Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN RISIKO STUNTING

PADA IBU HAMIL NY. S DI KELURAHAN SUGIHWARAS


KECAMATAN PEMALANG KABUPATEN PEMALANG

Disusun Oleh :

ABDUL KHOLIK

1422002901

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2022
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
RISIKO STUNTING PADA IBU HAMIL
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Prevalensi stunting mulai meningkat pada usia 3 bulan, kemudian
proses stunting melambat pada saat anak berusia sekitar 3 tahun.
Terdapat perbedaan interpretasi kejadian stunting diantara kedua
kelompok usia anak. Pada anak yang berusia di bawah 2-3 tahun,
menggambarkan proses gagal bertumbuh atau stunting yang masih
sedang berlangsung/terjadi. Sementara pada anak yang berusia lebih
dari 3 tahun, menggambarkan keadaan dimana anak tersebut telah
mengalami kegagalan pertumbuhan atau telah menjadi stunted (Sandra
Fikawati, 2017). Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2018 kejaian stuning di Indonesia mencapai 10,2% dengan prevalensi
stunting pada anak balita sebesar 30,8% (Kemenkes, 2018). Angka
tersebut menunjukkan kasus stunting yang masih tergolong tinggi
dibandingkan batas maksimal kejadian stunting dari WHO yaitu
sebesar 20% (Ayu, 2019). Permasalahan stunting pada umumnya
diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain kurangnya asupan
makanan bergizi dan adanya penyakit infeksi.
Angka stunting Indonesia menurun dari 29 persen pada 2015
menjadi 27.6 persen pada tahun 2017. Adapun pada 2013, angka
stunting nasional mencapai 37,2 persen. Namun, angka tersebut masih
di atas batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
yaitu 20 persen. Persentase stunting Indonesia juga lebih tinggi
dibanding sejumlah negara Asia Tenggara seperti Vietnam, Filipina ,
Malaysia, dan Thailand. Jumlah anak balita di Indonesia sekitar 22,4
juta. Setiap tahun, setidaknya ada 5,2 juta perempuan di Indonesia
yang hamil. Dari mereka, ratarata bayi yang lahir setiap tahun
berjumlah 4,9 juta anak. Tiga dari 10 balita di Indonesia mengalami
stunting atau memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar usianya.
Tak hanya bertubuh pendek, efek domino pada balita yang mengalami
stunting lebih kompleks.
Stunting dapat terjadi sebagai akibat kekurangan gizi terutama
pada saat 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Salah satu cara
mencegah stunting adalah pemenuhan gizi dan pelayanan kesehatan
kepada ibu hamil. Upaya ini sangat diperlukan, mengingat stunting
akan berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan anak dan status
kesehatan pada saat dewasa. Akibat kekurangan gizi pada 1000 HPK
bersifat permanen dan sulit diperbaiki. tunting dapat terjadi sebagai
akibat kekurangan gizi terutama pada saat 1000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK). Salah satu cara mencegah stunting adalah
pemenuhan gizi dan pelayanan kesehatan kepada ibu hamil. Upaya ini
sangat diperlukan, mengingat stunting akan berpengaruh terhadap
tingkat kecerdasan anak dan status kesehatan pada saat dewasa. Akibat
kekurangan gizi pada 1000 HPK bersifat permanen dan sulit diperbaiki
2. Tujuan
Tujuan umum : untuk mengetahui konsep laporan pendahuluan dan
asuhan keperawatan yang terjadi pada ibu hamil dengan risiko
stunting.
Tujuan khusus :
a. Untuk mengetahui definisi dari stunting
b. Untuk mengetahui etiologi stunting
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala stunting
d. Untuk mengetahui patofisiologi stunting
e. Untuk mengetahui pathway yang muncul akibat stunting
f. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang guna mengetahui
stunting
g. Untuk mengetahui penatalaksaan stunting
h. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada ibu hamil
dengan risiko stunting
i. Untuk mengetahui asuhan keperawatan keluarga pada ibu hamil
dengan risiko stunting.
B. TINJAUAN TEORI
1. Definisi
Stunting adalah suatu kondisi dimana tinggi badan seseorang yang
kurang dari normal berdasarkan usia dan jenis kelamin. Tinggi badan
merupakan salah satu jenis pemeriksaan antropometri dan
menunjukkan status gizi seseorang. Adanya stunting menunjukkan
status gizi yang kurang (malnutrisi) dalam jangka waktu yang lama
(kronis). Stunting merupakan sebuah masalah kurang gizi kronis yang
disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama,
hal ini menyebabkan adanya gangguan di masa yang akan datang
yakni mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan
kognitif yang optimal. Anak stunting mempunyai Intelligence Quotient
(IQ) lebih rendah dibandingkan rata – rata IQ anak normal (Kemenkes
RI, 2018).
stunting merupakan gangguan pertumbuhan karena malnutrisi dan
penyakit infeksi kronis yang mengakibatkan kurangnya asupan nutrisi
yang ditunjukkan dengan nilai z score TB/U <-2. Stunting adalah
masalah kurang nutrisi kronis yang disebabkan oleh asupan nutrisi
yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang
tidak sesuai kebutuhan gizi.
2. Etiologi
Faktor penyebab stunting antara lain :
a. Faktor secara langsung dapat berupa :
1). Asupan gizi, Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Usia anak 1 – 2 tahun
merupakan masa kritis dimana pada tahun ini terjadi pertumbuhan
dan perkembangan secara pesat. Konsumsi makanan yang tidak
cukup merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan
stunting. Balita yang mengalami kekurangan gizi sebelumnya
masih dapat diperbaiki dengan asupan yang baik sehingga dapat
melakukan tumbuh kejar sesuai dengan perkembangannya. Namun
apabila intervensinya terlambat balita tidak akan dapat mengejar
keterlambatan pertumbuhannya yang disebut dengan gagal
tumbuh.
2). Penyakit infeksi kronis, Infeksi juga mempunyai kontribusi
terhadap defisiensi energi, protein, dan gizi lain karena
menurunnya nafsu makan sehingga asupan makanan berkurang.
Pemenuhan zat gizi yang sudah sesuai dengan kebutuhan namun
penyakit infeksi yang diderita tidak tertangani tidak akan dapat
memperbaiki status kesehatan dan status gizi anak balita.
b. Faktor secara tidak langsung
1). Pola asuh, Pola asuh orangtua terutama ibu memiliki peran
yang sangat penting terhadap status gizi anak, peran keluarga
terutama ibu dalam mengasuh anak akan menentukan tumbuh
kembang anak.
2). Ketersediaan pangan, Ketersediaan pangan yang kurang dapat
berakibat pada kurangnya pemenuhan asupan nutrisi dalam
keluarga itu sendiri. Rata-rata asupan kalori dan protein anak balita
di Indonesia masih di bawah Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang
dapat mengakibatkan balita perempuan dan balita laki-laki
Indonesia mempunyai rata-rata tinggi badan masing-masing 6,7 cm
dan 7,3 cm lebih pendek dari pada standar rujukan WHO.
3). Status gizi ibu saat hamil, dapat berasal dari :
a). Kadar hemoglobin (Hb), Kadar Hemoglobin Anemia
pada saat kehamilan merupakan suatu kondisi terjadinya
kekurangan sel darah merah atau hemoglobin (Hb) pada saat
kehamilan. Ada banyak faktor predisposisi dari anemia tersebut
yaitu diet rendah zat besi, vitamin B12, dan asam folat, adanya
penyakit gastrointestinal, serta adanya penyakit kronis ataupun
adanya riwayat dari keluarga sendiri. Akibat anemia bagi janin
adalah hambatan pada pertumbuhan janin, bayi lahir prematur, bayi
lahir dengan BBLR, serta lahir dengan cadangan zat besi kurang
sedangkan akibat dari anemia bagi ibu hamil dapat menimbulkan
komplikasi, gangguan pada saat persalinan dan dapat
membahayakan kondisi ibu seperti pingsan, bahkan sampai pada
kematian.
b). Lingkar lengan atas (LILA), Pengukuran LILA
dilakukan pada ibu hamil untuk mengetahui status KEK ibu
tersebut. KEK merupakan suatu keadaan yang menunjukkan
kekurangan energi dan protein dalam jangka waktu yang lama.
Faktor predisposisi yang menyebabkan KEK adalah asupan nutrisi
yang kurang dan adanya faktor medis seperti terdapatnya penyakit
kronis. KEK pada ibu hamil dapat berbahaya baik bagi ibu maupun
bayi, risiko pada saat persalinan dan keadaan yang lemah dan cepat
lelah saat hamil sering dialami oleh ibu yang mengalami KEK.
c). hasil pengukuran berat badan untuk menentukan
kenaikan berat abdan selama kehamilan dan dibandingkan dengan
sebelum kehamilan. Kenaikan berat badan ibu saat hamil
dihubungkan dengan IMT saat sebelum ibu hamil. Apabila IMT
ibu sebelum hamil dalam status kurang gizi maka penambahan
berat badan seharusnya lebih banyak dibandingkan dengan ibu
yang status gizinya normal atau status gizi lebih. Penambahan berat
badan ibu selama kehamilan berbeda pada masing–masing
trimester. Pada trimester pertama berat badan bertambah 1,5-2 kg,
trimester kedua 4-6 kg dan trimester ketiga berat badan bertambah
6-8 kg. Total kenaikan berat badan ibu selama hamil sekitar 9- 12
kg.
4). Berat badan lahir. Bayi yang lahir dengan berat badan lahir
rendah (BBLR) yaitu bayi yang lahir dengan berat badan kurang
dari 2500 gram, bayi dengan berat badan lahir rendah akan
mengalami hambatan pada pertumbuhan dan perkembangannya
serta kemungkinan terjadi kemunduran fungsi intelektualnya selain
itu bayi lebih rentan terkena infeksi dan terjadi hipotermi.
5). MPASI dan Asi ekslusif. SI eksklusif menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2012 tentang
Pemberian ASI Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa
menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman
lain yang diberikan kepada bayi sejak baru dilahirkan selama 6
bulan. Pemenuhan kebutuhan bayi 0-6 bulan telah dapat terpenuhi
dengan pemberian ASI saja. Asi Eksklusif penting untuk diberikan
pada umur ini, karena makanan selain ASI belum mampu dicerna
oleh enzim-enzim yang ada di dalam usus selain itu pengeluaran
sisa pembakaran makanan belum bisa dilakukan dengan baik
karena ginjal belum sempurna. Manfaat dari ASI Eksklusif ini
sendiri sangat banyak mulai dari peningkatan kekebalan tubuh,
pemenuhan kebutuhan gizi, murah, mudah, bersih, higienis serta
dapat meningkatkan jalinan atau ikatan batin antara ibu dan anak.
Makanan pendamping ASI adalah makanan tambahan yang
diberikan pada bayi setelah bayi berumur 6 bulan. Jika makanan
pendamping ASI diberikan terlalu dini (sebelum bayi berumur 6
bulan) akan dapat menurunkan konsumsi ASI dan juga dapat
membuat bayi mengalami gangguan pencernaan. Namun
sebaliknya jika makanan pendamping ASI diberikan terlambat,
maka bayi dapat mengalami resiko gizi kurang bila terjadi dalam
jangka waktu panjang. Pemberian MP-ASI terlalu dini dapat
meningkatkan risiko penyakit infeksi seperti diare, hal ini dapat
terjadi karena MP-ASI yang diberikan tidak higienis dan jenis MP-
ASI yang diberikan mudah dicerna seperti ASI. Zat gizi seperti
zink dan tembaga serta air yang hilang selama diare jika tidak
diganti akan terjadi malabsorbsi zat gizi selama diare yang dapat
menimbulkan dehidrasi parah, malnutrisi, gagal tumbuh bahkan
kematian.
6). Faktor sosial dan ekonomi, Dengan pendapatan yang rendah,
biasanya mengkonsumsi makanan yang lebih murah dan menu
yang kurang bervariasi, sebaliknya pendapatan yang tinggi
umumnya mengkonsumsi makanan yang lebih tinggi harganya,
tetapi penghasilan yang tinggi tidak menjamin tercapainya gizi
yang baik. Pendapatan yang tinggi tidak selamanya meningkatkan
konsumsi zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, tetapi kenaikan
pendapatan akan menambah kesempatan untuk memilih bahan
makanan dan meningkatkan konsumsi makanan yang disukai
meskipun makanan tersebut tidak bergizi tinggi.
3. Tanda dan Gejala
Balita stunting dapat dikenali dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Tanda pubertas terlambat.
2. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar.
3. Pertumbuhan gigi terlambat.
4. Usia 8 - 10 tahun anak menjadi lebih pendiam
5. Tidak banyak melakukan eye contact.
6. Pertumbuhan melambat.
7. Wajah tampak lebih muda dari usianya
4. Patofisiologi
Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan akibat
akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari
kehamilan sampai usia 24 bulan. Keadaan ini diperparah dengan tidak
terimbanginya kejar tumbuh (catch up growth) yang memadai.
Masalah stunting terjadi karena adanya adaptasi fisiologi pertumbuhan
atau non patologis, karena penyebab secara langsung adalah masalah
pada asupan makanan dan tingginya penyakit infeksi kronis terutama
ISPA dan diare, sehingga memberi dampak terhadap proses
pertumbuhan balita. Tidak terpenuhinya asupan gizi dan adanya
riwayat penyakit infeksi berulang menjadi faktor utama kejadian
kurang gizi. Faktor sosial ekonomi pemberian ASI dan MP-ASI yang
kurag tepat, pendidikan orang tua, serta pelayanan kesehatan yang
tidak memadai akan mempengaruhi pada kecukupan gizi. Kejadian
kurang gizi yang terus berlanjut dan karena kegagalan dalam perbaikan
gizi akan menyebabkan pada kejadian stunting atau kurang gizi kronis.
Hal ini terjadi karena rendahnya pendapatan sehingga tidak mampu
memenuhi kecukupan gizi yang sesuai.
Pada balita dengan kekurangan gizi akan menyebabkan
berkurangnya lapisan lemak di bawah kulit hal ini terjadi karena
kurangnya asupan gizi sehingga tubuh memanfaatkan cadangan lemak
yang ada, selain itu imunitas dan produksi albumin juga ikut menurun
sehingga balita akan mudah terserang infeksi dan mengalami
perlambatan pertumbuhan dan perkembangan. Balita dengan gizi
kurang akan mengalami peningkatan kadar asam basa pada saluran
cerna yang akan menimbulkan diare.
5. Pathway

6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk stunting antara lain:
1. Melakukan pemeriksaan fisik.
2. Melakukan pengukuran antropometri BB, TB/PB, LILA, lingkar
kepala.
3. Melakukan penghitungan IMT.
4. Pemeriksaan laboratorium darah: albumin, globulin, protein total,
elektrolit serum.
7. Penatalaksanaan stunting
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi stunting yaitu :
1. Penilaian status gizi yang dapat dilakukan melalui kegiatan
posyandu setiap bulan.
2. Pemberian makanan tambahan pada balita.
3. Pemberian vitamin A.
4. Memberi konseling oleh tenaga gizi tentang kecukupan gizi balita.
5. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai
usia 2 tahun dengan ditambah asupan MP-ASI.
6. Pemberian suplemen menggunakan makanan penyediaan makanan
dan minuman menggunakan bahan makanan yang sudah umum dapat
meningkatkan asupan energi dan zat gizi yang besar bagi banyak
pasien.
7. Pemberian suplemen menggunakan suplemen gizi khusus peroral
siap guna yang dapat digunakan bersama makanan untuk memenuhi
kekurangan gizi.
8. Konsep Asuhan Keperawatan
Untuk menentukan dan melakukan asuhan keperawatan dengan
tahapan sebagai berikut :
a. Pengkajian, meliputi :
1). Identitas pasien. Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis
kelamin, alamat, nama orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan
orang tua. Tanyakan sejelas mungkin identitas anak kepada
keluarga, agar dalam melakukan asuhan keperawatan tidak terjadi
kesalahan objek.
2). Alasan kunjungan / keluhan utama. Mengapa pasien masuk
Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat
ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
3). Riwayat penyakit sekarang. Tanyakan pada klien atau keluarga
tentang gejala penyakit, faktor yang menyebabkan timbulnya
penyakit, upaya yang pernah dilakukan.
4). Riwayat kehamilan dan kelahiran, Tanyakan riwayat saat
kehamilan adakah masalah saat kehamilan, apakah ibu
mengkonsumsi obat-obatan tertentu saat hamil. Tanyakan riwayat
persalinan apakah anak lahir prematur, berat badan lahir kurang,
panjang badan kurang. Tanyakan riwayat pemberian ASI dan MP-
ASI apakah sesuai
5). Riwayat kesehatan lalu. Apakah sudah pernah sakit dan dirawat
dengan penyakit yang sama, pernah mengalami penyakit kronis
dan infeksi yang berat, anak mengikuti kegiatan posyandu secara
rutin dan imunisasi secara lengkap.
6). Riwayat kesehatan keluarga. Tanyakan penyakit apa saja yang
pernah diderita oleh keluarga, apakah keluarga ada yang menderita
penyakit yang sama, penyakit menular atau penyakit menurun,
yang bersifat genetik atau tidak.
7). Kondisi Lingkungan. Tanyakan pada keluarga bagaimana
kondisi lingkungan rumah, sanitasi di lingkungan sekitar rumah,
bagaimana pembuangan sampah bekas rumah tangga.
8). Riwayat sosial. Tanyakan bagaiman kondisi sosial ekonomi dari
keluarga dan tingkat pendidikan orang tua.
9). Pola kebiasaan meliputi :
a). Nutrisi dan metabolisme. Tanyakan frekuensi, jenis, pantangan,
nafsu makan. Kaji pola nutrisi dan metabolisme saat di rumah dan
di rumah sakit.
b. Eliminasi (Buang Air Besar), Kaji pola eliminasi alvy/BAB saat
di rumah dan di rumah sakit, apakah pernah mengalami diare
parah.
c. Eliminasi Urin (Buang Air Kecil). Perlu dikaji apakah sering
kencing, sedikit atau banyak jumlahnya, sakit atau tidak saat
berkemih.
d. Tidur dan Istirahat. Tanyakan kebiasaan istirahat dan tidur,
pemanfaatan waktu senggang dan kegiatan sehari – hari.
e. Kebersihan. Tanyakan bagaimana upaya keluarga untuk menjaga
kebersihan diri dan lingkungan, tanyakan pola personal higine.
b. Pemeriksaan fisik meliputi :
1) Perhatikan tingkat kesadaran ibu hamil, apakah ibu hamil
dalam kesadaran compos mentis (sadar penuh), apatis (acuh
terhadap sekitarnya), samnolen (kesadaran menurun ditandai
anak mengantuk), sopor (berespon dengan rangsangan kuar),
koma (tidak ada respon terhadap stimulus apapun termasuk
pupil) dan delirium (disorientasi, gelisah). Perhatikan ekspresi
dan penampilan anak apakah terlihat kesakitan.
2) Tanda-tanda vital. Lakukan pengukuran suhu, nadi, pernapasan
dan tekanan darah.
3) Pemeriksaan kepala leher. Inspeksi dan Palpasi : a) Kepala
:Inspeksi posisi kepala dan gambaran wajah tegak dan stabil
serta simeteris/tidak, kebersihan kepala, kekuatan rambut,
keadaan sutura. b) Mata :Periksa ketajaman penglihatan, lapang
pandang, konjungtiva dan sklera mata anemis, reaksi pupil. c)
Telinga : Bentuk telinga simetris/tidak, kaji ketajaman
pendengaran saat percakapan berlangsung. d) Hidung :kaji
keadaan mukosa hidung, rambut hidung, pernapasan cuping
hidung. e) Mulut :kaji keadaan mukosa mulut, keadan gusi,
gigi, lidah. f) Leher :kaji adanya pembesaran kelenjar getah
bening, letak trakea, kaku kuduk, periksa kelenjar tiroid.
4) Pemeriksaan integumen. a) Inspeksi :kaji warna kulit, adanya
sianosis, eritema, petekhie dan ekhimosis, ikterik, adanya
keringat dingin dan lembab, kuku sianosis/tidak, oedema/tidak,
adakah lesi pada kulit, memar/tidak. b) Palpasi : Turgor kulit
normalnya <2 detik, CRT < 2detik, akral teraba hangat.
5) Pemeriksaan dada dan thorax. a) Inspeksi :lihat ukuran dada,
bentuk, pergerakan dinding dada, perkembangan paru,
kedalaman pernapasan, kesulitan bernapas. b) Palpasi :
Keadaan kulit dinding dada, nyeri tekan, masa, peradangan,
kesimetrisan ekspansi, vibrasi yang dapat teraba, batas jantung,
periksa taktil femitus. c) Perkusi : Suara sonor/resonan. d)
Auskultasi :dengarkan suara napas vaskuler (+/-), dengarkan
suara napas tambahan whezing (+/-), ronchi (+/-), murmur
jantung (+/-).
6) Abdomen. a) Inspeksi : Bentuk dan gerakan-gerakan abdomen,
kontur permukaan abdomen, adanya retraksi, penonjolan, serta
ketidaksimetrisan. b) Palpasi :Mengalami nyeri tekan,
pembesaran hati (hepatomegali), dan asites. c) Perkusi :
Terdengar bunyi tympani/kembung. d) Auskultasi : Terdengar
bising usus/peristaltik.
7) Genetalia dan Anus pada bayi. Inspeksi dan palpasi : Inspeksi
genetalia periksa posisi lubang uretra, periksa adanya
hipospadia/tidak, pada anak laki-laki skrotum di palpasi untuk
memastikan jumlah testis ada dua, pada perempuan labia
mayora sudah menutupi labia minora, inspeksi lubang uretra
dan vagina terpisah, inspeksi lubang anus ada/tidak.
8) Ekstremitas. a) Inspeksi : Bentuk simetris/tidak, Oedem/tidak,
jika anak sudah dapat berdiri inspeksi gaya berdiri tegap/tidak
sejajar antara pinggul dan bahu, inspeksi gaya berjalan. b)
Palpasi : Akral dingin, terjadi nyeri otot dan sendi serta tulang,
ukur berapa tonus dan kekuatan otot.
c. Diagnosis
Masalah keperawatan yang sering muncul pada adalah sebagai
berikut:
1) defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya intake makanan
ditandai dengan anoreksia.
2) Diare berhungan dengan hiperperistaltik usus.
3) Defisit perawatan diri makan berhubungan dengan kelelahan.
4) manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan
dengan kurang pengetahuan.
d. Rencana intervensi
1) Defisit nutrisi
Tujuan dan kriteria hasil Rencana intervensi
Status nutrisi Manajemen nutrisi
(keadekuatan asupan nutrisi untuk (mengidentifikasi dan mengelola
memenuhi kebutuhan metabolisme) asupan nutrisi yang seimbang)
- Kekuatan otot menelan meningkat Observasi
- Serum albumin meningkat - Identifikasi status nutrisi, alergi,
- Diare menurun kebutuhan kalori, perlunya
- Berat badan membaik penggunaan selang nasogastrik.
- Indeks masa tubuh membaik - Monitor asupan makanan, berat
- Bising usus membaik badan, dan hasil pemeriksaan
- Membran mukosa membaik laboratorium.
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum
makan,
- Sajikan makanan dengan suhu yang
sesuai
- Hentikan pemberian makan melalui
selang nasogatrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
- Ajarkan diet diprogramkan
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
2) Diare
Tujuan dan kriteria hasil Rencana intervensi
Eliminasi fekal Manajemen diare
(proses defekasi normal yang disertai (mengidentifikasi dan mengelola diare
dengan pengeluaran feses mudah dan dan dampaknya)
konsistensi, frekuensi serta bentuk feses - Observasi, identifikasi
normal) penyebab diare , riwayat
- Kontrol pengeluaran feses pemberian makanan, monitor
meningkat warna, volume, frekuensi, dan
- Kesulitan defekasi lama dan sulit konsistensi tinja, monitor
menurun jumlah pengeluaran diare.
- Mengejan saat defekasi menurun - Terapeutik, berikan asupan
- Distensi abdomen menurun cairan oral, pasang jalur
- Teraba masa pada rektal menurun intravena, berikan cairan
- Nyeri abdomen menurun intravena,.
- Kram abdomen menurun - Edukasi, anjurkan makanan
- Konsistensi feses membaik porsi kecil dan sering secara
- Frekuensi defekasi membaik bertahap, anjurkan
- Peristaltik usus membaik menghindari makanan
pembentu gas, pedas, dan
mengandung laktosa,
- Kolaborasi, pemberian obat
antimotilitas, antipasmodic,
dan pengeras feses.

3) Defisit perawatan diri


Tujuan dan kriteria hasil Rencana intervensi
Perawatan diri Dukungan perawatan diri
(kemampuan melakukan atau (memfasilitasi pemenuhan kebutuhan
menyelesaikan aktivitas perawatan diri) perawatan diri)
- Kemampuan mandi meningkat - Observasi, indentifikasi
- Kemampuan mengenakan pakaian kebiasan aktivitas perawatan
meningkat diri sesuai usia, monitor tingkat
- Kemampuan makan meningkat kemandirian, identifikasi
- Kemampuan ke toilet meningkat kebutuhan alatr bantu
- Verbalisasi keinginan melakukan kebersihan diri.
perawatan diri meningkat - Terapuetik, sediakan
- Minat melakukan perawatan diri lingkungan yang terapeutik,
meningkat siapkan keperluan pribadi,
- Mempertahankan kebersihan diri dampingi perawatan diri
meningkat sampai mandiri, fasilitasi
- Mempertahankan kebersihan kemandirian, jadwalkan
mulut meningkat rutinitas perawatan diri.
- Edukasi, anjurkan melakukan
perawatan diri secara konsisten
sesuai kemampuan

4) Manajemen kesehatan keluarga tidakefektif


Tujuan dan kriteria hasil Rencana intervensi
Manajemen kesehatan keluarga Dukungan koping keluarga
(kemampuan menangani masalah (memfasilitasi peningkatan nilai-nilai,
kesehatan keluarga secara optimal untuk minat dan tujuan dalam keluarga)
memulihkan kondisi kesehatan anggota - Observasi, identifikasi respons
keluarga) emosional terhadap kondisi
- Kemampuan menjelaskan saat ini. beban prognosis secara
masalah kesehatan yang dialami psikologis, pemahaman tentang
meningkat keputusan perawatan setelah
- Aktivitas keluarga mengatasi pulang, kesesuaian antara
masalah kesehatan tepat harapan pasien, keluarga dan
- Tindakan untuk mengurangi tenaga kesehatan
faktor risiko meningkat - Terapeutik, dengarkan
- Verbalisasi kesulitan menjalankan masalah, perasaan, dan
perawatan yang ditetapkan pertanyaan keluarga. terima
menurun nilai-nilai keluarga dengan cara
- Gejala penyakit anggota keluarga tidak menghakimi. Diskusikan
menurun. rencana medis dan perawatan.
Fasilitasi pengungkapan
perasaan antara pasien dan
keluarga. fasilitasi
pengambilan keputusan dalam
merencakan perawatan jangka
panjang, fasilitasi keluarga
dalam mengidentifikasi dan
menyelesaikan konflik nilai
- Fasilitasi memperoleh
pengetahuan, keterampilan,
dan peralatan yang diperlukan
untuk mempertahankan
keputusan perawatan pasien.
- Edukasi. Informasikan
kemajuan pasien secara
berkala. Fasilitas perawatan
kesehatan yang tersedia.
- Kolaborasi. Rujuk untuk terapi
keluarga
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA IBU HAMIL
NY. S DENGAN RISIKO STUNTING DI DESA SUGIHWARAS
KECAMATAN PEMALANG KABUPATEN PEMALANG
A. Pengkajian
1. Data Umum
a. Nama Kepala Keluarga : Tn.D
b. Usia : 26 Tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan : Nelayan
e. Alamat : Sugihwaras
f. Komposisi Anggota Keluarga
No Nama Jenis Hubungan Umur Pendidikan pekerjaan
Kelamin Dg KK
1 Tn. D Laki-laki Kepala 26 SMA Nelayan
keluarga
2 Ny. S perempuan Istri 24 SMA Ibu rumah
tangga
3 Ny. R Perempuan Ibu 40 SMA Ibu rumah
tangga
4 Tn. W Laki-laki Bapak 45 SMP Nelayan
5 An. Z Perempuan Adik 14 SMA SIswa
g. Genogram
Keterangan :
: laki-laki
: laki – laki sudah meninggal
: perempuan sudah meninggal
: perempuan
: hubungan pernikahan
: garis keturunan

-- - - -- - - - : tinggal dalam satu rumah

h. Tipe keluarga : keluarga besar


i. Suku bangsa : jawa/indonesia
j. Agama : islam
k. Status sosial ekonomi keluarga
Tn. D bekerja sebagai nelayan dan Ny. S sebagai ibu
rumah tangga yang melakukan tugas di rumah. Penghasilan
keluarga kurang lebih Rp6.000.000,- per dua bulan sekali.
Keluarga menganggap kebutuhan cukup dapat terpenuhi dengan
penghasilan per dua bulan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
dan mencukupi kebutuhan anak.
l. Aktivitas rekreasi keluarga
Keluarga tidak mempunyai jadwal rekreasi. Keluarga
jarang berlibur karena Tn. D serta T. W bekerja sebagai nelayan
yang pulangnya tidak menentu. Tetapi setiap Tn. S pulang,
keluarga menyempatkan diri untuk berkumpul bersama.
2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Keluarga Tn. D memiliki 1 istri dan sedang mengandung
anak pertama. Ny. S sedang hamil anak pertama dengan usia
kehamilan 12 minggu lebih 5 hari. Maka keluarga Tn. D berada
pada tahap kelahiran anak pertama.
b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Tn. D memiliki 1 orang istri yang sedang hamil dan Ny.S
sedang hamil anak pertamanya. Ny. S orang yang pemalu dan agak
sulit untuk bersoisalisasi. Tn.D sering mengantar Ny.S untuk
periksa kehamilan di puskesmas terdekat. Namun lingkar lengan
atas Ny.S kurang dari 23 hanya 20 cm.
c. Riwayat keluarga inti
Tn. D tidak memiliki riwayat penyakit. Namun Ny.S yang
sedang mengandung memiliki berat badan 50, dan tinggi badan
156, lingkar lengan atas 20, dengan kadar hemoglobin 10.
d. Riwayat keluarga sebelumnya
Dalam keluarga Tn. D dan Ny. S orang tuanya masih
hidup. Orang tua Tn. S tidak memiliki riwayat penyakit apapun.
Sedangkan Ny. S juga tidak memiliki riwayat penyakit yang
diderita.
3. Lingkungan
a. Karakteristik rumah
Rumah memiliki luas sebesar 85 m², memiliki satu lantai yang
terdiri dari teras depan, ruang tamu, 3 kamar tidur, 1 kamar mandi,
dan dapur. Jumlah ventilasi atau jendela 2 didepan ruang tamu dan
masing – masing kamar memiliki 1 jendela, serta 2 pintu didepan
dan dibelakang. Memiliki jamban / WC sendiri. Dengan jarak
septictank 3 meter. Sumber air minum dengan membeli air galon
diwarung, dan air untuk masak dan mencuci berasal dari air bor.
b. Denah rumah

ventilasi V V
pintu
dapur

Kamar tidur Kamar tidur


rumah
Teras depan

pintu

Ruang tamu

8,5 m

V Kamar tidur Kamar


V
V mandi

10 M
c. Karakteristik tetangga dan komunitas
Sebagian masyarakat merupakan warga asli, dan
merupakan kalangan menengah kebawah. Dimana banyak
penduduk yang bekerja sebagai nelayan dan bekerja sebagai tukang
rumahan. Tempat tinggalnya merupakan perumahan padat
penduduk yang berhimpitan. Kebanyakan rumah tipe 18 yang
ditempati oleh penduduk.
d. Mobilitas geografis keluarga
Keluarga Tn. D belum pernah berpindah-pindah rumah.
Lingkungan tempat tinggal jauh dari jalan utama yang dilewati
oleh kendaraan umum dan masuk kegang kecil. Alat transportasi
yang digunakan adalah motor, sepeda atau kadang berjalan kaki
jika bepergian dengan jarak yang dekat. Jarak dengan tempat
pelayanan kesehatan (Puskesmas dan Dokter sekitar rumah) kurang
lebih 3 km dan jarak ke posyandu sekitar 3,5 km. Dan hanya jarak
1 km pantai/laut.
e. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Keluarga memiliki waktu kumpul bersama namun tidak
secara rutin setiap tanggalnya hanya ketika ada acara-acara tertentu
dan ketika keluarga dapat berkumpul. Namun dengan masyarakat
jarang hanya ketika menghadiri kegiatan seperti pengajian,
syukuran, dan diluar acara tersebut hanya berkumpul dengan
tetangga sekedar berbincang. Ny S yang merupakan pendatang
masih agak malu ketika untuk berkumpul.
f. Sistem pendukung keluarga
Pendukung keluarga adalah orang tua, adik, kakak dan juga
saudara-saudara yang selalu memberi dukungan berupa semangat
saat menjalankan aktivitas.
4. Struktur Keluarga
a. Pola komunikasi keluarga
Komunikasi yang digunakan adalah secara verbal dengan
menggunakan bahasa jawa dan bahasa indonesia. Komunikasi
menggunakan dua arah dan anggota keluarga selalu menghormati
orang yang sedang berbicara. Serta terkadang menggunakan
telphon seluler.
b. Struktur peran keluarga
Tn. D sebagai kepala keluarga bertugas untuk mencari
nafkah dan mengurus urusan keluarga. Ny. S sebagai ibu rumah
tangga memiliki peranan sebagai mengurus suami dan
membersihkan rumah bekerjasama dengan ibu mertuanya.
Sedangkan Tn. W bekerja juga untuk mencari nafkah dengan
melaut. An. Z memiliki peranan sebagai siswa serta sesekali
membantu kakaknya dan ibunya.
c. Struktur kekuatan keluarga
Dalam keluarga Tn.D yang mengambil keputusan adalah
Tn. D selaku kepala rumah tangga namun dengan saran dari ibu
dan ayahnya. Akan tetapi ketika ada masalah selalu dibicarakan
terlebih dahulu kepada istrinya begitupun sebaliknya. Ketika Tn. D
sedang tidak dirumah maka pengambilan keputusan akan
diserahkan kepada Ny. S dan Ny. R.
d. Nilai dan norma budaya
Didalam keluarga tidak ada nilai maupun norma yang
bertentangan dengan kesehatan. Keluarga menganggap kesehatan
itu sangatlah penting.
5. Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
Tn. D merupakan keluarga yang menyenangkan meskipun
hidup dalam keadaan ekonomi yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Ny. S, istrinya dan anaknya yang selalu
menghormati dan menyayangi mereka.
b. Fungsi sosialisasi
Keluarga Tn. D mengatakan bahwa cara mereka
menanamkan hubungan interaksi sosial dengan tetangga dan
masyarakat dengan berpartisipasi dengan lingkungan sekitar
misalnya ketika di Rw mereka ada kegiatan maka Tn. D akan dan
istrinya mengikuti kegiatan atau hanya sekedar berpartisipasi
melalui tenaga masing-masing warga.
c. Fungsi perawatan kesehatan
1). Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan

Keluarga mengetahui jika ada anggota keluarga yang


beresiko mengalami kurang gizi. Ny. S mengetahui bahwa
kehamilan pertamanya ini akan beresiko terhadap janinnya dan
kondisi diri Ny. S sendiri.

2). Kemampuan keluarga untuk mengambil keputusan dalam


permasalahan kesehatan

Keluarga belum mampu mengambil keputusan untuk


mengatasi masalah kesehatan karena belum mengetahui banyak
tentang masalah kesehatan yang dialami Ny.S dan menganggap
kehamilan muda Ny.S masih belum yang terlalu berisiko.

d. Kemampuan keluarga melakukan perawatan

Keluarga belum mampu merawat anggota keluarga yang


menderita risiko stunting dikarenakan keluarga masih kebingungan
karena Ny.S enggan untuk makan/nafsu makan kurang.

e. Kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan

Keluarga harus mampu memodifikasi lingkungan disekitar


rumahnya. Kebersihan lingkungan sekitar rumah yang seharusnya
dijaga.

f. Kemampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan

Keluarga selalu memanfaatkan fasilitas pelayanan


kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatan yang dialami.
6. Stress dan Koping Keluarga
a. Stressor jangka pendek
Tn. D dan Ny.S khawatir dengan kehamilan pertama karena
dengan kondisi lengkar lengan atas dan berat badan Ny. S akan
mempengaruhi kesehatan ibu serta janinya.
b. Kemampuan keluarga berespons terhadap masalah
Tn. D dan Ny. S serta Ny. R mengatakan bahwa untuk
mengatasi kekurangan gizi atau risiko stunting bapak kehamilan
pertama Ny. S ini dengan cara rutin mengikuti kelas kehamilan,
namun Ny. S tidak mendapatkan PMT dari desa.
c. Strategi koping yang digunakan
Koping yang digunakan ketika ada masalah adalah dengan
meminta pendapat dari suaminya, atau bahkan saudara-saudara dan
tetangga yang memang sudah memiliki pengalaman sebelumnya
d. Strategi adaptif disfungsional
Dalam beradaptasi dengan masalah yang ada, keluarga
menggunakan adaptasi yang positif. Hal ini dikarenakan keluarga
menyadari jika menggunakan kekerasan ketika menyelesaikan
masalah tidak akan dapat mengurangi masalah bahkan akan
semakin menambah masalah yang sudah terjadi
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik
Nama Anggota Keluarga
Tn. D Ny. S Tn. W Ny. R An.Z
Keadaan umum Compos Compos Compos Compos
mentis mentis mentis mentis
Tingkat kesadaran -
kualitatif
Tingkat kesadaran -
kuantitatif
Tanda vital
Tekanan darah 120/90 110/70 130/90 130/80
Nadi 82 80 84 82
Respiratory Rate 20 22 24 22
Suhu 36,7 36,4 36 36,2
Berat badan 65 50 57 75
Tinggi badan 165 156 162 160
Pemeriksaan Fisik
Kepala Mesosepal Mesosepal Mesosepal Mesosepal
Mata Simetris Simetris Simetris Simetris
Telinga Simetris Simetris Simetris Simetris
Mulut dan Tidak Tidak kering Tidak Tidak
tenggorokan kering kering kering
Leher Simetris Simetris Simetris Simetris
Payudara Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
benjolan benjolan benjolan benjolan
Sistem Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
kardiovaskuler suara suara suara suara
tambahan tambahan tambahan tambahan
Sistem Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
gastroinestinal nyeri nyeri tekan nyeri nyeri
tekan tekan tekan
Sistem hemopoetik - - - -
Sistem reproduksi Belum Mengandung Memiliki Memiliki
memiliki anak 2 anak 2 anak
anak pertama
Sistem Skala Skala Skala Skala
muskuloskeletal kekuatan kekuatan kekuatan kekuatan
otot 5 otot 5 otot 5 otot 5
Sistem endokrin - - - -
7. Harapan Keluarga Terhadap Asuhan Keperawatan Keluarga
Harapan keluarga terhadap asuhan keperawatan keluarga ini adalah
dapat menjadi langkah awal untuk mengetahui lebih lanjut tentang
masalah kesehatan pada keluarganya, apalagi dengan kondisi ny.S
yang sedang mengandung anak pertamanya.
8. Lembar pengkajian khusus risiko stunting pada ibu hamil
Identitas ibu hamil
Kehamilan ke 1 (Trimester 1)
Berat badan sebelum hamil 45
Tinggi badan ibu 156
Tinggi badan ayah 165
Riwayat melahirkan prematur Tidak
Riwayat penyakit ibu Tidak ada
Kondisi Ibu hamil
Berat badan ibu hamil 50
Pertambahan berat badan 5 kg
LILA 20
Tekanan darah 110/70
Hb 10
Riwayat Kehamilan dan perlakuan saat ini
Konsumsi TTD Tidak
Konsumsi gizi seimbang Tidak
Mendapatkan pendampingan gizi dan kespro Tidak
BAB sembarangan Tidak
Paparan asap rokok Iya
Fasilitas sumber air bersih/air minum Iya
B. Analisa Data
Data Masalah Penyebab
DS : Mengungkapkan tidak Manajemen Kompleksitas
memahami masalah kesehatan kesehatan sistem
DO : aktivitas keluarga untuk keluarga tidak pelayanan
mengatasi masalah kesehatan kurang efektif kesehatan
tepat.
Ds : anggota keluarga menetapkan Kesiapan Kondisi risiko
tujuan untuk meningkatkan hidup peningkatan stunting
sehat, anggota keluarga menetapkan koping keluarga
sasaran untuk meningkatkan
kesehatan.
Faktor risiko : Risiko defisit Faktor
- Keengganan untuk makan, nutrisi psikologis
- peningkatan kebutuhan (keengganan
metabolisme (kehamilan) untuk makan)

Skoring dan Prioritas Diagnosa Keperawatan


Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif
No Kriteria Skor Bobot penghitungan
1. Sifat masalah (skala)
Wellnes 3 1 1 (aktual)/3 x
Aktual 3 1 = 1/3
Risiko 2
Potensial 1
2. Kemungkinan masalah
dapat diubah (skala)
Mudah 2 2 2 (sebagian)/2
Sebagian 1 x2=2
Tidak dapat 0
3. Potensi masalah untuk
dicegah (skala)
Tinggi 3 1 2 (cukup)/3 x
Cukup 2 1 = 0,6 (2/3)
Rendah 1
4. Menonjolnya masalah
(skala)
Segera 2 1 0 (tidak
Tidak perlu 1 dirasakan)/2 x
Tidak dirasakan 0 1=0
Jumlah : 3

Kesiapan peningkatan koping keluarga


No Kriteria Skor Bobot penghitungan
1. Sifat masalah (skala)
Wellnes 3 1 3 (wellnes)/3 x
Aktual 3 1=1
Risiko 2
Potensial 1
2. Kemungkinan masalah
dapat diubah (skala)
Mudah 2 2 1 (sebagian)/2
Sebagian 1 x2=1
Tidak dapat 0
3. Potensi masalah untuk
dicegah (skala)
Tinggi 3 1 2 (cukup)/3 x
Cukup 2 1 = 2/3
Rendah 1
4. Menonjolnya masalah
(skala)
Segera 2 1 0 (tidak
Tidak perlu 1 dirasakan)/2 x
Tidak dirasakan 0 1=0
Jumlah 2 2/3
Risiko defisit nutrisi
No Kriteria Skor Bobot penghitungan
1. Sifat masalah (skala)
Wellnes 3 1 2 (risiko) / 3 x
Aktual 3 1 = 1/3
Risiko 2
Potensial 1
2. Kemungkinan masalah
dapat diubah (skala)
Mudah 2 2 2 (mudah)/2 x
Sebagian 1 2=1
Tidak dapat 0
3. Potensi masalah untuk
dicegah (skala)
Tinggi 3 1 3 (tinggi)/3 x 1
Cukup 2 =1
Rendah 1
4. Menonjolnya masalah
(skala)
Segera 2 1 2 (segera)/ 2 x
Tidak perlu 1 1=1
Tidak dirasakan 0
Jumlah 3 1/3

No Diagnosa Jumlah skoring


1. Risiko difisit nutrisi 3 1/3
2. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif 3
3. Kesiapan peningkatan koping keluarga 2 2/6

Nama

Abdul Kholik
Senin, 28 November 2022
C. Intervensi
No diagnosis Tujuan Rencana intervensi

1 Manajemen Setelah dilakukan asuhan Dukungan koping keluarga


kesehatan keperawatan selama 1x7 jam - Observasi, identifikasi
keluarga diharapkan pasien dapat : respons emosional terhadap
tidak efektif manajemen kesehatan kondisi saat ini. beban
keluarga prognosis secara psikologis,
- Kemampuan menjelaskan pemahaman tentang
masalah kesehatan yang keputusan perawatan
dialami meningkat setelah pulang, kesesuaian
- Aktivitas keluarga antara harapan pasien,
mengatasi masalah keluarga dan tenaga
kesehatan tepat kesehatan
- Tindakan untuk mengurangi - Terapeutik, dengarkan
faktor risiko meningkat masalah, perasaan, dan
- Verbalisasi kesulitan pertanyaan keluarga. terima
menjalankan perawatan nilai-nilai keluarga dengan
yang ditetapkan menurun cara tidak menghakimi.
- Gejala penyakit anggota Diskusikan rencana medis
keluarga menurun. dan perawatan. Fasilitasi
pengungkapan perasaan
antara pasien dan keluarga.
fasilitasi pengambilan
keputusan dalam
merencakan perawatan
jangka panjang, fasilitasi
keluarga dalam
mengidentifikasi dan
menyelesaikan konflik nilai
- Fasilitasi memperoleh
pengetahuan, keterampilan,
dan peralatan yang
diperlukan untuk
mempertahankan keputusan
perawatan pasien.
- Edukasi. Informasikan
kemajuan pasien secara
berkala. Fasilitas perawatan
kesehatan yang tersedia.
- Kolaborasi. Rujuk untuk
terapi keluarga
2 Kesiapan Setelah dilakukan asuhan Dukungan koping keluarga
peningkatan keperawatan selama 1x7 jam - Identifikasi kesesuaian
koping diharapkan pasien dapat : antara harapan pasien,
keluarga Status koping keluarga :; keluarga dan tenaga
1. Kepuasan terhadap prilaku kesehatan
bantuan anggota keluarga - Dengarkan masalah,
lain meningkat perasaan dan pertanyaan
2. Keterpaparan informasi keluarga
meningkat - Terima nilai – nilai
3. Kekhawatiran tentang keluarga dengan cara yang
anggota keluarga menurun tidak menghakimi
4. Perilaku sehat membaik - Diskusikan rencana medis
5. Perilaku bertujuan dan perawatan
membaik - Hargai dan dukung
mekanisme koping keluarga
adaptif yang digunakan
- Informasikan fasilitas
perawatan kesehatan yang
tersedia
3 Risiko Setelah dilakukan asuhan Manajemen nutrisi
defisit keperawatan selama 1x7 jam 1.monitor asupan makanan
nutrisi diharapkan pasien dapat : 2. monitor hasil pemeriksaan
1.porsi makan yang laboratorium
dihabiskan cukup meningkat 3. berikan makanan tinggi
(skala 4) serat untuk mencegah
2. sikap terhadap konstipasi
makanan/minuman sesuai 4. berikan suplemen makanan
dengan tujuan kesehatan jika perlu
(skala 4) 5. anjurkan posisi duduk jika
3. perasaan cepat kenyang mampu
cukup menurun (skala 4) 6. kolaborasi pemberian
4. frekuensi makan cukup medikasi sebelum makan
membaik (skala 4) (pereda nyeri) jika perlu.
5. Nafsu makan cukup
membaik (skala 4)

D. Implementasi dan Evaluasi


No Tanggal Diagnosis Implementasi
1. 30 November Kesiapan Dukungan koping keluarga
2022 peningkatan
koping keluarga
2. 3 Desember Risiko defisit Penyuluhan dan pendidikan
2022 nutrisi kesehatan tentang pengolahan
menu gizi seimbang

Evaluasi
No Tanggal Diagnosis Evaluasi
1 1 Desember Kesiapan S : anggota keluarga
2022 peningkatan menetapkan tujuan untuk
koping keluarga meningkatkan hidup sehat
dengan memanfaatkan fasilitas
kesehatan, keluarga masih
bingung dengan masalah
finansial untuk persiapan
kelahiran.
O : keluarga tampak memiliki
sasaran untuk meningkatkan
kesehatan
A : masalah belum teratasi
P : kaji ulang dan rencanakan
intervensi
2 4 Desember Risiko defisit S : pasien mengatakan akan
2022 nutrisi berusaha membuat menu gizi
seimbang
O : pasien tampak kooperatif
A : masalah teratasi
P : lanjutkan ingtervensi lainya

Anda mungkin juga menyukai