B
DENGAN DM DI RT 03 RW 07 DUSUN WIYANGGONG
KECAMATAN PEKUNCEN KABUPATEN PEKALONGAN
Disusun oleh:
Slamet Nurul Huda 1421002841
Latar Belakang : Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang terjadi baik saat pankreas
tidak menghasilkan cukup insulin atau bila tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan
insulin yang dihasilkan. Prevalansi orang dengan diabetes militus yang tercatat di WHO
pada tahun 2017 berkisar 425 juta orang atau 8,8% dewasa berusia 20-79 tahun
diperkirakan menderita diabetes. Sekitar 79% tinggal di negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Jumlah penderita meningkat menjadi 451 juta jika umurnya bertambah hingga
18-99 tahun. Diperkirakan pada tahun 2045, akan meningkat menjadi 693 juta orang pada
usia 18-99 tahun atau 629 juta orang pada usia 20-79 tahun. Indonesia menempati peringkat
ke tujuh tertinggi bersama dengan China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan
Meksiko dengan jumlah penderita diperkirakan sebesar 10 juta. Di Jawa Tengah Jumlah
kasus baru penyakit tidak menular tahun 2016 sebesar 943.927 kasus. Penyakit diabetes
mellitus menjadi urutan ke dua terbanyak setelah penyakit hipertensi yaitu sebesar 16,42 %
pada tahun 2016.
Tujuan : tujuan dari laporan asuhan keperawatan ini adalah dapat mengaplikasikan
penatalaksanaan Asuhan Keperawatan Keluarga dengan masalah Diabetes Mellitus.
Hasil : Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 Maret 2022 pada keluarga Tn.B ditemukan 2
diagnosa pada keluarga Tn.B iala Ketidakpatuhan b/d Ketidak adekuatan pemahaman
(defisit kognitif, kurang motivasi) dan Ketidak stabilan kadar glukosa darah b/d Gangguan
glukosa darah. Penulis melakukan intervensi berupa pendidikan kesehatan tentang diit DM,
komplikasi DM, piring T dan menerapkan intervensi berbasis evidence base yaitu berupa
senam DM untuk menurunkan glukosa pada darah.
Kesimpulan :masalah keperawatan pada keluarga Tn.B dengan masalam DM pada Ny.S
teratasi.
saran : Perlunya peran keuarga dan dukungan keluarga dalam memotivasi kesembuhan
anggota keluarga yang sakit.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang terjadi baik saat pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin atau bila tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan
insulin yang dihasilkan. Peningkatan glukosa darah yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan kerusakan serius pada jantung, pembuluh darah, mata, ginjal dan
saraf (WHO, 2016). Banyak orang yang masih menganggap penyakit ini merupakan
penyakit orang tua atau penyakit yang hanya timbul karena faktor keturunan.
Banyak orang yang tidak menyadari dirinya mengidap penyakit ini (Shanty, 2011:
23).
Di dunia sekitar 425 juta orang atau 8,8% dewasa berusia 20-79 tahun
diperkirakan menderita diabetes. Sekitar 79% tinggal di negara berpenghasilan
rendah dan menengah. Jumlah penderita meningkat menjadi 451 juta jika umurnya
bertambah hingga 18-99 tahun. Diperkirakan pada tahun 2045, akan meningkat
menjadi 693 juta orang pada usia 18-99 tahun atau 629 juta orang pada usia 20-79
tahun (IDF, 2017).
Indonesia menempati peringkat ke tujuh tertinggi bersama dengan China, India,
Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan Meksiko dengan jumlah penderita diperkirakan
sebesar 10 juta (IDF Atlas, 2015).
Di Jawa Tengah Jumlah kasus baru penyakit tidak menular tahun 2016 sebesar
943.927 kasus. Penyakit diabetes mellitus menjadi urutan ke dua terbanyak setelah
penyakit hipertensi yaitu sebesar 16,42 % (Profil Kesehatan Jateng, 2016).
Berdasarkan data di atas mengenai masih tingginya penderita diabetes mellitus
di masyarakat. Oleh sebab itu, perlunya mengenal masalah pada anggota keluarga
agar diharapkan dapat dilakukan pencegahan, perawatan, maupun pengobatan bagi
anggota keluarga yang mengalami penyakit. Sebagai perawat perlu melakukan
pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan melalui promosi kesehatan
pengetahuan melalui promosi kesehatan mengenai penyakit dan penatalaksanaannya
baik secara farmakologi dan non farmakologi. Sehubungan dengan itu, peran
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga seharusnya melibatkan
keluarga. Menurut penelitian Lestari (dalam Budi, 2015, p. 50), dari 30 pasien
dengan gangguan sistem endokrin, masalah keperawatan yang paling banyak
dialami pada penderita diabetes mellitus yaitu gangguan keseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh sebanyak 10.7%, nyeri akut sebanyak 9%,
ketidakefektifan bersihan jalan nafas sebanyak 8.2%, dan kerusakan integritas kulit
sebanyak 8.2%.
B. Rumusan masalah
Bagaimana proses asuhan keperawatan keluarga dengan masalah diabetes
mellitus dilakukan kepada keluarga.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum :
Penulis dapat mengaplikasikan penatalaksanaan Asuhan Keperawatan
Keluarga dengan masalah Diabetes Mellitus.
2. Tujuan Khusus :
Tujuan karya tulis ini diharapkan mampu menerapkan :
a. Pengkajian, meliputi biodata klien dan keluarga, riwayat kesehatan klien
dan keluarga, hasil pemeriksaan, dan pemeriksaan penunjang terhadap
keluarga.
b. Menganalisa data, diagnosa dan memprioritaskan masalah keperawatan
yang ditemukan pada keluarga dengan diabetes mellitus.
c. Perencanaan untuk memecahkan masalah yang ditemukan pada keluarga
dengan diabetes mellitus.
d. Melakukan implementasi asuhan keperawatan keluarga.
e. Melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang telah dilakukan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep keluarga
1. pengertian keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu
untuk saling berbagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta
mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian darikeluarga (Friedman, 2010).
Berbeda halnya dengan Padila (2012),keluarga adalah suatu arena berlangsungnya
interaksi kepribadian atausebagai sosial terkecil yang terdiri dari seperangkat
komponen yang sangattergantung dan dipengaruhi oleh struktur internal dan
sistem-sistem lain.
2. bentuk-bentuk keluarga
a. Keluarga inti
Keluarga inti terdiri dari seorang ayah yang mencari nafkah, ibu yang
mengurusi rumah tangga dan anak (Friedman, 2010). Sedangkan menurut
Padila (2012), keluarga inti adalah keluarga yang melakukan perkawinan
pertama atau keluarga dengan orang tua campuran atau orang tua tiri.
b. Keluarga adopsi
Adopsi merupakan sebuah cara lain untuk membentuk keluarga. Dengan
menyerahkan secara sah tanggung jawab sebagai orang tua adopsi, biasanya
menimbulkan keadaan saling menguntungkan baik bagi orang tua maupun
anak. Di satu pihak orang tua adopsi mampu memberi asuhan dan kasih
sayangnya pada anak adopsinya, sementara anak adopsi diberi sebuah keluarga
yang sangat menginginkan mereka (Friedman, 2010).
c. Keluarga besar (Extended Family)
Keluarga dengan pasangan yang berbagi pengaturan rumah tangga dan
pengeluaran keuangan dengan orang tua, kakak/adik, dan keluarga dekat
lainnya. Anak-anak kemudian dibesarkan oleh generasi dan memiliki pilihan
model pola perilaku yang akan membentuk pola perilaku mereka (Friedman,
2010). Sedangkan menurut Padila (2012), keluarga besar terdiri dari keluarga
inti dan orang-orang yang berhubungan.
d. Keluarga orang tua tunggal
Keluarga orang tua tunggal adalah keluarga dengan ibu atau ayah sebagai
kepala keluarga. Keluarga orang tua tunggal tradisional adalah keluarga dengan
kepala rumah tangga duda/janda yang bercerai, ditelantarkan, atau berpisah.
Keluarga orang tua tunggal non tradisional adalah keluarga yang kepala
keluarganya tidak menikah (Friedman, 2010).
e. Dewasa lajang yang tinggal sendiri
Kebanyakan individu yang tinggal sendiri adalah bagian dari beberapa
bentuk jaringan keluarga yang longgar. Jika jaringan ini tidak terdiri atas
kerabat, jaringan ini dapat terdiri atas temanteman. Hewan peliharaan juga
dapat menjadi anggota keluarga yang penting (Friedman, 2010).
f. Keluarga orang tua tiri
Keluarga yang pada awalnya mengalami proses penyatuan yang kompleks
dan penuh dengan stress. Banyak penyesuaian yang perlu dilakukan dan sering
kali individu yang berbeda atau subkelompok keluarga yang baru terbentuk ini
beradaptasi dengan kecepatan yang tidak sama (Friedman, 2010).
g. Keluarga Binuklir
Keluarga yang terbentuk setelah perceraian yaitu anak merupakan anggota
dari sebuah sistem keluarga yang terdiri atas dua rumah tangga inti, maternal
dan paternal dengan keragaman dalam hal tingkat kerjasama dan waktu yang
dihabiskan dalam setiap rumah tangga (Friedman, 2010).
3. model friedman dalam keperawatan keluarga
Teori keperawatan keluarga terus berkembang sejalan dengan penelitiandan
praktik keperawatan, dan para peneliti keperawatan terus berdebat tentang
perkembangan teori keperawatan di semua area keperawatan. Banyak debat yang
berfokus pada konseptualisasi baru konsep metaparadigma keperawatan dan
merefleksikan pengaruh perspektif pascamoderenisasi dan neomoderenisasi
(Friedman, 2010).
Model pengkajian keluarga Friedman merupakan pendekatan terpadu dengan
menggunakan teori sistem umum, teori perkembangan keluarga, teori struktural-
fungsional, dan teori lintas budaya sebagai landasan teoritis primer model dan alat
pengkajian keluarga. Teori pertengahan lainnya juga dipadukan kedalam berbagai
dimensi struktural dan fungsional yangdikaji, seperti teori komunikasi, teori peran,
dan teori stress keluarga.Diagnosis keperawatan keluarga dan strategi
intervensinya juga dibahasterkait dengan setiap data yang diidentifikasi,
sosiokultural,perkembangan, struktural, fungsional, dan bidang kajian stress
sertakopingnya (Friedman, 2010).
4. Fungsi keluarga
Menurut Friedman (2010), lima fungsi keluarga menjadi saling berhubungan
erat pada saat mengkaji dan melakukan intervensi dengan keluarga. Lima fungsi itu
adalah :
a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan maupun
berkelanjutan unit keluarga itu sendiri, sehingga fungsi afektif merupakan salah
satu fungsi keluarga yang paling penting. Saat ini, ketika tugas sosial
dilaksanakan di luar unit keluarga, sebagian besar upaya keluarga difokuskan
pada pemenuhan kebutuhan anggota keluarga akan kasih sayang dan pengertian.
Manfaat fungsi afektif di dalam anggota keluarga dijumpai paling kuat di antara
keluarga kelas menengah dan kelas atas, karena pada keluarga tersebut
mempunyai lebih banyak pilihan. Sedangkan pada keluarga kelas bawah, fungsi
afektif sering terhiraukan. Balita yang seharusnya mendapatkan perhatian dan
kasih sayang yang cukup, pada keluarga kelas bawah hal tersebut tidak
didapatkan balita terutama pada pola makan balita. Sehingga dapat
menyebabkan gizi kurang pada balita tersebut (Friedman, 2010).
b. Fungsi Sosialisasi dan Status Sosial
Sosialisasi anggota keluarga adalah fungsi yang universal dan lintas budaya
yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup masyarakat menurut Lislie dan
Korman (1989 dalam Friedman, 2010). Sosialisasi merujuk pada banyaknya
pengalaman belajar yang diberikan dalam keluarga yang ditujukan untuk
mendidik anak-anak tentang cara menjalankan fungsi dan memikul peran sosial
orang dewasa seperti peran yang dipikul suami-ayah dan istri-ibu. Karena
fungsi ini semakin banyak diberikan di sekolah, fasilitas rekreasi dan perawatan
anak, serta lembaga lain di luar keluarga, peran sosialisasi yang dimainkan
keluarga menjadi berkurang, tetapi tetap penting. Orang tua tetap menyediakan
pondasi dan menurunkan warisan budayanya ke anak-anak mereka. Dengan
kemauan untuk bersosialisasi dengan orang lain, keluarga bisa mendapatkan
informasi tentang pentingnya asupan gizi, penyakit yang ditimbulkan dan
pencegahan terjadinya gizi kurang untuk anak khususnya balita (Friedman,
2010).
c. Fungsi Perawatan Kesehatan
Fungsi fisik keluarga dipenuhi oleh orang tua yang menyediakan makanan,
pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan, dan perlindungan terhadap
bahaya. Pelayanan dan praktik kesehatan (yang mempengaruhi status kesehatan
anggota keluarga secara individual) adalah fungsi keluarga yang paling relevan
bagi perawat keluarga. Kurangnya kemampuan keluarga untuk memfasilitasi
kebutuhan balita terutama pada asupan makanan dapat menyebabkan balita
mengalami gizi kurang (Friedman, 2010).
d. Fungsi Reproduksi
Salah satu fungsi dasar keluarga adalah untuk menjamin kontinuitas antar-
generasi keluarga masyarakat yaitu : menyediakan anggota baru untuk
masyarakat menurut Lislie dan Korman (1989 dalam Friedman, 2010).
Banyaknya jumlah anak dalam suatu keluarga menyebabkan kebutuhan
keluarga juga meningkat terutama pada kebutuhan makan anak. Karena tidak
terpenuhinya kebutuhan makanan anak mengakibatkan anak mengalami gizi
kurang (Friedman, 2010).
e. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang
cukup finansial, ruang dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui proses
pengambilan keputusan. Pendapatan keluarga yang terlalu rendah menyebabkan
keluarga tidak mampu membeli kebutuhan gizi anak, sehingga anak mengalami
gizi kurang (Friedman, 2010).
f. Tahap perkembangan kehidupan keluarga
Tahap I : Keluarga Pasangan Baru (beginning family)
Pembentukan pasangan menandakan permulaan suatu keluarga baru dengan
pergerakan dari membentuk keluarga asli sampai ke hubungan intim yang baru.
Tahap ini juga disebut tahap pernikahan. Tugas perkembangan keluarga tahap I
adalah membentuk pernikahan yang memuaskan bagi satu sama lain,
berhubungan secara harmonis dengan jaringan kekerabatan dan merencanakan
sebuah keluarga (Friedman, 2010)
Tahap II : Keluarga Kelahiran Anak Pertama (childbearing family)
Mulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai bayi berusia 30
bulan. Transisi ke masa menjadi orang tua adalah salah satu kunci dalam siklus
kehidupan keluarga. Tugas perkembangan keluarga disini adalah setelah
hadirnya anak pertama, keluarga memiliki beberapa tugas perkembangan
penting. Suami, istri, dan anak harus memepelajari peran barunya, sementara
unit keluarga inti mengalami pengembangan fungsi dan tanggung jawab
(Friedman, 2010).
Tahap III : Keluarga dengan Anak Prasekolah (families with preschool)
Tahap ini dimulai ketika anak pertama berusia 2,5 tahun dan diakhiri ketika
anak berusia 5 tahun. Keluarga saat ini dapat terdiri dari tiga sampai lima orang,
dengan posisi pasangan suami-ayah, istri-ibu, putra-saudara laki-laki, dan putri-
saudara perempuan. Tugas perkembangan keluarga saat ini berkembang baik
secara jumlah maupun kompleksitas. Kebutuhan anak prasekolah dan anak
kecil lainnya untuk mengekplorasi dunia di sekitar mereka, dan kebutuhan
orang tua akan privasi diri, membuat rumah dan jarak yang adekuat menjadi
masalah utama. Peralatan dan fasilitas juga harus aman untuk anak-anak
(Friedman, 2010).
Tahap IV : Keluarga dengan Anak Sekolah (families with school children)
Tahap ini dimulai pada saat tertua memasuki sekolah dalam waktu penuh,
biasanya pada usia 5 tahun, dan diakhiri ketika ia mencapai pubertas, sekitar
usia 13 tahun. Keluarga biasanya mencapai jumlah anggota keluarga yang
maksimal dan hubungan akhir tahap ini juga maksimal menurut Duvall dan
Miller (1985 dalam Friedman, 2010). Tugas perkembangan keluarga pada tahap
ini adalah keluarga dapat mensosialisasikan anak-anak, dapat meningkatkan
prestasi sekolah dan mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan
(Friedman, 2010).
Tahap V : Keluarga dengan Anak Remaja (families with teenagers)
Biasanya tahap ini berlangsung selama enam atau tujuh tahun, walaupun
dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluargalebih awal atau lebih lama
jika anak tetap tinggal di rumah pada usia lebih dari 19 atau 20 tahun. Anak
lainnya yang tinggal dirumah biasanya anak usia sekolah. Tujuan keluarga pada
tahap ini adalah melonggarkan ikatan keluarga untuk memberikan tanggung
jawab dan kebebasan remaja yang lebih besar dalam mempersiapkan diri
menjadi seorang dewasa muda menurut Duvall dan Miller (1985 dalam
Friedman, 2010). Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah
menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab seiring dengan
kematangan remaja dan semakin meningkatnya otonomi (Friedman, 2010).
Tahap VI : Keluarga Melepaskan Anak Dewasa Muda (launching center
families)
Tahap ini dimulai pada saat perginya anak pertama dari rumah orangtua
dan berakhir dengan “kosongnya rumah”, ketika anak terakhir jugatelah
meninggalkan rumah. Tahap ini dapat cukup singkat atau cukuplama,
bergantung pada jumlah anak dalam keluarga atau jika anakyang belum
menikah tetap tinggal di rumah setelah merekamenyelesaikan SMU atau
kuliahnya. Tahap perkembangan keluargadisini adalah keluarga membantu
anak tertua untuk terjun ke duanialuar, orang tua juga terlibat dengan anak
terkecilnya, yaitu membantumereka menjadi mandiri (Friedman, 2010).
Tahap VII : Orang Tua Paruh Baya (middle age families)
Tahapan ini dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah danberakhir
dengan pensiunan atau kematian salah satu pasangan. Tahapini dimulai ketika
orang tua berusia sekitar 45 tahun sampai 55 tahundan berakhir dengan
persiunannya pasangan, biasanya 16 sampai 18tahun kemudian. Tahap
perkembangan keluarga pada tahap ini adalahwanita memprogramkan kembali
energi mereka dan bersiap-siapuntuk hidup dalam kesepian dan sebagai
pendorong anak mereka yangsedang berkembang untuk lebih mandiri
(Friedman, 2010).
Tahap VIII : Keluarga Lanjut Usia dan Pensiunan
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini adalah dimulai pada
saatpensiunan salah satu atau kedua pasangan, berlanjut sampai kehilangan
salah satu pasangan, dan berakhir dengan kematianpasangan yang lain menurut
Duvall dan Miller (1985 dalam Friedman,2010). Tugas perkembangan keluarga
pada tahap ini adalahmempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan.
Kembali ke rumah setelah individu pensiun/berhenti bekerja dapat
menjadiproblematik (Friedman, 2010).
g. Tingkat kemandirian keluarga
Keberhasilan asuhan keperawatan keluarga yang dilakukan perawat keluarga
dapat dinilai seberapa tingkat kemandirian keluarga dengan mengetahui kriteria atau
ciri-ciri yang menjadi ketentuan tingkatan mulai dari tingkat kemandirian I sampai
tingkat kemandirian IV menurut Depkes (2006 dalam Achjar, 2012), adalah sebagai
berikut :
1) Tingkat kemandirian I (keluarga mandiri tingkat I / KM-I)
a) Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat
b) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana
keperawatan
2) Tingkat kemandirian II (keluarga mandiri tingkat II / KM-II)
a) Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat
b) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
c) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar
d) Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang dianjurkan
e) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
3) Tingkat Kemandirian III (keluarga mandiri tingkat III / KM-III)
a) Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat
b) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana
keperawatan
c) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar
d.) Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang dianjurkan
e) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
f) Melaksanakan tindakan pencegahan sesuai anjuran
4) Tingkat kemandirian IV (keluarga mandiri tingkat IV / KM-IV)
a) Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat
b) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
c) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar
d) Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang dianjurkan
e) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
f) Melaksanakan tindakan pencegahan sesuai anjuran
g) Melakukan tindakan promotif secara aktif
h. Peran perawat keluarga
1. Sebagai pendidik
Perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan kepada
keluarga, terutama untuk memandirikan keluarga. Terutama pada keluarga
dengan gizi kurang, perawat memberikan pendidikan tentang pengertian gizi
kurang, penyebab, tanda dan gejala, akibat yang ditimbulkan dan cara
mendeteksi dini balita agar tidak terjadi gizi kurang.
2. Sebagai koordinator pelaksana pelayanan keperawatan
Perawat bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan yang
komprehensif. Pelayanan keperawatan yang berkesinambungan di berikan untuk
menghindari kesenjangan. Kemampuan mengkoordinir pelaksana pelayanan
kesehatan dengan baik mengakibatkan keluarga dapat terintervensi dengan baik
sehingga angka gizi kurang berkurang.
3. Sebagai pelaksana pelayanan perawatan
Pelayanan keperawatan dapat diberikan kepada keluarga melalui kontak
pertama dengan anggota keluarga yang sakit yang memiliki masalah kesehatan.
Dengan demikian, anggota keluarga yang sakit dapat menjadi “entry point” bagi
perawat untuk memberikan asuhan keperawatan keluarga secara komprehensif.
Memberikan pelayanan yang maksimal untuk keluarga dengan gizi kurang
sehingga dapat mengurangi angka kejadian gizi kurang.
4. Sebagai supervisor pelayanan keperawatan
Perawat melakukan supervisi ataupun pembinaan terhadap keluarga
melalui kunjungan rumah secara literatur, baik terhadap keluarga malalui
kunjungan rumah secara teratur, baik terhadap keluarga berisiko tinggi maupun
yang tidak. Kunjungan rumah tersebut dapat direncanakan terlebih dahulu atau
secara mendadak. Terutama pada keluarga yang mempunyai balita dengan gizi
kurang karena banyak orang tua yang tidak mau membawa anaknya ke
posyandu untuk penimbangan BB tiap bulan.
5. Sebagai pembela (advokat)
Perawat berperan sebagai advokat keluarga untuk melindungi hakhak
keluarga sebagai klien. Perawat diharapkan mampu mengeta hui harapan serta
memodifikasi sistem pada perawatan yang diberikan untuk memenuhi hak dan
kebutuhan keluarga. Pemahaman yang baik oleh keluarga terhadap hak dan
kewajiban mereka sebagai klien mempermudah perawat untuk memandirikan
keluarga. Hak bagi keluarga dengan gizi kurang adalah mendapatkan pelayanan
yang baik dari tenaga kesehatan sedangkan kewajiban dari keluarga dengan gizi
kurang adalah mendeteksi dini tumbuh kembang anak ke tenaga kesehatan.
6. Sebagai fasilitatator
Perawat dapat menjadi tempat bertanya individu, keluarga, dan masyarakat
untuk memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi
sehari-hari serta dapat membantu memberikan jalan keluar dalam mengatasi
masalah. Keluarga dengan gizi kurang dapat bertanya pada perawat tentang
perkembangan balitanya.
7. Sebagai peneliti
Perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat memahami masalah-
masalah kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga. Masalah kesehatan yang
muncul di dalam keluarga biasanya terjadi menurut siklus atau budaya yang
dipraktikkan keluarga. Begitu juga dengan keluarga dengan gizi kurang, karena
kebiasaan atau budaya keluarga tidak pernah memperhatikan pola makan anak
sehingga anak tidak terpantau asupan gizi yang dikonsumsinya setiap hari dan
anak jatuh pada gizi kurang.
B. Konsep Diabetes Mellitus
1. Pengertian
Menurut American Diabetes Association, 2010 (dalam Ernawati,2013),
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.
Tabel 2.1 Kriteria diagnostik gula darah menurut (Shanty, 2011).
Bukan diabetes Pra diabetes Diabetes
Puasa <110 110-125 >126
Sewaktu <110 110-199 >200
S:
36,5o
P:
19 x/mnt
Lanjutan
No Nama Penampilan Status kesehatan Riwayat penyakit/ Analisa masalah
Umum sat ini alergi kesehatan individu
1 Tn.B - - - -
2 Ny.S Keadaan umum baik sehat Riwayat penyakit
tampak rileks pakaian DM -
rapih dan bersih
P : 19 x/mnt
3) Head to toe
Kepala Bentuk Normocepal, tidak ada lesi, rambut
warna hitam dan ber uban bersih,
tidak ada ketombe tekstur rambut
harus lurus.
Mata Konjungtiva tidak anemis, sclera
tidak ikterik, reflek cahaya (+)
Hidung Bersih, tidak ada luka, terdapat
cuping hidung.
Telinga Bersih, tidak ada serumen, tidak ada
lesi, tidak ada gangguan pendengaran
Mulut Bersih, gigi sudah sebagian habis,
tidak ada stomatitis, tidak ada
pembesaran amandel, mukosa bibir
lembab
Leher Tidak ada pembengkakan, reflek
telan baik, tidak ada nyeri tekan.
Paru Inspeksi Perkembangan dada simetris antara
kanan dan kiri.
Palpasi Tidak ada nyeri tekan
Perkusi Bunyi sonor
Auskultasi Suara vesikuler
Jantung Inspeksi Tidak ada pembesaran
Palpasi Tidak ada nyeri tekan, denyut
jantung teraba kencang
Perkusi Suara normal (sonor)
Auskultasi Tidak ada suara tambahan
Abdomen Inspeksi Tidak ada pembesaran, tidak ada
luka ada benjolan dibagian bawah
Palpasi Tidak ada nyeri tekan
Perkusi Suara normal (timpani)
Auskultasi Peristaltik usus : 24x/menit
Ekstremitas Atas Adanya benjolan bekas fraktur di
tangan sebelah kanan, tangan sering
kesemutan tidak bisa pegang gelas
terlalu lama karena tangan tremor
Bawah Tidak ada luka, kaki sebelah kiri
susah untuk di gerakan
Genetalia Sudah menopouse
Sistem integument Inspeksi CPR < 3 detik, akral teraba hangat,
kulit tampak keriput
x
x
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Meningal
: Satu Keluarga
VI V IV III II
VII VIII
Keterangan :
I : Pintu VI :Dapur
II : Ruang Tamu VII : Kamar Mandi
III : Kamar tidur 1 VIII : Ruangan Keluarga / nonton tv
IV : Kamar Tidur 2
V : Kamar Tidur 3
b. Ventilasi: Cukup
c. Pencahayaan Rumah: Baik
d. Saluran buang limbah: Cukup
e. Sumber air Bersih : Ny.S mengatakan sumber air bersih yang digunakan
berasal dari PDAM, warna jernih, tidak berbau, dan tidak berasa.
f. Jamban memenuhi syarat: Ya
g. Tempat sampah: Ya, Keluarga mengatakan membuang sampah di tong
sampah dan membuang nya tempat pembuangan sampah
h. Rasio luas bangunan dan rumah dengan jumlah anggota keluarga 8m2: Ya
9. PHBS di Rumah Tangga
Jika ada bunifas, pertolongan ditolong oleh tenaga kesehatan: Ya/Tidak
Jika ada bayi, Memberi ASI eksklusif: Ya/Tidak
makan makanan
sembarangan tidak
melakukan diit DM
Ketidak adekuatan
karena tidak pemahaman
mengetahui tentang Ketidakpatuhan (defisit kognitif,
kurang motivasi)
diit DM.
- Ny. S mengatakan
tidak melakukan diit
DM karena anaknya
tidak tau tentang diit
DM
Do :
- Ny.S tampak binggung
2. Ds : Code diagnosa :
- Ny.S mengatakan D.0027 Hal.71
kadar gula darahnya
sering tinggi
- Ny. S mengatakan
mudah lelah
- Ny. K mengatakan
sering kesemutan
Ketidak stabilan Gangguan glukosa
pada tangan dan
kadar glukosa darah
kakinya pada duduk
darah
terlalu lama
Do :
- TD : 140/80 mmHg
- N : 85 x/mnt
- S : 36,5oc
- P : 19 x/mnt
3
Wellness
Aktual 3 1
Risiko 2
Potensial
1
2. Kemungkinan masalah dapat ½x2=1
diubah Skala :
2 2
Mudah
1
Sebagian
Tidak dapat 0
Potensi masalah untuk 3/3 x 1 = 1
3. dicegah Skala :
3 1
Tinggi
2
Cukup
Rendah 1
4. Menonjolnya 2/2 x 1 = 1
masalah Skala :
2 1
Segera
Tidak perlu 1
Tidak dirasakan
0
4
TOTAL
Kesimpulan : prioritas masalah keluarga yang di prioritaskan adalah
ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d gangguan glukosa darah (Code diagnosa :
D. 0027 Hal.71)
18. Intervensi
Tgl Dx Kep Tujuan Intervensi
(SLKI) (SIKI)
Hari Ketidakstabilan Code Luaran : Code Intervensi :
Kamis kadar glukosa darah L.03022 Hal.43 I.03115 Hal.54
10 berhubungan dengan
Maret gangguan glukosa Setelah dilakukan Obsrvasi :
2022 darah tindakan keperawatan - Identifikasi
selama 2x pertemuan kemungkinan penyebab
diharapkan kadar hiperglikemia
glukosa darah berada - Monitor kadar gula
Dx 1 pada rentang normal darah
dengan menunjukkan
- Monitor tanda dan
kriteria hasil
gejala hiperglikemia
:
(mis.poliuri, polidipsia,
- Lelah/ lesu polifagia, kelemahan,
menurun malaise, pandangan
- Berikan pendidikan
kesehatan diit DM
- Anjurkan monitor
kadar glukosa darah
secara mandiri
- Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan
lahraga
Hari Code Luaran : Code Intervensi :
Kamis L.12111 Hal.146 I.12369 Hal.54
10
Maret Ketidakpatuhan b/d Setelah dilakukan Obsrvasi :
2022 Ketidak adekuatan tindakan keperawatan - Identifikasi
pemahaman (defisit selama 1x pertemuan kemampuan pasien
kognitif, kurang diharapkan tingkat dan keluarga dalam
Dx 2 motivasi) kepatuhan meningkat menerima informasi
dengan menunjukkan - Identifikasi tingkat
kriteria hasil : pengetahuan saat ini
- Perilaku sesuai - Identifikasi kebiasaan
anjuran
pola makan saat ini dan
meningkat masalalu
- Kemampuan
Terapeutik :
menjelaskan
- Persiapkan materi,
tentang suatu
media dan alat peraga
topik meningkat
- Pertanyaan - Jadwalkan waktu yang
tentang masalah tepat untuk
yang dihadapi memberikan
menurun pendidikan kesehatan
- Berikan kesempatan
pasien dan keluarga
untuk bertanya
- Sediakan rencana
makanan tertulis (
contoh piring T)
Edukasi :
- Informasikan makanan
yang diperbolehkan dan
dilarang
- Anjurkan melakukan
olahraga sesuai
toleransi
19. Implementasi dan Evaluasi
Tanggal No. Paraf
/ jam Dx Implementasi Evaluasi
Hari 1. menjadwalkan senam DM untuk
Kamis menurunkan kadar gluksa pada darah S:
10 Ny.S mengatakan bersedia untuk dilatih
Maret senan DM untuk menurunkan kadar
Respon :
2022 S : Ny.S mengatakan bersedia untuk glukosa pada darah
P : lanjutkan intervensi
- Menjadwalkan senam DM
untuk menurunkan kadar
glukosa pada darah pada
tanggal 11 maret 2022
Hari 1. menjadwalkan senam DM untuk
Jumat menurunkan kadar gluksa pada darah S:
11 Ny.S mengatakan bersedia untuk
Maret senam DM
Respon :
2022 S : Ny.S mengatakan bersedia untuk
senam DM O:
Jam 10.00 O : Ny.S tampak mengangguk dan Ny.S tampak mengangguk dan kooperatif
Pre senam : GDS : 203 mg/ dl Pre senam : GDS : 203 mg/ dl
Post senam : GDS : 185 mg/ dl Post senam : GDS : 185 mg/ dl TD :
1 130/90nmmHg
2 memberikan kesempatan pasien dan
N : 80 x/mnt
Jam 10.15 keluarga bertanya
S : 36,4oc
P : 20 x/mnt
Respon :
Ny.S nampak segar
S : Ny.S mengatakan ternyata bisa
ya senam DM dapat menurunkan
A : masalah ketidakstabilan kadar
kadar glukosa pada darah.
glukosa darah teratasi
O : pasien menganguk
P : lanjutkan intervensi
- Pertahankan senam DM setiap
pagi dan sore hari, satu gerakan
dilakukan selama 8 kali
hitungan
Hari 2 1. Memberikan PENKES tentang diit S:
Jumat DM Ny.S dan anak nya mengatakan sudah
10 padah tentang diiet DM dan tentang
Maret Respon : piring T
2022 S : Ny.S dan anak nya bersedia untuk
dilakukan PENKES tentang diit DM O:
O : Ny.S dan anak nya mengangguk Ny.S dan anak nya mampu menjawab
2. Menyediakan rencana makanan pertanyaan dari mahasiswa tentang diit
Jam 10.20 tertulis ( piring T ) DM dan apa itu piring T
Respon :
A : masalah Ketidakpatuhan teratasi
S : Ny.S dan anak nya bersedia untuk
dilakukan pendidikan tentang piring T
P : lanjutkan intervensi
O : pasien koopratif
- Terapkan piring T yang sudah di
ajarkan.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 Maret 2022 pada keluarga
almarhum Tn.B. Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada keluarga almarhum
Tn.B didapatkan status kesehatan keluarga almarhum Tn.B bahwa istri Tn.B
yaitu Ny.S dalam keadaan sehat pada saat pengkajian dilakukan, Ny.S
mengatakan kadar gula darahnya selalu tinggi, sering merasakan lelah,
kesemputan, dan tangan nya gemetar. Ny.S mengatakan bahwa tidak ada
mengalami penyakit yang sama, Ny.S mengetahui penyakitnya sejak 30 tahun
yang lalu. Dari hasil pengkajian Ny.S juga mengatakan bahwa dirinya tidak
melakukan diit DM karena belum mengetahui diet DM yang seperti apa, selama
ini yang dia lakukan hanya minum obat ketika badanya merasa tidak enak dan
periksa di mantri/apotik terdekat.
B. Diagnosa Keperawatan
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 10 maret ditemukan 2
masalah kesehatan atau diagnosa keperawatan yaitu Ketidakpatuhan b/d
Ketidakadekuatan pemahaman (defisit kognitif, kurang motivasi) (Code diagnosa
: D. 0114 Hal.252) dan ketidakstabilan glukosa darah b/d gangguan glukosa
darah (Code diagnosa : D.0027 Hal.71). setelah dilakukan sekoring di dapatkan
hasil bahwa diagnosa keperawatan Ketidakpatuhan b/d Ketidakadekuatan
pemahaman (defisit kognitif, kurang motivasi) (Code diagnosa : D. 0114
Hal.252) mendapatkan sekor 2 2/3 dan diagnosa keperawatan ketidakstabilan
glukosa darah b/d gangguan glukosa darah (Code diagnosa : D.0027 Hal.71)
mendapatkan skor 4 yang berati diagnosa yang di prioritaskan adalah
ketidakstabilan glukosa darah b/d gangguan glukosa darah (Code diagnosa :
D.0027 Hal.71).
C. Perencanaan Keperawatan
Setelah ditetapkan diagnosa keperawatan, maka penulis menyusun
intervensi pada hari tersebut untuk mengatasi ketiga masalah kesehatan
keluarga almarhum Tn.B dengan persetujuan keluarga. Intervensi tersebut
diimplementasikan pada tanggal 10 dan 15 Maret 2022.
D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Tindakan keperawatan/ implementasi keperawatan yang
dilakukan antara lain adalah melakukan senam DM dan melakukan
PENKES tentang diiet DM dan tentang piring T
Dari hasil implementasi yang dilakukan, penulis melakukan
evaluasi setiap harinya setelah tindakan dilakukan, dari dua masalah
keperawatan disimpulkan bahwa hanya beberapa yang sudah teratasi,
dalam arti sudah 100% berhasil akan tetapi ada beberapa catatan dari
penulis untuk tindakan intervensi yang telah diberikan diharapkan
keluarga dapat membantu pengawasan dilakukan secara mandiri
supaya masalah di atas yang sudah teratasi supaya bisa tetep stabil
dan tetap teratasi walaupun tanpa pantauan dari penulis.
BAB V
B. Saran
1. Mahasiswa
Achjar, Komang Ayu Henny. 2012. Asuhan Keparawatan Keluarga : Strategi Mahasiswa
Keperawatan dan Praktisi Perawat Perkesmas. Jakarta : CV Sagung Seto
Friedman, Marilyn M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga : Riset, Teori dan Praktik.
Jakarta : EGC
Gusti, Salvari. 2013. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : CV Trans Info
Media
Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Keluarga Dilengkapi Aplikasi Kasus Askep
Keluarga Terapi Herbal dan Terapi Modalitas. Yogyakarta : Nuha Medika
Sudiharto. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan
PendekatanKeperawatan Transkultural. Jakarta : EGC
Lampiran
Mengajarkan senam DM
Piring T
ANALISIS JURNAL
JUDUL JURNAL :
PENERAPAN SENAM DIABETES MELITUS TERHADAP PENURUNAN KADAR
GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI WILAYAH
KERJA UPTD PUSKESMAS RAWAT INAP BANJARSARI KEC. METRO UTARA
IDENTISAS JURNAL :
Nia Jiantari, Sri Nurhayati, Janu Purwono, (Akademi Keperawatan Dharma Wacana
Metro)
LATAR BELAKANG :
Diabetes melitus dapat berhubungan dengan komplikasi serius, namun orang
dengan diabetes melitus dapat mengambil cara-cara pencegahan untuk mengurangi
kemungkinan kejadian tersebut. Peningkatan kadar gula darah yang terlalu lama jika
tidak diatasi akan mengakibatkan kerusakan ataupun kegagalan fungsi beberapa organ
tubuh seperti pada mata maupun ginjal serta sistem saraf, tekanan darah tinggi yang
mengakibatkan stroke dan masalah jantung1 . Selain terapi farmakologi
penatalaksanaan diabetes melitus dapat dilakukan dengan diet, edukasi, dan latihan
fisik5 . Salah satu latihan fisik atau olahraga yang dianjurkan bagi penderita diabetes
melitus adalah senam diabates melitus.
Senam diabetes adalah senam aerobik low impact dan ritmis dengan gerakan yang
menyenangkan, tidak membosankan dan dapat diikuti semua kelompok umur sehingga
menarik antusiasme kelompok dalam klub-klub diabetes7 . Senam diabetes bermanfaat
untuk membakar sisa tenaga didalam tubuh serta fokus pada peregangan otot. Gerakan
senam diabetes melitus yang difokuskan pada otot mampu meningkatkan fungsi dan
mengaktifkan reseptor gula pada insulin yang kemudian akan ditangkap oleh otot. Otot
merupakan bagian tubuh yang menyimpan banyak glikogen
TUJUAN :
Tujuan penerapan senam diabetes adalah untuk membantu menurunkan kadar gula
darah pada pasien diabetes melitus.
METODE :
menggunakan desain stadi kasus (case study). Subyek yang digunakan dalam studi
kasus yaitu pasien dengan diabetes melitus yang terdiri dari 2 pasien. Instrumen yang
digunakan dalam pengumpulan data meliputi standar operasional prosedur (SOP) senam
diabetes, glukometer, stik glukometer dan lembar observasi kadar gula darah.
HASIL :
Hasil penerapan menunjukkan bahwa setelah dilakukan penerapan senam diabetes
selama 3 kali pertemuan, terjadi penurunan kadar gula darah pada pasien diabetes
melitus. Bagi pasien diabetes melitus hendaknya dapat melakukan penerapan senam
diabetes secara mandiri dan rutin untuk membantu menurunkan atau mengontrol kadar
gula darah.
KESIMPULAN :
Senam DM yang di implementaikan kepata Ny.S didapatkan hasil GDS : 203 mg/
dl pre senam DM dan GDS : 185 mg/ dl post senam DM yg bisa disimpulkan bahwa
senam DM dapat menurunkan kadar glukosa pada darah.
Lampiran Jurnal