Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN

DIABETES MELLITUS

TUGAS MATA KULIAH : KEPERAWATAN DEWASA SISTEM MUSKULOSKELTAL,

INTEGUMEN, PERSEPSI SENSORI DAN PERSYARAFAN

DOSEN PENGAMPU : Ns. Debby Hatmalyakin, M. Kep

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4

1. Eduardus Oktaviandy

2. Ernawati

3. Iska Yetty

4. Kornelia Neli

5. Marselin Pabia

6. Popilianus Nikolaus

7. Reo Lesmana

TAHUN 2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus
tepat pada waktunya. Dalam Penulisan makalah ini penulis masih banyak kekurangan, baik
pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Didalam
makalah ini terdiri dari 3 bab. Pada bab pertama membahas tentang latar belakang, rumusan
masalah,. Dalam bab kedua membahas tentang Tinjauan Teoritis Diabetes Mellitus yang
terdiri dari Definisi, Etiologi, Kalsifikasi, Patofisiologi, Patways, Manifestasi Klinis,
Pemeriksaan Penunjang, Penatalaksanaan dan Komplikasi ,bab 3 membahas tentang Asuhan
Keperawatan secara teoritis yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, dan intervensi
keperawatan, dilanjutkan dengan kesimpulan. Makalah ini juga dilengkapi dengan daftar
pustaka. Dalam penyusunan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca.Sekian penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Pontianak, 14 Oktober 2023

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1


A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Tujuan Penulisan......................................................................................6

BAB II TINJUAN TEORITIS ...............................................................................7


A. Definis......................................................................................................7
B. Etiologi.....................................................................................................11
C. Klasifikasi................................................................................................13
D. Patofisiologi.............................................................................................14
E. Patways....................................................................................................16
F. Manifestasi Klinis....................................................................................17
G. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................18
H. Penatalaksanaan ......................................................................................19
I. Komplikasi...............................................................................................26

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS ............................30


A. Pengkajian ...............................................................................................30
B. Diagnosa Keperawatan ...........................................................................31
C. Intervensi Keperawatan .........................................................................33

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus adalah penyakit persisten dengan masalah metabolisme

yang digambarkan oleh kadar glukosa yang melampaui titik batas normal

(Pangribowo, 2021). Diabetes mellitus tipe 1 adalah diabetes yang disebabkan oleh

peningkatan kadar glukosa dalam darah karena kerusakan pada sel beta pankreas

sehingga tidak ada produksi insulin dalam kapasitas apa pun. Insulin adalah zat yang

dihasilkan pankreas untuk menangani metabolisme glukosa dalam darah. Penderita

diabetes jenis ini memerlukan pemasukan insulin dari luar tubuh. Sedangkan Diabetes

Mellitus Tipe 2 adalah diabetes yang disebabkan oleh peningkatan glukosa akibat

penurunan produksi insulin oleh organ pankreas yang rendah (Pangribowo, 2021).

Diabetes mellitus gestasional adalah diabetes yang digambarkan dengan

peningkatan glukosa selama kehamilan. Masalah ini umumnya terjadi sekitar hari ke-

24 kehamilan dan kadar glukosa akan kembali normal setelah persalinan

(Pangribowo, 2021).

Dalam jurnal Harsismanto , Padila, & Andri (2021) Berdasarkan penelitian

World Health Oranization (WHO) memperkirakan bahwa lebih dari 346 juta

orang di seluruh dunia mengidap diabetes. Jumlah ini kemungkinan akan lebih dari

dua kali lipat pada tahun 2030 tanpa intervensi. Hampir 80% kematian diabetes

terjadi di Negara berpenghasilan rendah dan menengah. Menurut laporan WHO,

India saat ini mempunyai jumlah terbesar didunia dengan lebih dari 32 juta

pasien dengan diabetes mellitus dan jumlah ini diprediksikan meningkat menjadi

79,4 juta pada tahun 2030 (Harsismanto , Padila, & Andri, 2021). Diabetes

mellitus kini tumbuh menjadi masalah kesehatan dunia, Internasional diabetes

1
federation (IDF) menunjukkan prevalensi Diabetes Mellitus didunia dari 371 juta

kasus pada 2012 meningkat 55% menjadi 592 juta pada 2035 (Harsismanto ,

Padila, & Andri, 2021). Dalam jurnal Harsismanto, Padila & Andri (2021) disebutkan

bahwa hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ma’ruf & Palupi (2021)

didapatkan bahwa pasien Diabetes Mellitus tipe 2 merasa terganggu kualias

hidupnya secara fisik yaitu pada segi aktifitas, terapi medis, istirahat, serta rasa

sakit. Pasien Diabetes Mellitus yang melakukan rawat jalan merasa jenuh dan

frustasi harus melakukan terapi medis yang berulang ulang tetapi tidak

mengalami perubahan pada kesehatan yang lebih baik. Dalam jurnal Harsismanto,

Padila, & Andri (2021) disebutkan bahwa penelitian lainnya dilakukan oleh Teli

(2017) Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan kualitas hidup pasien

Diabetes Mellitus tipe 2 pada semua aspek kesehatan antara lain fungsi

fisik,fungsi sosial, kesehatan mental, kesehatan umum, nyeri, perubahan peran

akibat masalah fisik, perubahan peran akibat masalah emosional dengan nilai <80

(Harsismanto , Padila, & Andri, 2021). International Diabetes Federation (IDF)

memperkirakan bahwa sekitar 463 juta orang berusia 20-79 tahun di dunia akan

mengalami efek buruk diabetes pada tahun 2021 atau setara dengan laju normal 9,3%

dari populasi total pada usia yang sama. Angka ini diandalkan untuk terus meningkat

hingga mencapai 578 juta pada 2030 dan 700 juta pada 2045 (Pangribowo, 2021).

Negara-negara di Arab-Afrika Utara, dan Pasifik Barat merupakan posisi pertama dan

kedua dengan prevalensi diabetes yang paling signifikan pada populasi berusia 20-79

tahun di antara 7 negara di dunia, secara terpisah 12,2% dan 11,4%. Wilayah Asia

Tenggara, Indonesia menempati posisi ketiga dengan keserupaan 11,3%.

International Diabetes Federation (IDF) juga telah meningkatkan jumlah penderita

diabetes pada populasi berusia 20-79 tahun di beberapa negara di dunia, 10 negara

dengan jumlah korban terbanyak, yaitu 10,7 juta. Indonesia merupakan negara posisi

2
pertama di Asia Tenggara pada nominasi tersebut yaitu sekitar 19,47 juta di tahun

2021 sehingga secara umum besarnya jumlah presentase penderita penyakit diabetes

mellitus di Indonesia mendominasi di Asia Tenggara (Pangribowo, 2021). Mengingat

karena penilaian jumlah penderita Diabetes Mellitus di Surabaya tahun 2021 yang

dibedah oleh ahli spesialis atau indikasi adalah 3,3% (Pangribowo, 2021). Penderita

diabetes melitus di RSPAL Dr. Ramelan Surabaya berdasarkan data Opname rekam

medis pada tahun 2020 sebanyak 70 orang untuk Diabetes Melitus tipe 1 dan 2 dan

pada tahun 2021 (Juli sampai Desember) lebih dari 50 orang dengan Diabetes Melitus

tipe 1 dan Diabetes Melitus tipe 2 (Rekam Medis rspal, 2021).

Diabetes mellitus adalah masalah konstan yang digambarkan oleh kekurangan

insulin langsung dalam pengolahan pati, lemak dan digambarkan dengan kadar

glukosa darah melebihi standar yang menyebabkan masalah dengan asimilasi gula,

lemak dan protein. Namun, dapat dikontrol dengan tujuan agar glukosa tetap stabil.

Faktor-faktor yang membantu terjadinya diabetes mellitus juga berasal dari usia,

keturunan, gerakan statis, berat badan, stres, gaya hidup saat ini dan penggunaan

obatobatan serta mempengaruhi terjadinya kerusakan serius pada banyak sistem

tubuh, terutama saraf dan pembuluh darah. Dalam konstruksi tertentu,

mononeuropati, membuat lengan atau kaki tiba-tiba lemah (Febrinasari, Sholikah,

Pakha, & Putra, 2020).

Diabetes Mellitus Tipe 1 Pada diabetes tipe 1 terjadi kegagalan produksi

insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses sistem imun.

Hiperglikemia puasa terjadi karena produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.

Selain itu, glukosa dari makanan tidak dapat disimpan di hati meskipun tetap berada

3
di dalam darah dan menyebabkan hiperglikemia postprandial (setelah makan)

(Suyono & waspadji, 2013).

Dengan asumsi konvergensi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak

dapat menyerap kembali semua glukosa yang disaring, sehingga glukosa muncul

dalam urin (glukosuria). Ketika kelebihan glukosa dikeluarkan dalam urin, pelepasan

ini diikuti oleh cairan dan elektrolit yang berlebihan. Kondisi ini disebut diuresis

osmotik. Karena kemalangan cairan selangit, pasien akan mengalami peningkatan

buang air kecil (poliuria) dan haus (polidipsia) (Suyono & waspadji, 2013).

Kekurangan insulin juga akan menghambat pencernaan protein dan lemak

yang mendorong penurunan berat badan. Pasien mungkin mengalami sering lapar

(polifagia), karena simpanan kalori yang berkurang. Manifestasi yang berbeda

mencakup kelelahan dan kelemahan (Suyono & waspadji, 2013). Dalam kondisi

normal, insulin mengontrol glikogenolisis (pemecahan glukosa yang dibuang) dan

glukoneogenesis (pengaturan glukosa baru dari asam amino dan zat lain), tetapi pada

pasien yang kekurangan insulin, interaksi ini akan terjadi tanpa hambatan dan juga

akan menambah hiperglikemia (Suyono & waspadji, 2013). Selanjutnya, akan terjadi

pemecahan lemak yang menyebabkan pembentukan badan keton yang lebih luas yang

merupakan hasil pemecahan lemak. Badan keton adalah asam yang mengganggu

keseimbangan basa korosif tubuh dengan asumsi jumlahnya selangit (Suyono &

waspadji, 2013). Ketoasidosis selanjutnya dapat menimbulkan tanda dan indikasi,

misalnya sakit perut, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau CH3)2CO dan bila

tidak diobati akan menyebabkan perubahan kesadaran, kelesuan yang hebat bahkan

pingsan. Pengaturan insulin bersama cairan dan elektrolit tergantung pada situasinya

akan dengan cepat mengatasi anomali metabolik ini dan mengalahkan efek samping

hiperglikemia dan ketoasidosis (Suyono & waspadji, 2013). Diet dan olahraga yang

4
diikuti dengan pengamatan kadar glukosa secara berurutan merupakan bagian penting

dari pengobatan (Suyono & waspadji, 2013).

Diabetes melitus tipe 2, Pada diabetes mellitus tipe 2, ada dua masalah utama

yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin spesifik dan penurunan

emisi insulin (Suyono & waspadji, 2013). Biasanya insulin akan mengikat reseptor

unik pada permukaan sel. Karena insulin membatasi reseptor ini, perkembangan

respons terjadi dalam pencernaan glukosa di dalam sel (Suyono & waspadji, 2013).

Obstruksi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 disertai dengan penurunan respon

intraseluler ini. Dengan cara ini insulin menjadi tidak memadai untuk menghidupkan

pengambilan glukosa oleh jaringan (Suyono & waspadji, 2013).

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah perkembangan glukosa

dalam darah, perlu dilakukan peningkatan jumlah insulin yang dikeluarkan (Suyono

& waspadji, 2013). Pada pasien dengan gangguan ketahanan glukosa, kondisi ini

terjadi karena emisi insulin yang tidak perlu dan kadar glukosa akan dipertahankan

pada tingkat yang khas atau agak meningkat. Bagaimanapun, jika sel beta tidak dapat

tetap menyadari kebutuhan insulin yang meningkat, kadar glukosa akan meningkat

dan terjadi diabetes mellitus tipe 2 (Suyono & waspadji, 2013). Terlepas dari

penghambatan emisi insulin yang merupakan tanda diabetes mellitus tipe 2, masih ada

insulin yang cukup untuk mencegah pemecahan lemak dan pembentukan badan

keton. Dengan demikian, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes mellitus

tipe 2. Bagaimanapun, diabetes mellitus tipe 2 yang tidak terkontrol dapat

menyebabkan masalah serius lainnya yang disebut kondisi hiperglikemik

hiperosmolar nonketoik (HHNK) (Suyono & waspadji, 2013).

Diabetes melitus tipe 2 umumnya normal pada penderita diabetes yang berusia

lebih dari 30 tahun dan bertubuh kekar. Karena kelebihan glukosa yang lambat

(selama bertahun-tahun) dan progresif, awal diabetes tipe 2 bisa tidak terdeteksi.

5
Dengan asumsi pasien memiliki gejala, mereka mencakup kelelahan, sensitif,

poliuria, polidipsia, luka kulit yang membutuhkan waktu lama untuk sembuh, infeksi

vagina atau penglihatan kabur (jika kadar glukosa sangat tinggi) (Suyono & waspadji,

2013).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan identifikasi Asuhan Keperawatan pasien dengan
Diabetes Mellitus
2. Tujuan Khususnya
a. Melakukan Pengkajian keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus
b. Membuat perumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Diabetes
Mellitus
c. Membuat intervensi keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus

6
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi

Diabetes Mellitus adalah suatu kondisi ketika tubuh tidak dapat membuat

atau menggunakan insulin (zat kimia yang membawa glukosa darah ke sel dan

menyimpannya sebagai glikogen) (Febrinasari, Sholikah, Pakha, & Putra,

2020). Dengan cara ini, hiperglikemia terjadi disertai dengan masalah

metabolisme yang berbeda karena masalah hormonal, termasuk ketidakteraturan

dalam pencernaan karbohidrat, protein, dan lemak dan menyebabkan berbagai

gangguan konstan pada organ-organ tubuh (Febrinasari, Sholikah, Pakha, &

Putra, 2020)

Diabetes Mellitus adalah berbagai efek samping yang muncul pada

seseorang yang disebabkan oleh peningkatan kadar (glukosa) karena

kekurangan insulin, baik langsung maupun relatif. Diabetes melitus merupakan

penyakit infeksi degeneratif yang bersifat berkelanjutan yang jumlahnya terus

meningkat dari tahun ke tahun (Suyono & waspadji, 2013).

Diabetes Mellitus adalah penyakit persisten yang terjadi baik ketika

pankreas tidak menghasilkan cukup insulin atau ketika tubuh tidak berhasil

memanfaatkan insulin yang dihasilkannya (Suyono & waspadji, 2013). Diabetes

Mellitus adalah masalah metabolisme berkelanjutan yang digambarkan oleh

kadar glukosa yang tinggi karena ketidakcukupan kerja insulin. Hal ini dapat

disebabkan oleh terhambatnya atau tidak cukupnya pembuatan insulin oleh sel

beta Langerhans di pankreas atau disebabkan oleh tidak adanya respon sel tubuh

terhadap insulin (Suyono & waspadji, 2013).

7
Anatomi Fisiologi
Anatomi fisiologi pankreas menurut Banjarnahor & Wangko (2013) adalah :
1. Anatomi Pankreas

Pankreas letaknya melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster


didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus
limpa diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan
dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang
lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior
berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus
unsinatis pankreas. Pankreas itu sendiri terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
a. Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan
getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung
kedalam darah.
Pankreas manusia itu sendiri mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans,
setiap pulau langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi
pembuluh darah kapiler (Banjarnahor & Wangko, 2013).
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel alfa, beta

dan delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak

terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin (Banjarnahor &

Wangko, 2012). Granula sel B adalah bungkusan insulin dalam sitoplasma sel.

Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan spesies yang lain. Dalam

sel B molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng.

Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam

ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam

reticulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia

dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke

8
dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin

ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis

sel B serta pembuluh kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk

mencapai aliran darah. Sel alfa mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel

mensekresikan glukagon. Sel delta merupakan 10 % dari seluruh sel

mensekresikan somatostatin (Banjarnahor & Wangko, 2012).

2. Fisiologi Pankreas

Pankreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi yaitu sebagai

kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin (Banjarnahor & Wangko, 2012).

Kelenjar eksokrin menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat

menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat, Sedangkan endokrin

menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang memegang peranan penting

pada metabolisme karbohidrat (Anggraini & Leniwita, 2019).

Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa

hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans. Hormon-

hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang menurunkan kadar

glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa

darah yaitu glukagon (Anggraini & Leniwita, 2019). Fisiologi Insulin :

Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan

timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormon lainnya,

contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat

sekresi glukagon dan insulin (Banjarnahor & Wangko, 2012). Kepulauan

Langerhans membentuk organ endokrin yang menyekresikan insulin, yaitu

sebuah homron antidiabetika, yang diberikan untuk pengobatan pada penderita

diabetes. Insulin adalah sebuah protein yang dapat turut dicernakan oleh enzim-

9
enzim pencerna protein dan karena itu tidak diberikan melalui mulut melainkan

dengan suntikan subkutan (Banjarnahor & Wangko, 2012).

Insulin berguna untuk mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan

sebagai pengobatan pada penderita diabetes, insulin akan memperbaiki

kemampuan sel tubuh untuk mengasorbsi dan menggunakan glukosa dan lemak

(Banjarnahor & Wangko, 2012).

Kekurangan insulin baik absolut maupun relatif, menyebabkan

seseorang menderita diabetes melitus, suatu penyakit kompleks yang bila tidak

ditangani dapat menimbulkan banyak komplikasi. Kekurangan glukagon dapat

menimbulkan hipoglikemia, dan kelebihan glukagon menyebabkan diabetes

(Banjarnahor & Wangko, 2012).

a. Sintesis Insulin

Insulin disintesis oleh sel-sel beta, terutama ditranslasikan oleh

ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma (mirip sintesis

protein) dan menghasilkan praprohormon insulin dengan berat molekul

sekitar 11.500 (Banjarnahor & Wangko, 2012).

b. Sekresi Insulin

Sekresi insulin merupakan proses yang memerlukan energi dengan

melibatkan sistem mikrotubulus-mikrofilamen dalam sel B pada pulau

Lengerhans. Sejumlah kondisi intermediet turut membantu pelepasan

insulin : Glukosa apabila kadar glukosa darah melewati ambang batas

normal yaitu 80-100 mg/dL maka insulin akan dikeluarkan dan akan

mencapai kerja maksimal pada kadar glukosa 300-500 mg/dL

(Banjarnahor & Wangko, 2012).

10
Anatomi Pankreas Sumber : (Anggraini & Leniwita, 2019)

B. Etiologi

Diabetes Mellitus dikelompokkan menjadi tiga, yaitu diabetes melitus tipe 1

(diabetes ketergantungan insulin) dan diabetes melitus tipe 2 (diabetes tidak

ketergantungan insulin), dan diabetes karena kehamilan (Aini & Aridiana, 2016).

1. Diabetes tipe-1 Ini adalah kondisi sistem kekebalan yang menyebabkan

penghancuran sel beta pankreas, menyebabkan kekurangan insulin secara

langsung. Pada diabetes mellitus tipe 1, sistem kekebalan tubuh sendiri secara

eksplisit menyerang dan melenyapkan sel-sel pembuat insulin di pankreas (Aini

& Aridiana, 2016).

2. Diabetes tipe-2

Diabetes jenis ini merupakan jenis diabetes yang paling banyak dikenal.

Penyebabnya berfluktuasi dari resistensi insulin yang berlebihan dengan

kekurangan insulin relatif hingga pelepasan insulin dengan obstruksi insulin

(Aini & Aridiana, 2016). Dalam Buku (Aini & Aridiana, 2016) Penyebab

11
obstruksi insulin pada diabetes tidak sepenuhnya jelas, namun banyak factor yang

berperan antara lain sebagai berikut :

a. Kelainan genetik
b. Usia.
Sebagian besar, orang mengalami pembusukan fisiologis yang secara drastis
berkurang dengan cepat pada usia 40 tahun. Pengurangan ini akan
mengakibatkan berkurangnya kemampuan endokrin pankreas untuk
memproduksi insulin.
c. Gaya hidup dan stress.

Stress pada umumnya akan membuat individu mencari makanan murah yang

kaya akan aditif, lemak, dan gula. Sumber makanan ini sangat

mempengaruhi produksi pankreas. Stres juga akan meningkat diproduksi

oleh pencernaan dan meningkatkan kebutuhan sumber energi yang

menyebabkan peningkatan produksi pankreas. Beban yang tinggi membuat

pankreas secara efektif dirugikan, menyebabkan penurunan insulin.

d. Pola makan yang salah.

Kelebihan berat badan meningkatkan risiko diabetes.

e. Obesitas (terutama pada abdomen)

Kelebihan berat badan membuat sel beta pankreas mengalami hipertrofi

sehingga mempengaruhi penurunan produksi insulin.

f. Infeksi

Bagian organisme mikroskopis atau infeksi ke dalam pankreas akan

menyebabkan kerusakan sel-sel pankreas. Kerusakan ini menyebabkan

berkurangnya kapasitas pankreas.

g. Diabetes mellitus gestational (DMG)

Diabetes disebabkan oleh resistensi insulin selama kehamilan dan insulin

biasanya kembali bekerja seperti biasa setelah persalinan.

12
C. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Ada 4 jenis klasifikasi Diabetes Melitus menurut (American Diabetes Association, 2018)
antara lain :

1. Diabetes melitus tipe 1

Dengan penyakit ini banyak sekali menyerang orang-orang dari segala usia,
biasanya terjadi pada anak-anak ataupun orang dewasa muda. Orang dengan penyakit
diabetes tipe ini tentu membutuhkan insulin setiap hari untuk bisa mengendalikan kadar
glukosa dalam darahnya. Orang yang tanpa insulin pada penderita diabetes melitus tipe
1 akan menyebabkan kematian. Orang yang memiliki penyakit diabetes melitus tipe 1
juga memiliki gejala seperti : kehausan dan mulut kering yang tidak normal, sering
buang air kecil, kurangnya energi,terasa lemas, merasa lapar terus menerus, penurunan
berat badan yang tiba-tiba, dan penglihatan kabur.

Angka penderita diabetes melitus tipe 1 terus meningkat, alasannya masih belum
jelas mungkin karena adanya faktor didalam lingkungan atau infeksi yang disebabkan
oleh virus.

2. Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes tipe 2 ini adalah tipe yang sangat tinggi yang sering terjadi pada
penderita diabetes. Diabetes tipe 2 ini lebih banyak menyerang orang dewasa, namun
saat ini meningkat pada anak-anak dan remaja. Pada diabetes melitus tipe 2 ini, tubuh
bisa memproduksi insulin namun insulin menjadi resisten sehingga insulin menjadi
tidak efektif bagi tubuh dan semakin lama kadar insulin menjadi tidak mencukupi .
Resistensi insulin dan penurunan kadar insulin, sama-sama menyebabkan kadar glukosa
darah tinggi.

3. Diabetes Melitus tipe lain

Diabetes melitus tipe lain merupakan penyakit gangguan metabolic yang


ditandai oleh kenaikan gula darah akibat efek genetik fungsi sel beta,efek genetik
kerja insulin , penyakit eksorin .endokrinopati,karena obat atau zat
kimia ,infeksi,sebab imunolgi yang jarang, sindrom genetik lain yang berkaitan
dengan diabetes melitus.

4. Diabetes Gestasional

Wanita dengan kadar glukosa darah sedikit meningkat diklasifikasikan


memiliki diabetes melitus pada kehamilan . diabetes pada kehamilan mulai terjadi

13
pada trimester kedua atau ketiga sehingga perlu dilakukan skrining atau tes toleransi
glukosa pada semua Wanita hamil dengan usia kehamilan antara 24 sampai 28
minggu (Ernawati,2013). Wanita yang terdeteksi hiperglikemia beresiko lebih besar
mengalami kerugian. Wanita yang dengan hiperglikemia selama kehamilan dapat
mengontrol kadar glukosa darah dengan melakukan diet yang sehat, olahraga ringan
dan pemantauan gula darah. Dalam beberapa kasus, insulin yang diberikan maupun
obat oral dapat diberikan.

D. Patofisiologi
Patofisiologi utama yang mendasari terjadinya kasus Diabetes Mellitus tipe 2 secara
genetik adalah resistensi insulin dan defek fungsi sel beta pankreas.
Resistensi insulin merupakan kondisi umum bagi orang-orang dengan obesitas. Insulin tidak
dapat bekerja secara optimal di sel otot, lemak, dan hati sehingga memaksa pankreas
mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih banyak. Ketika produksi insulin oleh sel
beta pankreas tidak adekuat guna mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, maka kadar
glukosa darah akan meningkat, pada saatnya akan terjadi hiperglikemia kronik. Hiperglikemia
kronik pada Diabetes Mellitus tipe 2 semakin merusak sel beta di satu sisi dan memperburuk
resistensi insulin di sisi lain, sehingga penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 semakin progresif
(Suyono & waspadji, 2013).
Pada perjalanan penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 terjadi penurunan fungsi sel beta
pankreas dan peningkatan resistensi insulin yang berlanjut sehingga terjadi hiperglikemia
kronik dengan segala dampaknya. Hiperglikemia kronik juga berdampak memperburuk
disfungsi sel beta pankreas (Suyono & waspadji, 2013).
Sel beta pankreas merupakan sel yang sangat penting diantara sel lainnya seperti sel alfa, sel
delta, dan sel jaringan ikat pada pankreas. Disfungsi sel beta pankreas terjadi akibat
kombinasi faktor genetik dan faktor lingkungan. Jumlah dan kualitas sel beta pankreas
dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain proses regenerasi dan kelangsungan hidup sel beta
itu sendiri, mekanisme selular sebagai pengatur sel beta, kemampuan adaptasi sel beta
ataupun kegagalan mengkompensasi beban metabolik dan proses apoptosis sel (Suyono &
waspadji, 2013).
Terjadinya luka di kaki diawali dengan hiperglikemia pada penderita diabetes melitus
yang menyebabkan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah vena (Suyono & waspadji,
2013). Neuropati, neuropati sensorik dan saraf otonom akan menyebabkan perubahan yang
berbeda pada kulit dan otot yang kemudian, menyebabkan perubahan dalam penyampaian
ketegangan pada bagian bawah kaki dan juga akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya
ketidakberdayaan terhadap kontaminasi membuat penyakit menyebar secara efektif menjadi

14
kontaminasi yang tak terhindarkan (Suyono & waspadji, 2013). aliran darah yang berkurang
juga akan menambah kerumitan kaki diabetik (Suyono & waspadji, 2013).
Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu
masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk
keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar (Suyono & waspadji, 2013).
Dengan adanya gangguan pada saraf outonom pengaruhnya adalah terjadinya perubahan
tonus otot yang menyebabkan abnormalnya aliran darah (Suyono & waspadji, 2013). Dampak
lain adalah adanya neuropati perifer yang mempengaruhi saraf sensori dan sistem motorik
yang menyebabkan hilangnya sensasi nyeri, tekanan dan perubahan suhu (Suyono &
waspadji, 2013).

15
E. Patways

16
F. Manifestasi Klinis
Menurut Febrinasari, Sholikah, Pakha, & Putra (2020) Manifestasi Klinik

Diabetes Melitus yaitu sebagai berikut :

1. Diabetes Tipe I

a. Hiperglikemia berpuasa

b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia

c. Keletihan dan kelemahan

d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau

buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)

2. Diabetes Tipe II

a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif

b. Gejala mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka di

kulit yang sembuhnya lama, infeksi pada vaginal, penglihatan yang kabur .

c. Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer).

3. Ulkus Diabetikum

Ulkus diabetik karena micro angiopati juga disebut borok panas meskipun

mereka adalah nekrotik, daerah akral terlihat merah dan terasa panas oleh iritasi

dan biasanya terlihat pembuluh darah distal yang berdenyut (Febrinasari,

Sholikah, Pakha, & Putra, 2020). Perjalanan mikroangiopati menyebabkan

penyumbatan pembuluh darah, dalam buku (Febrinasari, Sholikah, Pakha, &

Putra, 2020) emboli yang intens memberikan indikasi klinis 5 P, yaitu :

a. Pain (nyeri)

b. Paleness (kepucatan)

c. Paresthesia (kesemutan)

d. Pulselessness (denyut nadi hilang)

e. Paralysis (lumpuh).

17
Dalam Buku Febrinasari, Sholikah, Pakha, & Putra (2020) Bila terjadi sumbatan

kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:

a. Stadium I : Asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

b. Stadium II : Terjadi klaudikasio intermiten.

c. Stadium III : Timbul nyeri saat istitrahat.

d. Stadium IV : Terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).


G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis Diabetes Melitus dapat

ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah (Suyono & waspadji, 2013).

Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara

enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat

dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan

glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria (Suyono

& waspadji, 2013).

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita Diabetes Melitus. Dalam

(Aini & Aridiana, 2016), Kecurigaan adanya Diabetes Melitus perlu dipikirkan

apabila terdapat keluhan seperti :

1. Keluhan klasik Diabetes Melitus : poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2. Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal ,mata kabur, dan disfungsi ereksi

pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Dalam buku Aini & Aridiana (2016) Hasil pemeriksaan yang tidak

memenuhi kriteria normal atau kriteria Diabetes Melitus digolongkan kedalam

kelompok prediabetes yang meliputi : toleransi glukosa terganggu (TGT) dan

glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

18
1. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) : Hasil pemeriksaan glukosa plasma

puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma

2jam<140mg/dl (Suyono & waspadji, 2013).

2. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) : Hasil pemeriksaan glukosa plasma2-jam

setelah TTGO antara 140-199mg/dl dan glukosa plasma puasa <100mg/dl.

3. Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT.

4. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan

HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4% (Suyono & waspadji, 2013).

Kader Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis Diabetes Mellitus dan Prediabetes

HbA1c(%) Glukosa Darah Puasa Glukosa Plasma 2 jam


(mg/dL) setelah TTGO (mg/dL)
Diabetes >6,5 >126 mg/dL >200 mg/dL
Prediabetes 5,7 – 6,4 100 – 125 mg/dL 140 – 199 mg/dL
Normal <5,7 <100 mg/dL <140 mg/dL
Sumber : Perkeni, 2015

H. Penatalaksanaan
1. Terapi farmakologi/medis
a. Obat-Obatan Penurun Gula Darah

Menurut (Mughfuri, 2016) penderita diabetes tipe I tidak dapat


membuat insulin karena sel-sel beta pankreas mereka rusak atau hancur.
Oleh karena itu penderita diabetes melitus membutuhkan suntikan insulin
untuk mendukung tubuh mereka untuk memproses dan menghindari
komplikasi dari hiperglikemia. Penderita diabetes tipe 2 tidak merespons
dengan baik atau resistan insulin. Membutuhkan suntikan insulin untuk
membantu mengelola gula sehingga mencegah komplikasi jangka panjang
dari penyakit ini. Penderita diabetes tipe 2 mungkin pertama kali diobati
dengan obat oral, bersama dengan diet dan olahraga. Oleh karena diabetes
tipe 2 adalah kondisi progresif, semakin lama seseorang memiliki itu,
semakin besar kemungkinan mereka akan membutuhkan insulin untuk

19
menjaga kadar gula darah. Berbagai jenis insulin yang digunakan untuk
mengobati diabetes adalah sebagai berikut.
1). Rapid-acting.
Insulin Ini mulai bekerja kira-kira 15 menit setelah injeksi dan puncak
di sekitar satu jam tapi terus bekerja selama dua sampai empat jam.
Obat ini biasanya diberikan sebelum makan dan di samping insulin
long-acting.
2). Insulin short-acting
Ini mulai bekerja kira-kira 30 menit setelah injeksi dan puncak pada
sekitar dua sampai tiga jam tapi akan terus bekerja selama tiga sampai
enam jam. Obat ini biasanya diberikan sebelum makan dan di samping
insulin long-acting.
3). Intermediate-acting insulin

Mulai bekerja sekitar dua sampai empat jam setelah inseksi dan
puncak kira-kira 4-12 jam kemudian dan terus bekerja selama 12-18
jam. Obat ini biasanya diminum dua kali sehari dan di samping insulin
rapid-acting atau short-acting.
4). Long-acting insulin

Insulin kerja panjang Ini mulai bekerja beberapa setelah injeksi dan
bekerja selama kurang lebih 24 jam. Jika perlu, sering digunakan
dalam kombinasi dengan insulin kerja-cepat atau kerja-pendek.

Table jenis-jenis insulin


Repid-acting insulin Insulin lispro Humalog mix 25

Insulin asprat Novalog•

Insulin glulisine Apidra

Short-acting insulin Insulin reguler Humulin (Eli Lily)

Intermediate-acting insulin Insulin NPH Humulin N. novalin N

Long-acting insulin Insulin determin Levemir

20
Insulin glargine Lantus

Insulin kombinasi

Insulin asprat protamine dan Novamix 30


insulin asprat

Insulin protamine dan lispto Humalog• Mix 50/50™ humalog•


Mix 75/25™

Insulin NPH dan insulin Humulin• 30/70 (suspense insulin NPH 70%
[intermediate acting] dan larutan insulin
regular
regular 30% [short acting)

Pengobatan Diabetes melitus (Marisa, dkk, 2014) Berikut penjelasan singkat


obatobatan pada DM:
1. Sulfonilurea.

Kelompok obat ini mencakup asetoheksamida, klorpropamida,


glibenklamida, gliklazida, tolzamida, tolbutamida, dan lain-lain.

Sulfonilurea adalah obat-obatan pilihan pertama yang diberikan bagi


pengelolaan diabetes yang tidak tergantung pada insulin. Obat ini merangsang
pelepasan insulin oleh sel-sel beta dari pulau-pulau Langerhans di dalam
pankreas. Namun, obat ini tidak merangsang produksi insulin. Sulfonilurea
biasanya direkomendasikan 30 menit sebelum makan untuk mendapatkan hasil
yang terbaik.
2. Biguanida

Sebuah contoh dari kelompok obat-obatan ini adalah Metformin. Obat


ini menurunkan penyerapan karbohidrat dan memajukan oksidasi
korbohidrat di dalam jaringan. Oksidasi adalah proses di mana kandungan
oksigen pada suatu senyawa kimia meningkat. Biguanida juga mengurangi
pengubahan lemak dan protein menjadi glukosa di dalam hati.

3. Insulin

21
Insulin dari luar diberikan untuk memenuhi kekurangan insulin dalam
tubuh dan untuk menjaga agar sel-sel beta pankreas tidak mengalami kelelahan
dalam memproduksi insulin. Insulin hanya dapat diberikan melalui suntikan,
dengan menyuntikkan jarum yang sangat kecil ke bawah kulit pada lengan,
paha, atau dinding perut.
Ada 5 golongan obat antidiabetes oral, yaitu sebagai berikut:

a. Golongan Sulfonilurea

Sulfonilurea memiliki mekanisme kerja dengan meningkatkan


sekresi insulin, meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap insulin, dan
menurunkan sekresi glucagon. Indikasi penggunaan indikasi pengguanaan
sulfonylurea adalah untuk terapi Diabetes melitus tipe 2. Sedangkan
kontraindikasinya adalah pada pasien menyusui,ketoasidosis (kondisi yang
terjadi ketika tubuh tidak mampu menggunakan glukosa sebagai sumber
energy akibat kurangnya kadar insulin), dan gangguan ginjal. sulfonylurea
memiliki efek samping hipoglikemi dan terjadinya rash (menurunnya kadar
gula darah menjadi di bawah normal), gangguan pencernaan, mual, dan
anemia.

Ada 3 jenis sulfonil urea, yaitu :

1). Sulfonilurea short acting, contohnya adalah tolbutamin.

Jenis short acting memiliki sifat absorpsinya (penyerapan) cepat dan


tidak dipengaruhi oleh makanan. Efek sampingnya bisa menyebabkan
hipoglikemi dan terjadinya rash (kemerahan) di kulit serta gangguan
pencernaan.
2). Sulfonilurea intermediate acting, contohnya :

a). Acetoheksamid: memiliki sifat absorpsinya cepat dan berefek diuretik


lemah (tidak terlalu berefek memperbanyak pengeluaran urin).
b). Tolazamid: absorsinya lambat

c). Gliburid: absorsinya cepat, berefek diurik lemah dan menghambat


produksi glukosa di hepar (hati).
d). Glipizid : absorpsi cepat dan dapat dihambat oleh makanan

22
3). Sulfonilurea long acting: Klorpropamide dan glibenklamid Keduanya
memiliki sifat absorpsi yang cepat, berefek samping hipoglikemi, dan
bukan pilihan obat DM yang baik untuk pasien lansia.
Glibenklamid bekerja dengan merangsang sekresi insulin dari pankreas.
Oleh karena itu glibenklamida hanya bermanfaat pada penderita diabetes
dewasa yang pankreasnya masih mampu memproduksi insulin. Pada
penggunaan per oral glibenklamida diabsorpsi sebagian secara cepat dan
tersebar keseluruh cairan ektrasel, sebgaian besar terikat dengan protein
plasma. Pemberian glibenklamida dosis tunggal akan menurunkan kadar
gula darah dalam 3 jam dan kadar ini dapat bertahan selama 15 jam.
Glibenklamida diekresikan bersama feses dan metabolism bersama urin.
b. Golongan Biguanid

Yang termasuk golongan ini adalah Metformin. Metformin bekerja


dengan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan perifer dan
menghambat glukoneogenesis. Dalam bekerja, obat ini membutuhkan
insulin. Obat ini memiliki kelebihan tidak menimbulkan efek samping
hipoglikemi karena tidak merangsang sekresi insulin. Pada awal
penggunaan mungkin menimbulkan gangguan lambung atau diare, yang
akan berkurang jika diminum bersama makanan.
c. Golongan Glitazon

Salah satu contoh obat golongan ini adalah pioglitazone (Actos,


Deculin, Pionix). Obat ini bekerja dengan meningkatkan pengambilan
glukosa dalam darah yang berlebih agar bisa masuk ke sel lemak. Obat ini
meningkatkan sensitivitas insulin. Obat ini dapat diminum kapanpun,
hanya saja tidak boleh digunakan pada penderita gagal jantung. Edema
(bengkak) dan peningkatan berat badan juga sering menjadi masalah bagi
pemakai obat jenis ini.
d. Golongan Meglitinid

Contoh obat golongan ini adalah repaglinid dan nateglinid. Obat ini
bekerja seperti sulfonilurea, dengan efek samping yang sama yaitu bisa
menyebabkan hipoglikemi dan meningkatkan berat badan. Oleh karena
itu, sebaiknya obat diminum 30 menit sebelum makan.
e. Golongan Acarbose

23
Obat ini mampu mengurangi penyerapan glukosa di usus halus
sehingga mampu menurunkan kadar gula darah setelah makan. Obat ini
cukup aman, hanya sering menimbulkan gangguan pencernaan, diare,
dan sering buang angin. Dari segi efektifitas masih dibawah sulfonilurea
dan biguanid. Merek obat golongan ini yang terkenal adalah glucobay (3
kali sehari) dan harus diminum bersamaan dengan suapan pertama
makan.
2. Terapi Perawat/Nonfarmakologi
a. Perencanaan makan.
Makan makanan yang beraneka ragam yang bisa menjamin terpenuhnya
kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.
1). Sumber zat tenaga

Sumber tenaga antara lain beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,
kentang, sagu, roti, dan mie. Makanan sumber zat tenaga sangat penting
untuk mendukung aktivitas sehari-hari.
2). Sumber zat pembangun

Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan nabati antara
lain kacang-kacangan, tempe, tahu. Makanan sumber zat pembangun
yang berasal dari hewani antara lain telur, ikan, ayam, daging, dan susu.
Zat pembangun herperan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
kecerdasan seseorang.
3). Sumber zat pengatur

Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah


buahan. Makanan mengandung berhagai vitamin dan mineral yang
sangat berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ
tubuh.
4). Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi

Kebutuhan energi penyandang diabetes tergantung pada umur, ienis


kelamin, berat badan. tinggi badan, dan kegiatan fisik, keadaan penyakit
serta pengobatannya. Energi yang dinyatakan dinyatakan dengan satuan
kalori. Susunan makanan yang baik untuk penyandang diabetes yang

24
mengandung jumlalı kalori yang sesuai dengan kebutuhan masing-
masing orang. Komposisi makanan tersebut adalah sehagai berikut.
a). 110-15% protein

b). 20-25% lemak

c). 60-70% karbohidrat

5). Makanlah makanan sumber karbohidrat sebagian dan kebutuhan energy


(pilihlah karbohidrat kompleks dan seral, serta batasi karbohidrat
sederhana).

6). Karbohidrat kompleks atau tepung-tepungan.

Makanan sumber karbohidrat kompleks adalah padi-padian (beras,


jagung, gandum), umbi umbian (singkong, ubi jalar, kentangl, dan sagu.
7). Karbohidrat

Sederhana Makanan sumber karbohidrat sederhana adalah gula, sirup,


cekes), dan selai. Karbohidrat sederhana juga terdapat pada buah,
sayuraran, dan Susu. Bagi penderita diabetes anjuran konsumsi tidak
lebih dari 5% Total kalori (3-4 sendok) makan sehari.

8). Serat

Serat adalah bagian karbohidrat yang tak dapat dicerna. Serat banyak
terdapat pada buah-buahan, sayuran, padi-padian, dan produk sereal.
Makanan cukup serat memberi keurtungan pada penderita diabetes.
dengan alasan sebagai berikut.
i). Perasaan kenyang dan puas yang membantu mengendalikan napsu
makan dan pemurunan berat badan.
ii). Makanan tinggi serat biasanya rendah kalori. Membantu membuang
udara secara besar-besaran secara teratur.
iii). Memperlambat penyerapan glukusa darah sehingga mempunyai efek
pada penurunan glukosa darah.
iv). Menurunkan kadar lemak darah.

9). Batasi konsumsi lemek, minyak, dan setan sampai seperempat


kecukupan energi. Penyandang diabetes berisiko tinggi terkena risiko
penyakit jantung dan pen: bulun darah, karena inu lemak dan kolesteroi

25
dalan makanan perlu membangun. Untuk itu angan terlalu banyak
makan akanan yang digoreng. Apabila ingin. atasi tidak sedikit dari sats
lauk saja yang digoreng pada setrap kali makan. Selebinnya dapat
masuk dengan cara lain misalnya seperti dipanggang, dikukus, direbus,
dan dibakar. Kurangi mengonsumsi makanan tinggi kolesterol seperti
otak, kuning telur. ginjal, hati, daging berlemak, keju, dan mentega.
10). Gunakan garam yang beryodium (gunakan garam secukupnya saja)

Penyandang diabetes yang mempunyai tekanan darah tinggi (hipertensi)


sehingga perlu berhati-hati pada asupan natrium. Anjuran asupan
natrium untuk penyandang diabetes sama seperti untuk orang normal
yaitu +3.000 mg/hari yaitu kira-kira 6-7 gram (satu sendok teh) yang
digunakan.
11). Makanlah makan bersumber zat besi (Fe)

Untuk menghindari anemia yang banyak diderita oleh semua


penyandang diabetes maka perlu mengonsumsi zat besi yang cukup.
Bahan makanan sumber zat besi antara lain sayuran berwarna hijau dan
kacang kacangan.
12). Biasakan makan pagi

Pada penyandang diabetes, terutama yang menggunakan obat penurun


glukosa darah atau suntikan insulin, tidak makan pagi akan sangat
berisiko. Oleh karena menyebabkan hipogglikemia (penurunan kadar
gula darah).
13). Hindari minuman beralkohol

Kebiasaan minum-minuman beralkohol Kebiasaan minum beralkohol


dapat mengakibatkan terhambatnya proses penyerapatn zat gizi dan
hilangnya zat gizi yang penting bagi tubuh.

I. Komplikasi
Menurut Aini & Aridiana (2016), beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus

adalah :

1. Akut

26
a. hipoglikemia dan hiperglikemia

b. penyakit maskrovakuler : mengena pembuluh darah besar, penyakit

jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler)

c. penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,

nefropati.

d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom

berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler.

2. Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus

Neuropati diabetik, retinopati diabetik, nefropati diabetik, proteinuria,

kelainan koroner. Komplikasi yang dapat berkembang pada diabetes baik

yang bersifat akut maupun kronik menurut (Suyono & waspadji, 2013).

a. Komplikasi akut terdapat tiga komplikasi akut pada diabetes mellitus yang

penting dan berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar

glukosadalam darah jangka pendek yaitu :

1). Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah suatu kondisi yang menunjukan kadar glukosa

dalam darah rendah. Kadar glukosa darah turun dibawah 50 mg/ dL.

Pada penderita diabetes keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian

insulin atau preparat oral yang berlebihan, mengonsumsi makanan

yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat dan berlebih.

2). Diabetes Ketoasidosis

Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak

cukup jumlah insulin. Keadaan ini mengakibatkan gangguan

metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.

3). Syndrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik

27
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan

hiperglikemia yang disertai perubahan tingkat kesadaran (Sense of

Awareness). Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis

osmotik sehigga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit.

b. Komplikasi kronik

Komplikasi kronik dapat menyerang semua kerangka kerja organ

tubuh. Kerusakan organ disebabkan oleh berkurangnya aliran darah organ

karena kerusakan pada pembuluh darah. Kategori komplikasi kronik

diabetes yang terus-menerus digunakan adalah penyakit makrovaskular,

mikrovaskular, dan neurologis, yaitu : (Suyono, Slamet; Waspadji,

Sarwono, 2013)

1). Komplikasi Makrovaskuler

Perubahan dalam pembuluh darah besar karena aterosklerosis

merupakan masalah yang signifikan pada diabetes. Aterosklerosis yang

strukturnya berubah sangat bergantung pada area pembuluh darah yang

terkena, tingkat pencegahan yang ditimbulkan dan waktu terjadinya

penyumbatan. Aterosklerosis yang terjadi pada pembuluh darah koroner

akan menyebabkan penyakit jantung koroner. Sedangkan aterosklerosis

yang terjadi pada vena serebral, akan menyebabkan stroke infark dengan

jenis TIA (Transient Ischemic Attack). Demikian pula, aterosklerosis

yang terjadi di pembuluh darah besar di titik terjauh bawah, akan

menyebabkan penyakit oklusi pembuluh darah tepi atau penyakit

pembuluh darah tepi (Suyono & waspadji, 2013).

2). Komplikasi Mikrovaskuler

Berbagai bentuk komplikasi mikrovaskuler antara lain:

a). Retinopati Diabetikum

28
Disebabkan oleh perubahan pembuluh darah kecil di retina mata,

retina yang mengandung banyak pembuluh darah kecil seperti

arteriol, venula, pembuluh darah. Retinopati diabetik dapat

menyebabkan gangguan penglihatan (Suyono & waspadji, 2013).

b). Nefropati Diabetikum

Pada saat kadar glukosa dalam darah naik, alat filtrasi ginjal akan

mengalami tekanan yang menyebabkan kerusakan pada filtrasi,

menyebabkan tumpahnya protein darah ke dalam urin. Kondisi ini

menyebabkan ketegangan pada pembuluh darah ginjal meningkat.

Peningkatan tekanan dianggap sebagai peningkatan jika terjadi

nefropati. Nefropati diabetik dapat menyebabkan gagal ginjal

(Suyono & waspadji, 2013).

c). Neuropati Diabetikum

Hiperglikemia juga merupakan titik sentral dalam peningkatan

neuropati diabetik. Dua jenis neuropati diabetes yang paling umum

adalah polineuropati sensorik dan neuropati otonom (Suyono &

waspadji, 2013).

29
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

A. Pengkajian
Riwayat kesehatan sekarang: biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan
utama gatal-gatal pada kulit, bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat,
mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poli urea,
polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai
nyeri perut, kram otot, gangguan tidur/istirahat, haus, pusing/sakit kepala (Bachrudin
dan Najib, 2016)
Riwayat kesehatan dahulu: riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes
gestasional, riwayat ISK berulang, penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik
(tiazid), dilantin dan penoborbital, riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat
berlebihan (Bachrudin dan Najib, 2016).
Riwayat kesehatan keluarga: adanya riwayat anggota keluarga yang menderita
DM. Pemeriksaan Fisik: neuro sensori (disorientasi, mengantuk, stupor/koma,
gangguan memori, kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang),
kardiovaskuler takikardia/nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural,
hipertensi dysritmia, krekel, gagal jantung, pernafasan (takipnoe pada keadaan
istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent dan
tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar
kalium menurun tajam), RR>24 x/menit, nafas berbau aseton, gastro intestinal:
muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada
palpitasi, bising usus lemah/menurun, eliminasi: urine encer, pucat, kuning, poliuria,
urine berkabut, bau busuk, diare (bising usus hiper aktif), reproduksi/sexualitas,
rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit
orgasme pada wanita, muskulo skeletal, tonus otot menurun, penurunan kekuatan
otot, ulkus pada kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai
integumen, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulkus (Bachrudin dan Najib, 2016).
Aspek psikososial (stress, anxientas, depresi, peka rangsangan, tergantung pada
orang lain). Pemeriksaan diagnostik: gula darah meningkat >200 mg/dl, aseton
plasma (aseton): positif secara mencolok, smolaritas serum: meningkat tapi< 330
mosm/lt, gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik),

30
alkalosis respiratorik, trombosit darah: mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeeksi, ureum/kreatini:
mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal, amelase darah:
mungkin meningkat > pankacatitis akut sulin darah: mungkin menurun sampai
tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan
insufisiensi insulin. Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormon tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin, urine: gula dan
aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat, kultur dan sensitivitas:
kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pada luka (Bachrudin dan
Najib, 2016).
B. Diagnosa keperawatan:
1. Hipovolemia (SDKI: D. 0023):
Kategori: Fisiologis, Subkategori: Nutrisi dan Cairan;
Defenisi: Penurunan volume cairan intravaskuler, interstisial, dan/atau intraselular;
Penyebab: kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme regulasi, peningkatan,
kekurangan intake cairan, Evaporasi; Gejala dan tanda mayor: Subjektif (tidak
tersedia), Objektif:
1). Frekuensi nadi meningkatkan;
2). Nadi teraba lemah;
3). Tekanan nadi menyempit;
4). Turgor kulit menurun;
5). membram mukosa kering;
6). Volume urin menurun;
7). Hematokrit meningkat.
Gejala dan tanda minor: subjektif: merasa lemah, mengeluh haus. Objektif:
1). pengisian vena menurun;
2). Status mental berubah;
3). Suhu tubuh meningkat; konsentrasi urin meningkat;
4). Berat badan turun tiba-tiba.
2. Defisit nutrisi (SDKI: D. 0019)
Kategori: Fisiologis, Subkategori: Nutrisi dan Cairan;
Defenisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme;
Penyebab: ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan mencerna
makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient, peningkatan kebutuhan

31
metabolisme, factor ekonomi (mis. Stress, keengganan untuk makan). Gejala dan
tanda mayor: subjektif:-, Objektif: berat badan menurun minimal 10% dibawah
rentang ideal. Gejala dan tanda minor: subjektif: cepat kenyang setelah makan,
kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun.
Objektif:
1). Bising usus hiperaktif;
2). Otot pengunyah lemah;
3). Membrane mukosa pucat;
4). Sariawan;
5). Serum albumin turun;
6). Rambut rontok berlebihan;
7). Diare.
3. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (SDKI: D. 0027)
Kategori: Fisiologis, Subkategori: Nutrisi dan Cairan;

Defenisi: variasi kadar glukosa darah naik/turun dari rentang normal; Penyebab:
hiperglikemia: Disfungsi pancreas, resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa
darah, gangguan glukosa darah puasa; hipoglikemia: penggunaan insulin/obat
glikemia oral, hiperinsulinemia (mis. Insulinoma), endokrinopati (mis. Kerusakan
adrenal atau pituitari), disfungsi hati, disfungsi ginjal kronis, efek agen farmakologi,
tindakan pembedahan neoplasma, gangguan metabolikbawaan (mis. Gangguan
penyimpanan lisosomal, galaktosemia, gangguan penyimpan glikogen). Gejala dan
tanda mayor: subjektif (hipoglikemia): mengantuk, pusing. Hiperglikemia: lelah atau
lesa Objektif: (hipoglikemia): gangguan koodinasi, kadar glukosa dalam/urin tinggi
atau rendah. Hiperglikemia: kadar glukosa dalam darah/urin tinggi. Tanda dan gejala
minor, subjektif (hipoglikemia): palpitasi, mengeluh lapar.

Hiperglikemia: mulut kering, haus meningkat Objekti (hipoglikemia) gemetar


kesadaran menurun, perilaku ane, sulit bicara, berkeringat banyak.
Hiperglikemia: jumlah urin meningkat.
4. Nyeri akut (SDKI: D. 0077)
Kategori: Fisiologis, Subkategori: Nyeri dan kenyamanan;
Defenisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan; Penyebab:

32
agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma), agen pencedera
kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan), agen pencedera fisik (abses. amputasi,
trauma, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,
latihan fisik berlebihan; Gejala dan tanda mayor. Subjektif: mengeluh nyeri,
objektif: tampak meringis, bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari
nyeri), gelisa, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur. Gejala dan tanda minor.
Subjekti:-, objektif: tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan
berubah, proses berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri,
diaphoresis.
5. Resiko infeksi (SDKI: D. 0142)
Kategori: Lingkungan, Subkategori: Keamanan dan Proteksi;
Defenisi: Beresiko mengalamipeningkatan terserang organisme patogenik, Faktor
resiko: penyakit kronis (mis. Diabetes mellitus), efek prosedur invasif, malnutrisi,
peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan, ketidakadekuatan pertahan
tubuh primer: (gangguan peristaltic, kerusakan integritas kulit, penurunan sekresi
pH, penurunan kerja siliaris, ketuban pecah lama, ketuban pecah waktunya,
merokok, status cairan tubuh ), ketidakadekuatan pertahan tubuh sekunder:
(penurunan hemoglobin, imununosupresi, leukopenia, supresi respon inflamasi,
vaksinasi tidak adekuat).
C. Intervensi Keperawatan
1. Hipovolemia (SDKI: D. 0023).
Luaran utama: Status cairan. (SLKI: L.03028); Defenisi: Kondisi volume cairan
intravaskuler, interstisial, dan/atau intraseluler.
Ekspektasi: membaik.
Kriteria hasil menurun cukup sedang cukup meningkat
menurun meningkat
Kekuatan nadi 1 2 3 4 5
Turgot kulit 1 2 3 4 5
Output urine 1 2 3 4 5
Pengisian vena 1 2 3 4 5
meningkat cukup sedang cukup menurun
meningkat menurun

33
Ortopnea 1 2 3 4 5
Dipsnea 1 2 3 4 5
Paroxysmal nocturnal 1 2 3 4 5
dyspea (PND)

Edema anasarka 1 2 3 4 5
Edema perifer 1 2 3 4 5
Berat badan 1 2 3 4 5
Distensi vena jugularis 1 2 3 4 5
Suara napas tambahan 1 2 3 4 5
Kongesti paru 1 2 3 4 5
Perasaan lemah 1 2 3 4 5
keluhan haus 1 2 3 4 5
Konstrasi urine 1 2 3 4 5

memburuk cukup sedang cukup membaik


memburuk memburuk
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Jugularis venous 1 2 3 4 5
pressure (JVP)
Kadar Hb
1 2 3 4 5
Kadar Ht
1 2 3 4 5
Cental venous pressure
1 2 3 4 5
Reflex hepatojugular
1 2 3 4 5
Berat badan
1 2 3 4 5
Hematomegali
1 2 3 4 5
Oliguria
1 2 3 4 5
Intake cairan
1 2 3 4 5
Status mental Suhu
tubuh. 1 2 3 4 5
1 2 3 4 5

34
Tindakan
a. Observasi :
1). Periksa tanda dan gejala hipovolemia. ( mis. Frekuensi nadi meningkat,
nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urine menurun,
hematocrit meningkat, haus, lemah)
2). Monitor intake dan output cairan.
b. Terapeutik :
1). Hitung kebutuhan cairan
2). Berikan posisi modified trendelenbung
3). Berikan asupan cairan oral
c. Edukasi
1). Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
2). Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
d. Kolaborasi
1). Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCI, RL)
2). Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCI
0,4%)
3). Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, plasmanate)
4). Kolaborasi pemberian produk darah.
2. Defisit Nutrisi (SDKI: D.0019)
Luaran utama: Manajemen nutrisi (I. 03119)

Defisi : mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang

Tindakan

a. Observasi:
1). Identifikasi status nutrisi

2). Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

3). Identifikasi kebutuhan kalori dan Janis nutrient

4). Identifikasi perluhnya penggunaan selang nasogastric

5). Monitoring asupan makanan

6). Monitoring berat badan

35
7). Monitoring hasil pemeliharaan laboratorium

b. Terapeutik :

1). Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

2). Fasilitasi menentukan pedoman diet.

3). Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai


4). Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5). Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.

6). Berikan suplemen makanan, jika perlu.

7). Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika asupan oral dapat
ditoleransi.
c. Edukasi
1). Anjurkan posisi duduk, jika perlu
2). Ajarkan diet yang di programkan
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiametik), jika perlu Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentuhkan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu.

3. Luaran utama Promosi berat badan( SIKI: I. 03136)


Defenisi: memfasilitasi peningkatan berat badan
Tidakan
a. Observasi:
1). Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
2). Monitor adanya mual dan muntah
3). Monitor jumlah kalori yang dikomsumsi sehari-hari
4). Monitor berat badan
b. Terapeutik:
1). Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perluh
2). Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien (mis. Makanan dengan
tekstur halus, makanan yang diblender, makanan cair yang di berikan
melalui NGT atau gastrotomi, total parental nutrition sesuai indikasi)
3). Hidangkan makanan secara menarik
4). Berikan suplemen, jika perlu
36
5). Berikan pujian pada pasien/ keluarga untuk peningkatan yang di capai
c. Edukasi:
1). Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau
2). Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan.

4. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (SDKI: D. 0027)


Defenisi: mengidentifikasi dan mengelola kadar glukosa darah di atas normal.
Tindakan
a. Observasi :
1). Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia/hipoglikemi.
2). Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat
(mis. Penyakit kambuhan).
3). Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
4). Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis. Polyuria, polydipsia,
kelemahan malaise, pandangan kabur, sakit kepala)
5). Monitor in take dan output
6). Monitor keton urin, kadar analisa gas darah, eletrolit, tekanan darah
ostostatik dan frekuensi nadi

b. Terapeutik :
1). Berikan asupan cairan
2). Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
hiperglikemia/hipoglikemi tetap ada atau memburuk
3). Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
c. Edukasi :
1). Anjurkan menghindari olahraga saat glukosa darah lebih dari 250
mg/dl
2). Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
3). Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
4). Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine, jika perlu
5). Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin, obat oral,
monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat, dan bantuan
profesional kesehatan)
d. Kolaborasi :

37
1). Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
2). Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
3). Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu
5. Nyeri akut (SDKI: D. 0077)
Luaran utama: Manajemen Nyeri (SIKI: I.14518)
Defenisi: mengidentifikasi dan mengelola sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
Tindakan
a. Observasi:
1). Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi, frekuensi, kualitas, insensitas,
nyeri
2). Identifikasi skala nyeri
3). Identifikasi respons nyeri non verbal
4). Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
5). Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6). Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7). Identifikasi pengaru nyeri pada kualitas hidup
8). Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah di berikan
9). Monitor efek samping penggunaan obat analgesic
b. Terapeutik:
1). Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
2). Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3). Fasilitasi istirahat dan tidur
4). Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
c. Edukasi:
1). Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2). Jelaskan strategi meredakan nyeri
3). Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4). Anjurkan menggunakan analgesic
5). Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi: Kolaborasi pemberian analgesic.
6. Luaran utama: Perawatan luka (SIKI: I. 14564)

38
Defenisi: mengidentifikasi dan meningkatkan penyembuhan luka serta
mencegah, terjadinya komplikasi luka.
Tindakan
a. Observasi:
1). Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, ukuran, warna,ukuran, bau).
2). Monitor tanda-tanda infeksi.
b. Terapeutik:
1). Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
2). Cukur rambut disekitar area luka, jika perlu
3). Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nopn toksik, sesuai
kebutuhan
4). Bersihkan jaringan nekrotik
5). Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perluh
6). Pasang balutan sesuai jenis luka
7). pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
8). Ganti balutan sesuai jumlah eksudat drainase
9). Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
10). Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/harridan protein 1,25-
1,5 g/kgBB/hari
11). Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vit A, vit B, vit C, zinc,
asam amino). sesuai indikasi
12). Berikan terapi TENS ( stimulus saraf transcutaneous), jika perlu
c. Edukasi:
1). Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
2). Anjurkan mengkomsumsi makanan tinggi kalori dan protein
3). Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
d. Kolaborasi:
1). Kolaborasi prosedur debridement (mis. Enzimatik, biologis, mekanis,
outolitik), jika perlu
2). Kolaborasipemberian antibiotic
7. Resiko Infeski (SDKI: D.0142)
Luaran utama: Pencegahan Infeksi (SIKI: I.14539)

Defenisi: mengidentifikasi dan menurunkan risiko terserang organisme palogenik

39
Tindakan

a. Observasi: Monitor dan dan gejala infeksi local dan sistemtik


b. Terapeutik:
1). Batasi jumlah pengunjung
2). Berikan perawatan kulit pada area edema
3). Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan
4). Pertahankan teknik aseptic pada pasien resiko tinggi
c. Edukasi:
1). Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2). Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3). Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
4). Anjurkan meningkatkan asupan nutisi
5). Anjurkan meningkatkan asupan cairan

40
KESIMPULAN

Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh


peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Mungkin terdapat penurunan dalam
kemampuan tubuh untuk berrespon terhadap insulin dan atau penurunan atau tidak
terdapatnya pembentukan insulin oleh pancreas. Kondisi ini mengarah pada
hiperglikemi, yang dapat menyebabkan terjadinya komplikasi metabolic akut seperti
ketoasidosis diabetic. Hiperglikemi jangka panjang dapat menunjang terjadinya
komplikasi mikrovaskuler kronis (penyakit ginjal dan mata) seperti komplikasi
neuropati. Diabetes juga berkaitan dengan kejadian penyakit makrovaskuler, termasuk
infark miokard, stroke, dan penyakit vaskuler perifer.

41
DAFTAR PUSTAKA

Aini, N., & Aridiana, L. M. (2016). Sistem Endokrin. Malang.

Febrinasari, R. P., Sholikah, T. A., Pakha, D. N., & Putra, S. E. (2020). Buku Saku
Diabetes Melitus Untuk Awam (1 ed.). (R.P.Febrinasari,Ed.) Surakarta, Jawa
Tengah.

Harsismanto , Padila, & Andri, J. (2021, Desember). KUALITAS HIDUP PASIEN


DIABETES MELLITUS TIPE 2. (Harsismanto, padilah, & J. Andri, Eds.) Jurnal
Kesmas Asclepius, 3(no.2), 80-87.

Jayaningrum, F. (2016). Ektivitas Media Smart Book Dalam Meningkatkan Pengetahuan


Tentang Penatalaksanaan Diabetes Melitus Pada Pasien Diabetes Melitus di
Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang. Journal of Health Education, 1(2).

Perkeni. (2015). Kadar Tes Laboratorium darah untuk diagnosis diabetes melitus dan
prediabetes. Perkeni 2015, 3.

Suyono, S., & waspadji, s. (2013). Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (kedua
ed.). (S. Soegondo, P. Soewondo, & I. Subekti, Eds.) Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

42

Anda mungkin juga menyukai