DISUSUN OLEH :
2024
KATA PEGANTAR
Segala puji syukur kepada Tuhan YME, atas rahmat-Nya akhirnya kami dapat
menyelesaikan sebuah makalah dengan judul GIZI UNTUK ANAK STUNTING.
Terima kasih kepada semua pihak telah turut memberikan kontribusi dalam
menyusun makalah ini.
Mengingat penulisan makalah ini kami rasakan masih jauh dari kesempurnaan,
maka kami selalu membuka diri untuk menerima berbagai masukan dan kritik
sehingga makalah ini kelak menjadi lebih sempurna dan bermanfaat.
Penyusun
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Stunting atau pertumbuhan terhambat pada balita masih menjadi masalah besar
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Berdasarkan data dari UNICEF
pada tahun 2019 terdapat 2 dari 5 balita di seluruh dunia mengalami pertumbuhan
terhambat. Di Indonesia, stunting merupakan persoalan gizi yang belum dapat
terselesaikan. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2018 kondisi gizi balita
Indonesia telah menunjukkan perbaikan. Pada tahun 2013 prevalensi stunting di
Indonesia 37,21% dan pada tahun 2018 menjadi 30,79%.
Namun angka ini masih diatas toleransi dari WHO untuk stunting yakni
20%.Kejadian stunting pada balita di Sumatera Utara masih tinggi yaitu 32,4 % pada
tahun 2018.
Menurut Badan Pusat Statistik, Terdapat 5 wilayah di Sumatera Utara yang
memiliki persentase stunting tertinggi yaitu Nias (61,3%), Mandailing Natal (48,3%),
Padang Lawas Utara (47,5 %), Nias Barat (45,9 %) dan Serdang Bedagai (36,0
%).Stunting memiliki dampak jangka Panjang pada balita yaitu dapat menggangu
perkembangan fisik, mental, intelektual serta kognitif.
Kondisi tersebut juga dapat berlanjut hingga dewasa sehingga akan
meningkatkan risiko keturunan BBLR. Mengingat dampak yang ditimbulkan karena
persoalan stunting tersebut, maka perlu untuk mengetahui faktor risiko yang dapat
mempengaruhi stunting. Penelitian Lita, dkk mengungkapkan bahwa orangtua yang
pendidikannya tinggi kemungkinan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang
kebutuhan nutrisi, perkembangan, pertumbuhan serta dapat memberikan pengasuhan
yang lebih baik kepada anak-anak mereka. Hal ini didukung dengan Kerangka
Konseptual oleh WHO yang mencatat pendidikan pengasuh yang rendah dan
pengasuhan yang buruk dapat menyebabkan stunting pada balita.
Selain itu dari hasil penelitian Wanda, dkk diketahui faktor terjadinya
stunting, antara lain rendahnya pendapatan keluarga, berat bayi lahir rendah, tidak
diberi ASI eksklusif, salah satu orangtua pendek, pola asuh kurang baik, dan MP-ASI
yang terlalu dini. Oleh karena adanya beberapa pendapat dan faktor risiko yang
berbeda pada penelitian sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian gambaran faktor risiko yang mempengaruhi stunting pada balita di TK
Negeri Pembina tahun 2021.
Mengetahui apa saja yang mejadi faktor risiko stunting pada balita.
PEMBAHASAN
Stunting pada balita dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:
1. Kurang gizi dalam waktu lama: Kekurangan nutrisi yang diserap oleh anak dalam
jangka panjang, sejak di dalam kandungan hingga setelah lahir
2. Pola asuh kurang efektif: Pola asuh yang tidak sesuai dapat menyebabkan
kurangnya asupan gizi anak
3. Tidak melakukan perawatan pasca melahirkan: Setelah bayi lahir, perawatan
yang tidak tepat dapat menyebabkan stunting
4. Anemia pada masa kehamilan: Kekurangan zat besi dalam tubuh ibu yang
menyusui dapat menyebabkan stunting pada anak
5. Bayi prematur: Lahirnya bayi yang tidak sempurna dapat menyebabkan stunting
6. Faktor sanitasi: Kurangnya kebersihan lingkungan dan kondisi sanitasi yang tidak
baik dapat menyebabkan stunting
7. Diare berulang: Infeksi berulang-ulang dapat menyebabkan stunting.
8. Tidak mematuhi jadwal imunisasi: Kekurangan imunisasi anak dapat
menyebabkan stunting.
9. Kemiskinan: Rumah tangga yang miskin tidak dapat memenuhi asupan gizi anak,
yang dapat menjadi lingkaran tak terputus.
10. Faktor genetik: Faktor genetik dari orang tua dapat menyebabkan stunting pada
anak.
Untuk mencegah stunting, penting bagi ibu menyusui dan orang tua untuk
memastikan asupan gizi anak terpenuhi, melakukan pola asuh yang efektif, menjaga
sanitasi lingkungan, dan mengikuti jadwal imunisasi.
Gejala stunting pada balita antara lain:
Untuk mencegah stunting, penting bagi ibu menyusui dan orang tua untuk
memastikan asupan gizi anak terpenuhi, melakukan pola asuh yang efektif, menjaga
sanitasi lingkungan, dan mengikuti jadwal imunisasi.
Jenis gizi yang dapat diberikan pada anak stunting antara lain:
1. Makanan bergizi: Tempe dan tahu, kacang-kacangan, telur, hati ayam, ikan, buah,
dan sayuran.
2. Vitamin dan mineral: Zat besi, vitamin B2, B3, B6, B12, dan vitamin D
3. ASI eksklusif: Memerlukan ASI eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan
4. Makanan nabati: Kedelai, kacang hijau, dan kacang tanah
5. Protein: Tempe dan tahu
6. Zat besi: Mengandung zat besi yang memiliki berbagai manfaat untuk tubuh anak
7. Makanan alternatif: Kacang-kacangan, yang adalah makanan alternatif yang baik
untuk memenuhi kebutuhan protein pada balita.
Semua jenis makanan ini harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi anak, yang
berbeda dari orang lain.
2.3 DAMPAK TUMBUH KEMBANG ANAK YANG TERKENA STUNTING
Untuk mencegah stunting, penting bagi ibu menyusui dan orang tua untuk
memastikan asupan gizi anak terpenuhi, melakukan pola asuh yang efektif, menjaga
sanitasi lingkungan, dan mengikuti jadwal imunisasi
BAB III
1. Indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur
(TB/U) yang merupakan padanan istilah stunting (pendek) dan severely.
2. Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) anak.
3. Lila (lingkar lapis anak).
4. Lika (lingkar kepala anak).
3.1.2. IDENTIFIKASI
Pada anak stunting, beberapa ciri-ciri yang diidentifikasi meliputi:
Selain itu, anak stunting dapat juga diidentifikasi melalui pengukuran tinggi
badan menurut usia (TB/U) dan berat badan menurut usia (BB/U)
1. Anamnesis mendalam dengan ibu dari balita pendek untuk mengetahui etiologi
dan faktor risiko yang dapat mendasari kondisi stunting.
2. Keluhan yang tidak spesifik, seperti anak lebih pendek daripada anak
seumurannya, tidak mau makan, dan demam.
3. Riwayat konstipasi dan keterlambatan perkembangan.
4. Riwayat berat lahir rendah dan prematur, kondisi kehamilan, dan riwayat sakit
maternal.
5. Tanda infeksi dan anemia (pucat).
6. Keterlambatan pertumbuhan yang tidak sesuai dengan umurnya.
7. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar.
8. Tanda pubertas yang lebih lambat dibandingkan dengan anak yang sehat.
9. Anak menjadi pendiam, sulit melakukan eye contact saat memasuki usia 8-10
tahun.
10. Memiliki berat badan yang lebih rendah dibandingkan dengan tinggi badan.
11. Mudah mengalami penyakit infeksi.
12. Selain itu, anak stunting dapat juga diidentifikasi melalui pemeriksaan fisik,
seperti pengukuran berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala
a. Pengukuran tinggi badan dan berat badan: Pengukuran tinggi badan dan berat
badan anak stunting harus dilakukan secara teratur untuk mengetahui kondisi
pertumbuhan anak.
b. Pengukuran lingkar kepala dan lingkar lapis: Pengukuran lingkar kepala dan
lingkar lapis anak stunting harus dilakukan sebagai pengukuran kesehatan kulit.
c. Pengukuran kesehatan gizi: Pengukuran kesehatan gizi anak stunting mencakup
pemeriksaan kesehatan gizi, pemeriksaan kesehatan mulut, dan pemeriksaan
kesehatan kulit.
d. Pengukuran kesehatan umum: Pengukuran kesehatan umum anak stunting
mencakup pemeriksaan kesehatan kulit, kesehatan mulut, kesehatan telinga, dan
pemeriksaan kesehatan kulit.
e. Pengukuran kesehatan mental: Pengukuran kesehatan mental anak stunting
mencakup pemeriksaan kesehatan mental, pemeriksaan kesehatan pikir, dan
pemeriksaan kesehatan motorik.
f. Pengukuran kesehatan fisik: Pengukuran kesehatan fisik anak stunting mencakup
pemeriksaan kesehatan telinga, pemeriksaan kesehatan kulit, dan pemeriksaan
kesehatan tulang.
g. Pengukuran kesehatan kulit: Pengukuran kesehatan kulit anak stunting mencakup
pemeriksaan kesehatan kulit, pemeriksaan kesehatan mulut, dan pemeriksaan
kesehatan kulit.
h. Pengukuran kesehatan pikir: Pengukuran kesehatan pikir anak stunting mencakup
pemeriksaan kesehatan pikir, pemeriksaan kesehatan motorik, dan pemeriksaan
kesehatan mental.
i. Pengukuran kesehatan motorik: Pengukuran kesehatan motorik anak stunting
mencakup pemeriksaan kesehatan motorik, pemeriksaan kesehatan pikir, dan
pemeriksaan kesehatan mental.
j. Pengukuran kesehatan tulang: Pengukuran kesehatan tulang anak stunting
mencakup pemeriksaan kesehatan tulang, pemeriksaan kesehatan pikir, dan
pemeriksaan kesehatan mental..
k. Pengukuran kesehatan telinga: Pengukuran kesehatan telinga anak stunting
mencakup pemeriksaan kesehatan telinga, pemeriksaan kesehatan kulit, dan
pemeriksaan kesehatan kulit.
Evaluasi kebutuhan anak stunting harus dilakukan secara teratur dan melibatkan
pengukuran kesehatan fisik, kognitif, dan umum anak. Hasil evaluasi harus digunakan
untuk mengembangkan program penanggulangan stunting yang efektif dan
mengoptimalisasi upaya penurunan angka kejadian stunting.
Perencanaan asuhan pada anak stunting harus dilakukan dengan bantuan dokter
dan konsultan gizi, serta dengan bantuan pendukung yang tepat. Perencanaan asuhan
harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi anak stunting dan dapat diubah sesuai
dengan perubahan kebutuhan gizi anak stunting.
3.1.6. PENATA LAKSANAAN
Pentalaksanaan asuhan yang dapat dilakukan untuk mengatasi stunting pada anak
meliputi:
3.1.7.. EVALUASI
PENUTUP
1.1. KESIMPULAN
1.2. SARAN