Askep Gastritis
Gastritis
A. Pengertian
Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung yang dapat bersifat akut kronik, difus atau
lokal (Soepaman, 1998).
Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Arif Mansjoer, 1999).
Gastritis adalah radang mukosa lambung (Sjamsuhidajat, R, 1998).
Berdasarkan pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa Gastritis merupakan inflamasi
mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus atau lokal.
Askep Gastritis
B. Etiologi
Penyebab dari Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai berikut :
Gastritis Akut
Penyebabnya adalah obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis
rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung).
Bahan kimia misal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid dan digitalis.
Gastritis Kronik
Penyebab dan patogenesis pada umumnya belum diketahui.
Gastritis ini merupakan kejadian biasa pada orang tua, tapi di duga pada peminum
alkohol, dan merokok.
Askep Gastritis
C. Manifestasi klinik
1. Manifestasi klinik yang biasa muncul pada Gastritis Akut lainnya, yaitu Anorexia, mual,
muntah, nyeri epigastrium, perdarahan saluran cerna pada Hematemesis melena, tanda
lebih lanjut yaitu anemia.
2. Gastritis Kronik
Kebanyakan klien tidak mempunyai keluhan, hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu
hati, anorexia, nausea, dan keluhan anemia dan pemeriksaan fisik tidak di jumpai
kelainan.
D. Proses Penyakit
Gastritis akut
Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiitasi mukosa lambung.
Jika mukosa lambung teriritasi ada 2 hal yang akan terjadi :
Hasil dari penyawaan tersebut akan meningkatkan asam lambung. Jika asam
lambung meningkat maka akan meningkatkan mual muntah, maka akan terjadi
gangguan nutrisi cairan & elektrolit.
2. Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi, jika mukus yang
dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung dari kerusakan HCL maka akan
terjadi hemostatis dan akhirnya akan terjadi penyembuhan tetapi jika mukus gagal
melindungi mukosa lambung maka akan terjadi erosi pada mukosa lambung. Jika
erosi ini terjadi dan sampai pada lapisan pembuluh darah maka akan terjadi
perdarahan yang akan menyebabkan nyeri dan hypovolemik.
Gastritis kronik
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi
mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna
akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief.
Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik
lainnya akan menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata,
Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser.
E. Komplikasi
1. Komplikasi yang timbul pada Gastritis Akut, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) berupa hemotemesis dan melena, berakhir dengan syock hemoragik, terjadi
ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi.
2. Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan vitamin B 12,
akibat kurang pencerapan, B 12 menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi
terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus.
Askep Gastritis
F. Penatalaksaan Medik
1. Gastritis Akut
Pemberian obat-obatan H2 blocking (Antagonis reseptor H2). Inhibitor pompa proton,
ankikolinergik dan antasid (Obat-obatan alkus lambung yang lain). Fungsi obat tersebut
untuk mengatur sekresi asam lambung.
2. Gastritis Kronik
Pemberian obat-obatan atau pengobatan empiris berupa antasid, antagonis H2 atau
inhibitor pompa proton.
Askep Gastritis
2. Test dignostik
o Endoskopi : akan tampak erosi multi yang sebagian biasanya berdarah dan
letaknya tersebar.
o Pemeriksaan radiology.
o Pemeriksaan laboratorium.
Gastroscopy.
Untuk mengetahui permukaan mukosa (perubahan) mengidentifikasi area
perdarahan dan mengambil jaringan untuk biopsi.
1. Resti gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, muntah.
C. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
Tujuan :
Resti gangguan keseimbangan cairan tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, elektrolit kembali normal, pengisian kapiler
berwarna merah muda, tanda vital stabil, input dan output seimbang.
Intervensi :
Kaji tanda dan gejala dehidrasi, observasi TTV, ukur intake dan out anjurkan klien untuk minum
1500-2500ml, observasi kulit dan membran mukosa, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian cairan infus.
Diagnosa Keperawatan 2. :
Tujuan
Gangguan nutrisi teratasi.
Kriteria Hasil :
Berat badan stabil, nilai laboratorium Albumin normal, tidak mual dan muntah BB dalam batas
normal, bising usus normal.
Intervensi :
Kaji intake makanan, timbang BB secara teratur, berikan perawatan oral secara teratur, anjurkan
klien makan sedikit tapi sering, berikan makanan dalam keadaan hangat, auskultasi bising usus,
kaji makanan yang disukai, awasi pemeriksaan laboratorium misalnya : Hb, Ht, Albumin.
Diagnosa Keperawatan 3. :
Tujuan :
Nyeri dapat berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
Nyeri hilang/terkontrol, tampak rileks dan mampu tidur/istirahat, skala nyeri menunjukkan angka
0.
Intervensi :
Kaji skala nyeri dan lokasi nyeri, observasi TTV, berikan lingkungan yang tenang dan nyaman,
anjurkan tekhnik relaksasi dengan nafas dalam, lakukan kolaborasi dalam pemberian obat sesuai
dengan indikasi untuk mengurangi nyeri.
Diagnosa Keperawatan 4. :
Tujuan :
Keterbatasan aktifitas teratasi.
Kriteria Hasil :
K/u baik, klien tidak dibantu oleh keluarga dalam beraktifitas.
Intervensi :
Tingkatkan tirah baring atau duduk, berikan lingkungan yang tenang dan nyaman, batasi
pengunjung, dorong penggunaan tekhnik relaksasi, kaji nyeri tekan pada gaster, berikan obat
sesuai dengan indikasi.
Diagnosa Keperawatan 5. :
Tujuan :
Kurang pengetahuan teratasi.
Kriteria Hasil :
Klien dapat menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan, pencegahan dan
pengobatan.
Intervensi :
Kaji tingkat pengetahuan klien, beri pendidikan kesehatan (penyuluhan) tentang penyakit, beri
kesempatan klien atau keluarga untuk bertanya, beritahu tentang pentingnya obat-obatan untuk
kesembuhan klien.
D. Evaluasi
Evaluasi pada klien dengan Gastrtitis, yaitu :
1. Keseimbangan cairan dan elektrolit teratasi
1. Latar Belakang
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang masih merupakan masalah
kesehatan yang menonjol, terutama pada anak. Penyakit ini pada anak merupakan penyebab
kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang tinggi. Angka kematian ISPA di negara
maju berkisar antara 10 -15 %, sedangkan di negara berkembang lebih besar lagi. Di Indonesia
angka kematian ISPA diperkirakan mencapai 20 %.
ISPA mempunyai manifestasi klinik bermacam-macam tergantung pada beberapa hal : usia
pasien, bagian saluran nafas mana yang terserang, ada atau tidaknya kelainan paru yang
mendasarinya, penyakit lain yang menyertai, mikroorganisme yang menjadi penyebabnya, rute
infeksinya (di komunitas / rumah sakit), daya tahan tubuh pasien yang terkena. Dengan adanya
keanekaragaman manifestasi penyakitnya menimbulkan masalah terhadap pengenalan
(diagnostik) dan pengelolaan penyakit tersebut.
1. Tujuan Penulisan
TINJAUAN TEORITIS
1. Defenisi
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar ISPA merupakan
singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas
dan saluran pernapasan bagian bawah
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud
dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta
organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak
memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila
infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
1. Etiologi
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri penyebabnya antara lain dari
genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus, hemofilus, bordetella, dan korinebacterium.
Virus penyebabnya antara lain golongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus,
mikoplasma, herpesvirus.
Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri stafilokokus
dan streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan masuk dan menempel pada
saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung.
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2 tahun yang kekebalan
tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga
menimbulkan risiko serangan ISPA.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada anak adalah
rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan.
1. Manifestasi Klinik
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri tenggorokan, batuk
dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat
antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia.
Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit.
1. Patofisiologi
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak akibat
infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa
dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara),
sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 %ataulebih).
Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi infeksi.
Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri,
sedangkanalkoholakanmenurunkanmobilitas.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan di
mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti
yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini
seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.Penyebaran infeksi
pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.
1. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap
jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik
virus secara langsung.
Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan
darah, biakan cairan pleura.
1. Penatalaksanaan
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan
strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia dan
turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit
ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit
ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek
biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi
penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman
sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA.
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
Immunisasi.
2) Antibiotik :
BAB III
1. PENGKAJIAN
Riwayat kesehatan:
1. Inspeksi
1. Palpasi
Adanya demam
1. Perkusi
- Suara paru normal (resonance)
1. Auskultasi
- Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
1. Intervensi
6. Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
11.Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, &
analgesik)
12.Batasi pengunjung sesuai indikasi
1. Implementasi
Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak
Aakan menyerap keringat.
1. Evaluasi
a) suhu tubuh
Askep Hipertensi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Defenisi
Hipertensi adalah keadaan menetap tekanan sistolik melebih dari 140 mmHg atau tekanan
diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostik ini dapat dipastikan dengan mengukur rata-
rata tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001).
Menurut WHO (1978) batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90
mmHg dan tekanan darah sama dengan atau di atas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai
hipertensi. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas normal yaitu bila tekanan
sistolik (atas) 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic (bawah) 90 mmHg atau lebih.
B. Etiologi
1. Usia
Hipertensi akan makin meningkat dengan meningkatnya usia hipertensi pada yang
berusia dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri dan kematian
premature.
2. Jenis Kelamin
Berdasar jenis kelamin pria umumnya terjadi insiden yang lebih tinggi daripada wanita.
Namun pada usia pertengahan, insiden pada wanita mulai meningkat, sehingga pada usia
di atas 65 tahun, insiden pada wanita lebih tinggi.
3. Ras
Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada yang berkulit putih.
4. Pola Hidup
Faktor seperti halnya pendidikan, penghasilan dan faktor pola hidup pasien telah diteliti,
tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah dan kehidupan atau
pekerjaan yang penuh stress agaknya berhubungan dengan insiden hipertensi yang lebih
tinggi. Obesitas juga dipandang sebagai faktor resiko utama. Merokok dipandang sebagai
faktor resiko tinggi bagi hipertensi dan penyakit arteri koroner. Hiperkolesterolemia dan
hiperglikemia adalah faktor faktor utama untuk perkembangan arterosklerosis yang
berhubungan dengan hipertensi.
Berdasarkan penyebab, hipertensi di bagi dalam 2 golongan :
Merupakan hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui, biasanya berhubungan dengan faktor
keturunan dan lingkungan.
2. Hipertensi sekunder
Merupakan hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui secara pasti, seperti gangguan
pembuluh darah dan penyakit ginjal.
C. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke
ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua
faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh
perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Brunner & Suddarth, 2002).
D. Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak
sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah
tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan
dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada
penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
Sakit kepala
Kelelahan
Mual
Muntah
Sesak nafas
Gelisah
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan
ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena
terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan
penanganan segera.
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : (Edward K Chung, 1995).
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah,
selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial
tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan
kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan
pasien yang mencari pertolongan medis.
E. Komplikasi
Sebagai akibat hipertensi yang berkepanjangan adalah
- Kegagalan jantung
- Kegagalan ginjal
- Gangguan persyarafan
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan(viskositas) dan
dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin.
Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM.
3. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah
satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
5. Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.
G. Penatalaksanaan
2) Farmakologik
Sesuai dengan rekomendasi WHO/ISH dengan mengingat kondisi pasien, sasarkan pertimbangan
dan prisif sebagai berikut:
o Mulai dosis rendah yang tersedia, naikkan bila respon belum belum optimal, contoh
agen beta bloker ACE.
o Kombinasi dua obat, dosis rendah lebih baik dari pada satu obat dosis tinggi.
Contoh: diuretic dengan beta bloker.
o Bila tidak ada respon satu obat, respon minim atau ada efek samping ganti DHA
yang lain
o Pilih yang kerja 24 jam, sehingga hanya sehari sekali yang akan meningkatkan
kepatuhan.
o Pasien dengan DM dan insufistensi ginjal terapi mula lebih dini yaitu pada tekanan
darah normal tinggi.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas/ Istirahat
- Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
- Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
- Gejala : Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan
penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi, perspirasi.
- Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, tikikardi,
murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin
(vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.
c. Integritas Ego
- Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stress multiple (hubungan,
keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
- Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue perhatian, tangisan
meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
- Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit ginjal
pada masa yang lalu).
e. Makanan/cairan
- Gejala : Maanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta
kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini (meningkat/turun)
Riwayat penggunaan diuretik
- Tanda : Berat badan normal atau obesitas, adanya edema, glikosuria.
f. Neurosensori
- Genjala : Keluhan pening/pusing, sakit kepala, subojksipital (terjadi saat bangun dan
menghilangkan secara spontan setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan
(diplobia, penglihatan kabur, epistakis).
- Tanda : Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, efek, proses
pikir, penurunan keuatan genggaman tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyaman
- Gejala : Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung), sakit kepala.
h. Pernafasan
- Gejala : Dispnea yang berkaitan dari aktivitas/kerja takipnea, ortopnea, dispnea,
batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
- Tanda : Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi nafas
tambahan (krakties/mengi), sianosis.
i. Keamanan
- Gejala : Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural
2. Diagnosa Keperawatan
c. Nyeri akut, sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler cerebral.
d. Perubahan Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik pola
hidup menotong.
c) Gangguan rasa nyaman : sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral
Tujuan
Klien merasa nyaman
Kriteria Hasil
Sakit kepala hilang
Pusing/pening hilang
Intervensi :
Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional : meminimalkan stimulasi/meningkatkan reabsorpsi
Berikan kompres dingin, ajarkan teknik relaksasi
Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan memblok
respon simpatis efektif dan menghilangkan sakit kepala.
Beri penjelasan cara untuk meminimalkan aktivitas vasokontrisi
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala.
Bantu pasien dalam ambulansi sesuai kebutuhan
Rasional : pening/pusing selalu berkaitan dengan sakit kepala
Kolaborasi dalam pemberian analgesikom dan penenang
d) Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebihan
sehubungan dengan kebutuhan metabolik
Tujuan
Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh teratasi
kriteria hasil
BB ideal sesuai dengan tinggi dan berat badan
Intervensi :
Kaji pemahaman pasien tentang hubungan antara kegemukan dan hipertensi
Rasional : kegemuakn adalah resiko tambahan pada tekanan darah tinggi
Kaji masukan kalori harian dan pilihan diet
Rasional : menetukan pilihan intervensi lebih banyak
Bicarakan/diskusikan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi
masukan garam lemak dan gula sesuai indikasi
Rasional : makanan seperti tinggi garam, lemak dan gula menunjang terjadinya
aterosklerosis dan kegemukan yang menyebabkan predisposisi hipertensi
Timbang berat badan tiap hari
Rasional : mengenai pemasukan hidrasi klien dengan adanya
peningkatan/penurunan Hipertensi
Rujuk ke ahli gizi sesuai indikasi.
Rasional : memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi diit individu
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC,
2002
Slamet Suyono. 2001. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi ketiga. EGC: Jakarta.