Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

KONSEP PATOFISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI PENYAKIT


DIABETES MELLITUS (DM)

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Dasar Keperawatan II

Dosen: Susan Irawan, S.Kep.,Ners, MAN

Disusun oleh :

M. Azril (191FK03044)

Syafira Nur M (191FK03056)

Tuti Hardiana (191FK03053)

Vina Yulianti (191FK03057)

Wulan Pebriansyah (191FK03055)

Kelas : 1D

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN & Ners

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, Sang pencipta alam
semesta beserta isinya, Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana atas segala
limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan
makalah “Konsep Patofisiologi dan Farmakologi Penyakit Diabetes Mellitus
( DM )” ini dengan tepat waktu. Adapun maksud dan tujuan dari penulisan
makalah ini adalah suatu bentuk tanggung jawab penulis untuk memenuhi tugas
mata kuliah IDK II.

Penulis menyadari bahwa penulis hanyalah manusia biasa yang tidak luput
dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanyalah milik Allah
SWT. Sehingga sangat wajar jika dalam penulisan dan penyusunan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis senantiasa menanti kritik
dan saran dalam upaya evaluasi diri.

Di samping masih banyaknya ketidaksempurnaan penulisan dan


penyusunan makalah. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat dan hikmah serta dapat menambah dan memperkaya wawasan ilmu
pengetahuan bagi penulis dan pembaca.

Bandung, 05 Mei 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.2. Rumusan masalah..........................................................................................3
1.3. Tujuan Penulisan ..........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
2.1. Pengertian Diabetes Mellitus ( DM )..........................................................4
2.2. Penyebab Terjadinya Diabetes Mellitus ( DM ).........................................5
2.3. Faktor Risiko Diabetes Mellitus ( DM ).....................................................6
2.4. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus ( DM )...............................................7
2.5. Patofisiologi Diabetes Mellitus ( DM ).......................................................8
2.6. Pathway Diabetes Mellitus ( DM ).............................................................9
2.7. Mekanisme Komplikasi Diabetes Mellitus ( DM )...................................10
2.8. Mekanisme Glikosis, Glukogenolisis dan Glukogeneogenesis................12
2.9. Mekanisme Ketonemia.............................................................................21
2.10. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Mellitus ( DM ).................................21
2.11. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus ( DM ).............................................22
2.12. Klasifikasi Diabetes Mellitus ( DM )......................................................25
BAB III PENUTUP..............................................................................................27
3.1. Kesimpulan..............................................................................................27
3.2. Saran.........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis yang terjadi ketika
pankreas tidak memproduksi insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak
dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan.Insulin adalah
hormon yang mengatur gula darah.Hiperglikemia atau gula darah yang
meningkat, merupakan efek umum dari diabetes yang tidak terkontrol, dan
dari waktu ke waktu menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem
tubuh, khususnya saraf dan pembuluh darah (WHO, 2011).
Tujuan terapi diabetes melitus adalah untuk mencapai kadar glukosa
normal tanpa terjadi hipoglikemia serta memelihara kualitas hidup yang
baik. Lima komponen yang harus diperhatikan dan diikuti pasien dalam
penatalaksanaan umum diabetes yaitu diet, latihan, pemantauan kadar
glukosa darah, terapi serta pendidikan (Smeltzer, et al 2010).
Internasional of Diabetic Ferderation (IDF, 2015) menyatakan tingkat
prevalensi global penderita DM pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari
keseluruhan penduduk di dunia dan mengalami peningkatan pada tahun
2014 menjadi 387 juta kasus. Indonesia merupakan Negara yang menempati
urutan ke 7 dengan penderita DM sejumlah 8,5 juta penderita. Angka
kejadian DM menurut data Riskesdas (2013) terjadi peningkatan dari 1,1 %
di tahun 2007 meningkat menjadi 2,4 % di tahun 2013 dari keseluruhan
penduduk sebanyak 250 juta jiwa.
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya
terus mengalami peningkatan di dunia, baik pada negara maju ataupun
negara berkembang, sehingga dikatakan bahwa diabetes melitus sudah
menjadi masalah kesehatan global di masyarakat (Suiraoka, 2012). Jumlah
penderita diabetes telah meningkat dari 108 juta pada tahun 1980 menjadi
422 juta pada tahun 2014, prevalensi diabetes meningkat lebih cepat di
negara berpenghasilan menengah dan rendah. Pada tahun 2015, diperkirakan

1
1,6 juta kematian secara langsung disebabkan oleh diabetes. Hampir
setengah dari semua kematian akibat glukosa darah tinggi terjadi sebelum
usia 70 tahun. WHO memproyeksikan diabetes akan menjadi penyebab
kematian ke tujuh di tahun 2030 (WHO, 2017). PERKENI (2011), di
Laporan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
menuliskan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia pada
tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun
sebanyak 133 juta jiwa, dengan prevalensi penderita diabetes melitus
sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya,
berdasarkan pola pertumbuhan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030
nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun, dengan
penderita diabetes melitus 12 juta di daerah urban dan 8,1 juta di daerah
rural.
Hasil Riskesdas (2013), menyatakan bahwa prevalensi diabetes melitus
di Indonesia berdasarkan jawaban wawancara yang pernah didiagnosis
dokter sebesar 1,5%. Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi
terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara
(2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%).
Semua pasien diabetes memerlukan nasihat diet, nasihat diet diperlukan
guna menjamin jadwal makan yang tepat dan jumlah hidrat arang dalam
makanan yang sesuai. Tujuan terapi diet adalah : 1) memulihkan dan
mempertahankan kadar glukosa darah dalam kisaran nilai yang normal
sehingga mencegah terjadinya glikosuria beserta gejala-gejalanya; 2)
mengurangi besarnya perubahan kadar glukosa darah postprandial. Tindakan
ini, bersama-sama dengan normalisasi kadar glukosa darah, akan membantu
mencegah terjadinya komplikasi lanjut yang mencakup penyakit
mikrovaskuler; 3) memberikan masukan semua jenis nutrien yang memadai
sehingga memungkinkan pertumbuhan normal dan perbaikan jaringan; 4)
memulihkan dan mempertahankan berat badan yang normal (Beck, 2011).
Berdasarkan latar belakang ini maka penyusun mengambil judul
“Konsep Patofisiologi dan Farmakologi Penyakit Diabetes Mellitus ( DM )”.

2
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Diabetes Mellitus ( DM )?
2. Apa saja penyebab terjadinya Diabetes Mellitus ( DM )?
3. Apa saja faktor risiko Diabetes Mellitus ( DM )?
4. Apa saja tanda dan gejala Diabetes Mellitus ( DM )?
5. Bagaimana patofisiologi Diabetes Mellitus ( DM )?
6. Bagaimana pathway Diabetes Mellitus ( DM )?
7. Bagaimana mekanisme komplikasi Diabetes Mellitus ( DM )?
8. Bagaimana mekanisme glikolisis, glukogenolisis dan
glukogeneogenesis?
9. Bagaimana mekanisme ketonemia ?
10. Apa pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk pasien Diabetes
Mellitus ( DM )?
11. Bagaimana penatalaksanaan Diabetes Mellitus ( DM )?
12. Apa saja klasifikasi Diabetes Mellitus ( DM )?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian dari Diabetes Mellitus ( DM )
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya Diabetes Mellitus ( DM )
3. Untuk mengetahui faktor risiko Diabetes Mellitus ( DM )
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala Diabetes Mellitus ( DM )
5. Untuk mengetahui patofisiologi Diabetes Mellitus ( DM )
6. Untuk mengetahui pathway Diabetes Mellitus ( DM )
7. Untuk mengetahui mekanisme komplikasi Diabetes Mellitus ( DM )
8. Untuk mengetahui mekanisme glikolisis, glukogenolisis dan
glukogeneogenesis
9. Untuk mengetahui mekanisme ketonemia
10. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk pasien
Diabetes Mellitus ( DM )
11. Untuk mengetahui penatalaksanaan Diabetes Mellitus ( DM )
12. Untuk mengetahui klasifikasi Diabetes Mellitus ( DM )

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.13. Pengertian Diabetes Mellitus ( DM )


Diabetes Mellitus atau sering disebut dengan kencing manis adalah
suatu penyakit kronik yang terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi
cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin (resistensi insulin), dan
di diagnosa melalui pengamatan kadar glukosa di dalam darah. Insulin
merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang berperan
dalam memasukkan glukosa dari aliran darah ke sel-sel tubuh untuk
digunakan sebagai sumber energi (IDF, 2015).
Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
yang dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja
dan atau sekresi insulin. Gejala yang dikeluhkan pada pasien diabetes
melitus yaitu polidipsia, poliuria, polifagia, penurunan berat badan,
kesemutan (Restyana, 2015).
Diabetes Mellitus tipe-2 merupakan kondisi saat gula darah dalam
tubuh tidak terkontrolakibat gangguan sensitivitas sel beta pankreas untuk
menghasilkan hormon insulinyang berperan sebagai pengontrol kadar gula
darah dalam tubuh (Dewi,2014). Pankreas masih bisa membuat insulin,
tetapi kualitas insulinnya buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai
kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam sel. Akibatnya glukosa dalam
darah meningkat. Kemungkinan lain terjadinya Diabetes Melitus tipe-2
adalah bahwa sel-sel jaringan tubuh dan otot penderita tidak peka atau sudah
resisten terhadap insulin sehingga glukosa tidak dapat masuk kedalam sel
dan akhirnya tertimbun dalam peredaran darah (Tandra, 2007). Diabetes
melitus merupakan penyakit metabolisme yang termasuk dalam kelompok
gula darah yang melebihi batas normal atau hiperglikemia <120mg/dl atau
120mg% (Suiraoka, 2012).

4
2.14. Penyebab Terjadinya Diabetes Mellitus ( DM )
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic : Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic
kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi : Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu
respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing
c. Faktor lingkungan Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β
pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus
atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin.
Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan
insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan system transport glukosa.
Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang
dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.

5
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 40
tahun)
Usia diatas 40 tahun banyak organ-organ vital melemah dan
tubuh mulai mengalami kepekaan terhadap insulin. Bahkan pada
wanita yang sudah mengalami monopause punya kecenderungan
untuk lebih tidak peka terhadap hormon insulin.
b. Obesitas
Kegemukan bisa menyebabkan tubuh seseorang mengalami
resistensi terhadap hormon insulin. Sel-sel tubuh bersaing ketat
dengan jaringan lemak untuk menyerap insulin. Akibatnya organ
pankreas akan dipacu untuk memproduksi insulin sebanyak-
banyaknya sehingga menjadikan organ ini menjadi kelelahan dan
akhirnya rusak.
c. Riwayat keluarga
Faktor keturunan atau genetik punya kontribusi yang tidak bisa
diremeh untuk seseorang terserang penyakit diabetes.
Menghilangkan faktor genetik sangatlah sulit. Yang bisa dilakukan
untuk seseorang bisa terhindar dari penyakit diabetes melitus
karena sebab genetik adalah dengan memperbaiki pola hidup dan
pola makan.
2.3. Faktor Risiko Diabetes Mellitus ( DM )
Beberapa faktor resiko yang menjadi DM meliputi:
1. Genetika
Diabetes melitus dapat diturunkan dari keluarga atau orang tua
yang mempunyai riwayat DM. Faktor genetik memegang peranan
penting dalam terjadinya DM (Bustan, 2007). 1.Obesitas Peningkatan
berat badan dapat menyebabkan resiko terjadinya DM. Timbunan lemak
yang ada di dalam tubuh menghalangi kerja insulin, sehingga glukosa
tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk di pembuluh darah

6
yang menyebabkan peningkatan kadar gula darah dalam pembuluh darah
(ADA, 2018).
2. Kurangnya aktifitas
Berkurangnya aktifitas tubuh dapat meningkatkan berat badan,
sehingga dapat menyebabkan obesitas (Bustan, 2007).
3. Usia
Menurut penelitian usia rentan terhadap DM adalah >45 tahun.
Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya produksi insulin di
dalam pankreas (Trisnawati dan Setyorogo, 2013).
4. Dislipidemia
Kadar kolestrol yang tinggi dapat menyebabkan meningkatnya
asam lemak bebas sehingga terjadi lipotoksisiti yang dapat menyebabkan
resistensi insulin (Trisnawati dan Setyorogo, 2013).
5. Hipertensi
Pengaruh hipertensi terhadap diabetes melitus disebabkan karena
penebalan pembuluh darah arteri, sehingga proses pengangkutan glukosa
dalam darah terganggu (ADA, 2018)
6. Riwayat diabetes gestasional sewaktu hamil
Kadar gula darah yang tidak terkontrol pada kehamilan dapat
menimbulkan banyak resiko dikemudian hari, diantaranya bayi lahir 15
berukuran besar, bayi lahir prematur, keguguran janin, bayi lahir mati,
tekanan darah tinggi dan kematian ibu (ADA, 2018).

2.4. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus ( DM )


Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik
1. Gejala akut diabetes melitus yaitu : Poliphagia (banyak makan) polidipsia
(banyak minum), Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam
hari), nafsu makan bertambah namu berat badan turun dengan cepat (5-
10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah.
2. Gejala kronik diabetes mellitus yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau
seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah
mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas,

7
kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi,
pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam
kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.

2.5. Patofisiologi Diabetes Mellitus ( DM )


Diabetes melitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat
bekerja secara optimal, jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau
keduanya. Gangguan metabolisme tersebut dapat terjadi karena 3 hal yaitu
pertama karena kerusakan pada sel-sel beta pankreas karena pengaruh dari
luar seperti zat kimia, virus dan bakteri. Penyebab yang kedua adalah
penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas dan yang ketiga karena
kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer (Fatimah, 2015).
Insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk mengatur
kadar glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi akan
menstimulasi sel beta pankreas untuk mengsekresi insulin (Hanum, 2013).
Sel beta pankreas yang tidak berfungsi secara optimal sehingga berakibat
pada kurangnya sekresi insulin menjadi penyebab kadar glukosa darah
tinggi. Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas sangat banyak seperti
contoh penyakit autoimun dan idiopatik (NIDDK, 2014).
Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan
resistensi insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre
reseptor dan post reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak
dari biasanya untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap normal.
Sensitivitas insulin untuk menurunkan glukosa darah dengan cara
menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak serta menekan
produksi glukosa oleh hati menurun. Penurunan sensitivitas tersebut juga
menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi
(Prabawati, 2012).
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses
filtrasi yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan
glukosa dalam darah masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi

8
diuresis osmotik yang ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebihan
(poliuria). Banyaknya cairan yang keluar menimbulkan sensasi rasa haus
(polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin
menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi sehingga
menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi
terhadap kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan
mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energy tersebut
(Hanum, 2013).
2.6. Pathway Diabetes Mellitus ( DM )

9
2.7. Mekanisme Komplikasi Diabetes Mellitus ( DM )
Komplikasi dari diabetes sendiri ada bermacam macam. Komplikasi dari
DM sendiri dapat di golongkan menjadi komplikasi akut dan komlikasi
kronik.

Beberapa contoh dari komplikasi akut adalah :


1. Ketoasidosis diabetic
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin
absolut atau relatif dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon,
katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan).
2. Koma Hiperosmolar Non Ketotik
Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar
dari 600 mg% tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas plasma
melebihi 350 mosm. Keadaan ini jarang mengenai anakanak, usia muda
atau diabetes tipe non insulin dependen karena pada keadaan ini pasien
akan jatuh kedalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2 dimana kadar
insulin darah nya masih cukup untuk mencegah lipolisis tetapi tidak
dapat mencegah keadaan hiperglikemia sehingga tidak timbul
hiperketonemia.
3. Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa
gejala klinis atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari
stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun. Stadium
gangguan otak ringan : lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif
sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik yaitu keringat dingin
pada muka, bibir dan gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan
otak berat, gejala neuroglikopenik : pusing, gelisah, penurunan
kesadaran dengan atau tanpa kejang.

10
Komplikasi kronik dari diabetes melitus sendiri dapat dibagi menjadi 2
: komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler.
1. Komlplikasi mikrovaskuler :
a. Retinopati diabetic
Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang
progresif yang merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan
kebocoran protein-protein serum dalam jumlah besar.
Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam
korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka
bisa terjadi perdarahan masif yang berakibat penurunan penglihatan
mendadak. Hal tersebut pada penderita DM bisa menyebabkan
kebutaan.
b. Neuropati diabetic
Neuropati diabetik perifer merupakan penyakit neuropati yang paling
sering terjadi. Gejala dapat berupa hilangnya sensasi distal Berisiko
tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering
dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa
sakit di malam hari
c. Nefropati diabetic
Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200
ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan.
Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik
kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi
nonenzimatik dan AGE, advanced glication product yang ireversible
dan menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear serta
inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan
tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan inflamasi
kronik, nefritis yang reversible akan berubah menjadi nefropati
dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang menjadi chronic
kidney disease . komplikasi inilah yang akan dibahas dalam
penelitian ini.

11
2. Komplikasi makrovaskular
yang sering terjadi biasanya merupakan makroangiopati. Penyakit yang
termasuk dalam komplikasi makrovaskular adalah :
1) Penyakit pembuluh darah jantung atau otak
2) Penyakit pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes,
biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio,
meskipun sering anpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki
merupakan kelainan yang pertama muncul

2.8. Mekanisme Glikogenesis, Glikogenolisis dan Glikogeneogenesis


1. Glikogenesis
Glikogenesis merupakan tahap pertama metabolisme karbohidrat.
Glikogenesis adalah pemecahan glukosa (glikolisis) menjadi asam
piruvat. Selanjutnya piruvat dioksidasi menjadi asetil KoA. Asetil KoA
masuk ke dalam rangkaian siklus asam sitrat untuk dikatabolisir menjadi
energi. Proses ini akan terjadi jika kita membutuhkan anergi untuk
beraktivitas, misalnya berfikir, mencerna makanan, bekerja dan
sebagainya. Jika glukosa melampaui kebutuhan energy, maka kelebihan
glukosa akan disimpan dalam bentuk glikogen. Proses anabolisme ini
dinamakan glikogenesis. Glikogen merupakan bentuk simpanan
karbohidrat yang utama di dalam tubuh dan analog dengan amilum pada
tumbuhan. Unsur ini terutama terdapat didalam hati (sampai 6%), otot
jarang melampaui jumlah 1%. Akan tetapi karena massa otot jauh lebih
besar daripada hati, maka besarnya simpanan glikogen di otot bisa
mencapai tiga sampai empat kali lebih banyak.
a. Tujuan Glikogenesis
Proses glikogenesis terjadi jika kita membutuhkan energi, misalnya
untuk berpikir, mencerna makanan, bekerja dan sebagainya. Jika
jumlah glukosa melampaui kebutuhan, maka dirangkai menjadi
glikogen untuk menambah simpanan glikogen dalam tubuh sebagai
cadangan makanan jangka pendek melalui proses glikogenesis.

12
Jika kadar glukosa darah meningkat (hiperglikemia) glukosa akan
di ubah dan di simpan sebagai sebagai glikogen atau lemak,
glikogenesis (produksi glikogen) terjadi terutama dalam sel otot
dan hati. Glikogenesis akan menurunkan kadar glukosa darah dan
proses ini di stimulasi oleh insulin yang disekresi dari pangkreas.

b. Proses Pemecahan Glikogen (Glikogenesis)


Rangkaian proses terjadinya glikogenesis digambarkan sebagai
berikut:
1) Glukosa mengalami fosforilasi menjadi glukosa 6-fosfat
(reaksi yang lazim terjadi juga pada lintasan glikolisis). Di otot
reaksi ini dikatalisir oleh heksokinase sedangkan di hati oleh
glukokinase. ATP + D-glukosa → D-glukosa 6- fosfat + ADP
2) Glukosa 6-fosfat diubah menjadi glukosa 1-fosfat dalam reaksi
dengan bantuan katalisator enzim fosfoglukomutase. Enzim itu
sendiri akan mengalami fosforilasi dan gugus fosfo akan
mengambil bagian di dalam reaksi reversible yang
intermediatnya adalah glukosa 1,6-bifosfat ( glukosa 1,6-
bisfosfat b ertindak sebagai koenzim). Glukosa 6-fosfat →
Glukosa 1- fosfat Enz-P + Glukosa 1-fosfat→ Enz + Glukosa
1,6-bifosfat →Enz-P + Glukosa 6- fosfat
3) Selanjutnya glukosa 1-fosfat bereaksi dengan uridin trifosfat
(UTP) untuk membentuk uridin difosfat glukosa (UDPGlc).
Reaksi ini dikatalisir oleh enzim. Hidrolisis pirofosfat
inorganic berikutnya oleh enzim pirofosfatase inorganik akan
menarik reaksi kea rah kanan persamaan reaksi
4) Atom C1 pada glukosa yang diaktifkan oleh UDPGlc
membentuk ikatan glikosidik dengan atom C4 pada residu
glukosa terminal glikogen, sehingga membebaskan uridin
difosfat. Reaksi ini dikatalisir oleh enzim glikogen sintase.
Molekul glikogen yang sudah ada sebelumnya (disebut
glikogen primer) harus ada untuk memulai reaksi ini. Glikogen

13
primer selanjutnya dapat terbentuk pada primer protein yang
dikenal sebagai glikogenin. UDPGlc + (C6)n  UDP +
(C6)n+1 Glikogen Residu glukosa yang lebih lanjut melekat
pada posisi 1-4 untuk membentuk rantai pendek yang
diaktifkan oleh glikogen sintase. Pada otot rangka glikogenin
tetap melekat pada pusat molekul glikogen, sedangkan di hati
terdapat jumlah molekul glikogen yang melebihi jumlah
molekul glikogenin.
5) Setelah rantai dari glikogen primer diperpanjang dengan
penambahan glukosa tersebut hingga mencapai minimal 11
residu glukosa, maka enzim pembentuk cabang memindahkan
bagian dari rantai 1-4 (panjang minimal 6 residu glukosa) pada
rantai yang berdekatan untuk membentuk rangkaian 1-6
sehingga membuat titik cabang pada molekul tersebut.
Cabang-cabang ini akan tumbuh dengan penambahan lebih
lanjut 1-glukosil dan pembentukan cabang selanjutnya. Setelah
jumlah residu terminal yang non reduktif bertambah, jumlah
total tapak reaktif dalam molekul akan meningkat sehingga
akan mempercepat glikogenesis maupun glikogenolisis.
2. Glikogenolisis
Jika glukosa dari diet tidak dapat mencukupi kebutuhan, maka glikogen
harus dipecah untuk mendapatkan glukosa sebagai sumber energi. Proses
ini dinamakan glikogenolisis. Glikogenolisis seakan-akan kebalikan dari
glikogenesis, akan tetapi sebenarnya tidak demikian. Untuk memutuskan
ikatan glukosa satu demi satu daei glikogen diperlukan enzim fosforilase.
Enzim ini spesifik untuk proses fosforolisis rangkaian 1-4 glikogen untuk
menghasilkan glukosa 1-fosfat.
Dalam glikogenolisis, glikogen yang tersimpan dalam hati dan otot,
pertama dikonversi menjadi glukosa-1-fosfat dan kemudian menjadi
glukosa-6-fosfat. Dua hormon yang mengendalikan glikogenolisis adalah
peptida, glukagon dari pankreas dan epinefrin dari kelenjar adrenal.
Glukagon dilepaskan dari pankreas dalam menanggapi glukosa darah

14
rendah dan epinefrin dilepaskan sebagai respons terhadap ancaman atau
stres. Kedua hormon ini bertindak atas enzim glikogen fosforilase untuk
merangsang untuk memulai glikogenolisis dan menghambat sintetase
glikogen (glikogenesis berhenti).
Glikogen adalah struktur polimer bercabang yang mengandung glukosa
sebagai monomer dasar. Pertama molekul glukosa individu dihidrolisa dari
rantai, diikuti dengan penambahan gugus fosfat pada C-1. Pada langkah
selanjutnya fosfat tersebut akan dipindahkan ke posisi C-6 untuk
memberikan glukosa 6-fosfat, suatu senyawa persimpangan jalan.
Glukosa-6-fosfat adalah langkah pertama dari jalur glikolisis glikogen jika
adalah sumber karbohidrat dan energi yang lebih lanjut diperlukan. Jika
energi tidak segera diperlukan, glukosa-6-fosfat diubah menjadi glukosa
untuk distribusi di berbagai darah ke sel-sel seperti sel-sel otak.
Glikogenolisis berlangsung dengan jalur yang berlainan. Dengan
adanya enzim fosforilase, fosfat anorganik melepaskan sisa glukose non
mereduksi ujung dalam satu persatu untuk menghasilkan D-glukose fosfat
1-fosfat. Proses glikogenolisis merupakan proses pemecahan glikogen
yang berlangsung lewat jalan yang berbeda, tergantung pada proses yang
mempengaruhinya. Molekul glikogen menjadi lebih kecil atau lebih
besar,tetapi jarang apabila ada molekul tersebut dipecah secara sempurna.
Meskipun pada hewan, glikogen tidak pernah kosong sama sekali. Inti
glikogen tetap ada untuk bertindak sebagai aseptor bagi glikogen baru
yang akan disintesis bila diperoleh cukup persediaan karbohidrat. Sekitar
85% D-glukose 1-fosfat, sedang 15% dalam bentuk glukose bebas. Proses
pada saat makan, hati dapat menarik simpanan glikogennya untuk
memulihkan glukosa di dalam darah (glikogenolisis) atau dengan bekerja
bersama ginjal, mengkonversi metabolit non karbohidrat seperti laktat,
gliserol dan asam amino menjadi glukosa.
Upaya untuk mempertahankan glukosa dalam konsentrasi yang
memadai didalam darah sangat penting bagi beberapa jaringan tertentu,
glukosa merupakan bahan bakar yang wajib tersedia, misalnya otak dan
eritrosit. Proses dimulai dengan molekul glukosa dan diakhiri dengan

15
terbentuknya asamlaktat. Serangkaian reaksi-reaksi dalam proses glikolisis
tersebut dinamakan jalur Embeden-Meyerhof.
Reaksi-reaksi yang berlangsung pada proses glikolisis dapat dibagi
dalam dua fase. Pada fase pertama glukosa diubah menjadi triosafosfat
dengan prosesfosforilasi. Fase kedua dimulai dari proses oksidasi
triosafosfat hingga terbentuk asam laktat. Perbedaan antara kedua fase ini
terletak pada aspek energi yang berkaitan dengan reaksi-reaksi dalam
kedua fase tersebut. Terdapat tiga jalur penting yang dapat dilalui piruvat
setelah glikolisis. Pada organisme aerobik, glikolisis menyusun hanya
tahap pertama dari keseluruhan degradasi aerobik glukosa menjadi CO2
dan H2O. Piruvat yang terbentuk kemudian dioksidasi dengan melepaskan
gugus karboksilnya sebagai CO2, untuk membentuk gugus asetil pada
asetil KoA. Lalu gugus asetil dioksidasi sempurna menjadi CO2 dan H2O
oleh siklus asam sitrat, dengan melibatkan molekul oksigen. Lintas inilah
yang dilalui piruvat pada hewan aerobik sel dan tumbuhan.
Glukosa dimetabolisasi menjadi piruvat dan laktat di dalam semua sel
mamaliamelalui lintasan glikolisis. Glukosa merupakan substrat yang unik
karena glikolisis bisa terjadi dalam keadaan tanpa oksigen (anaerob),
ketika produk akhir glukosa tersebut berupa laktat. Meskipun demikian,
jaringan yang dapat menggunakan oksigen (aerob) mampu memetabolisasi
piruvat menjadi asetil koenzim A, yang dapat memasuki siklus asam sitrat
untuk menjalani proses oksidasi sempurna menjadi CO2 dan H2O dengan
melepasan energi bebas dalam bentuk ATP, pada proses fosforilasi
oksidatif.
a. Tujuan
Proses glikogenolisis ini di lakukan untuk mendapatkan glikogen
kembali apabila glokogen yang tidak disimpan di dalam otot dan hati
t6idak cukup inti memenuhi kebutuhan sehingga perlu adanya
pemecahan glikogen yang disimpan sebagai glikogen cadangan. Selain
glukoneogenosis, untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa di dalam
plasma darah untuk menghindari simtoma hipoglisemia. Pada
glikogenolisis, glikogen digradasi berturut-turut dengan 3 enzim,

16
glikogen fosforilase, glukosidase, fosfoglukomutase, menjadi glukosa.
Hormon yang berperan pada lintasan ini adalah glukagon dan adrenalin.
b. Proses
Tahap pertama penguraian glikogen adalah pembentukan glukosa
1-fosfat. Berbeda dengan reaksi pembentukan glikogen, reaksi ini tidak
melibatkan UDP-glukosa, dan enzimnya adalah glikogen fosforilase.
Selanjutnya glukosa 1-fosfat diubah menjadi glukosa 6-fosfat oleh
enzim yang sama seperti pada reaksi kebalikannya (glikogenesis) yaitu
fosfoglukomutase.

Tahap reaksi berikutnya adalah pembentukan glukosa dari glukosa


6-fosfat. Berbeda dengan reaksi kebalikannya dengan glukokinase,
dalam reaksi ini enzim lain, glukosa 6-fosfatase, melepaskan gugus
fosfat sehigga terbentuk glukosa. Reaksi ini tidak menghasilkan ATP
dari ADP dan fosfat.

Glukosa yang terbentuk inilah nantinya akan digunakan oleh sel


untuk respirasi sehingga menghasilkan energi, yang energi itu terekam /
tersimpan dalam bentuk ATP
3. Glukogenolisis
Glukogeneolisis terjadi sumber energi dari karbohidrat tidak tersedia
lagi. Maka tubuh akan menggunakan lamak sebagai sumber energi. Jika
lemak juga tidak tersedia, barulah memecah protein menjadi energi yang
sesungguhnya protein berperan pokok sebagai pembangun tubuh.

17
Pada dasarnya glukoneogenesis adalah sintesis glukosa dari senyawa
bukan karbohidrat, misalnya asam laktat dan beberapa asam amino.
Proses glukoneogenesis berlangsung terutama dalam hati. Asam laktat
yang terjadi pada proses glikolisis dapat dibawa oleh darah ke hati. Di
sini asam laktat diubah menjadi glukosa kembali melalui serangkaian
reaksi dalam suatu proses yaitu glukoneogenesis (pembentukan gula
baru).
a. Tujuan
Menyediakan glukosa yang bersumber dari lemak maupun protein
karena ketidak tersediaan karbohidrat
b. Proses
Glukoneogenesis yang dilakukan oleh hati atau ginjal,
menyediakan suplai glukosa yang tetap. Kebanyakan karbon yang
digunakan untuk sintesis glukosa akhirnya berasal dari katabolisme
asam amino. Laktat yang dihasilkan dalam sel darah merah dan
otot dalam keadaan anaerobik juga dapat berperan sebagai substrat
untuk glukoneogenesis. Glukoneogenesis mempunyai banyak
enzim yang sama dengan glikolisis, tetapi demi alasan
termodinamika dan pengaturan, glukoneogenesis bukan kebalikan
dari proses glikolisis karena ada tiga tahap reaksi dalam glikolisis
yang tidak reversibel, artinya diperlukan enzim lain untuk reaksi
kebalikannya.
glukokinase
1. Glukosa + ATP Glukosa-6-fosfat + ADP
fosfofruktokinase
2. Fruktosa-6-fosfat + ATP fruktosa-1,6-difosfat + ADP
piruvatkinase
3. Fosfenol piruvat + ADP asam piruvat + ATP

Enzim glikolitik yang terdiri dari glukokinase,


fosfofruktokinase, dan piruvat kinase mengkatalisis reaksi yang
ireversibel sehingga tidak dapat digunakan untuk sintesis glukosa.

18
Dengan adanya tiga tahap reaksi yang tidak reversibel tersebut,
maka proses glukoneogenesis berlangsung melalui tahap reaksi
lain. Reaksi tahap pertama glukoneogenesis merupakan suatu
reaksi kompleks yang melibatkan beberapa enzim dan organel sel
(mitokondrion), yang diperlukan untuk mengubah piruvat menjadi
malat sebelum terbentuk fosfoenolpiruvat.
Tiga reaksi pengganti yang pertama mengubah piruvat menjadi
fosfoenolpiruvat (PEP), jadi membalik reaksi yang dikatalisis oleh
piruvat kinase. Perubahan ini dilakukan dalam 4 langkah. Pertama,
piruvat mitokondria mengalami dekarboksilasi membentuk
oksaloasetat. Reaksi ini memerlukan ATP (adenosin trifosfat) dan
dikatalisis oleh piruvat karboksilase. Seperti banyak enzim lainnya
yang melakukan reaksi fiksasi CO2, pada reaksi ini memerlukan
biotin untuk aktivitasnya. Oksaloasetat direduksi menjadi malat
oleh malat dehidrogenase mitokondria. Pada reaksi ini,
glukoneogenesis secara singkat mengalami overlap (tumpang
tindih) dengan siklus asam sitrat. Malat meninggalkan mitokondria
dan dalam sitoplasma dioksidasi membentuk kembali oksaloasetat.
Kemudian oksaloasetat sitoplasma mengalami dekarboksilasi
membentuk PEP pada reaksi yang tidak memerlukan GTP
(guanosin trifosfat) yang dikatalisis oleh PEP karboksikinase.
Reaksi pengganti kedua dan ketiga dikatalisis oleh fosfatase.
Fruktosa-1,6-bisfosfatase mengubah fruktosa-1,6-bisfosfat menjadi
fruktosa-6-fosfat, jadi membalik reaksi yang dikatalisis oleh
fosfofruktokinase. Glukosa-6-fosfatase yang ditemukan pada
permulaan metabolisme glikogen, mengkatalisis reaksi terakhir
glukoneogenesis dan mengubah glukosa-6-fosfat menjadi glukosa
bebas.
Dengan penggantian reaksi-reaksi pada glikolisis yang secara
termodinamika ireversibel, glukoneogenesis secara termodinamika
seluruhnya menguntungkan dan diubah dari lintasan yang
menghasilkan energi menjadi lintasan yang memerlukan energi.

19
Dua fosfat berenergi tinggi digunakan untuk mengubah piruvat
menjadi PEP. ATP tambahan digunakan untuk melakukan
fosforilasi 3-fosfogliserat menjadi 1,3-bisfosfogliserat. Diperlukan
satu NADH pada perubahan 1,3-bisfosfogliserat menjadi
gliseraldehida-3-fosfat. Karena 2 molekul piruvat digunakan pada
sintesis satu glukosa, maka setiap molekul glukosa yang disintesis
dalam glukoneogenesis, sel memerlukan 6 ATP dan 2 NADH.
Glikolisis dan glukoneogenesis tidak dapat bekerja pada saat yang
sama. Oleh karena itu, ATP dan NADH yang diperlukan pada
glukoneogenesis harus berasal dari oksidasi bahan bakar lain,
terutama asam lemak.
Walaupun lemak menyediakan sebagian besar energi untuk
glukoneogenesis, tetapi lemak hanya menyumbangkan sedikit
fraksi atom karbon yang digunakan sebagai substrat. Ini sebagai
akibat struktur siklus asam sitrat. Asam lemak yang paling banyak
pada manusia yaitu asam lemak dengan jumlah atom karbon genap
didegradasi oleh enzim -oksidasi menjadi asetil-KoA. Asetil KoA
menyumbangkan fragmen 2-karbon ke siklus asam sitrat, tetapi
pada permulaan siklus 2 karbon hilang sebagai CO2. Jadi,
metabolisme asetil KoA tidak mengakibatkan peningkatan jumlah
oksaloasetat yang tersedia untuk glukoneogenesis. Bila
oksaloasetat dihilangkan dari siklus dan tidak diganti, kapasitas
pembentukan ATP dari sel akan segera membahayakan. Siklus
asam sitrat tidak terganggu selama glukoneogenesis karena
oksaloasetat dibentuk dari piruvat melalui reaksi piruvat
karboksilase.
Kebanyakan atom karbon yang digunakan pada sintesis
glukosa disediakan oleh katabolisme asam amino. Beberapa asam
amino yang umum ditemukan mengalami degradasi menjadi
piruvat. Oleh karena itu masuk ke proses glukoneogenesis melalui
reaksi piruvat karboksilase. Asam amino lainnya diubah menjadi
zat antara 4 atau 5 karbon dari siklus asam sitrat sehingga dapat

20
membantu meningkatkan kandungan oksaloasetat dan malat
mitokondria. Dari 20 asam amino yang sering ditemukan dalam
protein, hanya leusin dan lisin yang seluruhnya didegradasi
menjadi asetil-KoA yang menyebabkan tidak dapat menyediakan
substrat untuk glukoneogenesis

2.9. Mekanisme Ketonemia


Ketonemia adalah sejumlah besar benda keton yang dilepaskan ke dalam
darah sehingga terdeteksi di dalam darah.
Benda keton yang berada di dalam urin dan darah memiliki presentase
yang berbeda pada masing-maasing produk dan sesuai dengan tingkat
keparahan kondisi, antara lain sebanyak 78% beta hidroksibutirat, 20%
asetoasetat dan 2% aseton.
Beberapa faktor penyebab ketonemia dan ketonuria antara lain:
a) Tubuh tidak mampu menggunakan karbohidrat sebagai bahan pembentuk
energy, misalnya pada penderita diabetes mellitus
b) Ketidakseimbangan tubuh dalam mengatur pola makan seseorang yang
melakukan program diet, karena kelaparan, paparan dingin dan demam
akut pada anak-anak
c) Hilangnya karbohidrat karena sering muntah, biasanya terjadi pada ibu
hamil trimester 1 serta adanya gangguan reabsorpsi ginjal.

2.10. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Mellitus ( DM )


Menurut Smelzer dan Bare (2008), adapun pemeriksaan penunjang untuk
penderita diabetes melitus antara lain :
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi keringatnya
(menurun atau tidak), kemudian bulu pada jempol kaki berkurang (-).
b. Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah - -pecah , pucat, kering yang
tidak normal, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau bisa
jugaterapa lembek.

21
c. Pemeriksaan pada neuropatik sangat penting untuk mencegah
terjadinya ulkus.
2. Pemeriksaan Vaskuler
a. Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda
asing, osteomelietus.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah Sewaktu),
GDP (Gula Darah Puasa),
2) Pemeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atau tidaknya
kandungan glukosa pada urine tersebut. Biasanya pemeriksaan
dilakukan menggunakan cara Benedict (reduksi). Setelah
pemeriksaan selesai hasil dapat dilihat dari perubahan warna
yang ada : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata
(++++).
3) Pemeriksaan kultur pus Bertujuan untuk mengetahui jenis
kuman yang terdapat pada luka dan untuk observasi dilakukan
rencana tindakan selanjutnya.
4) Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan tindakan
pembedahan.

2.11. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus ( DM )


Menurut Soelistijo dkk, (2015) penatalaksanaan diabetes melitus terdiri dari:
1. Edukasi
Diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan.Pemberdayaan penyandang
diabetes melitus memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga,
masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju
perubahan perilaku. Edukasi yang di berikan meliputi :
a. Edukasi untuk pencegahan primer yaitu edukasi yang ditunjukkan
untuk kelompok resiko tinggi
b. Edukasi untuk pencegahan skunder yaitu edukasi yang ditunjukkan
untuk pasien baru. Materi edukasi beruapa penegrtian diabetes,

22
gejala, penatalaksanaan, mengenal danS mencegah komplikasi akut
dan kronik.
c. Edukasi untuk pencegahan tersier yaitu edukasi yang ditunjukkan
pada pasien tingkat lanjut, dan materi yang diberikan meliputi : cara
pencegahan komplikasi dan perawatan, upaya untuk rehabilitasi, dll.
2. Terapi gizi atau Perencanaan Makan
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan
secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan
yang lain dan pasien itu sendiri).
Perhitungan kebutuhan kalori merupakan bagian dari
penatalaksanakan diabetes melitus dikontrol berdasarkan kandungan
energi, protein, lemak dan karbohidrat. Pelaksanaan diet diabetes sehari-
hari sebaiknya mengikuti pedoman 3J (jumlah, jenis, jadwal).
Menurut Smeltzer et al, (2008) bahwa perencanaan makan pada
pasien diabetes meliputi:
a. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien diabetes mellitus
b. Terpenuhi nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan seperti
vitamin dan mineral
c. Mencapai dan memelihara berat bahdan yang stabil
d. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena
padapasien diabetes melitus jika serum lipid menurun maka resiko
komplikasi penyakit makrovaskuler akan menurun
e. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi
komplikasi yang dapat ditimbulkan dari diabetes melitus.
3. Latihan jasmani
Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes karena
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko
kardiovaskuler. Latihan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin. Latihan juga dapat meningkatkan kadar HDL

23
kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida
(American Diabetes Association (ADA) 2012).
Kegiatan sehari-hari dan latihan jasmani secra teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang dari 30 menit), yang sifatnya sesuai CRIPE
(Continuous, rhythmical, interval, progressive, endurance training) ,
merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes melitus. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik
seperti : jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan
jasmani sebaiknnya disesuiakan dengan umur dan status kesegaran
jasmani.
Menurut American Diabetes Association (ADA, 2012), ada
beberapa pedoman umum untuk melakukan latihan jasmani pada pasien
diabetes yaitu :
a. Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindungan kaki
lainnya.
b. Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin.
c. Periksa kaki setelah melakukan latihan.
4. Terapi farmakologi
Pengobatan DM secara menyeluruh mencakup diet yang benar,
olah raga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan
insulin. Pasien diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin
setiap hari, pasien diabetes melitus tipe 2, umumnya pasien perlu minum
obat antidiabetes secara oral atau tablet. Pasien diabetes memerlukan
suntikan insulin pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan
insulin dan tablet.
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan
dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
suntik.
a. Obat Antihiperglikemia Oral
1) Pemacu Sekresi Insulin Obat yang termasuk meningkatkan
sekresi insulin adalah sulfonilurea dan glinid.

24
2) Peningkat Sensitivitas Insulin Obat yang meningkatkan
sensitivitas insulin adalah metformin dan tiazolidindion.
3) Penghambat Glukosidase alfa.
4) Penghambat DPP IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter-2)
b. Obat Antihiperglikemia Suntik
Obat antihiperglikemia suntik adalah insulin.
5. Monitoring keton dan gula darah
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara
mandiri penderita DM dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan
ka dar glukosa darah secara optimal. Monitoring glukosa darah
merupakan pilar kelima dianjurkan kepada pasien diabetes melitus.
Monitor level gula darah sendiri dapat mencegah dan mendeteksi
kemungkinan terjadinya hipoglikemiadan hiperglikemia dan pasien
dapat melakukan keempat pilar di atas untuk menurunkan resiko
komplikasi dari diabetes melitus (Smeltzer et al, 2008)
2.12 Klasifikasi Diabetes Mellitus ( DM )

1. Diabetes melitus (DM) tipe 1

DM yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel beta di


pankreas. Kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang
terjadi secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain
autoimun dan idiopatik.

2. Diabetes melitus (DM) tipe 2

Penyebab DM tipe 2 seperti yang diketahui adalah resistensi


insulin. Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja
secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi di dalam
tubuh.

3. Diabetes melitus (DM ) tipe lain

Penyebab DM tipe lain sangat bervariasi. DM tipe ini dapat


disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja

25
insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati pankreas, obat, zat
kimia, infeksi, kelainan imunologi dan sindrom genetik lain yang
berkaitan dengan DM.

4. Diabetes melitus Gestasional

Penyebab diabetes gestasional dianggap berkaitan dengan


peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen dan hormone
pertumbuhan yang terus menerus tinggi selama kehamilan. Hormon
pertumbuhan dan estrogen merangsang pengeluaran insulin dan
dapat menyebabkan gambaran sekresi berlebihan insulin seperti
diabetes tipe II yang akhirnya menyebabkan penurunan responsivitas sel.

26
BAB III
PENUTUP
3.3. Kesimpulan
Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
yang dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja
dan atau sekresi insulin. Gejala yang dikeluhkan pada pasien diabetes melitus
yaitu polidipsia, poliuria, polifagia, penurunan berat badan, kesemutan.
3.4. Saran
Dengan adanya makalah ini pembaca dapat mengetahui tentang penyakit
Diabetes Mellitus ( DM ), diharapkan pembaca ataupun penulis lebih berhati-
hati dan menghindari penyebab penyakit ini serta benar-benar menjaga
kesehatan melalui makanan ataupun olahraga yang teratur.
Untuk para tenaga ahli juga sebaiknya memberikan penyuluhan secara
jelas mengenai bahayanya penyakit ini serta memberikan tindakan
pengobatan yang tepat.

27
DAFTAR PUSTAKA

Apriliyani, S., Rosyid, F. N., Jadmiko, A. W., & Maliya, A. (2018). Hubungan


Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Pencegahan Terjadinya
Luka Kaki Diabetik Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Nur Handayani, A. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Post
Debridement Ulkus Diabetes Melitus Di Ruang Gladiol Atas Rumah Sakit
Umum Sukoharjo (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surakarta).
Oktavianita, E. (2019). PROFIL POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIDIABETES
TIPE 2 ORAL DI PRAKTEK DOKTER UMUM TRISNA HADI
WIJAYA (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Gresik).
Qothrunnadaa, F. R., Nur, H., Herawati, H., & Isti, S. (2018). penggunaan media
cakram diabetes dalam konseling untuk meningkatkan pengetahuan dan
kepatuhan diet pasien diabetes melitus tipe 2 di puskesmas godean
I (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
Rukhiyatun, N. M. (2019). KUALITAS HIDUP PASIEN DIABATES MELLITUS
TIPE 2 Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. Hardjono Ponorogo (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Ponorogo).
Siswanjani, W. A. (2018). PENERAPAN PENDIDIKAN KESEHATAN DIET
DIABETES PADA KELUARGA DENGAN KLIEN DIABETES MELITUS
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEWON II (Doctoral dissertation,
poltekkes kemenkes yogyakarta).
RN Fatimah - Jurnal Majority, 2015. Diabetes melitus tipe 2
Imron, Shella Aprilia, G2B216086 (2018) 
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN DIET
DENGAN KADAR GULA DARAH PENDERITA DIABETES
MELLITUS TIPE II RAWAT JALAN DI PUSKESMAS
KEDUNGMUNDU KOTA SEMARANG.
SB SETIAJI, 2017. ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN
DIABETES MELLITUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH BANYUMAS
Pratama, Aulia Achmad Yudha, Chasani, Shofa, Santoso. 2019. KORELASI
LAMA DIABETES MELITUS TERHADAP KEJADIAN NEFROPATI
DIABETIK STUDI KASUS DI RUMAH SAKIT DOKTER KARIADI
SEMARANG

28

Anda mungkin juga menyukai