Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

" DIABETES MELITUS ”

Dosen : Apt. Wa Ode Yuliastri, S.Farm.,M.Si.

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1

ZELLY FITRIANI F202001047


SINTA INDRAWATI F202001054
NOVILDA RAMDANI F202001001
SITI ARDIA NUR KHATIMA F202001008
RIZKA MAYLANI SALSHABILA R. F202001023
ALNI SUGIARTIN F202001030
KARNILA NUR PINASARI F202001038
SUKMA IRMAYANTI F202001015

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-
Nya sehingga makalah jurnal dengan judul " DIABETES MELITUS" ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dalam salah satun
mata kuliah. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan agar menambah
pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman maka kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempuraan
makalah ini.

Kendari, 17 Agustus 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1

C. Tujuan.......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Diabetes Melitus .......................................................................................... 3

B. Etiologi ........................................................................................................ 5

C. Faktor Risiko ............................................................................................... 7

D. Patofisiologi .............................................................................................. 10

E. Manifestasi Klinik ..................................................................................... 11

F. Komplikasi ................................................................................................ 12

G. Terapi dan Mekasine Kerja yang terjadi ................................................... 13

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 22

A. Kesimpulan................................................................................................ 22

B. Saran .......................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes merupakan permasalahan kesehatan serius di seluruh
dunia.Diperkirakan 15,7 juta orang di Amerika Serikat menderita diabetes
mellitus. Perkiraan tersebut, merupakan perhitungan antara diabetes yang
terdiagnosa dan tidak terdiagnosa, sebanyak 5,9 % populasi di Amerika Serikat
menderita diabetes mellitus. Diabetes Mellitus menyebabkan kematian lebih
dari 162.200 jiwa pada tahun 1996. Diabetes termasuk tujuh penyebab utama
kematian pada daftar angka kematian di AS, tapi diabetes diyakini termasuk
kematian yang tidak tidak terlaporkan, antaranya adalah kondisi dan penyebab
kematian. Diabetes adalah penyebab utama dari kebutaan. Lebih dari 60
sampai 65% penderita diabetes menderita hipertensi. Hal yang mengejutkan
biaya pengeluaran untuk pengobatan secara langsung dan tidak langsung untuk
diabetes pada tahun 1997 diperkirakan mencapai 98 juta dolar. Banyaknya
biaya tidak memberikan timbal balik yang kehidupan patien diabetes dan
keluarganya.(Sharon n Margaret 2000)
Penderita diabetes mellitus di Indonesia terus meningkat setiap
tahunnya, hal ini dihubungkan dengan meningkatnya angka kesejahteraan.
Persentase penderita diabetes mellitus lebih besar di kota daripada di desa,
14,7% untuk dikota dan 7,2% di desa. Indonesia menduduki peringkat keenam
di dunia dalam hal jumlah terbanyak penderita diabetes.
Dari penjelasan yang tersebut diatas sangat penting dalam pemberian
obat-obatan dalam penanganan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka
kematian yang disebabkan karena diabetes mellitus, sehingga diharapkan
mahasiswa dapat memahami dan menguasai konsep diabetes mellitus.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Diabetes Melitus?
2. Bagaimana etiologi Diabetes Melitus?
3. Bagaimana Faktor Risiko Diabetes Melitus?
4. Bagaimana Patofisiologi Diabetes Melitus?

1
5. Bagaimana manifestasi klinik Diabetes Melitus?
6. Bagaimana komplikasi makro dan mikro Diabetes Melitus?
7. Bagaimana terapi farmakologi dan non farmakologi serta mekanisme kerja
dari terapi?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui Pengertian Diabetes Melitus
2. Dapat mengetahui etiologi Diabetes Melitus
3. Dapat mengetahui Faktor Risiko Diabetes Melitus
4. Dapat mengetahui Patofisiologi Diabetes Melitus
5. Dapat mengetahui manifestasi klinik Diabetes Melitus
6. Dapat mengetahui komplikasi makro dan mikro Diabetes Melitus
7. Dapat mengetahui terapi farmakologi dan non farmakologi serta
mekanisme kerja dari terapi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Diabetes Melitus
Diabetes merupakan bahasa yang berasal dari Yunani (sophon) yang
berarti “mengalirkan atau mengalihkan”, sedangkan melitus berasal dari
bahasa Latin yang bermakna manis atau madu sehingga diabetes melitus
diartikan seseorang yang mengalirkan volume urin yang banyak dengan kadar
glukosa yang tinggi. Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang
timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar
gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Arjatmo, 2002 dalam www.ilmukeperawatan.com).
Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa
darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Noer, 2003 dalam
www.trinoval.web.id). Diabetes mellitus adalah penyakit dimana penderita
tidak bisa mengontrol kadar gula dalam tubuhnya. Tubuh akan selalu
kekurangan ataupun kelebihan gula sehingga mengganggu system kerja tubuh
secara keseluruhan (FKUI, 2001 dalam www.trinoval.web.id).
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Mungkin terdapat
penurunan dalam kemampuan tubuh untuk berespon terhadap insulin dan atau
penurunan atau tidak terdapatnya pembentukan insulin oleh pancreas. Kondisi
ini mengarah pada hiperglikemia, yang dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi metabolic akut seperti ketoasidosis diabetic. Hiperglikema jangka
panjang dapat menunjang terjadinya komplikasi mikrovaskular kronis
(penyakit ginjal dan mata) serta komplikasi neuropati. Diabetes juga berkaitan
dengan kejadian penyakit makrovaskuler, termasuk infark miokard, stroke, dan
penyakit vaskuler perifer. (brunner and suddarth, 2002: 109).

B. Klasifikasi
1. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 muncul akibat pankreas yang memproduksi sel beta

3
mengalami kerusakan total sehingga sama sekali tidak mampu
menghasilkan insulin. Kerusakan ini terjadi saat sistem imun mendeteksi
sel beta sebagai sebuah sel yang asing bagi tubuh. Umumnya, diabetes tipe
1 ini dialami oleh mereka yang berusia 40 tahun atau paling sering terjadi
pada anak- anak usia 10-15 tahun.
2. Diabetes tipe 2
Berbeda dengan diabetes tipe 1, pada diabetes tipe 2 pankreas
bekerja dengan baik, kondisi insulin cukup, tetapi justru reseptor insulin
yang jelek. Diabetes tipe 2 justru disebabkan dan dipercepat oleh gaya
hidup seperti konsumsi gula dan lemak berlebihan dan proses penuaan
yang menyebabkan turunnya massa otot yang merupakan konsumen gula
terbesar dalam tubuh klien serta tidak melakukan olahraga dengan sadar
karena kedua kejadian tersebut. Ini membuat sel- sel kesulitan menerima
insulin atau bisa dikenal dengan resistensi insulin. Diabetes tipe 2
menyerang mereka yang berusia diatas 40 tahun. (Toruan, 2012).
3. Diabetes Malnutrisi
Golongan diabetes ini terjadi akibat malnutrisi, biasanya dialami
oleh penduduk miskin. (Tarwoto, 2011).
4. Diabetes sekunder
DM yang berhubungan dengan keadaan penyakit tertentu, misalnya
penyakit pankreas (pankreatitis, neoplasma, trauma / panreatectomy),
endokrinopati (akromegali, cushing’ syndrome,
pheochromacytomacytoma, hyperthyroidism), obat- obatan atau zat kimia
(glukokortikoid, hormon tiroid, dilantin, nicotinic acid), penyakit infeksi
seperti congenital rubella, infeksi cytomegalovirus, serta syndrom genetik
diabetes seperti syndrome down.
5. Diabetes melitus gestasional
DM yang terjadi pada masa kehamilan, dapat didiagnosa dengan
menggunakan test toleran glukosa, terjadi pada kira- kira 24 minggu
kehamilan. Individu dengan DM gestasional 25% akan berkembang
menjadi DM (Tarwoto, 2011).

4
C. Etiologi
Sesuai dengan klasifikasi yang telah disebutkan sebelumnya maka
penyebabnyapun pada setiap jenis dari diabetes juga berbeda. Berikut ini
merupakan beberapa penyebabdari penyakit diabetes mellitus:
1. Diabetes Melitus tipe 1 (IDDM)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta. (Price,2005)
2. Diabetes Melitus tipe 2 (NIDDM)
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Faktor resiko:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65th
Sekitar 90% dari kasus diabetes yangdidapati adalah diabetes tipe
2. Pada awlanya, tipe 2 muncul seiring dengan bertambahnya usia
dimana keadaan fisik mulai menurun.
b. Obesitas
Obesitas berkaitan dengan resistensi kegagalan toleransi glukosa
yang menyebabkan diabetes tipe 2. Hala ini jelas dikarenakan

5
persediaan cadangan glukosa dalam tubuh mencapai level yang tinggi.
Selain itu kadar kolesterol dalam darah serta kerja jantung yang harus
ekstra keras memompa darah keseluruh tubuh menjadi pemicu
obesitas. Pengurangan berat badan sering kali dikaitkan dengan
perbaikan dalam sensivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa.
c. Riwayat keluarga
Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot hamper
100%. Resiko berkembangnya diabetes tipe 3 pada sausara kandubg
mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Jika orang tua menderita
diabetes tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak adalah 1:1
dan sekitar 90% pasti membawa carer diabetes tipe 2.( Martinus,2005)
3. Diabetes gestasional (GDM)
Pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan yang dialami oleh
si Ibu:
a. Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil
b. Ibu mengalami/menderita DM saat hamil
Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:
- Kelas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul
pada waktu hamil dan menghilang setelah melahirkan.
- Kelas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak
sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil.
- Kelas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan
komplikasi penyakit pembuluh darah seperti retinopati, nefropati,
penyakit pemburuh darah panggul dan pembuluh darah perifer.
Pada saat seorang wanita hamil, ada beberapa hormon
yang mengalami peningkatan jumlah. Misalnya, hormon kortisol,
estrogen, dan human placental lactogen (HPL). Ternyata, saat
hamil, peningkatan jumlah hormon-hormon tersebut mempunyai
pengaruh terhadap fungsi insulin dalam mengatur kadar gula
darah (glukosa). Kondisi ini menyebabkan kondisi yang kebal
terhadap insulin yang disebut sebagai insulin resistance. Saat
fungsi insulin dalam mengendalikan kadar gula dalam darah

6
terganggu, jumlah gula dalam darah pasti akan naik. Hal inilah
yang kemudian menyebabkan seorang wanita hamil menderita
diabetes gestasional.
4. Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
a. Kelainan genetic dalam sel beta. Pada tipe ini memiliki prevalensi
familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun.
Pasien seringkali obesitas dan resisten terhadap insulin.
b. Kelainan genetic pada kerja insulin sindrom resistensi insulin berat
dan akantosis negrikans
c. Penyakit endokrin seperti sindrom Cushing dan akromegali
d. Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta
e. Infeksi.

D. Faktor Risiko
1. Keturunan (Genetik)
Faktor keturunan atau genetik punya kontribusi yang besar dalam
meningkatnya resiko diabetes mellitus. Diabetes dapat diturunkan oleh
keluarga sebelumnya yang memiliki riwayat penyakit yang sama.
Kelainan pada gen ini dapat mengakibatkan tubuh tidak dapat
memproduksi insulin. (Choi and Shi, 2001)
2. Obesitas
Obesitas dan peningkatan berat badan pada orang dewasa dianggap
menjadi salah satu faktor risiko yang paling penting untuk diabetes
mellitus tipe-2. Obesitas menyebabkan terjadinya peningkatan masa
adipose yang dihubungkan dengan resistensi insulin yang akan
mengakibatkan terganggunya proses penyimpanan lemak dan sintesa
lemak. (Daousi, 2006)
3. Usia
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi diabetes
mellitus meningkat seiring dengan pertambahan usia. Sekitar 50% lansia
mengalami intoleransi glukosa dengan kadar gula darah puasa normal.
Diabetes mellitus sering muncul pada usia lanjut pada usia lebih dari 45
tahun dimana sensitifitas insulin berkurang. (Choi and Shi, 2001)

7
4. Hipertensi (Tekanan darah tinggi)
Hipertensi telah diidentifikasi sebagai faktor risiko utama untuk
pengembangan diabetes. Penderita hipertensi memiliki risiko 2-3 kali lebih
tinggi terkena diabetes dibandingkan pasien dengan tekanan darah normal.
Hipertensi adalah kondisi umum yang biasanya berdampingan dengan
diabetes mellitus dan memperburuk komplikasi diabetes mellitus dan
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. (Bays, Chapman and Grandy,
2007)
5. Merokok
Merokok dikaitkan dengan peningkatan yang signifikan dalam
risiko diabetes. Merokok merupakan faktor risiko independen dan
dimodifikasi untuk diabetes. Berhenti merokok dikaitkan dengan
penambahan berat badan dan peningkatan berikunya dalam risiko diabetes.
(Choi and Shi, 2001)
6. Ras
Ada beberapa ras manusia di dunia ini yang punya potensi tinggi
untuk terserang diabetes melitus. Peningkatan penderita diabetes di
wilawah Asia jauh lebih tinggi dibanding di benua lainnya. Bahkan
diperkirakan lebih 60% penderita berasal dari Asia. (Choi and Shi, 2001)

E. Tanda dan Gejala


Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau
kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah,
dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL
dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose),
sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita diabetes melitus umumnya menampakkan tanda dan gejala
dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya

8
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan
seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala diabetes
melitus dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan
minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit
diabetes mellitus tipe 1. Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2,
umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka
mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang
sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati visceral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi

9
Gejala diabetes tipe 1 dan 2 kurang lebih memiliki kesamaan. Gejala
yang sama terjadi pada penderita diabetes 1 dan 2 meliputi:
1. Sering buang air kecil, terutama ketika malam
2. Sering merasa haus
3. Rasa lelah yang berlebihan
4. Penurunan berat badan
5. Rasa gatal pada alat kelamin
6. Luka sembuh lebih lama
7. Pengelihatan kabur
Gejala diabetes tipe 1 lebih cepat muncul dibandingkan diabetes tipe 2,
sehingga penderita diabetes tipe 1 akan lebih mudah mendeteksi gejala yang
muncul lebih awal. Gejala diabetes tipe 1 lebih menonjol pada gejala
penurunan berat badan yang cukup drastis meskipun tidak sedang diet. Selain
itu, penderita juga lebih sering merasakan mual dan muntah yang tidak biasa.
Mual dan muntah ditimbulkan karena penumpukan keton, yaitu hasil
pembakaran lemak.

F. Patofisiologi
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam
darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin
secara cukup sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan gula dalam
darah yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Glukosa secara normal
bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dalam tubuh dibentuk
di dalam hati dari makanan yang dikonsumsi ke dalam tubuh. Insulin
merupakan hormon yang diproduksi oleh pankreas yang berfungsi untuk
memfasilitasi atau mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan
mengatur produksi dan penyimpanannya. Defisiensi insulin ini menyebabkan
penggunaan glukosa dalam tubuh menurun yang akan menyebabkan kadar
glukosa darah dalam plasma tinggi atau hiperglikemi. Keadaan hiperglikemi
ini akan menyebabkan terjadinya glukosuria dikarenakan glukosa gagal diserap
oleh ginjal ke dalam sirkulasi darah dimana keadaan ini akan menyebabkan
gejala umum diabetes mellitus yaitu polyuria, polydipsia, dan polyphagia.
(Kerner and Brückel, 2014 ,Ozougwu, 2013)

10
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan
dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang
mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200
mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai
dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi
sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal
normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml), akan timbul
glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan
pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat
glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami
keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi
polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga
pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya
atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat
untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis,
penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan
memudahkan terjadinya gangren.

G. Manifestasi Klinik
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau
kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah,
dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL
dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose),
sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.

11
Manifestasi klinis yang serig dijumpai pada pasien Diabetes Melitus
adalah
1. Data Subjektif
- Sering mengeluh lelah
- Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
- Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
- Mengeluh kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan &
kaki
2. Data Objektif
- Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
- Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
- Frekuensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
- Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
- Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
- Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

H. Komplikasi
Secara umum komplikasi daripada diabetes mellitus dibagi menjadi 2
yaitu:
1. Komplikasi Macrovaskular
Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai
pembuluh darah arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan
atherosklerosis. Akibat atherosklerosis antara lain timbul penyakit jantung
koroner, hipertensi, dan stroke. Komplikasi makrovaskular yang umum
berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner,
penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Komplikasi makrovaskular ini sering terjadi pada penderita diabetes
mellitus tipe-2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau
kegemukan. (Fowler, 2011)
2. Komplikasi Microvaskular
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes
mellitus tipe-1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein
yang terglikasi menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin

12
lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah
kecil.Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi
mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati.(Fowler,
2011)

I. Terapi dan Mekasine Kerja yang terjadi


1. Non Farmakologi
a. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu
dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan
bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik.
b. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai
pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan,
terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah
atau insulin.
c. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur
(3-5 hari seminggu selama sekitar 30-45 menit , dengan total 150
menit perminggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari
berturut- turut). Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70%
denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda santai,
jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan
cara = 220-usia pasien
2. Farmakologi
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan
dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari
obat oral dan bentuk suntikan.
a. Obat anti hiperglikemia suntik
1) Insulin
Insulin suntik adalah obat untuk memenuhi kebutuhan
insulin pada penderita diabetes. Insulin adalah hormon yang

13
diproduksi oleh kelenjar pankreas untuk membantu
mengendalikan kadar gula darah
2) Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan
pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat
bekerja sebagai perangsang pengelepasan insulin yang tidak
menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan
yang biasanya terjadi pada pengobatan insulin ataupun
sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat
badan. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara
lain rasa sebah dan muntah.

b. Obat diabetes oral


1. Golongan Sulfonilurea
Kerja utama sulfonilurea adalah meningkatkan sekresi insulin
sehingga efektif hanya jika masih ada aktivitas sel beta pankreas; pada
pemberian jangka lama sulfonilurea juga memiliki kerja di luar pankreas.
Semua golongan sulfonilurea dapat menyebabkan hipoglikemia, tetapi hal
ini tidak biasa terjadi dan biasanya menandakan kelebihan dosis.
Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat menetap berjam-jam dan pasien
harus dirawat di rumah sakit.
Sulfonilurea digunakan untuk pasien yang tidak kelebihan berat
badan, atau yang tidak dapat menggunakan metformin. Pemilihan
sulfonilurea diantara obat yang ada ditentukan berdasarkan efek samping
dan lama kerja, usia pasien serta fungsi ginjal. Sulfonilurea kerja lama
klorpropamid dan glibenklamid lebih sering menimbulkan hipoglikemia;
oleh karena itu untuk pasien lansia obat tersebut sebaiknya dihindari dan
sebagai alternatif digunakan sulfonilurea kerja singkat, seperti gliklazid atau
tolbutamid. Klorpropamid juga mempunyai efek samping lebih banyak
daripada sulfonilurea lain sehingga penggunaannya tidak lagi dianjurkan.
Peringatan: Sulfonilurea dapat meningkatan berat badan dan diresepkan
hanya jika control buruk dan gejala tidak hilang walaupun sudah melakukan

14
upaya diet yang memadai. Metformin dipertimbangkan sebagai obat pilihan
untuk pasien kelebihan berat badan. Hati-hati digunakan pada pasien lansia
dan pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal ringan hingga
sedang karena bahaya hipoglikemia. Tolbutamid kerja singkat dapat
digunakan pada pasien dengan gangguan ginjal, begitu juga glikuidon dan
gliklazid yang dimetabolisme di hati, tetapi diperlukan monitoring kadar
glukosa darah, diperlukan dosis terkecil yang menghasilkan kontrol glukosa
darah yang cukup.
Kontraindikasi: Sulfonilurea sedapat mungkin dihindari pada
gangguan fungsi hati; gagal ginjal dan pada porfiria. Sulfonilurea sebainya
tidak digunakan pada ibu menyusui dan selama kehamilan sebaiknya diganti
dengan terapi insulin. Sulfonilurea dikontraindikasikan jika terjadi
ketoasidosis.
Efek samping: umumnya ringan dan jarang, diantaranya gangguan
gastrointestinal seperti mual, muntah, diare dan konstipasi. Klorpropamid
memiliki efek samping lebih banyak karena durasi kerjanya yang lama dan
risiko hipoglikemia sehingga tidak lagi digunakan. Juga dapat
menyebabkan muka kemerahan setelah minum alkohol; efek ini tidak terjadi
pada sulfonilurea lain. Klorpropamid juga dapat meningkatkan sekresi
hormon antidiuretik dan sangat jarang menyebabkan hiponatremia
(hiponatremia juga dilaporkan pada glimepirid dan glipizid).
Sulfonilurea dapat menyebabkan gangguan fungsi hati, yang
mungkin menyebabkan jaundice kolestatik, hepatitis dan kegagalan fungsi
hati meski jarang. Dapat terjadi reaksi hipersensitifitas, biasanya pada
minggu ke 6-8 terapi, reaksi yang terjadi berupa alergi kulit yang jarang
berkembang menjadi eritema multiforme dan dermatitis eksfoliatif, demam
dan jaundice; jarang dilaporkan fotosensitivitas dengan klorpropamid
dan glipizid. Gangguan darah juga jarang yaitu leukopenia,
trombositopenia, agranulositosis, pansitopenia, anemia hemolitik, dan
anemia aplastik.
➢ Klorpropamid (Generasi Pertama)

15
Mempunyai waktu paruh 32 jam dan di metabolisme di hati dengan
lambat untuk menghasilkan beberapa aktivitas biologik : kira – kira 20-30%
diekskresikan dalam bentuk tidak berubah di urin. Dosis pemeliharaan rata
– rata adalah 250 mg per hari, diberikan sebagai dosis tunggal pada pagi
hari. Dosis lebih dari 500 mg per hari dapat meningkatkan resiko ikterus,
yang tidak lazim terjadi pada dosis yang lebih rendah. Penderita dengan
predisposisi genetik dan mendapat klorpropamid bisa mengalami hiperemic
flush bila minum alkohol. Hiponatrium karena pengenceran telah diketahui
sebagai komplikasi terapi klorpropamid pada beberapa penderita.
Tampaknya ini sebagai akibat perangsangan sekresi vasopressin dan
potensiasi kerjanya pada tubulus ginjal oleh klorpropamid. Toksisitas
hematologi (leukopenia selintas, trombositopenia) terjadi dalam julah
kurang dari 1% penderita.
➢ Gliburide (Generasi Kedua)
Dimetabolisme di hati menjadi produk dengan aktivitas
hipoglikemik yang sangat rendah. Awal dosis pemberian yang biasa adalah
2,5 mg/hari atau kurang, dan rata – rata dosis pemeliharaan adalah 5 – 10
mg/hari yang diberikan sebgai dosis tunggal pada pagi hari. Tidak
dianjurkan untuk memberikan dosis pemeliharaan lebih dari 20 mg/hari.
Gliburide memiliki efek yang tidak diinginkan, selain dari
potensinya untuk menyebabkan hipoglikemia. Efek toksiknya yaitu
hipoglikemia. Konsumsi glyburide (2,5 mg) pada anak berusia 1 – 4 tahun
dapat menyebabkan kondisi hipoglikemia.
➢ Gliklazid (Generasi Kedua)
Gliklazid memiliki efek hipoglikemia sedang sehingga jarang terjadi
hipoglikemia. Mempunyai efek anti egregasi yang lebih poten. Efek
samping lainnya yaitu reaksi pada kulit dan jaringan subkutan, gangguan
hematologi, gangguan sistem hepato-biliari, peningkatan kadar enzim hati
dan gangguan visual.
Dosis awal 40 – 80 mg 1 kali sehari; ditentukan berdasarkan respon
hingga 160 mg diberikan bersama sarapan. Dosis lebih tinggi diberikan
terbagi, maksimal 240 mg/hari dalam 1 – 2 kali.

16
➢ Glikuidon
Mempunyai efek hipoglikemik sedang dan jarang menimbulkan
serangan hipoglikemia. Obat ini hampir seluruhnya diekskresi melalui
empedu dan usus. Dosis awal 15 mg sehari; sebelum makan pagi,
disesuaikan hingga 45 – 60 mg sehari dalam 2 atau 3 kali dosis terbagi.
Dosis maksimum pemberian tunggal 60 mg, dosis maksimum 180 mg
sehari.

2. Toksisitas Metformin (Golongan Biguanida)


Metformin satu-satunya golongan biguanid yang tersedia,
mempunyai mekanisme kerja yang berbeda dengan sulfonilurea, keduanya
tidak dapat dipertukarkan. Efek utamanya adalah menurunkan
glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan.
Karena kerjanya hanya bila ada insulin endogen, maka hanya efektif bila
masih ada fungsi sebagian sel islet pankreas. Metformin merupakan obat
pilihan pertama pasien dengan berat badan berlebih dimana diet ketat gagal
untuk mengendalikan diabetes, jika sesuai bisa juga digunakan sebagai
pilihan pada pasien dengan berat badan normal. Juga digunakan untuk
diabetes yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi sulfonilurea.
Hipoglikemia tidak terjadi dengan pemberian metformin;
keuntungan lainnya jarang terjadi peningkatan berat badan dan penurunan
kadar insulin plasma. Metformin tidak menyebabkan hipoglikemia pada
pasien non diabetes kecuali diberikan dosis berlebih.
Efek samping saluran cerna pada awal pemberian metformin umum
terjadi, dan dapat menetap pada beberapa pasien, terutama jika diberikan
dosis sangat tinggi 3g per hari. Metformin dapat menyebabkan asidosis
laktat yang banyak terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, oleh
karena itu jangan diberikan bahkan pada gangguan fungsi ginjal ringan.
Dosis ditentukan secara individu berdasarkan manfaat dan
tolerabilitas. Dewasa & anak > 10 tahun : dosis awal 500 mg setelah sarapan
untuk sekurang – kurangnya 1 minggu, kemudian 500 mg setelah sarapan
dan makan malam sekurang – kurangnya 1 minggu, kemudian 500 mg

17
setelah sarapan, setelah makan siang dan setelah makan malam. Dosis
maksimum 2 g sehari dalam dosis terbagi.
3. Toksisitas Akarbose (Golongan Penghambat α-glukosidase)
Obat ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida, dekstrin, dan
disakarida di intestin. Dengan menghambat kerja enzim -glikosidase
di brush border intestin, dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada
orang normal dan pasien DM. Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi
insulin, maka tidak akan menyebabkan efek samping hipoglikemia.
Akarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada DM usia lanjut atau
DM yang glukosa postprandialnya sangat tinggi. Obat golongan ini
diberikan pada waktu mulai makan dan absorpsiburuk.
Akarbosa paling efektif bila diberikan bersama makanan yang
berserat mengandung polisakarida, dengan sedikit kandungan glukosa dan
sukrosa. Bila akarbosa diberikan bersama insulin, atau dengan golongan
sulfonilurea, dan menimbulkan hipoglikemia, pemberian glukosa akan lebih
baik daripada pemberian sukrosa, polisakarida, dan maltose (Departemen
Farmakologi dan Terapi UniversitasIndonesia).
Akarbosa, merupakan penghambat alpha- glukosidase intestinal,
yang memperlambat absorbsi karbohidrat dan sukrosa. Akarbosa
mempunyai efek kecil tapi bermakna dalam menurunkan glukosa darah dan
dapat digunakan tunggal atau sebagai penunjang terapi jika metformin atau
sulfonilurea tidak memadai. Hiperglikemia postprandial pada diabetes tipe
1 (tergantung insulin) dapat dikurangi dengan akarbosa, tetapi sekarang
jarang digunakan. Terjadinya flatulensi menghalangi penggunaan akarbosa
walaupun efek samping ini cenderung menurun dengan waktu.
Efek samping dari acarbose yaitu flatulensi, tinja lunak, diare
(mungkin perlu pengurangan dosis atau penghentian), perut kembung dan
nyeri, mual (jarang), reaksi pada kulit dan fungsi hati yang tidak normal.
Dosis perlu disesuaikan oleh dokter secara individu karena efikasi
dan tolerabilitas bervariasi. Dosis rekomendasi adalah: awal 3x1 tablet
50mg/hari, dilanjutkan dengan 3x1/2 tablet 100 mg/hari. Dilanjutkan
dengan 3x2 tablet 50 mg atau 3x1-2 tablet 100 mg. Peningkatan dosis dapat

18
dilakukan setelah 4-8 minggu, bila pasien menunjukkan respon tidak
adekuat. Tak perlu penyesuaian dosis pada usia lanjut (>65 tahun).Tidak
dianjurkan untuk anak dan remaja di bawah 18 tahun. Konseling: Tablet
dikunyah bersama satu suapan pertama makanan atau ditelan utuh dengan
sedikit air segera sebelum makan. Untuk mengantisipasi kemungkinan efek
hipoglikemia, pasien yang mendapat insulin atau suatu sulfonilurea atau
akarbosa harus selalu membawa glukosa (bukan sukrosa karena akarbosa
mempengaruhi absorpsi sukrosa).

4. Toksisitas Tiazolidindion dan Pioglitazon


Tiazolidindion dan pioglitazon, menurunkan resistensi insulin
perifer, menyebabkan penurunan kadar glukosa darah. Obat ini juga
digunakan tunggal atau kombinasi dengan metformin atau dengan
sulfonilurea (jika metformin tidak sesuai), kombinasi tiazolindindion dan
metformin lebih baik dari kombinasi tiazolidindion dan sulfonilurea
terutama pada pasien dengan berat badan berlebih. Respon yang tidak
memadai terhadap kombinasi metformin dan sulfonilurea menunjukkan
kegagalan pelepasan insulin, pemberian pioglitazon tidak begitu penting
pada keadaan ini dan pengobatan dengan insulin tidak boleh ditunda.
Kontrol glukosa darah dapat memburuk sementara jika tiazolindindion
diberikan sebagai pengganti obat antidiabetik oral yang sebelumnya
digunakan dalam bentuk kombinasi dengan antidiabetik lain.
Kontra indikasi untuk pioglitazon yaitu gangguan hati, riwayat gagal
jantung, kombinasi dengan insulin (risiko gagal jantung), kehamilan dan
menyusui.
Efek samping dari pioglitazon : gangguan saluran cerna,
bertambahnya berat badan, udema, anemia, sakit kepala, gangguan
penglihatan, pusing, artralgia, hipoestesia, hematuria, impoten,
hipohlikemia (jarang terjadi), lemah, insomnia, vertigo, berkeringat,
mempengaruhi kadar lemak darah, proteinuria. Selain itu, ada keterangan
toksisitas pada hati.

19
Dosis awal 15 – 30 mg satu kali sehari ditingkatkan menjadi 45 mg sehari
disesuaikan dengan respon.

5. Toksisitas Nateglinid dan Repaglinid


Nateglinid dan repaglinid menstimulasi pelepasan insulin. Kedua
obat ini mempunyai mula kerja cepat dan kerja singkat, dan diminum dekat
sebelum tiap kali makan. Repaglinid diberikan sebagai monoterapi pada
pasien yang tidak kelebihan berat badan atau pada pasien yang
kontraindikasi atau tidak tahan dengan metformin, atau dapat diberikan
kombinasi dengan metformin. Nateglinid hanya disetujui digunakan
bersama metformin.
Efek samping dari nateglinid : hipoglikemia, reaksi hipersensitif
termasuk pruritus, kemerahan dan urtikaria. Sedangkan efek samping dari
repaglinid : nyeri perut, diare, konstipasi, mual, muntah, hipoglikemia
(jarang terjadi), reaksi hipersensitivitas termasuk pruritus, kemerahan,
vaskulitus, urtikaria dan gangguan penglihatan.
Dosis untuk nateglinid : awal, 60 mg tiga kali sehari diberikan 30
menit sebelum makan, dosis maksimal 180 mg tiga kali sehari, anak dan
remaja dibawah 18 tahun tidak dianjurkan.
Dosis untuk repaglinid : awal, 500 mcg, diberikan 30 menit sebelum
makan (1 mg jika mendapat obat hipoglikemik oral lain) disesuaikan dengan
respons pada interval 1-2 minggu, sampai 4 mg diberikan dosis tunggal,
dosis maksimal 16 mg sehari, anak, remaja dibawah 18 tahun dan lanjut usia
diatas 75 tahun tidak dianjurkan.

6. Maifestasi Klinis Akibat Toksisitas/Keracunan Obat Antidiabetes


Hipoglikemia, kejadiannya bisa saja tertunda tergantung kepada
jenis obat yang digunakan dan rute atau dengan cara apa obat digunakan (
oral, intra vena atau subkutan ). Tanda-tanda terjadinya hipoglikemia atau
penurunan kadar gula darah sampai level yang rendah adalah gemetar,
bingung, koma, kejang-kejang, takikardia ( debaran jantung yang cepat ),
dan diaforesis ( berkeringat secara berlebihan )

20
Asidosis laktat akibat keracunan metformin dan phenformin dapat dimulai
dengan tanda-tanda yang tidak spesifik seperti lemas, muntah, nyeri otot, dan
tekanan pada pernapasan. Tingkat kematian akibat asidosis laktat yang berat
dilaporkan mencapai 50%.

21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Mungkin terdapat
penurunan dalam kemampuan tubuh untuk berespon terhadap insulin dan atau
penurunan atau tidak terdapatnya pembentukan insulin oleh pancreas. Kondisi
ini mengarah pada hiperglikemia, yang dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi metabolic akut seperti ketoasidosis diabetic. Hiperglikema jangka
panjang dapat menunjang terjadinya komplikasi mikrovaskular kronis
(penyakit ginjal dan mata) serta komplikasi neuropati. Diabetes juga berkaitan
dengan kejadian penyakit makrovaskuler, termasuk infark miokard, stroke, dan
penyakit vaskuler perifer. Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana
kadar glukosa di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau
menggunakan insulin secara cukup sehingga mengakibatkan terjadinya
penumpukan gula dalam darah yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia.
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing
manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana
peningkatan kadar gula dalam darah.
B. Saran
Diharapkan kepada setiap pembaca memberikan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

22
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, DC & Hackley, JC.2000. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddarth.Jakarta: EGC

Bays, H., Chapman, R. and Grandy, S. (2007). The relationship of body mass index
to diabetes mellitus, hypertension and dyslipidaemia: comparison of data
from two national surveys. International Journal of Clinical Practice, 61(5),
pp.737-747.

Buku ajar Fisiologi Guyton.

Choi, B. and Shi, F. (2001). Risk factors for diabetes mellitus by age and sex:
results of the National Population Health Survey. Diabetologia, 44(10),
pp.1221-1231.

Daousi, C. (2006). Prevalence of obesity in type 2 diabetes in secondary care:


association with cardiovascular risk factors. Postgraduate Medical Journal,
82(966), pp.280-284.

Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. (2011). Diabetes Care, 35,


pp.S64-S71.

Fowler, M. (2011). Microvascular and Macrovascular Complications of Diabetes.


Clinical Diabetes, 29(3), pp.116-122.

Kerner, W. and Brückel, J. (2014). Definition, Classification and Diagnosis of


Diabetes Mellitus. Exp Clin Endocrinol Diabetes, 122(07), pp.384-386.

Lewis M Sharon, RN, PhD, Heitkemper MC faan. 2000. Medical Surgical Nursing
Ed.5.Mosby

Martinus, Adrian.2005.1001 Tentang Diabetes.Bandung:Nexx Media

Ozougwu, O. (2013). The pathogenesis and pathophysiology of type 1 and type 2


diabetes mellitus. J. Physiol. Pathophysiol. 4(4), pp. 46-57.

Pearce, Evelyn C.2007.Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis.Jakarta:PT


Gramedia Pustaka Utama
PERKENI, (2015). Konsesus dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di
Indonesia.Jakarta

Price, Sylvia A.2005.Patofisiologi volume Edisi 6.Jakarta:EGC

Smeltzer, Suzzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Ed.8.Jakarta: EGC

Tambayong, Jan dr. 2001. Anatomi dan fisiologi untuk keperawatan. EGC

Anda mungkin juga menyukai