Oleh :
TAHUN 2021
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia mempunyai masalah gizi yang cukup berat yang ditandai dengan banyaknya
kasus gizi kurang pada anak balita, usia masuk sekolah baik pada laki-laki dan
perempuan. Masalah gizi pada usia sekolah dapat menyebabkan rendahnya kualiatas
tingkat pendidikan, tingginya angka absensi dan tingginya angka putus sekolah.
Malnutrisi merupakan suatu dampak keadaan status gizi baik dalam jangka waktu pendek
maupun jangka waktu lama. Stunting adalah salah satu keadaan malnutrisi yang
berhubungan dengan ketidakcukupan zat gizi masa lalu sehingga termasuk dalam
masalah gizi yang bersifat kronis. Stunting diukur sebagai status gizi dengan
memperhatikan tinggi atau panjang badan, umur, dan jenis kelamin balita. Kebiasaan
tidak mengukur tinggi atau panjang badan balita di masyarakat menyebabkan kejadian
stunting sulit disadari. Hal tersebut membuat stunting menjadi salah satu fokus pada
target perbaikan gizi di dunia sampai tahun 2025. Stunting merupakan penggambaran
dari status gizi kurang yang bersifat kronik pada masa pertumbuhan dan perkembangan
sejak awal kehidupan. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya stunting pada
Stunting menggambarkan status gizi kurang yang bersifat kronik pada masa pertumbuhan
dan perkembangan sejak awal kehidupan. Keadaan ini dipresentasikan dengan nilai z-
score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2 standar deviasi (SD) berdasarkan
standar pertumbuhan menurut WHO (WHO, 2010). Secara global, sekitar 1 dari 4 balita
dari jumlah presentase tersebut, 19,2% anak pendek dan 18,0% sangat pendek. Prevalensi
stunting ini mengalami peningkatan dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2010 yaitu
sebesar 35,6%.
Stunting atau perawakan pendek (shortness). suatu keadaan tinggi badan (TB) seseorang
yang tidak sesuai dengan umur, yang penentuannya dilakukan dengan menghitung skor
Z-indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U). Seseorang dikatakan stunting bila skor Z-
dampak dari asupan gizi yang kurang, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, tingginya
kesakitan, atau merupakan kombinasi dari keduanya. Kondisi tersebut sering dijumpai di
Keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD di bawah
median panjang atau tinggi badan anak disebut Stunting. Secara global prevalensi 22,9%
atau 154,8 juta anak di bawah usia 5 tahun menderita stunting . Masalah stunting dialami
oleh sebagian besar anak di Negara miskin dan berkembang seperti Indonesia. Prevalensi
stunting yang terjadi di Afrika selatan sebesar 18,6 %, di Ethiopia sebesar 26,4% , di
Nigeria (22.2%) . Sedangkan terdapat 6 juta di Amerika Latin dan karibia2 . Prevalensi di
Asia seperti India (38,4% 2015), Pakistan (45% 2012), Bangladesh (36,1% 2014),
penyebab utama stunting adalah kurangnya asupan zat gizi, hormon pertumbuhan dan
adanya penyakit infeksi . Adapun Variabel pengaruh paparan asap rokok maupun polusi
asap juga berpengaruh terhadap kejadian stunting namun belum banyak dilakukan
Dampak jangka panjang hingga berulang dalam siklus kehidupan pada balita stunting
terjadi pada titik kritis pada masa 1000 Hari Pertama Kehidupan sebagai awal terjadinya
pertumbuhan. Kurang gizi sebagai penyebab langsung, khususnya pada balita berdampak
jangka pendek meningkatnya morbiditas. Stunting ini bersifat kronis, sehingga dapat
mempengaruhi fungsi kognitif anak di mana tingkat kecerdasan yang rendah dan
Masalah Stunting yang terjadi pada Negara berkembang seperti Indonesia akan menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang harus dilakukan penanganan secara serius dan
relatif tetap sekitar 36.8% tahun 2007 dan mencapai 37,2 % tahun 2013, sementara tahun
2018 menurun 6,4% menjadi 30,8%. Sedangkan prevalensi yang terjadi di Negara
berkembang lainya seperti Afrika 18,6% 12, Ethiopia 26,4% , Nigeria (22,2%), india
Berdasarkan hasil riset terdahulu dinyatakan bahwah faktor risiko kejadian stunting
adalah berat badan lahir, ASI tidak eksklusif serta pemberian makanan `pendamping ASI
yang tidak optimal. Stunting yang pada masa balita dapat berlanjut dan berisiko tumbuh
pendek pada usia remaja. Anak yang stunting pada usia dini (0-2 tahun) dan tetap pendek
pada usia 4-6 tahun memiliki risiko 27 kali untuk tetap pendek sebelum memasuki usia
pubertas; sebaliknya anak yang pertumbuhannya normal pada usia dini dapat mengalami
growth faltering pada usia 4-6 tahun memiliki risiko 14 kali tumbuh pendek pada usia
pra-pubertas.
Status gizi ibu hamil sangat memengaruhi keadaan kesehatan dan perkembangan janin.
Gangguan pertumbuhan dalam kandungan dapat menyebabkan berat lahir rendah (WHO,
2014). Penelitian di Nepal menunjukkan bahwa bayi dengan berat lahir rendah
mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk menjadi stunting (Paudel, et al., 2012).
Panjang lahir bayi juga berhubungan dengan kejadian stunting. Penelitian di Kendal
menunjukkan bahwa bayi dengan panjang lahir yang pendek berisiko tinggi terhadap
kejadian stunting pada balita (Meilyasari dan Isnawati, 2014). Faktor lain yang
berhubungan dengan stunting adalah asupan ASI Eksklusif pada balita. Penelitian di
Ethiopia Selatan membuktikan bahwa balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif
selama 6 bulan berisiko tinggi mengalami stunting (Fikadu, et al., 2014). Oleh karena itu,
intervensi tetap dibutuhkan bahkan setelah melewati 1000 Hari Pertama Kehidupan
B. Tujuan
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP