Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

GIZI UNTUK ANAK STUNTING

DISUSUN OLEH :

NAMA : ASTRI ANGGARAINI (230208010)


MATA KULIAH : GIZI DALAM KESEHATAN REPRODUKSI

DOSEN PENGAMPUH : JULIA SIAHAAN,S.ST.,MKM.

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEBIDANAN


FAKULTAS PENDIDIKAN VOKASI
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

2024
KATA PEGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan YME, atas rahmat-Nya akhirnya kami dapat
menyelesaikan sebuah makalah dengan judul GIZI UNTUK ANAK STUNTING.
Terima kasih kepada semua pihak telah turut memberikan kontribusi dalam
menyusun makalah ini.
Mengingat penulisan makalah ini kami rasakan masih jauh dari kesempurnaan,
maka kami selalu membuka diri untuk menerima berbagai masukan dan kritik
sehingga makalah ini kelak menjadi lebih sempurna dan bermanfaat.

Medan, Maret 2024

Penyusun
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Stunting atau pertumbuhan terhambat pada balita masih menjadi masalah besar
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Berdasarkan data dari UNICEF
pada tahun 2019 terdapat 2 dari 5 balita di seluruh dunia mengalami pertumbuhan
terhambat. Di Indonesia, stunting merupakan persoalan gizi yang belum dapat
terselesaikan. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2018 kondisi gizi balita
Indonesia telah menunjukkan perbaikan. Pada tahun 2013 prevalensi stunting di
Indonesia 37,21% dan pada tahun 2018 menjadi 30,79%.
Namun angka ini masih diatas toleransi dari WHO untuk stunting yakni
20%.Kejadian stunting pada balita di Sumatera Utara masih tinggi yaitu 32,4 % pada
tahun 2018.
Menurut Badan Pusat Statistik, Terdapat 5 wilayah di Sumatera Utara yang
memiliki persentase stunting tertinggi yaitu Nias (61,3%), Mandailing Natal (48,3%),
Padang Lawas Utara (47,5 %), Nias Barat (45,9 %) dan Serdang Bedagai (36,0
%).Stunting memiliki dampak jangka Panjang pada balita yaitu dapat menggangu
perkembangan fisik, mental, intelektual serta kognitif.
Kondisi tersebut juga dapat berlanjut hingga dewasa sehingga akan
meningkatkan risiko keturunan BBLR. Mengingat dampak yang ditimbulkan karena
persoalan stunting tersebut, maka perlu untuk mengetahui faktor risiko yang dapat
mempengaruhi stunting. Penelitian Lita, dkk mengungkapkan bahwa orangtua yang
pendidikannya tinggi kemungkinan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang
kebutuhan nutrisi, perkembangan, pertumbuhan serta dapat memberikan pengasuhan
yang lebih baik kepada anak-anak mereka. Hal ini didukung dengan Kerangka
Konseptual oleh WHO yang mencatat pendidikan pengasuh yang rendah dan
pengasuhan yang buruk dapat menyebabkan stunting pada balita.
Selain itu dari hasil penelitian Wanda, dkk diketahui faktor terjadinya
stunting, antara lain rendahnya pendapatan keluarga, berat bayi lahir rendah, tidak
diberi ASI eksklusif, salah satu orangtua pendek, pola asuh kurang baik, dan MP-ASI
yang terlalu dini. Oleh karena adanya beberapa pendapat dan faktor risiko yang
berbeda pada penelitian sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian gambaran faktor risiko yang mempengaruhi stunting pada balita di TK
Negeri Pembina tahun 2021.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Mengetahui apa saja yang mejadi faktor risiko stunting pada balita.

1.3. TUJUAN PENULISAN


1. Mengetahui tanda bahaya terjadinya stunting.
2. Mengedukasi bagaimana cara untuk mecegah terjadinya stunting.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PENYEBAB STUNTING PADA BALITA

Stunting pada balita dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:

1. Kurang gizi dalam waktu lama: Kekurangan nutrisi yang diserap oleh anak dalam
jangka panjang, sejak di dalam kandungan hingga setelah lahir
2. Pola asuh kurang efektif: Pola asuh yang tidak sesuai dapat menyebabkan
kurangnya asupan gizi anak
3. Tidak melakukan perawatan pasca melahirkan: Setelah bayi lahir, perawatan
yang tidak tepat dapat menyebabkan stunting
4. Anemia pada masa kehamilan: Kekurangan zat besi dalam tubuh ibu yang
menyusui dapat menyebabkan stunting pada anak
5. Bayi prematur: Lahirnya bayi yang tidak sempurna dapat menyebabkan stunting
6. Faktor sanitasi: Kurangnya kebersihan lingkungan dan kondisi sanitasi yang tidak
baik dapat menyebabkan stunting
7. Diare berulang: Infeksi berulang-ulang dapat menyebabkan stunting.
8. Tidak mematuhi jadwal imunisasi: Kekurangan imunisasi anak dapat
menyebabkan stunting.
9. Kemiskinan: Rumah tangga yang miskin tidak dapat memenuhi asupan gizi anak,
yang dapat menjadi lingkaran tak terputus.
10. Faktor genetik: Faktor genetik dari orang tua dapat menyebabkan stunting pada
anak.

Untuk mencegah stunting, penting bagi ibu menyusui dan orang tua untuk
memastikan asupan gizi anak terpenuhi, melakukan pola asuh yang efektif, menjaga
sanitasi lingkungan, dan mengikuti jadwal imunisasi.
Gejala stunting pada balita antara lain:

a. Pertumbuhan tulang pada anak yang tertunda


b. Berat badan rendah apabila dibandingkan dengan anak seusianya
c. Sang anak berbadan lebih pendek dari anak seusianya
d. Proporsi tubuh yang cenderung normal tapi tampak lebih muda/kecil untuk anak
seusianya
e. Pertumbuhan melambat
f. Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya
g. Pertumbuhan gigi terlambat
h. Fisik yang kurang aktif bergerak
i. Mengalami batuk kronis, demam, dan keringat berlebih di malam hari
j. Sianosis, yaitu tubuh anak yang terlihat kemerahan

Untuk mencegah stunting, penting bagi ibu menyusui dan orang tua untuk
memastikan asupan gizi anak terpenuhi, melakukan pola asuh yang efektif, menjaga
sanitasi lingkungan, dan mengikuti jadwal imunisasi.

2.2. GIZI YANG DIBERIKAN KEPADA ANAK STUNTING

Jenis gizi yang dapat diberikan pada anak stunting antara lain:

1. Makanan bergizi: Tempe dan tahu, kacang-kacangan, telur, hati ayam, ikan, buah,
dan sayuran.
2. Vitamin dan mineral: Zat besi, vitamin B2, B3, B6, B12, dan vitamin D
3. ASI eksklusif: Memerlukan ASI eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan
4. Makanan nabati: Kedelai, kacang hijau, dan kacang tanah
5. Protein: Tempe dan tahu
6. Zat besi: Mengandung zat besi yang memiliki berbagai manfaat untuk tubuh anak
7. Makanan alternatif: Kacang-kacangan, yang adalah makanan alternatif yang baik
untuk memenuhi kebutuhan protein pada balita.

Semua jenis makanan ini harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi anak, yang
berbeda dari orang lain.
2.3 DAMPAK TUMBUH KEMBANG ANAK YANG TERKENA STUNTING

Dampak kesehatan yang terjadi pada anak stunting antara lain:

a. Penurunan kapasitas intelektual.


b. Gangguan struktur dan fungsi saraf dan sel-sel otak, yang menyebabkan
penurunan kemampuan.
c. Pertumbuhan yang lebih lambat.
d. Meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, seperti jantung koroner dan stroke.
e. Risiko tinggi mengidap penyakit kronis, seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas.

Untuk mencegah stunting, penting bagi ibu menyusui dan orang tua untuk
memastikan asupan gizi anak terpenuhi, melakukan pola asuh yang efektif, menjaga
sanitasi lingkungan, dan mengikuti jadwal imunisasi
BAB III

MANAJEMEN ASUHAN TERHADAP MANFAAT GIZI PADA


ANAK STUNTING

3.1. MANAJEMEN ASUHAN KEPADA ANAK STUNTING

3.1.1.INVESTIGASI/ PENGUMPULAN DATA


Data objektif dan subjektif pada anak stunting dapat diterima melalui pengkajian
dan pengumpulan data. Berikut adalah beberapa contoh data objektif yang dapat
diperoleh:

1. Indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur
(TB/U) yang merupakan padanan istilah stunting (pendek) dan severely.
2. Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) anak.
3. Lila (lingkar lapis anak).
4. Lika (lingkar kepala anak).

Sedangkan data subjektif dapat diperoleh melalui wawancara mendalam dengan


ibu dari balita pendek (stunting) dan bidan desa setempat. Informasi tentang
pemaknaan sehat/sakit dan pola pengasuhan pada balita dapat diperoleh dari informan
tersebut.

3.1.2. IDENTIFIKASI
Pada anak stunting, beberapa ciri-ciri yang diidentifikasi meliputi:

a. Keterlambatan pertumbuhan: Anak stunting memiliki pertumbuhan yang tidak


sesuai dengan umurnya.
b. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar: Anak stunting dapat
mengalami kekurangan pendekatan dan pemahaman.
c. Tanda pubertas terlambat: Anak stunting memiliki tanda pubertas yang lebih
lambat dibandingkan dengan anak yang sehat.
d. Anak menjadi pendiam, sulit melakukan eye contact saat memasuki usia 8-10
tahun: Anak stunting dapat mengalami keterlambatan pertumbuhan yang
mempengaruhi tinggi badan dan wajah.
e. Mudah mengalami penyakit infeksi: Anak stunting dapat mengalami kekurangan
sistem imun.
f. Memiliki berat badan yang lebih rendah dibandingkan dengan tinggi badan: Anak
stunting dapat diidentifikasi melalui pengukuran berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB).

Selain itu, anak stunting dapat juga diidentifikasi melalui pengukuran tinggi
badan menurut usia (TB/U) dan berat badan menurut usia (BB/U)

3.1.3. ANTISIPASI MASALAH/ DIAGNOSIS POTENSI LAIN

Antisipasi potensi lain pada anak stunting dapat diidentifikasi melalui


pengkajian dan pengumpulan data. Berikut adalah beberapa contoh data subjektif
yang dapat diperoleh:

1. Anamnesis mendalam dengan ibu dari balita pendek untuk mengetahui etiologi
dan faktor risiko yang dapat mendasari kondisi stunting.
2. Keluhan yang tidak spesifik, seperti anak lebih pendek daripada anak
seumurannya, tidak mau makan, dan demam.
3. Riwayat konstipasi dan keterlambatan perkembangan.
4. Riwayat berat lahir rendah dan prematur, kondisi kehamilan, dan riwayat sakit
maternal.
5. Tanda infeksi dan anemia (pucat).
6. Keterlambatan pertumbuhan yang tidak sesuai dengan umurnya.
7. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar.
8. Tanda pubertas yang lebih lambat dibandingkan dengan anak yang sehat.
9. Anak menjadi pendiam, sulit melakukan eye contact saat memasuki usia 8-10
tahun.
10. Memiliki berat badan yang lebih rendah dibandingkan dengan tinggi badan.
11. Mudah mengalami penyakit infeksi.
12. Selain itu, anak stunting dapat juga diidentifikasi melalui pemeriksaan fisik,
seperti pengukuran berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala

3.1.4. EVALUASI KEBUTUHAN

Evaluasi kebutuhan pada anak stunting mencakup perhatian terhadap kondisi


fisik, kognitif, dan kesehatan anak. Berikut adalah beberapa aspek yang perlu
diperhatikan dalam evaluasi kebutuhan anak stunting:

a. Pengukuran tinggi badan dan berat badan: Pengukuran tinggi badan dan berat
badan anak stunting harus dilakukan secara teratur untuk mengetahui kondisi
pertumbuhan anak.
b. Pengukuran lingkar kepala dan lingkar lapis: Pengukuran lingkar kepala dan
lingkar lapis anak stunting harus dilakukan sebagai pengukuran kesehatan kulit.
c. Pengukuran kesehatan gizi: Pengukuran kesehatan gizi anak stunting mencakup
pemeriksaan kesehatan gizi, pemeriksaan kesehatan mulut, dan pemeriksaan
kesehatan kulit.
d. Pengukuran kesehatan umum: Pengukuran kesehatan umum anak stunting
mencakup pemeriksaan kesehatan kulit, kesehatan mulut, kesehatan telinga, dan
pemeriksaan kesehatan kulit.
e. Pengukuran kesehatan mental: Pengukuran kesehatan mental anak stunting
mencakup pemeriksaan kesehatan mental, pemeriksaan kesehatan pikir, dan
pemeriksaan kesehatan motorik.
f. Pengukuran kesehatan fisik: Pengukuran kesehatan fisik anak stunting mencakup
pemeriksaan kesehatan telinga, pemeriksaan kesehatan kulit, dan pemeriksaan
kesehatan tulang.
g. Pengukuran kesehatan kulit: Pengukuran kesehatan kulit anak stunting mencakup
pemeriksaan kesehatan kulit, pemeriksaan kesehatan mulut, dan pemeriksaan
kesehatan kulit.
h. Pengukuran kesehatan pikir: Pengukuran kesehatan pikir anak stunting mencakup
pemeriksaan kesehatan pikir, pemeriksaan kesehatan motorik, dan pemeriksaan
kesehatan mental.
i. Pengukuran kesehatan motorik: Pengukuran kesehatan motorik anak stunting
mencakup pemeriksaan kesehatan motorik, pemeriksaan kesehatan pikir, dan
pemeriksaan kesehatan mental.
j. Pengukuran kesehatan tulang: Pengukuran kesehatan tulang anak stunting
mencakup pemeriksaan kesehatan tulang, pemeriksaan kesehatan pikir, dan
pemeriksaan kesehatan mental..
k. Pengukuran kesehatan telinga: Pengukuran kesehatan telinga anak stunting
mencakup pemeriksaan kesehatan telinga, pemeriksaan kesehatan kulit, dan
pemeriksaan kesehatan kulit.

Evaluasi kebutuhan anak stunting harus dilakukan secara teratur dan melibatkan
pengukuran kesehatan fisik, kognitif, dan umum anak. Hasil evaluasi harus digunakan
untuk mengembangkan program penanggulangan stunting yang efektif dan
mengoptimalisasi upaya penurunan angka kejadian stunting.

3.1.5. PERENCANAAN ASUHAN

Perencanaan asuhan pada anak stunting meliputi langkah-langkah yang


diperlukan untuk membantu anak stunting tumbuh dan berkembang secara optimal.
Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan:

1. Pemberian makanan yang sesuai: Pemberian makanan yang sesuai dengan


kebutuhan gizi anak stunting adalah langkah yang penting. Makanan yang
diberikan harus melakukan perubahan sesuai dengan usia dan kebutuhan gizi
anak. Makanan yang mengandung protein, vitamin, dan mineral yang cukup
dapat membantu anak stunting tumbuh dan berkembang secara optimal.
2. Pemberian makanan tambahan: Pemberian makanan tambahan dapat membantu
memenuhi kebutuhan gizi anak stunting, khususnya protein, vitamin, dan mineral
yang cukup. Makanan tambahan dapat berupa sari buah, sayur, dan daging.
3. Pemberian panganan yang aman: Pemberian panganan yang aman dapat
membantu mengurangi risiko infeksi yang dapat mengganggu pertumbuhan anak
stunting. Panganan yang aman dapat disediakan dengan menggunakan bahan
pangan yang berkualitas tinggi dan dengan cara pengolahan yang aman.
4. Pemberian vitamin dan mineral: Pemberian vitamin dan mineral yang cukup
dapat membantu anak stunting tumbuh dan berkembang secara optimal. Vitamin
dan mineral dapat diperoleh dari makanan yang diberikan atau dari sumber lain,
seperti vitamin A, vitamin C, dan vitamin D.
5. Pemberian obat yang diperlukan: Pemberian obat yang diperlukan dapat
membantu mengurangi gangguan kesehatan yang dapat mengganggu
pertumbuhan anak stunting. Obat yang diperlukan dapat disediakan dengan
bantuan dokter.
6. Pemberian pendidikan: Pemberian pendidikan yang sesuai dapat membantu anak
stunting memahami tentang kesehatan gizi dan meningkatkan kemampuan
mengonsumsi makanan yang sesuai. Pendidikan dapat diberikan melalui berbagai
media, seperti pendidikan di sekolah, pendidikan rumah, dan pendidikan massa.
7. Pemberian pelatihan: Pemberian pelatihan dapat membantu ibu mengetahui
tentang kesehatan gizi dan cara mengonsumsi makanan yang sesuai. Pelatihan
dapat diberikan melalui berbagai media, seperti pelatihan di posyandu, pelatihan
di sekolah, dan pelatihan massa.
8. Pemberian pendukung: Pemberian pendukung dapat membantu ibu dalam
mengatur waktu dan mengaturan kebutuhan gizi anak stunting. Pendukung dapat
berupa bantuan sosial, bantuan ekonomi, dan bantuan fisik.

Perencanaan asuhan pada anak stunting harus dilakukan dengan bantuan dokter
dan konsultan gizi, serta dengan bantuan pendukung yang tepat. Perencanaan asuhan
harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi anak stunting dan dapat diubah sesuai
dengan perubahan kebutuhan gizi anak stunting.
3.1.6. PENATA LAKSANAAN

Pentalaksanaan asuhan yang dapat dilakukan untuk mengatasi stunting pada anak
meliputi:

a. Pemberian makanan yang sesuai: Pemberian makanan yang sesuai dengan


kebutuhan gizi anak stunting adalah langkah yang penting. Makanan yang
diberikan harus melakukan perubahan sesuai dengan usia dan kebutuhan gizi
anak. Makanan yang mengandung protein, vitamin, dan mineral yang cukup
dapat membantu anak stunting tumbuh dan berkembang secara optimal.
b. Pemberian vitamin dan mineral: Pemberian vitamin dan mineral yang cukup
dapat membantu anak stunting tumbuh dan berkembang secara optimal. Vitamin
dan mineral dapat diperoleh dari makanan yang diberikan atau dari sumber lain,
seperti vitamin A, vitamin C, dan vitamin D.
c. Pemberian obat yang diperlukan: Pemberian obat yang diperlukan dapat
membantu mengurangi gangguan kesehatan yang dapat mengganggu
pertumbuhan anak stunting. Obat yang diperlukan dapat disediakan dengan
bantuan dokter.
d. Pemberian pendidikan: Pemberian pendidikan yang sesuai dapat membantu anak
stunting memahami tentang kesehatan gizi dan meningkatkan kemampuan
mengonsumsi makanan yang sesuai. Pendidikan dapat diberikan melalui berbagai
media, seperti pendidikan di sekolah, pendidikan rumah, dan pendidikan massa.
e. Pemberian pelatihan: Pemberian pelatihan dapat membantu ibu mengetahui
tentang kesehatan gizi dan cara mengonsumsi makanan yang sesuai. Pelatihan
dapat diberikan melalui berbagai media, seperti pelatihan di posyandu, pelatihan
di sekolah, dan pelatihan massa.
f. Pemberian pendukung: Pemberian pendukung dapat membantu ibu dalam
mengatur waktu dan mengaturan kebutuhan gizi anak stunting. Pendukung dapat
berupa bantuan sosial, bantuan ekonomi, dan bantuan fisik.
g. Pemberian perilaku hidup bersih dan sehat: Perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) mencakup semua perilaku yang dilakukan atas kesadaran untuk
meningkatkan kesehatan, individu, keluarga, dan masyarakat. PHBS di tingkat
rumah tangga meliputi mencuci tangan dengan sabun dan air bersih,
menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik
nyamuk, mengonsumsi buah dan sayur, melakukan aktivitas fisik setiap hari, dan
menghindari rokok. Selain itu, PHBS juga meliputi persalinan yang ditolong oleh
tenaga kesehatan, pemberian ASI eksklusif, dan pengukuran berat badan bayi dan
balita secara berkala.
h. Perbaikan sosioekonomi masyarakat: Perbaikan sosioekonomi masyarakat juga
berkontribusi pada pencegahan dan penanganan stunting. Keterlibatan pemerintah
pusat dan daerah dalam mewujudkan masyarakat yang lebih sejahtera dapat
membantu menurunkan angka kejadian stunting

3.1.7.. EVALUASI

Evaluasi harus dilakukan secara berkala untuk mengukur kesuksesan intervensi


yang dilakukan. Evaluasi dapat dilakukan melalui pengkajian tinggi badan, berat
badan, lingkar lapis, dan lingkar kepala, serta wawancara dengan ibu dari anak
stunting.
BAB IV

PENUTUP

1.1. KESIMPULAN

Kesimpulan asuhan kebidanan pada anak stunting meliputi:

1. Memerlukan pemberian ASI eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan.


2. Memerlukan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.
3. Memerlukan melaksanakan rawat gabung di tempat persalinan milik pemerintah
maupun swasta.
4. Memerlukan pencanangan peningkatan penggunaan ASI secara nasional.
5. Memerlukan menyusui secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan.
6. Memerlukan mengajak generasi muda peduli sampah sejak dini.
7. Memerlukan pemikiran bersama untuk mengoptimalkan semua potensi dalam
rangka mengentaskan stunting.
8. Memerlukan peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang kesehatan.
9. Memerlukan peningkatan pengetahuan dan wawasan tenaga kesehatan.
10. Memerlukan penggunaan buku sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat.

1.2. SARAN

1. Memerlukan pengalaman/sikap ibu terhadap menyusui


2. Memerlukan peran masyarakat dan pemerintah
3. Memerlukan peningkatan kemampuan petugas kesehatan dalam hal peningkatan
pemberian ASI (PP ASI)
4. Memerlukan pencanangan peningkatan penggunaan ASI secara nasional
5. Memerlukan penggunaan buku sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat
DAFTAR PUSTAKA

Ruswati.(2021).Risiko Penyebab Kejadian Stunting pada Anak.Jurnal Pengabdian


Kesehatan Masyarakat, volume 1, nomor 2, halaman. 36.

Linda, Wati.(2022). HUBUNGAN ASUPAN GIZI DENGAN KEJADIAN


STUNTING PADA ANAK DI DESA PADANG KECAMATAN MANGGENG
KABUPATEN ACEH BARAT DAYA. Jurnal Biology Education,volume 10,nomor
1, halaman 49.

Nurahadiyatika.(2022).liratur Review: Gambaran Evaluasi Program Penanggulangan


Stunting sebagai Upaya Optimalisasi Penurunan Angka Kejadian Stunting di Era
Pandemi Covid-19.volume 6, halaman 337.

Yuningsih.(2022).Hubungan Status Gizi dengan Stunting pada Balita The


Relationship of Nutritional Status and Stunting in Toddlers. Jurnal Ilmiah Kebidanan,
Vol. 9, No. 2, halaman 102.

Anda mungkin juga menyukai