Anda di halaman 1dari 25

Dengan bernapas setiap sel dalam tubuh menerima persediaan oksigennya dan pada saat

yang sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen bersenyawa dengan karbon dan
hydrogen dari jaringan, memungkinkan setiap sel sendiri-sendiri melangsungkan proses
metabolismenya, yang berarti pekerjaan selesai dari hasil bungan dalm bentuk karbon
dioksida (CO2) dan Air (H2O) dihilangkan.
1. Saluran napas bagian atas.
a. Hidung

Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu


bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung dilapisi sebagai
selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx
dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung.
Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang
rawan, sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya
dengan membran mukosa. Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla,
palatinus, dan os. Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral
dan menonjol ke cavum nasi adalah : conchae superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini
dilapisi oleh membranemukosa.Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus
sedangkan atap cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os
sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang
berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf
melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I
olfaktorius. Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui
lubang kedalam cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan
dengan cavum nasi. Lubang yang membuka kedalam cavum nasi :
1. Lubang hidung
2. Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior.
3. Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan media dan diantara
concha media dan inferior.
4. Sinus frontalis, diantara concha media dan superior.
5. Ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior.
Pada bagian belakang, cavum nasi membuka kedalam nasofaring melalui appertura nasalis
posterior.
b. Sinus Paranasal.

Sinus-sinus paranasal termasuk


empat rongga bertulang yang dilapisi
oleh mukosa hidung dan epitel
kolumnar bertingkat semu yang bersilia. Rongga -rongga udara ini dihubungkan
oleh serangkaian duktus yang mengalir kedalam rongga hidung. Sinus-sinus
disebut disebut berdasarkan letaknya, sebut saja sinus forontalis, etmoidalis,
sfeonoidalis, dan maksilaris. Fungsi sinus yang menonjol adalah sebagai bilik
peresonasi saat bicara. Sinus menjadi tempat umum terjadinya infek si.

c. Tulang Turbinasi (konka).


Tulang turbinasi, atau konka (nama yang ditunjukkan oleh penampilanya yang seperti
siput), mengambil bentuk dan posisi sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan
permukaan membran mukosa saluran hiung dan sedikit menghambat arus udara yang
mengalir melaluinya. Arus udara yang memasuki lubang hidung diarahkan keatas depan ke
langit-langit hidung dan mengikuti rute sirkut sebelum udara mencapai nasofaring. Dalam
perjalananya, udara bersentuhan dengan permukaan membran mukosa yang luas, lembab dan
hangat yang menangkap partikel-partikel debu dan organisme dalam udara yang diinhalasi.
Udara ini dilembabkan dan dihangatkan sesuai dengan suhu tubuh dan dihubungkan dengan
saraf yang sensitif. Beberapa dari saraf ini mendeteksi bau, dan lainya mencetuskan bersin
untuk mengeluarkan debu yang mengiritasi.
d. Faring, tonsil, adenoid.

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring


merupakan percabangan 2 saluran,yaitu saluran pernapasan
(nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan
(orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara
(pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan
terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke
saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun
demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak
terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga
sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan
ruangdengung(resonansi) untuk suara percakapan.

e. Laring (tenggorok).
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring
berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang
rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bag ian pangkal
laring. Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis
pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran -getaran suara pada
laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat
keluar masuknya udara. Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan
yang membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal
tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut menutup
pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katu membuka. Pada pangkal
tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada udara dari paru -
paru, misalnya pada waktu kita bicara.
Biasanya,in fluenza ditularkan melalui udara lewat batuk atau bersin, yang akan
menimbulkan aerosol yang mengandung virus. Influenza juga dapat ditularkan melalui
kontak langsung dengan tinja burung atau ingus, atau melalui kontak dengan permukaan yang
telah terkontaminasi. Aerosol yang terbawa oleh udara (airborne aerosols) diduga
menimbulkan sebagian besar infeksi, walaupun jalur penularan mana yang paling berperan
dalam penyakin ini belum jelas betul. Virus influenza dapat diinaktivasi oleh sinar matahari,
disinfektan, dan deterjen. Sering mencuci tangan akan mengurangi risiko infeksi karena virus
dapat diinaktivasi dengan sabun.
Virus flu menyerang sel-sel permukaan saluran napas. Jaringan menjadi bengkak dan
meradang. Namun meskipun rusak jaringan ini akan sembuh dalam beberapa minggu.
Influenza adalah suatu penyakit infeksi akut pernapasan terutama ditandai oleh demam,
menggigil sakit otot, sakit kepala dan sering disertai pilek, sakit tenggorokan dan batuk
nonproduktif.
BAB II

PEMBAHASAAN

2.1 Definisi

Influenza merupakan anonim dari flue atau common cold . influenza merupakan
infeksi saluran nafas atas yang disebabkan oleh virus yang menjangkiti pasien pada semua
tinggkat usia. Istilah common cold lebih menjelaskan suatu kompleks gejala pada suatu
peyakit tertentu , yang memiliki ciri seperti hidung tersumbat( nasal congestion ) , suara serak
( sore throat) dan batuk. ( buku askep sistem pernafasan, irman sumantri penerbit erlangga
tahun2008)

Influenza, yang lebih dikenal dengan sebutan flu, merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh virus RNA dari famili Orthomyxoviridae (virus influenza), yang menyerang
unggas dan mamalia. Gejala yang paling umum dari penyakit ini adalah menggigil, demam,
nyeri tenggorok, nyeri otot, nyeri kepala berat, batuk, kelemahan, dan rasa tidak nyaman
secara umum.

Influenza adalah infeksi virus yang menyerang sistem pernapasan, termasuk hidung,
tenggorokan, cabang tenggorokan dan paru-paru.

2.2 Anatomi fisiologi


a. Nares Anterior
Nares anterior adalah saluran saluran di dalam lubang hidung. Saluran-saluran itu
bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga) Hidung. Vestibulum ini
dilapisi epitelium bergaris yang bersambung dengan kulit. Lapisan nares anterior memuat
sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi bulu kasar. Kelenjar-kelenjar itu bermuara ke dalam
rongga hidung.

b. Rongga Hidung
Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah,
bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir semua sinus yang mempunyai lubang
yang masuk ke dalam rongga hidung. Hidung Berfungsi: penyaring, pelembab, dan
penghangat udara yang dihirup. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis
terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan
dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding lateral cavum nasi dibentuk
oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os. Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan
melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah : conchae superior, media,
dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membrane mukosa.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus sedangkan atap cavum
nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana
mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung
sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina
cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius.
Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang
kedalam cavum nasi, sinus ini berfungsi : memperingan tulang tengkorak, memproduksi
mukosa serosa dan memberikan resonansi suara. Sinus ini juga dilapisi oleh membrana
mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi. Lubang yang membuka kedalam cavum
nasi :

1. Lubang hidung

2. Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior


3. Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan media dan diantara
concha media dan inferior

4. Sinus frontalis, diantara concha media dan superior

5. Ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior. Pada bagian belakang, cavum nasi
membuka kedalam nasofaring melalui appertura nasalis posterior.

c. Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya
dibelakang hidung (nasofaring) dibelakang mulut (orofaring) dan dibelakang laring (faring-
laringeal)

d. Laring
Laring (tenggorokan) terletak didepan bagian terendah faring yang memisahkannya
dari kolumna vertebra. Berjalan dari faring sampai ketinggian vertebrae servikalis dan masuk
ke dalam trakea dibawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama
oleh ligamen dan membran. Yang terbesar diantaranya ialah tulang rawan tiroid, dan
disebelah depannya terdapat benjolan subkutaneas yang dikenal sebagai jakun, yaitu
disebelah depan leher. Laring terdiri atas dua lempeng atau lamina yang bersambung di garis
tengah. Di tepi atas terdapat lekukan berupa V. Tulang rawan krikoid terletak dibawah tiroid,
berbentuk seperti cincin mohor dengan mohor cincinnya disebelah belakang ( ini adalah
tulang rawan satu-satunya yang berbentuk lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya ialah
kedua tulang rawan aritenoid yang menjulang disebelah belakang krikoid., kanan dan kiri
tulang rawan kuneiform, dan tulang rawan kornikulata yang sangat kecil.
Terkait di puncak tulang rawan tiroid terdapat epiglotis, yang berupa katup tulang
rawan dan membantu menutup laring sewaktu menelan. Laring dilapisi jenis selaput lendir
yang sama dengan yang di trakea, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi sel
epitelium berlapis.
Pita Suara terletak disebelah dalam laring, berjakan dari tulang rawan tiroid di sebelah
depan sampai dikedua tulang rawan aritenoid. Dengan gerakan dari tulang rawan aritenoid
yang ditimbulkan oleh berbagai otot laringeal, pita suara ditegangkan atau dikendurkan.
Dengan demikian lebar sela-sela anatara pita-pita atau rima glotis berubah-ubah sewaktu
bernapas dan berbicara.
Suara dihasilkan karena getaran pita yang disebabkan udara yang melalui glotis.
Berbagai otot yang terkait pada laring mengendalikan suara, dan juga menutup lubang atas
laring sewaktu menelan.

e. Trakea
Trakea atau batang teggorokan kira-kira 9 cm panjangnya. Trakea berjalan dari laring
sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima dan ditempat ini bercabanf menjadi dua
bronkus (bronki). Trakea tersusun atas 16 sampai 20 lingkaran tak sempurna lengkap berupa
cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran
di sebelah belakang trakea; selain itu juga memuat beberapa jaringan otot. Trakea dilapisi
selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan sel cangkir. Silia ini bergerak menuju
keatas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir-butir halus lainnya yang turut
masuk bersama dengan pernapasan dapat dikeluarkan. Tulang rawan berfungsi
mempertahankan agar trakea tetap terbuka; karena itu, disebelah belakngnya tidak
bersambung, yyaitu di tempat trakea menempel pada esofagus, yang memisahkannya dari
tulang belakang.
Trakea servikalis yang berjalan melalui leher disilang oleh istmus kelenjar tiroid,
yaitu belahan kelenjar yang melingkari sisi-sisi trakea. Trakea torasika berjalan melintasi
mediastenum (lihat gambar 5), di belakang sternum, menyentuh arteri inominata dan arkus
aorta. Usofagus terletak dibelakang trakea.

2.3 Etiologi
Penyebab dari influenza adalah virus influenza. Ada tiga tipe yakni tipe A, B dan C.
Ketiga tipe ini dapat dibedakan dengan complement fixation test.

Jenis-jenis influenza

a. Virus Tipe A

Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza A. Unggas akuatik liar merupakan
inang alamiah untuk sejumlah besar varietas influenza A. Kadangkala, virus dapat ditularkan
pada spesies lain dan dapat menimbulkan wabah yang berdampak besar pada peternakan
unggas domestik atau menimbulkan suatu pandemi influenza manusia.

Virus tipe A merupakan patogen manusia paling virulen di antara ketiga tipe influenza
dan menimbulkan penyakit yang paling berat. Virus influenza A dapat dibagi lagi menjadi
subdivisi berupa serotipe-serotipe yang berbeda berdasarkan tanggapan antibodi terhadap
virus ini. Serotipe yang telah dikonfirmasi pada manusia, diurutkan berdasarkan jumlah
kematian pandemi pada manusia, adalah:

1. H1N1, yang menimbulkan Flu Spanyol pada tahun 1918, dan Flu Babi pada tahun 2009

2. H2N2, yang menimbulkan Flu Asia pada tahun 1957

3. H3N2, yang menimbulkan Flu Hongkong pada tahun 1968

4. H5N1, yang menimbulkan Flu Burung pada tahun 2004H7N7, yang memiliki potensi
zoonotik yang tidak biasa

b. Virus Tipe B

Genus ini memiliki satu spesies, yaitu virus influenza B. influenza B hampir secara
eksklusif hanya menyerang manusia dan lebih jarang dibandingkan dengan influenza A.
Hewan lain yang diketahui dapat terinfeksi oleh infeksi influenza B adalah anjing laut dan
musang. Jenis influenza ini mengalami mutasi 2-3 kali lebih lambat dibandingkan tipe A dan
oleh karenanya keragaman genetiknya lebih sedikit, hanya terdapat satu serotipe influenza B.
Karena tidak terdapat keragaman antigenik, beberapa tingkat kekebalan terhadap influenza B
biasanya diperoleh pada usia muda. Namun, mutasi yang terjadi pada virus influenza B cukup
untuk membuat kekebalan permanen menjadi tidak mungkin. Perubahan antigen yang lambat,
dikombinasikan dengan jumlah inang yang terbatas (tidak memungkinkan perpindahan
antigen antarspesies), membuat pandemi influenza B tidak terjadi.

c. Virus Tipe C

Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza C, yang menginfeksi manusia, anjing,
dan babi, kadangkala menimbulkan penyakit yang berat dan epidemi lokal. Namun, influenza
C lebih jarang terjadi dibandingkan dengan jenis lain dan biasanya hanya menimbulkan
penyakit ringan pada anak-anak.
Virus penyebab influenza merupakan suatu orthomyxovirus golongan RNA. Struktur
antigenik virus influenza meliputi antara lain 3 bagian utama yaitu : Antigen S (soluble
Antigen), hemaglutinin dan Neuramidase. Antigen S merupakan suatu inti partikel virus yang
terdiri atas ribonuldeoprotein. Antigen ini spesifik untuk masing-masing tipe. Hemaglutinin
dan neuramidase berbentuk seperti duri dan tampak menonjol pada permukaan virus.
Hemaglutinin diperlukan untuk lekatnya virus pada membran sel penjamu sedangkan
neuromidase diperlukan untuk pelepasan virus dari sel yang terinfeksi.

2.4 fatofisiologi

Virus influenza A, B dan C masing-masing dengan banyak sifat mutagenik yang


mana virus tersebut dihirup lewat droplet mukus yang terarolisis dari orang-orang yang
terinfeksi. Virus ini menumpuk dan menembus permukaan mukosa sel pada saluran napas
bagian atas, menghasilkan sel lisis dan kerusakan epithelium silia. Neuramidase mengurangi
sifat kental mukosa sehingga memudahkan penyebaran eksudat yang mengandung virus pada
saluran napas bagian bawah.

Di suatu peradangan dan nekrosis bronchiolar dan epithelium alveolar mengisi alveoli
dan exudat yang berisi leukosit, erithrosit dan membran hyaline. Hal ini sulit untuk
mengontrol influenza sebab permukaan sel antigen virus memiliki kemampuan untuk
berubah. Imunitas terhadap virus influenza A dimediasi oleh tipe spesifik immunoglobin A
(lg A) dalam sekresi nasal. Sirkulasi lg G juga secara efektif untuk menetralkan virus.
Stimulus lg G adalah dasar imunisasi dengan vaksin influenza A yang tidak aktif.

Setelah nekrosis dan desquamasi terjadi regenerasi epithelium secara perlahan mulai
setelah sakit hari kelima. Regenerasi mencapai suatu maximum kedalam 9 sampai 15 hari,
pada saat produksi mukus dan celia mulai tamapk. Sebelum regenerasi lengkap epithelium
cenderung terhadap invasi bakterial sekunder yang berakibat pada pneumonia bakterial yang
disebabkan oleh staphiloccocus Aureus.

Penyakit pada umumnya sembuh sendiri. Gejala akut biasanya 2 sampai 7 hari diikuti
oleh periode penyembuhan kira-kira seminggu. Penyakit ini penting karena sifatnya epidemik
dan pandemik dan karena angka kematian tinggi bersama sekunder. Resiko tinggi pada orang
tua dan orang yang berpenyakit kronik
PATHWAY INFLUENZA

Virus influenza

Di hirup melalu dioplet mukus

Inflamasi (peradangan)

Produksi mukid nikrosis bronchilar dan


epitelium alviolar hipotalamus obtruksi bronkial

Secret menumpuk saraf simpatik

Inefektif kan nafas

Menghalangi jalan nafas


pembulih darah pirefer Dipnea
vasokontraksi

Gangguan pola nafas

Demam

Suhu tubuh : Hipertermi


PEMBAHASAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. B

Umur : 20 thn

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : palopo

Agama : islam

Suku : Bugis

Status : belum menikah

KASUS

Ny. B datang ke Rumah sakit dengan keluhan sakit kepala, sakit tenggorokan, panas, batuk,
hidung tersumbat , pasien ini sering mengalami sesak nafas pada malam hari dan juga sering
terkena pada musim hujan (cuaca dingin) ,pasien ini dapat di diagnosa terkena penyakit
influenza ( flu).
2.6 Manifestasi klinis

Gejala influenza dapat dimulai dengan cepat, satu sampai dua hari setelah infeksi.
Biasanya gejala pertama adalah menggigil atau perasaan dingin, namun demam juga sering
terjadi pada awal infeksi, dengan temperatur tubuh berkisar 38-39 C (kurang lebih 100-
103 F). Banyak orang merasa begitu sakit sehingga mereka tidak dapat bangun dari tempati
tidur selama beberapa hari, dengan rasa sakit dan nyeri sekujur tubuh, yang terasa lebih berat
pada daerah punggung dan kaki. Gejala influenza dapat meliputi:

1. Demam dan perasaan dingin yang ekstrem (menggigil, gemetar).


2. Batuk
3. Sumbatan hidung
4. Nyeri tubuh, terutama sendi dan tenggorok
5. Kelelahan
6. Nyeri kepala
7. Iritasi mata, mata berair
8. Mata merah, kulit merah (terutama wajah), serta kemerahan pada mulut, tenggorok, dan
hidung
9. Ruam petechiae
Pada anak, gejala gastrointestinal seperti diare dan nyeri abdomen (dapat menjadi parah pada
anak dengan influenza B)

2.7 Penatalaksanaan

Untuk influensa yang belum berkomplikasi, harap beristirahat dengan cukup di rumah
agar tidak menjadi bertambah parah. Mungkin dibutuhkan waktu sekitar 2 hari setelah
demam berlalu. Bisa menggunakan obat flu yang dibeli bebas. Kalau flu sudah terkomplikasi
dengan infeksi bakteri, dokter akan meresepkan antibiotika.
2.8 Pemeriksaan diagnostik

Diagnosis influenza secara klinis tidak mudah ditegakkan karena gejala klinis
influenza mirip dengan gejala klinis infeksi virus lain pada saluran pernafasan.(Monto
AS,2000)

Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dapat mempercepat penyembuhan penyakit.
Baku emas diagnostik influenza adalah kultur virus atau RT-PCR, yang memerlukan waktu
yang lama (kultur virus influenza membutuhkan waktu 3-10 hari, sedangkan RT-PCR 6-8
jam) serta biaya yang cukup mahal.(CDC 2009, Grijalva CG,2007) Alat diagnostik influenza
yang sederhana, cepat dan mudah dikerjakan sangat dibutuhkan. Terapi antivirus yang
spesifik lebih efektif bila diberikan pada awal perjalanan

penyakit influenza. Rapid test merupakan alat diagnostik yang sederhana , cepat dan
mudah dikerjakan, memberikan hasil dalam waktu 15-30 menit Pemeriksaan ini secara luas
digunakan untuk diagnosis influenza di rumah sakit pendidikan, praktek dokter dan
laboratorium.(Kelly H,2004, CDC 2009, Watts C,2003) Ada 3 tipe rapid test untuk influenza:
1. Point-of-care test, 15-30 menit, sensitivitas : 59-93% dan spesifisitas : 76-100%,

2. Influenza immunofluorescence assays, 2-4 jam, sensitivitas 70-90% dan spesifisitas :


>90%,

3. Nucleic acid test, 2-4 jam, sensitivitas dan spesifisitas hampir 100%.Rapid test yang

digunakan adalah menggunakan Point-of-care test ,

dapat mendeteksi nukleoprotein influenza tipe A dan B menggunakan antibodi monoklonal


anti nukleoprotein virus Influenza tipe A dan B.(Foo H,2009, CDC,2009)

2.9 Komplikasi

Secara umum, komplikasi yang sering ditimbulkan dari influenza adalah infeksi saluran nafas
(bronkitis) dapat terjadi karana adanya virus dan paru-paru (pneumonia) oleh bakteri.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1.Kepala dan Leher

Observasi :

a. Memungkinkan adanya konjungtivitis.

b. Wajah memerah.

c. Kemungkinan adanya lymphadenopathy cervival anterior.

d. Sakit kepala, photophobia dan sakit retrobulbar

2.Pernafasan

Observasi :

a. Mulanya ringan : sakit tenggorokan; substernal panas; batuk nonproduktif; coryza.

b. Kemudian : batuk keras dan produktif; erythema pada langit-langit yang lunak,langit-
langit yang keras bagian belakang, hulu kerongkongan/tekak bagian belakang, peningkatkan
RR, rhonchi dan crackles.

3.Abdominal

Observasi : Anorexia dan malaise (rasa tidak enal badan).

4.Neurologi

Observasi : Myalgia khususnya pada punggung dan kaki.

e. Suhu tubuh

Observasi : Tiba-tiba serangan demam (380 hingga 390C <>0 hingga 1030F) yang secara
bertahap turun dan naik lagi pada hari ketiga

3.2 Diagnosa

1. Inefektif perubahan jalan napas b.d obstruksi brhonchial.


2. Gangguan pola nafas b.d adanya secret yang menumpuk.
3. Hipertermi b.d proses inflamatory.

3.3 Intervensi

Dx 1: Inefektif perubahan jalan napas b.d obstruksi brhonchial.

Tujuan : Jalan udara pasien akan menjadi tetap dengan bunyi napas jelas.

Kriteria hasil :

Jalan napas bersih dan pernapasan berlangsung tanpa hambatan. Tidak ada batuk. Bunyi
napas jelas.

Intervensi Rasional
1. Auskultasi paru-paru untuk rhonchi dan1. Menentukan kecukupan pertukaran
crackles. gas dan luasan jalan napas terhalangi
oleh sekret.
2. Kaji karakteristik sekret : kuantitas, warna,2. Adanya infeksi yang dicurigai ketika
konsistensi, bau. sekret tebal, kuning atau berbau busuk.
3. Menentukan kebutuhan cairan. Cairan
3. Kaji status hidrasi pasien: turgor kulit, dibutuhkan jika turgor kulit jelek.
mukosa membran, lidah, intake dan output Mukosa membran output, hematocrit
selama 24 jam, hematocrit. tinggi.lidah dan kering, intake.

4. Membatuk mengeluarkan sekret.

5. Sekresi bergerak oleh gravitasi selagi


4. Bantu pasien dengan membatuk bila perlu.
posisi berubah. Meninggikan kepala
5. Posisi pasien berada pada body aligment
tempat tidur menggerakan isi
yang benar untuk pola napas optimal
abdominal menjauhi diaphragma
(kepala tempat tidur 450, jika ditoleransi
untuk meningkatkan kontraksi
900).
diaphragmatis.

6. Sekresi bergerak oleh gravitasi selagi


posisi berubah. Meninggikan kepala
tempat tidur menggerakan isi
6. Menjaga lingkungan bebas allergen (misal abdominal menjauhi diaphragma
debu, bulu unggas, asap) menurut untuk meningkatkan kontraksi
kebutuhan individu. diaphragmatis.

7. Melembabkan dan menipiskan sekret


7. Tingkatkan kelembaban ruangan dengan
guna memudahkan pengeluarannya.
dingin ringan.
8. Memudahkan pernapasan melalui
hidung dan cegah kekeringan
membran mukosa oral.
8. Berikan decongestans (NeoSynephrine)
seperti pesanan.
9. Mencairkan sekret sehingga lebih
mudah dikeluarkan.
9. Mendorong meningkatkan intake cairan
dari 1 sampai 2 l/hari kecuali
kontradiksi.

Dx 2 : Gangguan pola nafas b.d adanya secret yang menumpuk.

Tujuan : Jalan nafas efektif setelah sekret dikeluarkan

Kriteria Hasil :

1. Klien tidak bernafas lagi melalui mulut


2. Jalan nafas kembali normal terutama hidung

Intervensi Rasional
1. Kaji penumpukan secret yang ada. 1. Mengetahui tingkat keparahan dan
tindakan selanjutnya.
2. Observasi tanda-tanda vital.
2. Mengetahui perkembangan klien
sebelum dilakukan operasi.
3. Kolaborasi dengan tim medis 3. Kerjasama untuk menghilangkan obat
yang dikonsumsi

Dx 3: hipertermi b.d inflamatory.

Tujuan: suhu tubuh pasien akan berada dalam batas normal

Kriteria Hasil : Suhu tubuh normal 380C (98,60F).

Intervensi Rasional
1. Ukur temperatur tubuh. 1. Menunjukkan adanya demam dan
luasannya.

2. Hangat, kering, kulit memerah


2. Kaji temperatur kulit dan warna.
menunjukkan suatu demam.

3. Indikasi leukopenia dibutuhkan untuk


melindungi pasien dari infeksi
3. Monitor jumlah WBC.
tambahan. Leukocytosis menujukkan
suatu inflamatory atau adanya proses
infeksi.

4. Tentukan keseimbangan cairan dan


4. Ukur intake dan output.
perlu meningkatkan intake.

5. Berikan antipiyretic seperti dipesan.


5. Kurangi demam melalui tindakan
pada hypothalmus.

3.4 Implementasi

Dx 1 : Inefektif perubahan jalan napas b.d obstruksi brhonchial.


Implementasi :

1. mengauskultasi paru-paru untuk rhonchi dan crackles.


2. mengkaji karakteristik sekret : kuantitas, warna, konsistensi, bau.
3. mengkaji status hidrasi pasien: turgor kulit, mukosa membran, lidah, intake dan output
selama 24 jam, hematocrit.
4. membantu pasien dengan membatuk bila perlu.
5. memposisikan pasien berada pada body aligment yang benar untuk pola napas optimal
(kepala tempat tidur 450, jika ditoleransi 900).
6. menjaga lingkungan bebas allergen (misal debu, bulu unggas, asap) menurut kebutuhan
individu.
7. meningkatkan kelembaban ruangan dengan dingin ringan.
8. memberikan decongestans (NeoSynephrine) seperti pesanan.
9. mendorong meningkatkan intake cairan dari 1 sampai 2 l/hari kecuali kontradiksi.

Dx 2 : Gangguan pola nafas b.d adanya secret yang menumpuk.

Implementasi :

1. mengkaji penumpukan secret yang ada.


2. mengobservasi tanda-tanda vital.
3. Melakukan kolaborasi dengan tim medis.

Dx 3 : Hyperthermia b.d proses inflamatory.


1. Mengukur temperatur tubuh.
2. Mengkaji temperatur kulit dan warna.
3. Memonitor jumlah WBC.
4. Mengukur intake dan output.
5. Memberikan antipiyretic seperti dipesan.

3.5 Evaluasi
Dx 1 :

S : Klien mengatakan sudah bisa bernafas dengan baik dan tidak batuk lagi.

O : Klien tampak bernafas dengan normal, bunyi napas klien sudah tampak jelas.

A : Intervensi tercapai.

P : Intervensi dipertahankan.

Dx 2 :

S : Klien mengatakan tidak lagi bernafas melalui mulut.

O : Klien tampak bernafas dengan normal.

A: Intervensi tercapai .

P:-

Dx 3:

S : klien mengatakan demam yang di rasakan telah berkurang

O: klien tidak mengalami demam

A: intervensi brhasil

P: intervensi di hentikan
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Influenza merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus RNA dari famili
Orthomyxoviridae (virus influenza), yang menyerang unggas dan mamalia. Gejala yang
paling umum dari penyakit ini adalah menggigil, demam, nyeri tenggorok, nyeri otot, nyeri
kepala berat, batuk, kelemahan, dan rasa tidak nyaman secara umum.

Biasanya, influenza ditularkan melalui udara lewat batuk atau bersin, yang akan
menimbulkan aerosol yang mengandung virus. Influenza juga dapat ditularkan melalui
kontak langsung dengan tinja burung atau ingus, atau melalui kontak dengan permukaan yang
telah terkontaminasi. Aerosol yang terbawa oleh udara (airborne aerosols) diduga
menimbulkan sebagian besar infeksi, walaupun jalur penularan mana yang paling berperan
dalam penyakin ini belum jelas betul. Virus influenza dapat diinaktivasi oleh sinar matahari,
disinfektan, dan deterjen. Sering mencuci tangan akan mengurangi risiko infeksi karena virus
dapat diinaktivasi dengan sabun.

4.2 Saran

Hindari kontak langsung dengan orang yang terinveksi influenza. Biasakan mencuci
tangan sebelum dan setelah melakukan kegiatan. Jika telah terinfeksi influenza, segeralah
periksa kedokter terdekat.
DAFTAR PUSTAKA

http://niarahayu9.blogspot.com/2011/12/influenza.html

http://keperawatanadil.blogspot.com/2007/11/askep-influenza.html

http://priskamaharani86.wordpress.com/2012/12/

http://priskamaharani86.wordpress.com/author/priskamaharani86/

Sumantri, Imam. 2008. Asuhan Keperawatan Sistem Pernafasan. Jakarta: Erlangga.

Diposkan oleh dwi novita sari di 07.28

Anda mungkin juga menyukai