Anda di halaman 1dari 10

MENGENAL STUNTING DAN PENCEGAHANNYA

1. Pendahuluan

Permasalahan Balita dengan stunting saat ini menjadi masalah kesehatan utama karena dampak
stunting dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan status
kesehatan pada anak serta terkait erat dengan masalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa
dimasa mendatang. Pada tahun 2019, survei membuktikan sekitar 30 persen balita Indonesia
mengalami stunting, artinya sekitar 1 dari 3 balita di Indonesia mengalami stunting. Stunting di Indonesia
menduduki angka tertinggi di Asia Tenggara. Stunting di Indonesia tidak hanya terjadi pada kelompok yang
miskin namun juga terjadi karena pola pengasuhan dan pengetahuan gizi yang rendah.  Oleh karena itu
menjadi perhatian serius dari Pemerintah pada berbagai instansi serta dituntut kesadaran dan partisipasi
aktif masyarakat agar secara bersama-sama kita bisa mencegahdan menekan stunting di Indonesia. Baru-
baru ini Pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 3 Tahun 2022
tentang Optimalisasi Penyelenggaraan Kampung Keluarga Berkualitas yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia (SDM) dan memberdayakan serta memperkuat institusi keluarga melalui
optimalisasi penyelenggaraan kampung keluarga berkualitas di setiap desa/kelurahan. Keterlibatan
multisektor terutama peran keluarga dalam hal ini tidak hanya pada ibu tapi juga keluarga dan
lingkungannya, yang berperan penting dalam mencegah anak untuk tidak terjadi stunting guna
mewujudkan target penurunan angka prevalensi stunting di tanah air hingga 14% pada 2024.

2. Pengertian

Stunting adalah kondisi dimana anak mengalami gangguan pertumbuhan akibat kekurangan gizi
kronis yang dapat terjadi sejak awal kehamilan yaitu pada masa 1000 hari pertama kehidupan manusia,
sehingga menyebabkan tubuhnya lebih pendek dibandingkan anak seusianya

Stunting pada bayi bukan hal yang bisa dianggap remeh, karena kondisi bayi yang mengalami stunting
umumnya sulit kembali normal Jika tidak segera diketahui dan ditangani dengan tepat, stunting dapat
membuat perkembangan fisik maupun kognitif bayi terhambat dan kurang optimal di kemudian hari.

Anak pendek belum tentu stunting, sedangkan anak stunting pasti terlihat pendek. Kondisi ini hanya terjadi
ketika asupan nutrisi harian anak kurang sehingga memengaruhi perkembangan tinggi badannya.
3. Penilaian Stunting

Seorang anak termasuk dalam stunting atau tidak, tergantung dari hasil pengukuran. Jadi tidak
bisa hanya dikira-kira atau ditebak saja tanpa pengukuran. Kondisi stunting baru nampak setelah bayi
berusia 2 tahun.Penilaian stunting pada anak biasanya dilakukan dengan memakai grafik pertumbuhan
anak (GPA) dari badan kesehatan dunia WHO tahun 2006. Kementerian Kesehatan RI menyebut balita
dikatakan stunting/pendek ( stunted) bila hasil pengukuran panjang atau tinggi badan menurut umurnya
menunjukkan angka nilai z-skor nya kurang dari -2 standar deviasi (SD) dan sangat pendek ( severety
stunted) bila kurang dari -3SD. Standar deviasi adalah satuan yang dipakai dalam pengukuran panjang
atau tinggi badan bayi.

Studi terkini menunjukkan anak yang mengalami stunting berkaitan dengan prestasi di sekolah
yang buruk, tingkat pendidikan yang rendah dan pendapatan yang rendah saat dewasa. Anak yang
mengalami stunting memiliki kemungkinan lebih besar tumbuh menjadi individu dewasa yang tidak sehat
dan miskin. Stunting pada anak juga berhubungan dengan peningkatan kerentanan anak terhadap
penyakit, baik penyakit menular maupun Penyakit Tidak Menular (PTM) serta peningkatan risiko
overweight dan obesitas. Keadaan overweight dan obesitas jangka panjang dapat meningkatkan risiko
penyakit degeneratif. Keadaan stunting menyebabkan buruknya kemampuan kognitif, rendahnya
produktivitas, serta meningkatnya risiko penyakit mengakibatkan kerugian jangka panjang bagi ekonomi
Indonesia (Trihono dkk., 2015). Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi yang dilansir dari
situs Kemenkes RI, pada 2016 angka prevalensi stunting di Indonesia sebesar 27,5, bahkan pada 2017
angkanya meningkat menjadi 29, 6 persen. Kondisi ini bisa disebabkan oleh banyak aspek, mulai dari
aspek pendidikan hingga ekonomi. Stunting sangat penting untuk dicegah. Hal ini disebabkan oleh
dampak stunting yang sulit untuk diperbaiki dan dapat merugikan masa depan anak.

4. Penyebab : 

Masalah stunting pada bayi dapat diakibatkan oleh berbagai faktor. Rendahnya asupan gizi yang
terjadi pada 1.000 hari pertama kehidupan yakni sejak masa janin dalam kandungan hingga bayi umur dua
tahun setelah kelahiran. rata-rata stunting terjadi karena pada 1000 hari pertama kehidupan bayi asupan
gizinya tidak terpenuhi. Faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya Masalah gizi
tersebut diakibatkan oleh :
a. Faktor gizi ibu saat hami

Kondisi kesehatan dan asupan gizi ibu baik sebelum, selama, maupun setelah kelahiran dapat
berpengaruh pada pertumbuhan janin maupun bayi. Hal ini disebabkan oleh asupan ibu selama hamil
ibunya kesulitan makan atau makanannya yang kurang bergizi dan berkualitas sehingga nutrisi yang
diterima janin cenderung sedikit. Diawali dari kondisi ibu pada trimester 1 dimana pada saat itu merupakan
masa terbentuknya organ penting seperti jantung, ginjal, otak, hati dan lainnya. Akhirnya, pertumbuhan
janin di dalam kandungan mulai terhambat dan terus berlanjut setelah kelahiran. WHO atau Badan
Kesehatan Dunia menyatakan bahwa sekitar 20% kejadian stunting, sudah terjadi saat bayi masih berada
di dalam kandungan. Oleh karena itu, penting untuk mencukupi berbagai nutrisi penting selama ibu hamil.

Selain itu, kondisi kesehatan ibu, postur tubuh yang pendek, usia yang masih terlalu remaja untuk hamil,
hingga jarak kehamilan yang terlalu dekat juga berisiko membuat bayi mengalami stunting. Kemungkinan
stunting untuk bayi meningkat jika ibu terinfeksi malaria, cacingan, atau HIV/AIDS. Ibu yang menderita
hipertensi selama kehamilan ada kemungkinan mengalami komplikasi meningkatkan risiko berat badan
bayi di bawah rata-rata dan kelahiran prematur sebagai faktor risiko stunting. Selain itu, pada kasus
kehamilan di masa remaja menimbulkan persaingan penyerapan nutrisi antara ibu yang masih dalam
tumbuh kembang dan janinnya sehingga berpotensi melahirkan bayi yang pendek

b. Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga


Kondisi sosial ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan jumlah makanan
yang tersedia dalam keluarga sehingga turut menentukan status gizi keluarga tersebut, termasuk ikut
mempengaruhi pertumbuhan anak (Ibrahim dan Faratima,2015). Karena alasan ekonomi, anak tidak
mendapat zat gizi terutama protein yang seharusnya bersumber hewani seperti produk susu, telur dan
daging dengan harga yang relatif lebih mahal. Studi yang dilakukan Doloksaribu tahun 2021 di Medan
menyebutkan persentase balita dengan status gizi pendek dan sangat pendek cenderung berada pada ibu
yang memiliki tingkat pendidikan menengah ke rendah yaitu sebesar 94%, bekerja sebagai petani sebesar
94% dengan pendapatan di bawah UMR yaitu sebesar 98%. Selain itu, ketika akses untuk mendapatkan
makanan yang berkualitas terbatas atau bahkan terhambat sama sekali.
c. Asupan gizi bayi

Pemberian ASI eksklusif yang gagal dan penyapihan (pemberian makanan padat) terlalu dini
merupakan beberapa faktor penyebab stunting. Selain itu, kondisi ini juga bisa terjadi akibat makanan
balita saat masih di bawah usia 2 tahun yang tidak mencukupi, seperti posisi menyusui yang kurang tepat,
tidak diberikan ASI eksklusif, hingga MPASI (makanan pendamping ASI) yang kurang berkualitas.

Banyak teori yang menyatakan bahwa kurangnya asupan makanan juga bisa menjadi salah satu faktor
utama penyebab stunting. Khususnya asupan makanan yang mengandung protein serta mineral zinc
(seng) dan zat besi ketika anak masih berusia balita.

d. Kondisi Kesehatan Bayi

Kondisi bayi yang lahir prematur ataupun Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). BBLR yang diiringi
dengan konsumsi makanan yang tidak adekuat, dan sering terjadi infeksi pada masa pertumbuhan, akan
terus mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan menghasilkan anak yang stunting. Banyak studi
membuktikan BBLR berhubungan dengan resiko stunting.

Adanya penyakit seperti penyakit infeksi berulang yang dialami sejak bayi berdampak buruk pada
pertumbuhan anak. Tubuh selalu membutuhkan energi lebih untuk melawan penyakitnya. Jika kebutuhan
ini tidak diimbangi dengan asupan yang cukup, anak akan mengalami kekurangan gizi dan akhirnya
berujung dengan stunting. Demikian juga akibat kecacingan pada anak. Cacing menyerap nutrisi pada
tubuh anak. Selanjutnya akan menyebabkan nafsu makan anak menurun, sehingga lama kelamaan anak
mungkin saja mengalami masalah kekurangan gizi. Jika masalah gizi ini tidak ditangani dengan segera,
maka pertumbuhan fisik anak bisa terpengaruh. Inilah yang akhirnya jadi penyebab stunting.

e. Buruknya Fasilitas Sanitasi dan Minimnya Akses Air Bersih.

Penyebab stunting pada anak selanjutnya datang dari masalah kebersihan makanan dan air yang
tidak terjamin. Makanan dan air yang terkontaminasi oleh polutan lingkungan atau yang disebut mikotoksin
akibat sulitnya air bersih atau penggunaan sumber air yang tidak bersih untuk masak atau minum disertai
kurangnya ketersediaan kakus serta sering terpapar mikroba melalui lingkungan dengan tingkat kebersihan
yang buruk sebagai penyebab terbanyak terjadinya infeksi. Kedua hal ini bisa meningkatkan risiko anak
berulang-ulang menderita diare dan infeksi cacing (cacingan) sehingga tidak dapat menyerap nutrisi dari
makanan secara efektif.

Kondisi kebersihan yang kurang terjaga membuat tubuh dapat terkena infeksi sehingga harus secara
ekstra melawan sumber penyakit yang dapat menghambat penyerapan gizi maupun kekurangan asupan
gizi. Makanan yang disimpan di tempat terbuka atau di wadah yang tidak bersih, atau dibiarkan pada suhu
yang memungkinkan bakteri untuk tumbuh, juga dapat membuat anak-anak sakit sehingga menghambat
pertumbuhannya.

f. Dampak Stunting
Dampak stunting memiliki efek jangka pendek dan efek jangka panjang.
Jangka pendek:
 Pertumbuhan fisik yang pendek
 Terganggunya perkembangan otak sehingga Kesulitan belajar
 Penurunan fungsi kekebalan sehingga rentan terhadap penyakit,

Jangka Panjang:

 Kecerdasan anak di bawah rata-rata sehingga prestasi belajarnya tidak bisa maksimal dan
menyebabkan produktivitas kerja rendah pada saat dewasa sehingga sulit bersaing di dalam dunia
kerja.
 Sistem imun tubuh anak tidak baik sehingga rentan terkena infeksi

 Anak perempuan dengan kondisi stunting setelah dewasa memiliki risiko akan mengalami
perlambatan aliran darah ke janin sertagangguan pertumbuhan rahim dan plasenta yang dapat
erdampak pada kondisi bayi yang dilahirkan dan kesulitan melahirkan
 Dampak gangguan metabolik setelah dewasa: anak beresiko menderita obesitas dan penyakit
diabetes, hipertensi, stroke, penyakit jantung, kanker dan osteoporosis
 Bayi yang lahir dari ibu dengan tinggi badan di bawah rata-rata berisiko mengalami komplikasi medis
yang serius, bahkan pertumbuhan yang terhambat, masalah reproduksi

g. Pencegahan
Ada berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting. Pada dasarnya stunting pada
balita tidak bisa disembuhkan, tapi dapat dilakukan upaya untuk perbaikan gizi guna meningkatkan
kualitas hidupnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016, cara mencegah
stunting harus dilakukan sejak dini, bahkan sejak masa kehamilan. Pencegahan stunting yang dapat
kita lakukan adalah sebagai berikut :

1. Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil


Tindakan yang relatif ampuh dilakukan untuk mencegah stunting pada anak adalah selalu
memenuhi gizi ibu sejak masa kehamilan. Ibu yang sedang mengandung hendaknya selalu makan
makanan sehat dan bergizi ( bila perlu disertai suplemen/makanan tambahan atas anjuran dokter). Ibu
dapat mengonsumsi asupan makanan yang tinggi kalori, protein, dan mikronutrien (vitamin dan mineral)
selama masa kehamilan.Hampir semua kebutuhan nutrisi ibu hamil mengalami peningkatan ketimbang
sebelum hamil. Ibu harus cerdas untuk bisa memilih bahan makanan secara alami dari berbagai bahan
makanan,yang sesuai dengan kemampuannya namun dapat memenuhi kebutuhan gizinya selama hamil
maupun semasa menyusui. Selain itu, ibu hamil juga butuh asupan mineral zat besi yang lebih banyak
dibandingkan dengan sebelum mengandung janin.Zat besi merupakan salah satu zat gizi yang sangat
dibutuhkan oleh ibu hamil. Bahkan sebelum hamil, seorang wanita direkomendasikan untuk memenuhi
kebutuhan zat besi hariannya.Itulah mengapa ibu hamil dianjurkan untuk minum obat tambah darah
dalam bentuk tablet atau pil guna mengoptimalkan asupan zat besi. Zat besi juga bermanfaat untuk
memproduksi hemoglobin yaitu protein dalam sel darah merah yang bertugas membawa oksigen ke
seluruh sel dalam tubuh.

Semakin banyak zat besi yang dimiliki ibu, semakin banyak pula pasokan darah dan hemoglobin
untuk diedarkan ke seluruh tubuh ibu dan bayi yang sedang berkembang.ibu juga butuh tablet tambah
darah guna memenuhi kebutuhan zat besi untuk mendukung pertumbuhan bayi dan plasenta di dalam
rahim, terutama pada trimester 2 dan trimester 3 kehamilan.membantu mengoptimalkan asupan nutrisi
untuk janin yang sedang berkembang di dalam kandungan. Menkes menerangkan aturan pemberian
makanan tambahan bagi ibu hamil (Bumil) yang dikonsumsi, yaitu 2 keping biskuit pada usia kehamilan
trimester pertama dan 3 keping biskuit untuk trimester 2 dan 3 kehamilan.

Selain itu, ibu yang sedang menjalani proses kehamilan juga sebaiknya rutin memeriksakan
kesehatannya secara rutin dan berkala ke dokter atau bidan.  Berdasarkan Permenkes Nomor 21 tahun
2021, standar kunjungan ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan paling sedikit 6 kali selama
kehamilan yang dilakukan pada trimester 1 sebanyak 1 kali, pada trimester 2 sebanyak 2 kali dan pada
trimester 3 sebanyak 3 kali (pada kunjungan kehamilan tersebut 2 kali yaitu 1 kali pada trimester 1 dan 1
kali pada trimester 3 adalah pemeriksaan kehamilan oleh Dokter spesialis Kebidanan) termasuk pelayanan
ultrasonografi (USG). Pemeriksaan kehamilan dilakukan untuk deteksi dini masalah penyakit dan penyulit
atau komplikasi kehamilan. Masalah yang ditemukan pada kurun waktu tersebut bisa segera ditangani
secara dini supaya kesehatan bayi tetap terjaga.

2. Insiasi menyusui dini (IMD) dan ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan
Pada jam pertama kelahiran bayi sebaiknya langsung didekatkan ke payudara ibu agar bayi bisa
langsung menyusu. Proses IMD membuat hormon oksitosin ibu dan bayi keluar sehingga keduanya
menjadi lebih tenang. Saat berada di dada ibu,, suhu bayi juga terjaga kehangatannya. Hal ini dapat
menurunkan kejadian kematian bayi akibat suhu dingin atau hipotermia. Saat IMD, terjadi sentuhan kulit ke
kulit (skin to skin contact) yang bermanfaat bagi bayi. Sebab, bayi akan mendapatkan bakteri baik dari kulit
ibu yang berguna untuk kekebalannya. Proses IMD menjadi langkah awal dan vital untuk keberhasilan
proses menyusui secara eksklusif.
Bayi hendaknya diberikan ASI Eksklusif ( hanya diberikan ASI saja tanpa makanan tambahan
lainnya) selama enam bulan. Dalam ASI telah terkandung makanan yang sangat lengkap berupa zat mikro
dan makro yang dibutuhkan oleh bayi. ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi., termasuk kolostrum /
susu jolong yang keluar dari ibu di hari-hari pertama kelahiran bayi yang dinilai mampu meningkatkan
sistem kekebalan tubuh bayi dalam melawan virus dan bakteri. Bayi yang diberi ASI eksklusif disinyalir
mengalami lebih sedikit infeksi dibandingkan bayi yang tidak diberi ASI. Bayi yang diberi ASI dapat
mengurangi risiko terjadinya stunting. Oleh karena itu ibu tidak hanya dituntut untuk memiliki air susu yang
banyak namun yang tak kalah pentingnya bahwa ASI yang dikeluarkan adalah yang berkualitas yang
memenuhi kebutuhan gizi bayi/anak. Ibu diharapkan mampu memilih bahan makanan yang dikonsumsinya
agar disamping dapat merangsang produksi ASI dan ASI yang dikeluarkan juga berkualitas mengandung
zat gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi, misalnya protein, kalsium, zink dan lainnya untuk

World Health Organization (WHO) merekomendasikan bahwa ibu mulai menyusui dalam waktu satu jam
setelah kelahiran, kemudian secara eksklusif menyusui bayi mereka sampai usia enam bulan. Sebaiknya
menyusui dilakukan sampai anak mencapai usia dua tahun atau lebih. Anak yang tidak mendapat ASI
eksklusif memiliki kemungkinan lebih besar mengalami stunting
3. Pemberian MP ASI
Setelah pemberian ASI Ekslusif, saat bayi berumur 6 bulan ke atas, disamping bayi tetap menyusui
sebaiknya bayi mulai dilakukan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) atau Makanan Pendamping ASI
(MP ASI) supaya kebutuhan nutrisinya terpenuhi sehingga ia dapat tumbuh dengan optimal. Pastikan
makanan yang dipilih memenuhi zat gizi mikro dan makro yang sebelumnya selalu berasal dari ASI. Ibu
perlu mempelajari strategi dan detail penyajian MP ASI agar bayi cepat beradaptasi dengan sajian MP ASI
dan memiliki nafsu makan yang tinggi sampai usia 2 tahun. Bentuk dan jenis MP ASI diberikansesuai umur
bayi/anak. Konsumsi protein sangat mempengaruhi pertambahan tinggi dan berat badan anak di atas 6
bulan. Anak yang mendapat asupan protein 15 persen dari total asupan kalori yang dibutuhkan terbukti
memiliki badan lebih tinggi dibanding anak dengan asupan protein 7,5 persen dari total asupan kalori. Anak
usia 6 sampai 12 bulan dianjurkan mengonsumsi protein harian sebanyak 1,2 g/kg berat badan. Sementara
anak usia 1–3 tahun membutuhkan protein harian sebesar 1,05 g/kg berat badan.  World Health
Organization (WHO) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF) menganjurkan agar bayi usia 6-23
bulan untuk mendapatkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang optimal.

Mulai usia 6 bulan, kebutuhan anak akan energi dan nutrisi tidak cukup disokong dari asupan ASI
saja. Solusinya adalah menggabungkan pemberian ASI dengan makanan pelengkap.Ibu dapat
mengkombinasikan makanan seperti sereal dan makanan pokok lainnya, buah-buahan dan sayuran halus,
susu dan telur, serta ikan dan daging.

Ketentuan pemberian MP ASI sebaiknya mengandung minimal 4 atau lebih dari 7 jenis makanan, meliputi
serealia atau umbi-umbian, kacang-kacangan, produk olahan susu, telur atau sumber protein lain, dan
asupan kaya vitamin A atau lainnya. Pastikan bayi mendapat asupan protein yang cukup sejak pertama
kali mencicipi makanan padat pertamanya.

4. Pemberian Imunisasi Lengkap

Imunisasi diperlukan untuk mencegah anak dari risiko infeksi terutama pada penyakit-penyakit yang
berbahaya. Sering mengalami infeksi penyakit dapat menyebabkan risiko stunting semakin tinggi.
Sebaiknya, berikan bayi imunisasi dasar lengkap sebelum berusia 1 tahun, yang meliputi 1 dosis hepatitis
B, 1 dosis BCG (tuberkulosis), 3 dosis DPT (difteri, pertussis, tetanus)-Hepatitis, 4 dosis polio, dan 1 dosis
campak.
5. Memantau Tumbuh Kembang Anak Secara Rutin
Pertumbuhan dan perkembangan balita harus dimonitor setiap bulannya, terutama pada tinggi dan berat
badan anak. Pemantauan pertumbuhan balita penting dilakukan untuk mengetahui kecenderungan tumbuh
kembang bayi. Hal ini juga sebagai deteksi dini jika pertumbuhan bayi mengalami masalah atau hambatan.
Dengan demikian dapat diketahui sejak dini apabila anak memiliki gejala awal gangguan pertumbuhan
ataupun perkembangannya. Pemantauan dapat dilakukan dengan membawa anak secara berkala ke
Posyandu maupun klinik khusus anak. Ibu dan keluarga juga dapat memantau pertumbuhan bayi melalui
tabel grafik pertumbuhan anak pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Tumbuh Kembang anak yang ada pada
buku Kesehatan IBU dan Anak (KIA) atau yang biasa dikenal dengan “buku pink”. Di buku tersebut ada
acuan bobot dan tinggi ideal anak sesuai dengan usianya. Bila catatan berat badan dan tinggi anak di
bawah angka acuan itu, sebaiknya segera datangi dokter anak untuk berkonsultasi.

6. Menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Pengasuhan Anak.

Ibu maupun pengasuh anak harus menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Kebiasaan untuk cuci
tangan pakai sabun (CTPS) dan air pengalir secara benar merupakan cara termudah dan efektif untuk
mencegah terjangkitnya dari berbagai penyakit. sebelum dan setelah memegang sesuatu, saat makan, dan
dari toilet. CTPS di air bersih dan mengalir dapat membunuh kuman yang berada di telapak tangan
sehingga mengurangi kuman bibit penyakit yang dapat mentyebabkan misalnya cacingan, diare dan
lainnya yang dapat mempengarui status kesehatan bayi/ anak. Termasuk dalam kebersihan alat-alat
makan/minum yang berhubungan dengan bayi maupun dalam pengolahan serta penyajian bahan
makanannya.Gaya hidup sehat perlu diterapkan oleh semua anggota keluarga dan orang-orang terdekat
agar infeksi cacing tidak mudah menyerang.

7. Sanitasi lingkungan
Anak-anak sangat rentan akan serangan penyakit, terutama bila lingkungan sekitarnya kotor. Faktor ini
pula yang secara tak langsung meningkatkan peluang stunting. Studi yang dilakukan di Harvard Chan
School menyebutkan diare adalah faktor ketiga yang menyebabkan gangguan kesehatan tersebut.
Sementara salah satu pemicu diare datang dari paparan kotoran yang masuk ke dalam tubuh manusia.
Jaga  kebersihan lingkungan tempat tinggal dengan membuang sampah pada tempatnya dan memastikan
drainase air limbah mengalir dengan lancar.
 

Anda mungkin juga menyukai