DIABETES MELLITUS
1. Eduardus Oktaviandy
2. Ernawati
3. Iska Yetty
4. Kornelia Neli
5. Marselin Pabia
6. Popilianus Nikolaus
7. Reo Lesmana
TAHUN 2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus
tepat pada waktunya. Dalam Penulisan makalah ini penulis masih banyak kekurangan, baik
pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Didalam
makalah ini terdiri dari 3 bab. Pada bab pertama membahas tentang latar belakang, rumusan
masalah,. Dalam bab kedua membahas tentang Tinjauan Teoritis Diabetes Mellitus yang
terdiri dari Definisi, Etiologi, Kalsifikasi, Patofisiologi, Patways, Manifestasi Klinis,
Pemeriksaan Penunjang, Penatalaksanaan dan Komplikasi ,bab 3 membahas tentang Asuhan
Keperawatan secara teoritis yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, dan intervensi
keperawatan, dilanjutkan dengan kesimpulan. Makalah ini juga dilengkapi dengan daftar
pustaka. Dalam penyusunan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca.Sekian penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang digambarkan oleh kadar glukosa yang melampaui titik batas normal
(Pangribowo, 2021). Diabetes mellitus tipe 1 adalah diabetes yang disebabkan oleh
peningkatan kadar glukosa dalam darah karena kerusakan pada sel beta pankreas
sehingga tidak ada produksi insulin dalam kapasitas apa pun. Insulin adalah zat yang
diabetes jenis ini memerlukan pemasukan insulin dari luar tubuh. Sedangkan Diabetes
Mellitus Tipe 2 adalah diabetes yang disebabkan oleh peningkatan glukosa akibat
penurunan produksi insulin oleh organ pankreas yang rendah (Pangribowo, 2021).
peningkatan glukosa selama kehamilan. Masalah ini umumnya terjadi sekitar hari ke-
(Pangribowo, 2021).
World Health Oranization (WHO) memperkirakan bahwa lebih dari 346 juta
orang di seluruh dunia mengidap diabetes. Jumlah ini kemungkinan akan lebih dari
dua kali lipat pada tahun 2030 tanpa intervensi. Hampir 80% kematian diabetes
India saat ini mempunyai jumlah terbesar didunia dengan lebih dari 32 juta
pasien dengan diabetes mellitus dan jumlah ini diprediksikan meningkat menjadi
79,4 juta pada tahun 2030 (Harsismanto , Padila, & Andri, 2021). Diabetes
1
federation (IDF) menunjukkan prevalensi Diabetes Mellitus didunia dari 371 juta
kasus pada 2012 meningkat 55% menjadi 592 juta pada 2035 (Harsismanto ,
Padila, & Andri, 2021). Dalam jurnal Harsismanto, Padila & Andri (2021) disebutkan
bahwa hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ma’ruf & Palupi (2021)
hidupnya secara fisik yaitu pada segi aktifitas, terapi medis, istirahat, serta rasa
sakit. Pasien Diabetes Mellitus yang melakukan rawat jalan merasa jenuh dan
frustasi harus melakukan terapi medis yang berulang ulang tetapi tidak
mengalami perubahan pada kesehatan yang lebih baik. Dalam jurnal Harsismanto,
Padila, & Andri (2021) disebutkan bahwa penelitian lainnya dilakukan oleh Teli
Diabetes Mellitus tipe 2 pada semua aspek kesehatan antara lain fungsi
akibat masalah fisik, perubahan peran akibat masalah emosional dengan nilai <80
memperkirakan bahwa sekitar 463 juta orang berusia 20-79 tahun di dunia akan
mengalami efek buruk diabetes pada tahun 2021 atau setara dengan laju normal 9,3%
dari populasi total pada usia yang sama. Angka ini diandalkan untuk terus meningkat
hingga mencapai 578 juta pada 2030 dan 700 juta pada 2045 (Pangribowo, 2021).
Negara-negara di Arab-Afrika Utara, dan Pasifik Barat merupakan posisi pertama dan
kedua dengan prevalensi diabetes yang paling signifikan pada populasi berusia 20-79
tahun di antara 7 negara di dunia, secara terpisah 12,2% dan 11,4%. Wilayah Asia
diabetes pada populasi berusia 20-79 tahun di beberapa negara di dunia, 10 negara
dengan jumlah korban terbanyak, yaitu 10,7 juta. Indonesia merupakan negara posisi
2
pertama di Asia Tenggara pada nominasi tersebut yaitu sekitar 19,47 juta di tahun
2021 sehingga secara umum besarnya jumlah presentase penderita penyakit diabetes
karena penilaian jumlah penderita Diabetes Mellitus di Surabaya tahun 2021 yang
dibedah oleh ahli spesialis atau indikasi adalah 3,3% (Pangribowo, 2021). Penderita
diabetes melitus di RSPAL Dr. Ramelan Surabaya berdasarkan data Opname rekam
medis pada tahun 2020 sebanyak 70 orang untuk Diabetes Melitus tipe 1 dan 2 dan
pada tahun 2021 (Juli sampai Desember) lebih dari 50 orang dengan Diabetes Melitus
insulin langsung dalam pengolahan pati, lemak dan digambarkan dengan kadar
glukosa darah melebihi standar yang menyebabkan masalah dengan asimilasi gula,
lemak dan protein. Namun, dapat dikontrol dengan tujuan agar glukosa tetap stabil.
Faktor-faktor yang membantu terjadinya diabetes mellitus juga berasal dari usia,
keturunan, gerakan statis, berat badan, stres, gaya hidup saat ini dan penggunaan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses sistem imun.
Hiperglikemia puasa terjadi karena produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Selain itu, glukosa dari makanan tidak dapat disimpan di hati meskipun tetap berada
3
di dalam darah dan menyebabkan hiperglikemia postprandial (setelah makan)
Dengan asumsi konvergensi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang disaring, sehingga glukosa muncul
dalam urin (glukosuria). Ketika kelebihan glukosa dikeluarkan dalam urin, pelepasan
ini diikuti oleh cairan dan elektrolit yang berlebihan. Kondisi ini disebut diuresis
buang air kecil (poliuria) dan haus (polidipsia) (Suyono & waspadji, 2013).
yang mendorong penurunan berat badan. Pasien mungkin mengalami sering lapar
mencakup kelelahan dan kelemahan (Suyono & waspadji, 2013). Dalam kondisi
glukoneogenesis (pengaturan glukosa baru dari asam amino dan zat lain), tetapi pada
pasien yang kekurangan insulin, interaksi ini akan terjadi tanpa hambatan dan juga
akan menambah hiperglikemia (Suyono & waspadji, 2013). Selanjutnya, akan terjadi
pemecahan lemak yang menyebabkan pembentukan badan keton yang lebih luas yang
merupakan hasil pemecahan lemak. Badan keton adalah asam yang mengganggu
keseimbangan basa korosif tubuh dengan asumsi jumlahnya selangit (Suyono &
misalnya sakit perut, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau CH3)2CO dan bila
tidak diobati akan menyebabkan perubahan kesadaran, kelesuan yang hebat bahkan
pingsan. Pengaturan insulin bersama cairan dan elektrolit tergantung pada situasinya
akan dengan cepat mengatasi anomali metabolik ini dan mengalahkan efek samping
hiperglikemia dan ketoasidosis (Suyono & waspadji, 2013). Diet dan olahraga yang
4
diikuti dengan pengamatan kadar glukosa secara berurutan merupakan bagian penting
Diabetes melitus tipe 2, Pada diabetes mellitus tipe 2, ada dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin spesifik dan penurunan
emisi insulin (Suyono & waspadji, 2013). Biasanya insulin akan mengikat reseptor
unik pada permukaan sel. Karena insulin membatasi reseptor ini, perkembangan
respons terjadi dalam pencernaan glukosa di dalam sel (Suyono & waspadji, 2013).
Obstruksi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 disertai dengan penurunan respon
intraseluler ini. Dengan cara ini insulin menjadi tidak memadai untuk menghidupkan
dalam darah, perlu dilakukan peningkatan jumlah insulin yang dikeluarkan (Suyono
& waspadji, 2013). Pada pasien dengan gangguan ketahanan glukosa, kondisi ini
terjadi karena emisi insulin yang tidak perlu dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang khas atau agak meningkat. Bagaimanapun, jika sel beta tidak dapat
tetap menyadari kebutuhan insulin yang meningkat, kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi diabetes mellitus tipe 2 (Suyono & waspadji, 2013). Terlepas dari
penghambatan emisi insulin yang merupakan tanda diabetes mellitus tipe 2, masih ada
insulin yang cukup untuk mencegah pemecahan lemak dan pembentukan badan
keton. Dengan demikian, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes mellitus
Diabetes melitus tipe 2 umumnya normal pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan bertubuh kekar. Karena kelebihan glukosa yang lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, awal diabetes tipe 2 bisa tidak terdeteksi.
5
Dengan asumsi pasien memiliki gejala, mereka mencakup kelelahan, sensitif,
poliuria, polidipsia, luka kulit yang membutuhkan waktu lama untuk sembuh, infeksi
vagina atau penglihatan kabur (jika kadar glukosa sangat tinggi) (Suyono & waspadji,
2013).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan identifikasi Asuhan Keperawatan pasien dengan
Diabetes Mellitus
2. Tujuan Khususnya
a. Melakukan Pengkajian keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus
b. Membuat perumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Diabetes
Mellitus
c. Membuat intervensi keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Diabetes Mellitus adalah suatu kondisi ketika tubuh tidak dapat membuat
atau menggunakan insulin (zat kimia yang membawa glukosa darah ke sel dan
Putra, 2020)
pankreas tidak menghasilkan cukup insulin atau ketika tubuh tidak berhasil
kadar glukosa yang tinggi karena ketidakcukupan kerja insulin. Hal ini dapat
disebabkan oleh terhambatnya atau tidak cukupnya pembuatan insulin oleh sel
beta Langerhans di pankreas atau disebabkan oleh tidak adanya respon sel tubuh
7
Anatomi Fisiologi
Anatomi fisiologi pankreas menurut Banjarnahor & Wangko (2013) adalah :
1. Anatomi Pankreas
dan delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak
Wangko, 2012). Granula sel B adalah bungkusan insulin dalam sitoplasma sel.
Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan spesies yang lain. Dalam
sel B molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng.
ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam
8
dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin
sel B serta pembuluh kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk
mencapai aliran darah. Sel alfa mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel
2. Fisiologi Pankreas
Pankreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi yaitu sebagai
glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan
diabetes. Insulin adalah sebuah protein yang dapat turut dicernakan oleh enzim-
9
enzim pencerna protein dan karena itu tidak diberikan melalui mulut melainkan
kemampuan sel tubuh untuk mengasorbsi dan menggunakan glukosa dan lemak
seseorang menderita diabetes melitus, suatu penyakit kompleks yang bila tidak
a. Sintesis Insulin
b. Sekresi Insulin
normal yaitu 80-100 mg/dL maka insulin akan dikeluarkan dan akan
10
Anatomi Pankreas Sumber : (Anggraini & Leniwita, 2019)
B. Etiologi
ketergantungan insulin), dan diabetes karena kehamilan (Aini & Aridiana, 2016).
langsung. Pada diabetes mellitus tipe 1, sistem kekebalan tubuh sendiri secara
2. Diabetes tipe-2
Diabetes jenis ini merupakan jenis diabetes yang paling banyak dikenal.
(Aini & Aridiana, 2016). Dalam Buku (Aini & Aridiana, 2016) Penyebab
11
obstruksi insulin pada diabetes tidak sepenuhnya jelas, namun banyak factor yang
a. Kelainan genetik
b. Usia.
Sebagian besar, orang mengalami pembusukan fisiologis yang secara drastis
berkurang dengan cepat pada usia 40 tahun. Pengurangan ini akan
mengakibatkan berkurangnya kemampuan endokrin pankreas untuk
memproduksi insulin.
c. Gaya hidup dan stress.
Stress pada umumnya akan membuat individu mencari makanan murah yang
kaya akan aditif, lemak, dan gula. Sumber makanan ini sangat
f. Infeksi
12
C. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Ada 4 jenis klasifikasi Diabetes Melitus menurut (American Diabetes Association, 2018)
antara lain :
Dengan penyakit ini banyak sekali menyerang orang-orang dari segala usia,
biasanya terjadi pada anak-anak ataupun orang dewasa muda. Orang dengan penyakit
diabetes tipe ini tentu membutuhkan insulin setiap hari untuk bisa mengendalikan kadar
glukosa dalam darahnya. Orang yang tanpa insulin pada penderita diabetes melitus tipe
1 akan menyebabkan kematian. Orang yang memiliki penyakit diabetes melitus tipe 1
juga memiliki gejala seperti : kehausan dan mulut kering yang tidak normal, sering
buang air kecil, kurangnya energi,terasa lemas, merasa lapar terus menerus, penurunan
berat badan yang tiba-tiba, dan penglihatan kabur.
Angka penderita diabetes melitus tipe 1 terus meningkat, alasannya masih belum
jelas mungkin karena adanya faktor didalam lingkungan atau infeksi yang disebabkan
oleh virus.
Diabetes tipe 2 ini adalah tipe yang sangat tinggi yang sering terjadi pada
penderita diabetes. Diabetes tipe 2 ini lebih banyak menyerang orang dewasa, namun
saat ini meningkat pada anak-anak dan remaja. Pada diabetes melitus tipe 2 ini, tubuh
bisa memproduksi insulin namun insulin menjadi resisten sehingga insulin menjadi
tidak efektif bagi tubuh dan semakin lama kadar insulin menjadi tidak mencukupi .
Resistensi insulin dan penurunan kadar insulin, sama-sama menyebabkan kadar glukosa
darah tinggi.
4. Diabetes Gestasional
13
pada trimester kedua atau ketiga sehingga perlu dilakukan skrining atau tes toleransi
glukosa pada semua Wanita hamil dengan usia kehamilan antara 24 sampai 28
minggu (Ernawati,2013). Wanita yang terdeteksi hiperglikemia beresiko lebih besar
mengalami kerugian. Wanita yang dengan hiperglikemia selama kehamilan dapat
mengontrol kadar glukosa darah dengan melakukan diet yang sehat, olahraga ringan
dan pemantauan gula darah. Dalam beberapa kasus, insulin yang diberikan maupun
obat oral dapat diberikan.
D. Patofisiologi
Patofisiologi utama yang mendasari terjadinya kasus Diabetes Mellitus tipe 2 secara
genetik adalah resistensi insulin dan defek fungsi sel beta pankreas.
Resistensi insulin merupakan kondisi umum bagi orang-orang dengan obesitas. Insulin tidak
dapat bekerja secara optimal di sel otot, lemak, dan hati sehingga memaksa pankreas
mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih banyak. Ketika produksi insulin oleh sel
beta pankreas tidak adekuat guna mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, maka kadar
glukosa darah akan meningkat, pada saatnya akan terjadi hiperglikemia kronik. Hiperglikemia
kronik pada Diabetes Mellitus tipe 2 semakin merusak sel beta di satu sisi dan memperburuk
resistensi insulin di sisi lain, sehingga penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 semakin progresif
(Suyono & waspadji, 2013).
Pada perjalanan penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 terjadi penurunan fungsi sel beta
pankreas dan peningkatan resistensi insulin yang berlanjut sehingga terjadi hiperglikemia
kronik dengan segala dampaknya. Hiperglikemia kronik juga berdampak memperburuk
disfungsi sel beta pankreas (Suyono & waspadji, 2013).
Sel beta pankreas merupakan sel yang sangat penting diantara sel lainnya seperti sel alfa, sel
delta, dan sel jaringan ikat pada pankreas. Disfungsi sel beta pankreas terjadi akibat
kombinasi faktor genetik dan faktor lingkungan. Jumlah dan kualitas sel beta pankreas
dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain proses regenerasi dan kelangsungan hidup sel beta
itu sendiri, mekanisme selular sebagai pengatur sel beta, kemampuan adaptasi sel beta
ataupun kegagalan mengkompensasi beban metabolik dan proses apoptosis sel (Suyono &
waspadji, 2013).
Terjadinya luka di kaki diawali dengan hiperglikemia pada penderita diabetes melitus
yang menyebabkan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah vena (Suyono & waspadji,
2013). Neuropati, neuropati sensorik dan saraf otonom akan menyebabkan perubahan yang
berbeda pada kulit dan otot yang kemudian, menyebabkan perubahan dalam penyampaian
ketegangan pada bagian bawah kaki dan juga akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya
ketidakberdayaan terhadap kontaminasi membuat penyakit menyebar secara efektif menjadi
14
kontaminasi yang tak terhindarkan (Suyono & waspadji, 2013). aliran darah yang berkurang
juga akan menambah kerumitan kaki diabetik (Suyono & waspadji, 2013).
Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu
masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk
keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar (Suyono & waspadji, 2013).
Dengan adanya gangguan pada saraf outonom pengaruhnya adalah terjadinya perubahan
tonus otot yang menyebabkan abnormalnya aliran darah (Suyono & waspadji, 2013). Dampak
lain adalah adanya neuropati perifer yang mempengaruhi saraf sensori dan sistem motorik
yang menyebabkan hilangnya sensasi nyeri, tekanan dan perubahan suhu (Suyono &
waspadji, 2013).
15
E. Patways
16
F. Manifestasi Klinis
Menurut Febrinasari, Sholikah, Pakha, & Putra (2020) Manifestasi Klinik
1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
2. Diabetes Tipe II
kulit yang sembuhnya lama, infeksi pada vaginal, penglihatan yang kabur .
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus diabetik karena micro angiopati juga disebut borok panas meskipun
mereka adalah nekrotik, daerah akral terlihat merah dan terasa panas oleh iritasi
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
e. Paralysis (lumpuh).
17
Dalam Buku Febrinasari, Sholikah, Pakha, & Putra (2020) Bila terjadi sumbatan
ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah (Suyono & waspadji, 2013).
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria (Suyono
(Aini & Aridiana, 2016), Kecurigaan adanya Diabetes Melitus perlu dipikirkan
2. Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal ,mata kabur, dan disfungsi ereksi
Dalam buku Aini & Aridiana (2016) Hasil pemeriksaan yang tidak
18
1. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) : Hasil pemeriksaan glukosa plasma
Kader Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis Diabetes Mellitus dan Prediabetes
H. Penatalaksanaan
1. Terapi farmakologi/medis
a. Obat-Obatan Penurun Gula Darah
19
menjaga kadar gula darah. Berbagai jenis insulin yang digunakan untuk
mengobati diabetes adalah sebagai berikut.
1). Rapid-acting.
Insulin Ini mulai bekerja kira-kira 15 menit setelah injeksi dan puncak
di sekitar satu jam tapi terus bekerja selama dua sampai empat jam.
Obat ini biasanya diberikan sebelum makan dan di samping insulin
long-acting.
2). Insulin short-acting
Ini mulai bekerja kira-kira 30 menit setelah injeksi dan puncak pada
sekitar dua sampai tiga jam tapi akan terus bekerja selama tiga sampai
enam jam. Obat ini biasanya diberikan sebelum makan dan di samping
insulin long-acting.
3). Intermediate-acting insulin
Mulai bekerja sekitar dua sampai empat jam setelah inseksi dan
puncak kira-kira 4-12 jam kemudian dan terus bekerja selama 12-18
jam. Obat ini biasanya diminum dua kali sehari dan di samping insulin
rapid-acting atau short-acting.
4). Long-acting insulin
Insulin kerja panjang Ini mulai bekerja beberapa setelah injeksi dan
bekerja selama kurang lebih 24 jam. Jika perlu, sering digunakan
dalam kombinasi dengan insulin kerja-cepat atau kerja-pendek.
20
Insulin glargine Lantus
Insulin kombinasi
Insulin NPH dan insulin Humulin• 30/70 (suspense insulin NPH 70%
[intermediate acting] dan larutan insulin
regular
regular 30% [short acting)
3. Insulin
21
Insulin dari luar diberikan untuk memenuhi kekurangan insulin dalam
tubuh dan untuk menjaga agar sel-sel beta pankreas tidak mengalami kelelahan
dalam memproduksi insulin. Insulin hanya dapat diberikan melalui suntikan,
dengan menyuntikkan jarum yang sangat kecil ke bawah kulit pada lengan,
paha, atau dinding perut.
Ada 5 golongan obat antidiabetes oral, yaitu sebagai berikut:
a. Golongan Sulfonilurea
22
3). Sulfonilurea long acting: Klorpropamide dan glibenklamid Keduanya
memiliki sifat absorpsi yang cepat, berefek samping hipoglikemi, dan
bukan pilihan obat DM yang baik untuk pasien lansia.
Glibenklamid bekerja dengan merangsang sekresi insulin dari pankreas.
Oleh karena itu glibenklamida hanya bermanfaat pada penderita diabetes
dewasa yang pankreasnya masih mampu memproduksi insulin. Pada
penggunaan per oral glibenklamida diabsorpsi sebagian secara cepat dan
tersebar keseluruh cairan ektrasel, sebgaian besar terikat dengan protein
plasma. Pemberian glibenklamida dosis tunggal akan menurunkan kadar
gula darah dalam 3 jam dan kadar ini dapat bertahan selama 15 jam.
Glibenklamida diekresikan bersama feses dan metabolism bersama urin.
b. Golongan Biguanid
Contoh obat golongan ini adalah repaglinid dan nateglinid. Obat ini
bekerja seperti sulfonilurea, dengan efek samping yang sama yaitu bisa
menyebabkan hipoglikemi dan meningkatkan berat badan. Oleh karena
itu, sebaiknya obat diminum 30 menit sebelum makan.
e. Golongan Acarbose
23
Obat ini mampu mengurangi penyerapan glukosa di usus halus
sehingga mampu menurunkan kadar gula darah setelah makan. Obat ini
cukup aman, hanya sering menimbulkan gangguan pencernaan, diare,
dan sering buang angin. Dari segi efektifitas masih dibawah sulfonilurea
dan biguanid. Merek obat golongan ini yang terkenal adalah glucobay (3
kali sehari) dan harus diminum bersamaan dengan suapan pertama
makan.
2. Terapi Perawat/Nonfarmakologi
a. Perencanaan makan.
Makan makanan yang beraneka ragam yang bisa menjamin terpenuhnya
kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.
1). Sumber zat tenaga
Sumber tenaga antara lain beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,
kentang, sagu, roti, dan mie. Makanan sumber zat tenaga sangat penting
untuk mendukung aktivitas sehari-hari.
2). Sumber zat pembangun
Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan nabati antara
lain kacang-kacangan, tempe, tahu. Makanan sumber zat pembangun
yang berasal dari hewani antara lain telur, ikan, ayam, daging, dan susu.
Zat pembangun herperan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
kecerdasan seseorang.
3). Sumber zat pengatur
24
mengandung jumlalı kalori yang sesuai dengan kebutuhan masing-
masing orang. Komposisi makanan tersebut adalah sehagai berikut.
a). 110-15% protein
8). Serat
Serat adalah bagian karbohidrat yang tak dapat dicerna. Serat banyak
terdapat pada buah-buahan, sayuran, padi-padian, dan produk sereal.
Makanan cukup serat memberi keurtungan pada penderita diabetes.
dengan alasan sebagai berikut.
i). Perasaan kenyang dan puas yang membantu mengendalikan napsu
makan dan pemurunan berat badan.
ii). Makanan tinggi serat biasanya rendah kalori. Membantu membuang
udara secara besar-besaran secara teratur.
iii). Memperlambat penyerapan glukusa darah sehingga mempunyai efek
pada penurunan glukosa darah.
iv). Menurunkan kadar lemak darah.
25
dalan makanan perlu membangun. Untuk itu angan terlalu banyak
makan akanan yang digoreng. Apabila ingin. atasi tidak sedikit dari sats
lauk saja yang digoreng pada setrap kali makan. Selebinnya dapat
masuk dengan cara lain misalnya seperti dipanggang, dikukus, direbus,
dan dibakar. Kurangi mengonsumsi makanan tinggi kolesterol seperti
otak, kuning telur. ginjal, hati, daging berlemak, keju, dan mentega.
10). Gunakan garam yang beryodium (gunakan garam secukupnya saja)
I. Komplikasi
Menurut Aini & Aridiana (2016), beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus
adalah :
1. Akut
26
a. hipoglikemia dan hiperglikemia
nefropati.
yang bersifat akut maupun kronik menurut (Suyono & waspadji, 2013).
a. Komplikasi akut terdapat tiga komplikasi akut pada diabetes mellitus yang
1). Hipoglikemia
dalam darah rendah. Kadar glukosa darah turun dibawah 50 mg/ dL.
yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat dan berlebih.
27
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan
b. Komplikasi kronik
Sarwono, 2013)
yang terjadi pada vena serebral, akan menyebabkan stroke infark dengan
28
Disebabkan oleh perubahan pembuluh darah kecil di retina mata,
Pada saat kadar glukosa dalam darah naik, alat filtrasi ginjal akan
waspadji, 2013).
29
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
A. Pengkajian
Riwayat kesehatan sekarang: biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan
utama gatal-gatal pada kulit, bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat,
mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poli urea,
polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai
nyeri perut, kram otot, gangguan tidur/istirahat, haus, pusing/sakit kepala (Bachrudin
dan Najib, 2016)
Riwayat kesehatan dahulu: riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes
gestasional, riwayat ISK berulang, penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik
(tiazid), dilantin dan penoborbital, riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat
berlebihan (Bachrudin dan Najib, 2016).
Riwayat kesehatan keluarga: adanya riwayat anggota keluarga yang menderita
DM. Pemeriksaan Fisik: neuro sensori (disorientasi, mengantuk, stupor/koma,
gangguan memori, kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang),
kardiovaskuler takikardia/nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural,
hipertensi dysritmia, krekel, gagal jantung, pernafasan (takipnoe pada keadaan
istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent dan
tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar
kalium menurun tajam), RR>24 x/menit, nafas berbau aseton, gastro intestinal:
muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada
palpitasi, bising usus lemah/menurun, eliminasi: urine encer, pucat, kuning, poliuria,
urine berkabut, bau busuk, diare (bising usus hiper aktif), reproduksi/sexualitas,
rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit
orgasme pada wanita, muskulo skeletal, tonus otot menurun, penurunan kekuatan
otot, ulkus pada kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai
integumen, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulkus (Bachrudin dan Najib, 2016).
Aspek psikososial (stress, anxientas, depresi, peka rangsangan, tergantung pada
orang lain). Pemeriksaan diagnostik: gula darah meningkat >200 mg/dl, aseton
plasma (aseton): positif secara mencolok, smolaritas serum: meningkat tapi< 330
mosm/lt, gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik),
30
alkalosis respiratorik, trombosit darah: mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeeksi, ureum/kreatini:
mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal, amelase darah:
mungkin meningkat > pankacatitis akut sulin darah: mungkin menurun sampai
tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan
insufisiensi insulin. Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormon tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin, urine: gula dan
aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat, kultur dan sensitivitas:
kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pada luka (Bachrudin dan
Najib, 2016).
B. Diagnosa keperawatan:
1. Hipovolemia (SDKI: D. 0023):
Kategori: Fisiologis, Subkategori: Nutrisi dan Cairan;
Defenisi: Penurunan volume cairan intravaskuler, interstisial, dan/atau intraselular;
Penyebab: kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme regulasi, peningkatan,
kekurangan intake cairan, Evaporasi; Gejala dan tanda mayor: Subjektif (tidak
tersedia), Objektif:
1). Frekuensi nadi meningkatkan;
2). Nadi teraba lemah;
3). Tekanan nadi menyempit;
4). Turgor kulit menurun;
5). membram mukosa kering;
6). Volume urin menurun;
7). Hematokrit meningkat.
Gejala dan tanda minor: subjektif: merasa lemah, mengeluh haus. Objektif:
1). pengisian vena menurun;
2). Status mental berubah;
3). Suhu tubuh meningkat; konsentrasi urin meningkat;
4). Berat badan turun tiba-tiba.
2. Defisit nutrisi (SDKI: D. 0019)
Kategori: Fisiologis, Subkategori: Nutrisi dan Cairan;
Defenisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme;
Penyebab: ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan mencerna
makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient, peningkatan kebutuhan
31
metabolisme, factor ekonomi (mis. Stress, keengganan untuk makan). Gejala dan
tanda mayor: subjektif:-, Objektif: berat badan menurun minimal 10% dibawah
rentang ideal. Gejala dan tanda minor: subjektif: cepat kenyang setelah makan,
kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun.
Objektif:
1). Bising usus hiperaktif;
2). Otot pengunyah lemah;
3). Membrane mukosa pucat;
4). Sariawan;
5). Serum albumin turun;
6). Rambut rontok berlebihan;
7). Diare.
3. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (SDKI: D. 0027)
Kategori: Fisiologis, Subkategori: Nutrisi dan Cairan;
Defenisi: variasi kadar glukosa darah naik/turun dari rentang normal; Penyebab:
hiperglikemia: Disfungsi pancreas, resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa
darah, gangguan glukosa darah puasa; hipoglikemia: penggunaan insulin/obat
glikemia oral, hiperinsulinemia (mis. Insulinoma), endokrinopati (mis. Kerusakan
adrenal atau pituitari), disfungsi hati, disfungsi ginjal kronis, efek agen farmakologi,
tindakan pembedahan neoplasma, gangguan metabolikbawaan (mis. Gangguan
penyimpanan lisosomal, galaktosemia, gangguan penyimpan glikogen). Gejala dan
tanda mayor: subjektif (hipoglikemia): mengantuk, pusing. Hiperglikemia: lelah atau
lesa Objektif: (hipoglikemia): gangguan koodinasi, kadar glukosa dalam/urin tinggi
atau rendah. Hiperglikemia: kadar glukosa dalam darah/urin tinggi. Tanda dan gejala
minor, subjektif (hipoglikemia): palpitasi, mengeluh lapar.
32
agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma), agen pencedera
kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan), agen pencedera fisik (abses. amputasi,
trauma, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,
latihan fisik berlebihan; Gejala dan tanda mayor. Subjektif: mengeluh nyeri,
objektif: tampak meringis, bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari
nyeri), gelisa, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur. Gejala dan tanda minor.
Subjekti:-, objektif: tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan
berubah, proses berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri,
diaphoresis.
5. Resiko infeksi (SDKI: D. 0142)
Kategori: Lingkungan, Subkategori: Keamanan dan Proteksi;
Defenisi: Beresiko mengalamipeningkatan terserang organisme patogenik, Faktor
resiko: penyakit kronis (mis. Diabetes mellitus), efek prosedur invasif, malnutrisi,
peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan, ketidakadekuatan pertahan
tubuh primer: (gangguan peristaltic, kerusakan integritas kulit, penurunan sekresi
pH, penurunan kerja siliaris, ketuban pecah lama, ketuban pecah waktunya,
merokok, status cairan tubuh ), ketidakadekuatan pertahan tubuh sekunder:
(penurunan hemoglobin, imununosupresi, leukopenia, supresi respon inflamasi,
vaksinasi tidak adekuat).
C. Intervensi Keperawatan
1. Hipovolemia (SDKI: D. 0023).
Luaran utama: Status cairan. (SLKI: L.03028); Defenisi: Kondisi volume cairan
intravaskuler, interstisial, dan/atau intraseluler.
Ekspektasi: membaik.
Kriteria hasil menurun cukup sedang cukup meningkat
menurun meningkat
Kekuatan nadi 1 2 3 4 5
Turgot kulit 1 2 3 4 5
Output urine 1 2 3 4 5
Pengisian vena 1 2 3 4 5
meningkat cukup sedang cukup menurun
meningkat menurun
33
Ortopnea 1 2 3 4 5
Dipsnea 1 2 3 4 5
Paroxysmal nocturnal 1 2 3 4 5
dyspea (PND)
Edema anasarka 1 2 3 4 5
Edema perifer 1 2 3 4 5
Berat badan 1 2 3 4 5
Distensi vena jugularis 1 2 3 4 5
Suara napas tambahan 1 2 3 4 5
Kongesti paru 1 2 3 4 5
Perasaan lemah 1 2 3 4 5
keluhan haus 1 2 3 4 5
Konstrasi urine 1 2 3 4 5
34
Tindakan
a. Observasi :
1). Periksa tanda dan gejala hipovolemia. ( mis. Frekuensi nadi meningkat,
nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urine menurun,
hematocrit meningkat, haus, lemah)
2). Monitor intake dan output cairan.
b. Terapeutik :
1). Hitung kebutuhan cairan
2). Berikan posisi modified trendelenbung
3). Berikan asupan cairan oral
c. Edukasi
1). Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
2). Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
d. Kolaborasi
1). Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCI, RL)
2). Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCI
0,4%)
3). Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, plasmanate)
4). Kolaborasi pemberian produk darah.
2. Defisit Nutrisi (SDKI: D.0019)
Luaran utama: Manajemen nutrisi (I. 03119)
Tindakan
a. Observasi:
1). Identifikasi status nutrisi
35
7). Monitoring hasil pemeliharaan laboratorium
b. Terapeutik :
7). Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika asupan oral dapat
ditoleransi.
c. Edukasi
1). Anjurkan posisi duduk, jika perlu
2). Ajarkan diet yang di programkan
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiametik), jika perlu Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentuhkan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu.
b. Terapeutik :
1). Berikan asupan cairan
2). Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
hiperglikemia/hipoglikemi tetap ada atau memburuk
3). Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
c. Edukasi :
1). Anjurkan menghindari olahraga saat glukosa darah lebih dari 250
mg/dl
2). Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
3). Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
4). Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine, jika perlu
5). Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin, obat oral,
monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat, dan bantuan
profesional kesehatan)
d. Kolaborasi :
37
1). Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
2). Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
3). Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu
5. Nyeri akut (SDKI: D. 0077)
Luaran utama: Manajemen Nyeri (SIKI: I.14518)
Defenisi: mengidentifikasi dan mengelola sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
Tindakan
a. Observasi:
1). Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi, frekuensi, kualitas, insensitas,
nyeri
2). Identifikasi skala nyeri
3). Identifikasi respons nyeri non verbal
4). Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
5). Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6). Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7). Identifikasi pengaru nyeri pada kualitas hidup
8). Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah di berikan
9). Monitor efek samping penggunaan obat analgesic
b. Terapeutik:
1). Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
2). Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3). Fasilitasi istirahat dan tidur
4). Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
c. Edukasi:
1). Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2). Jelaskan strategi meredakan nyeri
3). Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4). Anjurkan menggunakan analgesic
5). Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi: Kolaborasi pemberian analgesic.
6. Luaran utama: Perawatan luka (SIKI: I. 14564)
38
Defenisi: mengidentifikasi dan meningkatkan penyembuhan luka serta
mencegah, terjadinya komplikasi luka.
Tindakan
a. Observasi:
1). Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, ukuran, warna,ukuran, bau).
2). Monitor tanda-tanda infeksi.
b. Terapeutik:
1). Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
2). Cukur rambut disekitar area luka, jika perlu
3). Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nopn toksik, sesuai
kebutuhan
4). Bersihkan jaringan nekrotik
5). Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perluh
6). Pasang balutan sesuai jenis luka
7). pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
8). Ganti balutan sesuai jumlah eksudat drainase
9). Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
10). Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/harridan protein 1,25-
1,5 g/kgBB/hari
11). Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vit A, vit B, vit C, zinc,
asam amino). sesuai indikasi
12). Berikan terapi TENS ( stimulus saraf transcutaneous), jika perlu
c. Edukasi:
1). Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
2). Anjurkan mengkomsumsi makanan tinggi kalori dan protein
3). Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
d. Kolaborasi:
1). Kolaborasi prosedur debridement (mis. Enzimatik, biologis, mekanis,
outolitik), jika perlu
2). Kolaborasipemberian antibiotic
7. Resiko Infeski (SDKI: D.0142)
Luaran utama: Pencegahan Infeksi (SIKI: I.14539)
39
Tindakan
40
KESIMPULAN
41
DAFTAR PUSTAKA
Febrinasari, R. P., Sholikah, T. A., Pakha, D. N., & Putra, S. E. (2020). Buku Saku
Diabetes Melitus Untuk Awam (1 ed.). (R.P.Febrinasari,Ed.) Surakarta, Jawa
Tengah.
Perkeni. (2015). Kadar Tes Laboratorium darah untuk diagnosis diabetes melitus dan
prediabetes. Perkeni 2015, 3.
Suyono, S., & waspadji, s. (2013). Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (kedua
ed.). (S. Soegondo, P. Soewondo, & I. Subekti, Eds.) Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
42