Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

BAHASA INDONESIA
STUNTING
Dosen Pengampu : Mukadis, M.Pd

DI SUSUN OLEH:
Citra Pratiwi 191031019

PRODI AHLI MADYA GIZI

POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya makalah yang berjudul ‘STUNTING’, Atas dukungan moral dan
materil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini

Pontianak, 10 April 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………………….2


BAB 1 ……………………………………………………………………...3

A. Latar Belakang …………………………………………………..…4


B. Rumusan Masalah …………………………………………….……4
C. Tujuan Makalah …………………………………………….………4

BAB 2 ………………………………………………………………………5

A. Definisi Stunting …………………………….……………………..5

B. Penyebab Stunting ………………………..………………………...5


C. Faktor yang mempengaruhi stunting ……..………………………..6
D. Penilaian stunting ….…………….…………………………………8
E. Cara mencegah stunting…………………………………………...10

BAB III ………………………………………………………….……11

A. Kesimpulan …………………………………………………..…...11
B. Saran ……………………………………………………….……..11

Daftar Pustaka ……………………………………………………….……12

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting adalah keadaan paling umum dari bentuk kekurangan gizi (PE /
mikronutrien), yang mempengaruhi bayi sebelum lahir dan awal setelah
lahir, terkait dengan ukuran ibu, gizi selama ibu hamil, dan pertumbuhan
janin. Menurut Sudiman dalam Ngaisyah, stunting pada anak balita
merupakan salah satu indikator status gizi kronis yang dapat memberikan
gambaran gangguan keadaan sosial ekonomi secara keseluruhan di masa
lampau dan pada 2 tahun awal kehidupan anak dapat memberikan
dampak yang sulit diperbaiki. Salah satu faktor sosial ekonomi yang
mempengaruhi stunting yaitu status ekonomi orang tua dan ketahanan
pangan keluarga.

Status ekonomi orang tua dapat dilihat berdasarkan pendapatan orang


tua. Pendapatan keluarga merupakan pendapatan total keluarga yang
diperoleh dari berbagai sumber, yaitu hasil kepala keluarga, hasil istri,
hasil pemberian, hasil pinjaman, dan hasil usaha sampingan per bulan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ngaisyah pada tahun 2015
menunjukkan bahwa pada kelompok stunting lebih banyak
pendapatannya adalah dibawah UMR yakni sebanyak 67 responden
(35,8%) , sedangkan yang memiliki pendapatan diatas UMR hanya
sedikit yakni sebanyak 45 orang (22%). Hasil penelitian lain yang
dilakukan oleh Lestari et all. tahun 2014 menunjukkan bahwa pendapatan
keluarga yang rendah merupakan faktor resiko kejadian stunting pada
balita 6- 24 bulan. Anak dengan pendapatan keluarga yang rendah
memiliki resiko menjadi stunting sebesar 8,5 kali dibandingkan pada
anak dengan pendapatan tinggi. Rendahnya tingkat pendapatan secara
tidak langsung akan menyebabkan terjadinya stunting hal ini
dikarenankan menurunnya daya beli pangan baik secara kuantitas
maupun kualitas atau terjadinya ketidaktahanan pangan dalam keluarga.

B. Rumusan Masalah
1. Apa maksud dari stunting?
2. Apa saja dampak dari stunting?
3. Bagaimana cara pencegahan stunting?
C. Tujuan Makalah

Untuk memenuhi tugas praktek mata kuliah Bahasa Indonesia

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Stunting
Stunting merupakan sebuah masalah kurang gizi kronis yang
disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup
lama, hal ini menyebabkan adanya gangguan di masa yang akan
datang yakni mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan
fisik dan kognitif yang optimal. Anak stunting mempunyai
Intelligence Quotient (IQ) lebih rendah dibandingkan rata – rata IQ
anak normal (Kemenkes RI, 2018). Stunting didefinisikan sebagai
keadaan dimana status gizi pada anak menurut TB/U dengan hasil
nilai Z Score = <-2 SD, hal ini menunjukan keadaan tubuh yang
pendek atau sangat pendek hasil dari gagal pertumbuhan. Stunting
pada anak juga menjadi salah satu faktor risiko terjadinya kematian,
masalah perkembangan motorik yang rendah, kemampuan
berbahasa yang rendah, dan adanya ketidakseimbangan fungsional
(Anwar, Khomsan, dan Mauludyani, 2014). Stunting menjadi
masalah gagal tumbuh yang dialami oleh bayi di bawah lima tahun
yang mengalami kurang gizi semenjak di dalam kandungan hingga
awal bayi lahir, stunting sendiri akan mulai nampak ketika bayi
berusia dua tahun (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan, 2017). Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Schmidt
bahwa stunting ini merupakan masalah kurang gizi dengan periode
yang cukup lama sehingga muncul gangguan pertumbuhan tinggi
badan pada anak yang lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar
usianya (Schmidt, 2014).

B. Penyebab Stunting
Status gizi buruk pada ibu hamil dan bayi merupakan faktor utama
yang menyebabkan anak balita mengalami stunting. Ada banyak
sekali hal-hal yang dapat memicu terjadinya gizi buruk ini. Berikut
adalah penyebab gizi buruk pada ibu hamil dan bayi yang masih
sering ditemui:

 Pengetahuan ibu yang kurang memadai

Sejak di dalam kandungan, bayi sudah membutuhkan berbagai


nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Untuk mencapai
ini, ibu harus berada dalam keadaan sehat dan bergizi baik. Jika ibu
tidak memiliki pengetahuan akan asupan nutrisi yang baik untuknya
dan janin, hal ini akan sulit didapatkan.

5
Begitu pula setelah lahir, 1000 hari pertama kehiduan (0-2 tahun)
adalah waktu yang sangat krusial untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Pada masa ini, bayi membutuhkan ASI
eksklusif selama 6 bulan dan tambahan makanan pendamping ASI
(MPASI) yang berkualitas setelahnya. Oleh karena itu, ibu harus
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai gizi anak.

Faktor lainnya yang juga dapat memicu stunting adalah jika anak


terlahir dengan kondisi sindrom alkohol
janin (fetus alcohol syndrome). Kondisi ini disebabkan oleh konsumsi
alkohol berlebihan saat hamil yang kemungkinan diawali
ketidaktahuan ibu akan larangan terhadap hal ini.

 Infeksi berulang atau kronis

Tubuh mendapatkan energi dari asupan makanan. Penyakit infeksi


berulang yang dialami sejak bayi menyebabkan tubuh anak selalu
membutuhkan energi lebih untuk melawan penyakit. Jika kebutuhan
ini tidak diimbangi dengan asupan yang cukup, anak akan mengalami
kekurangan gizi dan akhirnya berujung dengan stunting.

Terjadinya infeksi sangat erat kaitannya dengan pengetahuan ibu


dalam cara menyiapkan makan untuk anak dan sanitasi di tempat
tinggal.

 Sanitasi yang buruk

Sulitnya air bersih dan sanitasi yang buruk dapat


menyebabkan stunting pada anak. Penggunaan air sumur yang tidak
bersih untuk masak atau minum disertai kurangnya ketersediaan kakus
merupakan penyebab terbanyak terjadinya infeksi. Kedua hal ini bisa
meninggikan risiko anak berulang-ulang menderita diare dan infeksi
cacing usus (cacingan).

 Terbatasnya layanan kesehatan

Kenyataannya, masih ada daerah tertinggal di Indonesia yang


kekurangan layanan kesehatan. Padahal, selain untuk memberikan
perawatan pada anak atau ibu hamil yang sakit, tenaga kesehatan juga
dibutuhkan untuk memberi pengetahuan mengenai gizi untuk ibu
hamil dan anak di masa awal kehidupannya.

6
C. Penilaian Stunting

Status gizi pada seorang balita (1 – 5 tahun) membutuhkan nutrisi yang


lebih banyak karena pada masa inilah dianggap sebagai masa
keemasan. Dalam masa ini seorang anak akan mengalami
perkembangan fisik, mental, dan akan menemukan berbagai hal yang
baru, sehingga terpenuhinya nutrisi pada masa ini sangatlah berperan
penting (Hasdianah, Siyoto, & Peristyowati, 2014). Penilaian status
gizi pada dasarnya bisa dilakukan dengan empat macam penilaian
yakni ada antropomentri, klinis, biokimia dan biofisik (Supriasa,
2012).

 Pengukuran Antropomentri

Antropomentri berasal dari kata antrophos yakni tubuh dan metros


yakni ukuran. Antropometri merupakan salah satu cara penilaian
status gizi yang berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan
dengan umur dan tingkat gizi seseorang. Pada umumnya antropometri
mengukur dimensi dan komposisi tubuh seseorang (Supriasa, 2012).

 Indeks Antropomentri
1) Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Indeks status gizi BB/U merupakan indeks masalah gizi yang
digambarkan secara umum. BB/U yang rendah umumnya
disebabkan karena pendek (masalah gizi kronis) ataupun sedang
menderita diare serta penyakit infeksi lainnya (masalah gizi akut)
yang tidak dijadikan indikasi masalah gizi kronis dan akut
(Trihono, 2015).
2) Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Indeks status gizi
berdasarkan TB/U ini dapat menunjukan masalah gizi yang
bersifat kronis. Hal ini disebabkan karena keadaan yang
berlangsung cukup lama seperti kemiskinan, perilaku hidup yang
terbilang tidak sehat, dan kurangnya asupan gizi yang didapatkan
anak baik sejak di dalam kandungan yang mengakibatkan seorang
anak menjadi pendek (Trihono, 2015).
3) Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) Indeks BB/TB
memberikan indikasi terhadap masalah gizi akut yang terjadi pada
peristiwa yang tidak lama seperti adanya wabah penyakit dan
kekurangan makanan yang akan mengakibatkan seseorang nampak
kurus (Trihono, 2015).

7
 Cara Pengukuran Antopomentri

Pengukuran berat badan, panjang/tinggi badan dimaksudkan


untuk bisa mendapatkan data status gizi sebuah penduduk
(Riskesadas, 2007). Pengukuran Panjang Badan (PB) dapat
digunakan bagi anak usia 0 – 24 bulan dengan pengukuran
terlentang, jika pengukuran pada usia anak 0 – 24 bulan dilakukan
secara berdiri maka pengukuran dikoreksi dengan menambahkan
0,7 cm. Sedangkan untuk pengukuran Tinggi Badan (TB) dapat
digunakan bagi anak dengan usia diatas 24 bulan, jika pada usia
diatas 24 bulan pengukuran dilakukan dengan cara terlentang
maka dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm (Kemenkes RI,
2010).

1) Pengukuran Tinggi Badan


Pengukuran tinggi badan ini dilakukan pada responden yang sudah
bisa berdiri. Pengukuran tinggi badan (microtoise) yang mempunyai
kapasistas ukur hingga 2 meter dengan ketelitian 0,1 cm (Riskesdas,
2007).
2) Persiapan Pengukuran Tinggi Badan
a) Menggantungkan bandul benang untuk memasang microtoise di
dinding sehingga dapat tegak lurus.
b) Letakan alat pengukur di lantai yang datar tidak jauh dari
keberadaan bandul dan menempel pada dinding. Pastikan dinding
rata dan tidak ada lekukan maupun tonjolan.
c) Tarik papan penggeser tegak lurus ke atas sehingga dapat sejajar
dengan benang berbandul yang tergantung. Tarik hingga angaka
pada jendela baca menunjukan angka 0 (nol). Rekatkan dan lakban
pada bagian atas microtoise.
d) Menghindari adanya perbuahan posisi pita berikan perkeat atau
lakban pada posisi 10 cm dari bagian atas microtoise.
3) Prosedur Pengukuran Tinggi Badan
a) Meminta responden untuk melepas alas kaki (sepatu/sandal), topi
(penutup kepala).
b) Memastikan bahwa alat geser berada diposisi atas.
c) Meminta responden untuk berdiri tegak di bawah alat geser.
d) Posisikan kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan
tumit menempel pada dinding dimana microtoise terpasang.
e) Pastikan pandangan lurus kedepan dan posisi tangan tergantung
bebas.

8
f) Menggerakan alat geser hingga menyentuh bagian atas kepala
responden, pastikan pada bagian tengah kepala. Dengan catatan
bahwa bagian belakang alat geser tetap menempel dinding.
g) Baca hasil tinggi badan pada bagian jendela baca ke arah angka
yang lebih besar (ke bawah). Pembaca tepat berada di depan jendela
baca pada garis merah, sejajar dengan mata petugas
h) Pencatatan dilakukan dengan ketelitian hingga satu angka
dibelakang koma (0,1 cm) seperti contoh 157, 3 dan 163,9

D. Cara Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan


Yodium (GAKY)

Menurut beberapa literatur, termasuk diantaranya modul Peningkatan


Konsumsi Garam Beryodium Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI
2004, di Indonesia terdapat beberapa strategi (baik jangka pendek
maupun jangka panjang) sebagai upaya penanggulangan Dampak Gangguan
Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) sebagai berikut:

 Strategi  Jangka  Panjang


o Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), merupakan sebuah
strategi pemberdayakan masyarakat dan komponen terkait
agarmempunyai visi dan misi yang sama untuk menanggulangi
GAKY melalui kegiatan pemasyarakatan informasi, advokasi,
pendidikan/penyuluhan tentang ancaman GAKY bagi kualitas
sumber daya manusia. Juga terkait pentingnya mengkonsumsi
garam beryodium, law enforcement dan social enforcement,
hakmemperoleh kapsul beryodium bagi daerah endemik dan
penganekaragaman konsumsi pangan.
o Surveillans, merupakan kegiatan pemantauan  yang dilakukan
secara berkesinambungan terhadap beberapa indikator untuk
dapat melakukan deteksi dini adanya masalah yang mungkin
timbul agar dapat dilakukan tindakan/intervensi sehingga
keadaan lebih burukdapat dicegah. Kegunaan surveillans yaitu
mengetahui luas danberatnya masalah pada situasi terakhir,
mengetahui daerah yangharus mendapat prioritas,
memperkirakan kebutuhan sumber dayayang diperlukan untuk
intervensi, mengetahui sasaran yang palingtepat dan
mengevaluasi keberhasilan program.
o Iodisasi garam, merupakan kegiatan fortifikasi garam dengan
KaliumIodat (KOI3). Tujuan kegiatan ini agar semua garam
yodium yangdikonsumsi masyarakat mengandung yodium

9
minimal 30 ppm.Target program ini 90% masyarakat
mengkonsumsi garamberyodium yang cukup (30 ppm).

 Strategi Jangka Pendek
Sedangkan strategi jangka pendek sebagai upaya penanggulangan
GAKY yaitu dengan melakukan kegiatan distribusi kapsul minyak
beryodium. Program yang sudah mulai dilaksanakan sejak tahun
1992 ini dilakukan untuk mempercepat perbaikan status yodium
masyarakat bagi daerah endemik sedang dan berat pada kelompok
rawan. Kapsul minyak beryodium 200mg diberikan pada Wanita
Usia Subur (WUS) sebanyak 2kapsul/tahun, sedangkan untuk ibu
hamil, ibu menyusui dan anak SD kelas 1-6 sebanyak 1
kapsul/tahun.

10
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

GAKY merupakan masalah gizi yang sangat serius, karena dapat


menyebabkan berbagai penyakit gangguan seperti Gondok, kreatinisme
dan keterlambatan pertumbuhan dan kecerdasan. Sehingga untuk
menghindari gangguan-gangguan tersebut kita harus mengkonsumsi
makanan yang mengandung iodium, karena Iodium merupakan salah satu
unsur mineral mikro yang sangat dibutuhkan oleh tubuh walaupun dalam
jumlah yang relative kecil

2. Saran

 Selau mengkonsumsi garam yang mengandung iodium.


 Sosialisasi  kesehatan mengenai  pentingnya mengkonsumsi garam
beriodium.
 Selalu melakukan pengawasan mutu garam oleh pemerintah.
 Penyuntikan lipiodol dan distribusi garam dapur harus ditunjukkan
pada daerah-daerah endemik dan ditopang oleh Peraturan Daerah
yang hanya mengizinkan perdagangannya garam beriodium di
daerah-daerah endemik tersebut.
 Pada bahan-bahan yang dapat menghambat penyerapan iodium
harus mendapatkan perhatian dan sebaiknya diteliti lebih jauh,
terutama bagi wilayah yang menggunakan singkong sebagai
konsusmsi utama.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1126/3/3.%20Chapter1.pdf

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2334/3/bab%202-dikonversi.pdf

https://www.alodokter.com/bayi-lahir-stunting-faktor-penyebab-dan-risiko

12

Anda mungkin juga menyukai