Disusun oleh :
M. Azril (191FK03044)
Kelas : 1D
FAKULTAS KEPERAWATAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, Sang pencipta alam
semesta beserta isinya, Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana atas segala
limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan
makalah “Konsep Patofisiologi dan Farmakologi Penyakit Diabetes Mellitus
( DM )” ini dengan tepat waktu. Adapun maksud dan tujuan dari penulisan
makalah ini adalah suatu bentuk tanggung jawab penulis untuk memenuhi tugas
mata kuliah IDK II.
Penulis menyadari bahwa penulis hanyalah manusia biasa yang tidak luput
dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanyalah milik Allah
SWT. Sehingga sangat wajar jika dalam penulisan dan penyusunan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis senantiasa menanti kritik
dan saran dalam upaya evaluasi diri.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.2. Rumusan masalah..........................................................................................3
1.3. Tujuan Penulisan ..........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
2.1. Pengertian Diabetes Mellitus ( DM )..........................................................4
2.2. Penyebab Terjadinya Diabetes Mellitus ( DM ).........................................5
2.3. Faktor Risiko Diabetes Mellitus ( DM ).....................................................6
2.4. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus ( DM )...............................................7
2.5. Patofisiologi Diabetes Mellitus ( DM ).......................................................8
2.6. Pathway Diabetes Mellitus ( DM ).............................................................9
2.7. Mekanisme Komplikasi Diabetes Mellitus ( DM )...................................10
2.8. Mekanisme Glikosis, Glukogenolisis dan Glukogeneogenesis................12
2.9. Mekanisme Ketonemia.............................................................................21
2.10. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Mellitus ( DM ).................................21
2.11. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus ( DM ).............................................22
2.12. Klasifikasi Diabetes Mellitus ( DM )......................................................25
BAB III PENUTUP..............................................................................................27
3.1. Kesimpulan..............................................................................................27
3.2. Saran.........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1,6 juta kematian secara langsung disebabkan oleh diabetes. Hampir
setengah dari semua kematian akibat glukosa darah tinggi terjadi sebelum
usia 70 tahun. WHO memproyeksikan diabetes akan menjadi penyebab
kematian ke tujuh di tahun 2030 (WHO, 2017). PERKENI (2011), di
Laporan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
menuliskan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia pada
tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun
sebanyak 133 juta jiwa, dengan prevalensi penderita diabetes melitus
sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya,
berdasarkan pola pertumbuhan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030
nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun, dengan
penderita diabetes melitus 12 juta di daerah urban dan 8,1 juta di daerah
rural.
Hasil Riskesdas (2013), menyatakan bahwa prevalensi diabetes melitus
di Indonesia berdasarkan jawaban wawancara yang pernah didiagnosis
dokter sebesar 1,5%. Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi
terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara
(2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%).
Semua pasien diabetes memerlukan nasihat diet, nasihat diet diperlukan
guna menjamin jadwal makan yang tepat dan jumlah hidrat arang dalam
makanan yang sesuai. Tujuan terapi diet adalah : 1) memulihkan dan
mempertahankan kadar glukosa darah dalam kisaran nilai yang normal
sehingga mencegah terjadinya glikosuria beserta gejala-gejalanya; 2)
mengurangi besarnya perubahan kadar glukosa darah postprandial. Tindakan
ini, bersama-sama dengan normalisasi kadar glukosa darah, akan membantu
mencegah terjadinya komplikasi lanjut yang mencakup penyakit
mikrovaskuler; 3) memberikan masukan semua jenis nutrien yang memadai
sehingga memungkinkan pertumbuhan normal dan perbaikan jaringan; 4)
memulihkan dan mempertahankan berat badan yang normal (Beck, 2011).
Berdasarkan latar belakang ini maka penyusun mengambil judul
“Konsep Patofisiologi dan Farmakologi Penyakit Diabetes Mellitus ( DM )”.
2
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Diabetes Mellitus ( DM )?
2. Apa saja penyebab terjadinya Diabetes Mellitus ( DM )?
3. Apa saja faktor risiko Diabetes Mellitus ( DM )?
4. Apa saja tanda dan gejala Diabetes Mellitus ( DM )?
5. Bagaimana patofisiologi Diabetes Mellitus ( DM )?
6. Bagaimana pathway Diabetes Mellitus ( DM )?
7. Bagaimana mekanisme komplikasi Diabetes Mellitus ( DM )?
8. Bagaimana mekanisme glikolisis, glukogenolisis dan
glukogeneogenesis?
9. Bagaimana mekanisme ketonemia ?
10. Apa pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk pasien Diabetes
Mellitus ( DM )?
11. Bagaimana penatalaksanaan Diabetes Mellitus ( DM )?
12. Apa saja klasifikasi Diabetes Mellitus ( DM )?
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2.14. Penyebab Terjadinya Diabetes Mellitus ( DM )
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic : Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic
kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi : Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu
respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing
c. Faktor lingkungan Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β
pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus
atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin.
Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan
insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan system transport glukosa.
Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang
dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
5
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 40
tahun)
Usia diatas 40 tahun banyak organ-organ vital melemah dan
tubuh mulai mengalami kepekaan terhadap insulin. Bahkan pada
wanita yang sudah mengalami monopause punya kecenderungan
untuk lebih tidak peka terhadap hormon insulin.
b. Obesitas
Kegemukan bisa menyebabkan tubuh seseorang mengalami
resistensi terhadap hormon insulin. Sel-sel tubuh bersaing ketat
dengan jaringan lemak untuk menyerap insulin. Akibatnya organ
pankreas akan dipacu untuk memproduksi insulin sebanyak-
banyaknya sehingga menjadikan organ ini menjadi kelelahan dan
akhirnya rusak.
c. Riwayat keluarga
Faktor keturunan atau genetik punya kontribusi yang tidak bisa
diremeh untuk seseorang terserang penyakit diabetes.
Menghilangkan faktor genetik sangatlah sulit. Yang bisa dilakukan
untuk seseorang bisa terhindar dari penyakit diabetes melitus
karena sebab genetik adalah dengan memperbaiki pola hidup dan
pola makan.
2.3. Faktor Risiko Diabetes Mellitus ( DM )
Beberapa faktor resiko yang menjadi DM meliputi:
1. Genetika
Diabetes melitus dapat diturunkan dari keluarga atau orang tua
yang mempunyai riwayat DM. Faktor genetik memegang peranan
penting dalam terjadinya DM (Bustan, 2007). 1.Obesitas Peningkatan
berat badan dapat menyebabkan resiko terjadinya DM. Timbunan lemak
yang ada di dalam tubuh menghalangi kerja insulin, sehingga glukosa
tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk di pembuluh darah
6
yang menyebabkan peningkatan kadar gula darah dalam pembuluh darah
(ADA, 2018).
2. Kurangnya aktifitas
Berkurangnya aktifitas tubuh dapat meningkatkan berat badan,
sehingga dapat menyebabkan obesitas (Bustan, 2007).
3. Usia
Menurut penelitian usia rentan terhadap DM adalah >45 tahun.
Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya produksi insulin di
dalam pankreas (Trisnawati dan Setyorogo, 2013).
4. Dislipidemia
Kadar kolestrol yang tinggi dapat menyebabkan meningkatnya
asam lemak bebas sehingga terjadi lipotoksisiti yang dapat menyebabkan
resistensi insulin (Trisnawati dan Setyorogo, 2013).
5. Hipertensi
Pengaruh hipertensi terhadap diabetes melitus disebabkan karena
penebalan pembuluh darah arteri, sehingga proses pengangkutan glukosa
dalam darah terganggu (ADA, 2018)
6. Riwayat diabetes gestasional sewaktu hamil
Kadar gula darah yang tidak terkontrol pada kehamilan dapat
menimbulkan banyak resiko dikemudian hari, diantaranya bayi lahir 15
berukuran besar, bayi lahir prematur, keguguran janin, bayi lahir mati,
tekanan darah tinggi dan kematian ibu (ADA, 2018).
7
kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi,
pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam
kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.
8
diuresis osmotik yang ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebihan
(poliuria). Banyaknya cairan yang keluar menimbulkan sensasi rasa haus
(polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin
menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi sehingga
menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi
terhadap kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan
mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energy tersebut
(Hanum, 2013).
2.6. Pathway Diabetes Mellitus ( DM )
9
2.7. Mekanisme Komplikasi Diabetes Mellitus ( DM )
Komplikasi dari diabetes sendiri ada bermacam macam. Komplikasi dari
DM sendiri dapat di golongkan menjadi komplikasi akut dan komlikasi
kronik.
10
Komplikasi kronik dari diabetes melitus sendiri dapat dibagi menjadi 2
: komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler.
1. Komlplikasi mikrovaskuler :
a. Retinopati diabetic
Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang
progresif yang merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan
kebocoran protein-protein serum dalam jumlah besar.
Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam
korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka
bisa terjadi perdarahan masif yang berakibat penurunan penglihatan
mendadak. Hal tersebut pada penderita DM bisa menyebabkan
kebutaan.
b. Neuropati diabetic
Neuropati diabetik perifer merupakan penyakit neuropati yang paling
sering terjadi. Gejala dapat berupa hilangnya sensasi distal Berisiko
tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering
dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa
sakit di malam hari
c. Nefropati diabetic
Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200
ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan.
Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik
kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi
nonenzimatik dan AGE, advanced glication product yang ireversible
dan menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear serta
inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan
tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan inflamasi
kronik, nefritis yang reversible akan berubah menjadi nefropati
dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang menjadi chronic
kidney disease . komplikasi inilah yang akan dibahas dalam
penelitian ini.
11
2. Komplikasi makrovaskular
yang sering terjadi biasanya merupakan makroangiopati. Penyakit yang
termasuk dalam komplikasi makrovaskular adalah :
1) Penyakit pembuluh darah jantung atau otak
2) Penyakit pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes,
biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio,
meskipun sering anpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki
merupakan kelainan yang pertama muncul
12
Jika kadar glukosa darah meningkat (hiperglikemia) glukosa akan
di ubah dan di simpan sebagai sebagai glikogen atau lemak,
glikogenesis (produksi glikogen) terjadi terutama dalam sel otot
dan hati. Glikogenesis akan menurunkan kadar glukosa darah dan
proses ini di stimulasi oleh insulin yang disekresi dari pangkreas.
13
primer selanjutnya dapat terbentuk pada primer protein yang
dikenal sebagai glikogenin. UDPGlc + (C6)n UDP +
(C6)n+1 Glikogen Residu glukosa yang lebih lanjut melekat
pada posisi 1-4 untuk membentuk rantai pendek yang
diaktifkan oleh glikogen sintase. Pada otot rangka glikogenin
tetap melekat pada pusat molekul glikogen, sedangkan di hati
terdapat jumlah molekul glikogen yang melebihi jumlah
molekul glikogenin.
5) Setelah rantai dari glikogen primer diperpanjang dengan
penambahan glukosa tersebut hingga mencapai minimal 11
residu glukosa, maka enzim pembentuk cabang memindahkan
bagian dari rantai 1-4 (panjang minimal 6 residu glukosa) pada
rantai yang berdekatan untuk membentuk rangkaian 1-6
sehingga membuat titik cabang pada molekul tersebut.
Cabang-cabang ini akan tumbuh dengan penambahan lebih
lanjut 1-glukosil dan pembentukan cabang selanjutnya. Setelah
jumlah residu terminal yang non reduktif bertambah, jumlah
total tapak reaktif dalam molekul akan meningkat sehingga
akan mempercepat glikogenesis maupun glikogenolisis.
2. Glikogenolisis
Jika glukosa dari diet tidak dapat mencukupi kebutuhan, maka glikogen
harus dipecah untuk mendapatkan glukosa sebagai sumber energi. Proses
ini dinamakan glikogenolisis. Glikogenolisis seakan-akan kebalikan dari
glikogenesis, akan tetapi sebenarnya tidak demikian. Untuk memutuskan
ikatan glukosa satu demi satu daei glikogen diperlukan enzim fosforilase.
Enzim ini spesifik untuk proses fosforolisis rangkaian 1-4 glikogen untuk
menghasilkan glukosa 1-fosfat.
Dalam glikogenolisis, glikogen yang tersimpan dalam hati dan otot,
pertama dikonversi menjadi glukosa-1-fosfat dan kemudian menjadi
glukosa-6-fosfat. Dua hormon yang mengendalikan glikogenolisis adalah
peptida, glukagon dari pankreas dan epinefrin dari kelenjar adrenal.
Glukagon dilepaskan dari pankreas dalam menanggapi glukosa darah
14
rendah dan epinefrin dilepaskan sebagai respons terhadap ancaman atau
stres. Kedua hormon ini bertindak atas enzim glikogen fosforilase untuk
merangsang untuk memulai glikogenolisis dan menghambat sintetase
glikogen (glikogenesis berhenti).
Glikogen adalah struktur polimer bercabang yang mengandung glukosa
sebagai monomer dasar. Pertama molekul glukosa individu dihidrolisa dari
rantai, diikuti dengan penambahan gugus fosfat pada C-1. Pada langkah
selanjutnya fosfat tersebut akan dipindahkan ke posisi C-6 untuk
memberikan glukosa 6-fosfat, suatu senyawa persimpangan jalan.
Glukosa-6-fosfat adalah langkah pertama dari jalur glikolisis glikogen jika
adalah sumber karbohidrat dan energi yang lebih lanjut diperlukan. Jika
energi tidak segera diperlukan, glukosa-6-fosfat diubah menjadi glukosa
untuk distribusi di berbagai darah ke sel-sel seperti sel-sel otak.
Glikogenolisis berlangsung dengan jalur yang berlainan. Dengan
adanya enzim fosforilase, fosfat anorganik melepaskan sisa glukose non
mereduksi ujung dalam satu persatu untuk menghasilkan D-glukose fosfat
1-fosfat. Proses glikogenolisis merupakan proses pemecahan glikogen
yang berlangsung lewat jalan yang berbeda, tergantung pada proses yang
mempengaruhinya. Molekul glikogen menjadi lebih kecil atau lebih
besar,tetapi jarang apabila ada molekul tersebut dipecah secara sempurna.
Meskipun pada hewan, glikogen tidak pernah kosong sama sekali. Inti
glikogen tetap ada untuk bertindak sebagai aseptor bagi glikogen baru
yang akan disintesis bila diperoleh cukup persediaan karbohidrat. Sekitar
85% D-glukose 1-fosfat, sedang 15% dalam bentuk glukose bebas. Proses
pada saat makan, hati dapat menarik simpanan glikogennya untuk
memulihkan glukosa di dalam darah (glikogenolisis) atau dengan bekerja
bersama ginjal, mengkonversi metabolit non karbohidrat seperti laktat,
gliserol dan asam amino menjadi glukosa.
Upaya untuk mempertahankan glukosa dalam konsentrasi yang
memadai didalam darah sangat penting bagi beberapa jaringan tertentu,
glukosa merupakan bahan bakar yang wajib tersedia, misalnya otak dan
eritrosit. Proses dimulai dengan molekul glukosa dan diakhiri dengan
15
terbentuknya asamlaktat. Serangkaian reaksi-reaksi dalam proses glikolisis
tersebut dinamakan jalur Embeden-Meyerhof.
Reaksi-reaksi yang berlangsung pada proses glikolisis dapat dibagi
dalam dua fase. Pada fase pertama glukosa diubah menjadi triosafosfat
dengan prosesfosforilasi. Fase kedua dimulai dari proses oksidasi
triosafosfat hingga terbentuk asam laktat. Perbedaan antara kedua fase ini
terletak pada aspek energi yang berkaitan dengan reaksi-reaksi dalam
kedua fase tersebut. Terdapat tiga jalur penting yang dapat dilalui piruvat
setelah glikolisis. Pada organisme aerobik, glikolisis menyusun hanya
tahap pertama dari keseluruhan degradasi aerobik glukosa menjadi CO2
dan H2O. Piruvat yang terbentuk kemudian dioksidasi dengan melepaskan
gugus karboksilnya sebagai CO2, untuk membentuk gugus asetil pada
asetil KoA. Lalu gugus asetil dioksidasi sempurna menjadi CO2 dan H2O
oleh siklus asam sitrat, dengan melibatkan molekul oksigen. Lintas inilah
yang dilalui piruvat pada hewan aerobik sel dan tumbuhan.
Glukosa dimetabolisasi menjadi piruvat dan laktat di dalam semua sel
mamaliamelalui lintasan glikolisis. Glukosa merupakan substrat yang unik
karena glikolisis bisa terjadi dalam keadaan tanpa oksigen (anaerob),
ketika produk akhir glukosa tersebut berupa laktat. Meskipun demikian,
jaringan yang dapat menggunakan oksigen (aerob) mampu memetabolisasi
piruvat menjadi asetil koenzim A, yang dapat memasuki siklus asam sitrat
untuk menjalani proses oksidasi sempurna menjadi CO2 dan H2O dengan
melepasan energi bebas dalam bentuk ATP, pada proses fosforilasi
oksidatif.
a. Tujuan
Proses glikogenolisis ini di lakukan untuk mendapatkan glikogen
kembali apabila glokogen yang tidak disimpan di dalam otot dan hati
t6idak cukup inti memenuhi kebutuhan sehingga perlu adanya
pemecahan glikogen yang disimpan sebagai glikogen cadangan. Selain
glukoneogenosis, untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa di dalam
plasma darah untuk menghindari simtoma hipoglisemia. Pada
glikogenolisis, glikogen digradasi berturut-turut dengan 3 enzim,
16
glikogen fosforilase, glukosidase, fosfoglukomutase, menjadi glukosa.
Hormon yang berperan pada lintasan ini adalah glukagon dan adrenalin.
b. Proses
Tahap pertama penguraian glikogen adalah pembentukan glukosa
1-fosfat. Berbeda dengan reaksi pembentukan glikogen, reaksi ini tidak
melibatkan UDP-glukosa, dan enzimnya adalah glikogen fosforilase.
Selanjutnya glukosa 1-fosfat diubah menjadi glukosa 6-fosfat oleh
enzim yang sama seperti pada reaksi kebalikannya (glikogenesis) yaitu
fosfoglukomutase.
17
Pada dasarnya glukoneogenesis adalah sintesis glukosa dari senyawa
bukan karbohidrat, misalnya asam laktat dan beberapa asam amino.
Proses glukoneogenesis berlangsung terutama dalam hati. Asam laktat
yang terjadi pada proses glikolisis dapat dibawa oleh darah ke hati. Di
sini asam laktat diubah menjadi glukosa kembali melalui serangkaian
reaksi dalam suatu proses yaitu glukoneogenesis (pembentukan gula
baru).
a. Tujuan
Menyediakan glukosa yang bersumber dari lemak maupun protein
karena ketidak tersediaan karbohidrat
b. Proses
Glukoneogenesis yang dilakukan oleh hati atau ginjal,
menyediakan suplai glukosa yang tetap. Kebanyakan karbon yang
digunakan untuk sintesis glukosa akhirnya berasal dari katabolisme
asam amino. Laktat yang dihasilkan dalam sel darah merah dan
otot dalam keadaan anaerobik juga dapat berperan sebagai substrat
untuk glukoneogenesis. Glukoneogenesis mempunyai banyak
enzim yang sama dengan glikolisis, tetapi demi alasan
termodinamika dan pengaturan, glukoneogenesis bukan kebalikan
dari proses glikolisis karena ada tiga tahap reaksi dalam glikolisis
yang tidak reversibel, artinya diperlukan enzim lain untuk reaksi
kebalikannya.
glukokinase
1. Glukosa + ATP Glukosa-6-fosfat + ADP
fosfofruktokinase
2. Fruktosa-6-fosfat + ATP fruktosa-1,6-difosfat + ADP
piruvatkinase
3. Fosfenol piruvat + ADP asam piruvat + ATP
18
Dengan adanya tiga tahap reaksi yang tidak reversibel tersebut,
maka proses glukoneogenesis berlangsung melalui tahap reaksi
lain. Reaksi tahap pertama glukoneogenesis merupakan suatu
reaksi kompleks yang melibatkan beberapa enzim dan organel sel
(mitokondrion), yang diperlukan untuk mengubah piruvat menjadi
malat sebelum terbentuk fosfoenolpiruvat.
Tiga reaksi pengganti yang pertama mengubah piruvat menjadi
fosfoenolpiruvat (PEP), jadi membalik reaksi yang dikatalisis oleh
piruvat kinase. Perubahan ini dilakukan dalam 4 langkah. Pertama,
piruvat mitokondria mengalami dekarboksilasi membentuk
oksaloasetat. Reaksi ini memerlukan ATP (adenosin trifosfat) dan
dikatalisis oleh piruvat karboksilase. Seperti banyak enzim lainnya
yang melakukan reaksi fiksasi CO2, pada reaksi ini memerlukan
biotin untuk aktivitasnya. Oksaloasetat direduksi menjadi malat
oleh malat dehidrogenase mitokondria. Pada reaksi ini,
glukoneogenesis secara singkat mengalami overlap (tumpang
tindih) dengan siklus asam sitrat. Malat meninggalkan mitokondria
dan dalam sitoplasma dioksidasi membentuk kembali oksaloasetat.
Kemudian oksaloasetat sitoplasma mengalami dekarboksilasi
membentuk PEP pada reaksi yang tidak memerlukan GTP
(guanosin trifosfat) yang dikatalisis oleh PEP karboksikinase.
Reaksi pengganti kedua dan ketiga dikatalisis oleh fosfatase.
Fruktosa-1,6-bisfosfatase mengubah fruktosa-1,6-bisfosfat menjadi
fruktosa-6-fosfat, jadi membalik reaksi yang dikatalisis oleh
fosfofruktokinase. Glukosa-6-fosfatase yang ditemukan pada
permulaan metabolisme glikogen, mengkatalisis reaksi terakhir
glukoneogenesis dan mengubah glukosa-6-fosfat menjadi glukosa
bebas.
Dengan penggantian reaksi-reaksi pada glikolisis yang secara
termodinamika ireversibel, glukoneogenesis secara termodinamika
seluruhnya menguntungkan dan diubah dari lintasan yang
menghasilkan energi menjadi lintasan yang memerlukan energi.
19
Dua fosfat berenergi tinggi digunakan untuk mengubah piruvat
menjadi PEP. ATP tambahan digunakan untuk melakukan
fosforilasi 3-fosfogliserat menjadi 1,3-bisfosfogliserat. Diperlukan
satu NADH pada perubahan 1,3-bisfosfogliserat menjadi
gliseraldehida-3-fosfat. Karena 2 molekul piruvat digunakan pada
sintesis satu glukosa, maka setiap molekul glukosa yang disintesis
dalam glukoneogenesis, sel memerlukan 6 ATP dan 2 NADH.
Glikolisis dan glukoneogenesis tidak dapat bekerja pada saat yang
sama. Oleh karena itu, ATP dan NADH yang diperlukan pada
glukoneogenesis harus berasal dari oksidasi bahan bakar lain,
terutama asam lemak.
Walaupun lemak menyediakan sebagian besar energi untuk
glukoneogenesis, tetapi lemak hanya menyumbangkan sedikit
fraksi atom karbon yang digunakan sebagai substrat. Ini sebagai
akibat struktur siklus asam sitrat. Asam lemak yang paling banyak
pada manusia yaitu asam lemak dengan jumlah atom karbon genap
didegradasi oleh enzim -oksidasi menjadi asetil-KoA. Asetil KoA
menyumbangkan fragmen 2-karbon ke siklus asam sitrat, tetapi
pada permulaan siklus 2 karbon hilang sebagai CO2. Jadi,
metabolisme asetil KoA tidak mengakibatkan peningkatan jumlah
oksaloasetat yang tersedia untuk glukoneogenesis. Bila
oksaloasetat dihilangkan dari siklus dan tidak diganti, kapasitas
pembentukan ATP dari sel akan segera membahayakan. Siklus
asam sitrat tidak terganggu selama glukoneogenesis karena
oksaloasetat dibentuk dari piruvat melalui reaksi piruvat
karboksilase.
Kebanyakan atom karbon yang digunakan pada sintesis
glukosa disediakan oleh katabolisme asam amino. Beberapa asam
amino yang umum ditemukan mengalami degradasi menjadi
piruvat. Oleh karena itu masuk ke proses glukoneogenesis melalui
reaksi piruvat karboksilase. Asam amino lainnya diubah menjadi
zat antara 4 atau 5 karbon dari siklus asam sitrat sehingga dapat
20
membantu meningkatkan kandungan oksaloasetat dan malat
mitokondria. Dari 20 asam amino yang sering ditemukan dalam
protein, hanya leusin dan lisin yang seluruhnya didegradasi
menjadi asetil-KoA yang menyebabkan tidak dapat menyediakan
substrat untuk glukoneogenesis
21
c. Pemeriksaan pada neuropatik sangat penting untuk mencegah
terjadinya ulkus.
2. Pemeriksaan Vaskuler
a. Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda
asing, osteomelietus.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah Sewaktu),
GDP (Gula Darah Puasa),
2) Pemeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atau tidaknya
kandungan glukosa pada urine tersebut. Biasanya pemeriksaan
dilakukan menggunakan cara Benedict (reduksi). Setelah
pemeriksaan selesai hasil dapat dilihat dari perubahan warna
yang ada : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata
(++++).
3) Pemeriksaan kultur pus Bertujuan untuk mengetahui jenis
kuman yang terdapat pada luka dan untuk observasi dilakukan
rencana tindakan selanjutnya.
4) Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan tindakan
pembedahan.
22
gejala, penatalaksanaan, mengenal danS mencegah komplikasi akut
dan kronik.
c. Edukasi untuk pencegahan tersier yaitu edukasi yang ditunjukkan
pada pasien tingkat lanjut, dan materi yang diberikan meliputi : cara
pencegahan komplikasi dan perawatan, upaya untuk rehabilitasi, dll.
2. Terapi gizi atau Perencanaan Makan
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan
secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan
yang lain dan pasien itu sendiri).
Perhitungan kebutuhan kalori merupakan bagian dari
penatalaksanakan diabetes melitus dikontrol berdasarkan kandungan
energi, protein, lemak dan karbohidrat. Pelaksanaan diet diabetes sehari-
hari sebaiknya mengikuti pedoman 3J (jumlah, jenis, jadwal).
Menurut Smeltzer et al, (2008) bahwa perencanaan makan pada
pasien diabetes meliputi:
a. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien diabetes mellitus
b. Terpenuhi nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan seperti
vitamin dan mineral
c. Mencapai dan memelihara berat bahdan yang stabil
d. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena
padapasien diabetes melitus jika serum lipid menurun maka resiko
komplikasi penyakit makrovaskuler akan menurun
e. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi
komplikasi yang dapat ditimbulkan dari diabetes melitus.
3. Latihan jasmani
Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes karena
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko
kardiovaskuler. Latihan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin. Latihan juga dapat meningkatkan kadar HDL
23
kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida
(American Diabetes Association (ADA) 2012).
Kegiatan sehari-hari dan latihan jasmani secra teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang dari 30 menit), yang sifatnya sesuai CRIPE
(Continuous, rhythmical, interval, progressive, endurance training) ,
merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes melitus. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik
seperti : jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan
jasmani sebaiknnya disesuiakan dengan umur dan status kesegaran
jasmani.
Menurut American Diabetes Association (ADA, 2012), ada
beberapa pedoman umum untuk melakukan latihan jasmani pada pasien
diabetes yaitu :
a. Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindungan kaki
lainnya.
b. Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin.
c. Periksa kaki setelah melakukan latihan.
4. Terapi farmakologi
Pengobatan DM secara menyeluruh mencakup diet yang benar,
olah raga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan
insulin. Pasien diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin
setiap hari, pasien diabetes melitus tipe 2, umumnya pasien perlu minum
obat antidiabetes secara oral atau tablet. Pasien diabetes memerlukan
suntikan insulin pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan
insulin dan tablet.
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan
dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
suntik.
a. Obat Antihiperglikemia Oral
1) Pemacu Sekresi Insulin Obat yang termasuk meningkatkan
sekresi insulin adalah sulfonilurea dan glinid.
24
2) Peningkat Sensitivitas Insulin Obat yang meningkatkan
sensitivitas insulin adalah metformin dan tiazolidindion.
3) Penghambat Glukosidase alfa.
4) Penghambat DPP IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter-2)
b. Obat Antihiperglikemia Suntik
Obat antihiperglikemia suntik adalah insulin.
5. Monitoring keton dan gula darah
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara
mandiri penderita DM dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan
ka dar glukosa darah secara optimal. Monitoring glukosa darah
merupakan pilar kelima dianjurkan kepada pasien diabetes melitus.
Monitor level gula darah sendiri dapat mencegah dan mendeteksi
kemungkinan terjadinya hipoglikemiadan hiperglikemia dan pasien
dapat melakukan keempat pilar di atas untuk menurunkan resiko
komplikasi dari diabetes melitus (Smeltzer et al, 2008)
2.12 Klasifikasi Diabetes Mellitus ( DM )
25
insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati pankreas, obat, zat
kimia, infeksi, kelainan imunologi dan sindrom genetik lain yang
berkaitan dengan DM.
26
BAB III
PENUTUP
3.3. Kesimpulan
Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
yang dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja
dan atau sekresi insulin. Gejala yang dikeluhkan pada pasien diabetes melitus
yaitu polidipsia, poliuria, polifagia, penurunan berat badan, kesemutan.
3.4. Saran
Dengan adanya makalah ini pembaca dapat mengetahui tentang penyakit
Diabetes Mellitus ( DM ), diharapkan pembaca ataupun penulis lebih berhati-
hati dan menghindari penyebab penyakit ini serta benar-benar menjaga
kesehatan melalui makanan ataupun olahraga yang teratur.
Untuk para tenaga ahli juga sebaiknya memberikan penyuluhan secara
jelas mengenai bahayanya penyakit ini serta memberikan tindakan
pengobatan yang tepat.
27
DAFTAR PUSTAKA
28