang kurang sehat seperti kebersihan yang tidak terjaga, sinar
matahari yang kurang, dan populasi udara yang memiliki dampak buruk bagi kesehatan
anak.
f. Lingkungan pengasuh
Lingkungan memberikan pengaruh yang sangat besar dalam mengasuh anak. Lingkungan
yang baik akan mempererat hubungan interaksi ibu dan anak. Hubungan antara ibu dan
anak akan menumbuhkan keakraban yang pada akhirnya anak akan lebih terbuka kepada
orang tua sehingga anak akan mudah berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
g. Stimulasi
Stimulasi sangat dibutuhkan dalam perkembangan anak, untuk merangsang stimulasi
anak orang tua dapat diberikan mainan, serta melibatkan ibu dan keluarga dalam setiap
kegiatan anak. Stimulasi yang didapatkan anak akan lebih terarah dan lebih cepat
berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan stimulasi.
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal –
hal khusus, oleh karena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak dapat langsung
diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diukur atau diamati melalui konstruk atau yang
lebih dikenal dengan nama variabel (Notoatmodjo, 2010). Dari kerangka teori yang sudah
dibahas peneliti dapat digambarkan melalui bagan di bawah ini :
Keterangan :
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
B. Definisi Operasional
Tinggi Badan
1. Pendek jika
- 3 SD s/d -2
SD 2. Normal
jika > -2 SD
s/d + 1 SD 3.
Tinggi jika > +
1 SD s/d +3 S