Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

DIABETES MELLITUS PADA LANSIA

Disusun oleh :

1. Laurensia Novi M
2. Mariatul Qiptiyah
3. Maulana Risky S
4. Murniningtyas Putri R
5. Nindia Ayu P
6. Novirda Lila
7. Novita Cahyuni
8. Vivi Putri Y

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

TAHUN AJARAN 2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kediri,

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan
manusia. Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-
tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin
rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan,
pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring
meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan,
serta sistem organ.
Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomik-fisiologik dan dapat timbul pula
penyakit-penyakit pada sistem endokrin khususnya penyakit diabetes mellitus.
Perubahan tersebut pada umumnya berpengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan
psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga
secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living (Fatmah, 2010). Usia
harapan hidup lansia di Indonesia semakin meningkat karena pengaruh status
kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, ilmu pengetahuan dan sosial ekonomi yang
semakin meningkat sehingga populasi lansia pun meningkat.
Penyakit DM sering terjadi pada kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia
>65 tahun, 8,6 % menderita DM tipe II. Angka ini mencakup 15 % populasi pada panti
lansia (Steele, 2008). Laporan statistik dari International Diabetik Federation
menyebutkan, bahwa sudah ada sekitar 230 juta orang pasien DM. Angka ini terus
bertambah hingga 3 % atau sekitar 7 juta orang tiap tahunnya. Dengan demikian,
jumlah pasien DM diperkirakan akan mencapai 350 juta orang pada tahun 2025 dan
setengah dari angka tersebut berada di Asia, terutama India, Cina, Pakistan, dan
Indonesia (Tandra, 2007).
Kasus Diabetes Mellitus (DM) sebanyak 28.858 kasus diderita usia 45-64 tahun,
yang terdiri 4.438 DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin) atau DM tipe 1 dan
24.420 DMTTI (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin) atau DM tipe 2.
Sedangkan usia >65 tahun terdapat 11.212 kasus DM, yang terdiri 3.820 DMTI
(Diabetes Mellitus Tergantung Insulin) atau DM tipe 1 dan 7.392 DMTTI (Diabetes
Mellitus Tidak Tergantung Insulin) atau DM tipe 2.
Diabetes melitus pada lanjut usia umumnya adalah diabetes tipe yang tidak
tergantung insulin (NIDDM). Prevalensi diabetes melitus makin meningkat pada lanjut
usia. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa negara berkembang akibat
peningkatan kemakmuran di negara yang bersangkutan dipengaruhi oleh banyak faktor
antara lain peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di
kota besar menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Diabetes Melitus?
2. Apa saja klasifikasi dari Diabetes Melitus?
3. Apa penyebab dari Diabetes Melitus?
4. Bagaimana patofisiologi Diabetes Melitus?
5. Apa saja tanda gejala dari Diabetes Melitus?
6. Bagaimana penatalaksanaan Diabetes Melitus?
7. Bagaimana pencegahan dari Diabetes Melitus?
8. Bagaimana WOC dari Diabetes Melitus?
9. Bagaimana asuhan keperawatan gerontik pada Diabetes Melitus?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari Diabetes Melitus
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari Diabetes Melitus
3. Untuk mengetahui penyebab dari Diabetes Melitus
4. Untuk mengetahui patofisiologi Diabetes Melitus
5. Untuk mengetahui tanda gejala dari Diabetes Melitus
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan Diabetes Melitus
7. Untuk mengetahui pencegahan dari Diabetes Melitus
8. Untuk mengetahui WOC dari Diabetes Melitus
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan lansia pada penyakit Diabetes Melitus
1.4. Manfaat
1. Bagi pemerintah dan instansi kesehatan
Mahasiswa dan pemerintah maupun instansi kesehatan, dapat bekerja sama dalam
memberikan pengetahuan mengenai penyakit Diabetes Melitus.
2. Bagi profesi keperawatan
Mahasiswa dan profesi keperawatan dapat bekerja sama dalam memberikan asuhan
keperawatan komunitas terhadap pasien mengenai Diabetes Melitus.
3. Bagi mahasiswa keperawatan
Mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan mengenai Diabetes Melitus dan mampu
mengaplikasikannya di saat praktek klinik.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi DM
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya (Smeltzer dan Bare, 2015).
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadikarena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes melitus berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh
terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (PERKENI,2015 dan ADA,
2017).
Diabetes melitus adalah sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemi
kronik akibat defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari
insulin yang disertai berbagai kelainan metaboliclain akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah
(Rendy danMargareth, 2012).
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolism kronis yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel beta langerhans
kelenjar pancreas satau disebabkan oleh kurang responsifnya sel tubuh terhadap insulin
(Sunaryati dalam Masriadi, 2016).
2.2. Klasifikasi DM
1. DM tipe 1 DM tipe 1 atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus), dapat
terjadi disebabkan karena adanya kerusakan sel-β, biasanya menyebabkan
kekurangan insulin absolut yang disebabkan oleh proses autoimun atau idiopatik.
Umumnya penyakit ini berkembang ke arah ketoasidosis diabetik yang
menyebabkan kematian. DM tipe 1 terjadi sebanyak 5-10% dari semua DM. DM
tipe 1 dicirikan dengan onset yang akut dan biasanya terjadi pada usia 30 tahun
(Smeltzer dan Bare, 2015).
2. DM tipe 2
DM tipe 2 atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus), dapat terjadi
karena kerusakan progresif sekretorik insulin akibat resistensi insulin. DM tipe 2
juga merupakan salah satu gangguan metabolik dengan kondisi insulin yang
diproduksi oleh tubuh tidak cukup jumlahnya akan tetapi reseptor insulin di
jaringan tidak berespon terhadap insulin tersebut. DM tipe 2 mengenai 90-95%
pasien dengan DM. Insidensi terjadi lebih umum pada usia 30 tahun, obesitas,
herediter, dan faktor lingkungan. DM tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi
komplikasi (Smeltzer dan Bare, 2015).
3. DM tipe tertentu
DM tipe ini dapat terjadi karena penyebab lain, misalnya, defek genetik pada
fungsi sel-β, defek genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti
fibrosis kistik dan pankreatitis), penyakit metabolik endokrin, infeksi, sindrom
genetik lain dan karena disebabkan oleh obat atau kimia (seperti dalam pengobatan
HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ) (Smeltzer dan Bare, 2015).
4. DM gestasional
DM ini merupakan DM yang didiagnosis selama masa kehamilan, dimana
intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan. Terjadi pada 2-5%
semua wanita hamil tetapi hilang saat melahirkan (Smeltzer dan Bare, 2015)
2.3. Etiologi DM
Umumnya diabetes mellitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau
sebagian besar dari sel-sel beta dari pulau-pulau langerhans pada pancreas yang
berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi kekurangan insulin. Disamping itu
diabetes mellitus juga dapat terjadi karena gangguan terhadap fungsi insulin dalam
memasukan glukosa kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau
sebab lain yang belum diketahui. (Smeltzer dan Bare, 2015)
Diabetes mellitus atau lebih dikenal dengan istilah penyakit kencing
manis mempunyai beberapa penyebab, antara lain:
1. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh
tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus. Konsumsi makanan yang
berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang
memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan pastinya
akan menyebabkan diabetes mellitus.
2. Obesitas (kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90kg cenderung memiliki peluang
lebih besar untuk terkena penyakit diabetes mellitus. Sembilan dari sepuluh orang
gemuk berpotensi untuk terserang diabetes mellitus.
3. Faktor genetis
Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab
diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes
mellitus. Pewarisan gen ini dapat sampai kecucunya bahkan cicit walaupun
resikonya sangat kecil.
4. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang
pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi pancreas menurun
sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh
termasuk insulin.
5. Penyakit dan infeksi pada pancreas
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang
pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak
ada sekresi hormon-hormonuntuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin.
Penyakit seperti kolesterol tinggi dan dislipedemia dapat meningkatkan risiko
terkenadiabetes mellitus.
6. Pola hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes mellitus. Jika
orang malas berolahraga memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit
diabetes mellitus karena olahraga berfungsi untuk membakar kalori yang
tertimbun didalam tubuh, kalori yang tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor
utama penyebab diabetes mellitus selain disfungsi pankreas.
2.4. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia prosprandial
(sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di eksresikan
ke dalam urin, eksresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakandiuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsia). (Smeltzer dan Bare, 2015).
Difisiensi insulin juga akan menganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glikosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari asam-asam amino dan substansi lain). Namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini kan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Ketoasidosis yang disebabkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti
nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan perunahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelaianan metabolic tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet
dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen
terapi yang penting (Smeltzer dan Bare, 2015).
DM tipe 2 merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama
adalah terjadinya hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya belum jelas,
faktor genetic dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya DM
tipe 2. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti
gaya hidup, obesitas, rendahnya aktivitas fisik, diet, dan tingginya kadar asam lemak
bebas (Smeltzer dan Bare, 2015). Mekanisme terjadinya DM tipe 2
umumnyadisebabkan karena resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin
dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terjadi peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan (Smeltzer dan Bare, 2015).
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel β tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi DM tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas DM tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM tipe 2. Meskipun
demikian, DM tipe 2 yang tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainnya
seperti sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (HHNK) (Smeltzer dan
Bare, 2015).
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahuntahun) dan
progresif, maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama-lama sembuh, infeksi vagina atau
pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Salah satu konsekuensi tidak
terdeteksinya penyakit DM selama bertahun-tahun adalah terjadinya komplikasi DM
jangka panjang (misalnya, kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer)
mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis ditegakkan (Smeltzer dan Bare, 2015).
2.5. Manifestasi Klinis
Adanya penyakit diabetes mellitus ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan
tidak disadari oleh penderita. Manifestasi klinis Diabetes Melitus dikaitkan dengan
konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi
ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan
diuresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) jika melewati ambang
ginjal untuk ekskresi glukosa yaitu ± 180 mg/dl serta timbulnya rasa haus(polidipsia).
Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat
kehilangan kalori (Price dan Wilson, 2012). Pasien dengan diabetes tipe I sering
memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsia, pliuria, turunnya berat
badan, polifagia, lemah, somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa
minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat
meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. Terapi insulin biasanya
diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap
insulin.
Sebaliknya pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak
memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan
darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang
lebih berat pasien tersebut mungkin menderita polydipsia, polyuria, lemah dan
somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasienini tidak
defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Sejumlahinsulin tetap disekresi
dan masih cukup untuk mnenghambat ketoasidosis (Price dan Wilson, 2012).
Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi 2 yaitu gejalaakut dan
gejala kronik (PERKENI, 2015)
1) Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap penderita, bahkan mungkin tidak
menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu. Permulaan gejala yang
ditunjukkan meliputi serba banyak (poli) yaitu banyak makan (poliphagi), banyak
minum (polidipsi), dan banyak kencing(poliuri). Keadaan tersebut, jika tidak segera
diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan
mulai berkurang atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-
4minggu), mudah lelah, dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual
2) Gejala kronik penyakit DM
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM adalah kesemutan, kulit
terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasatebal di kulit, kram, mudah
mengantuk, mata kabur, biasanya sering ganti kacamata, gatal di sekitar kemaluan
terutama pada wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual
menurun, danpara ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg
2.6. Komplikasi
1. Ketoasidosis diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut DM yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL) disertai dengan adanya tanda dan
gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320
mOs/mL) danterjadi peningkatan anion gap
2. Hiperosmolar non ketotik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200
mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-
380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat
(PERKENI, 2015).
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darahmg/dL. Pasien
DM yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan mengalami keadaan hipoglikemia.
Gejala hipoglikemia terdiri dariberdebar-debar, banyak keringat, gementar, rasa
lapar, pusing, gelisah, dan kesadaran menurun sampai koma
4. Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskular pada DM terjadi akibat aterosklerosis dari
pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma.
Makroangiopati tidak spesifik pada DM namun dapat timbul lebih cepat, lebih
sering terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukkan bahwa
angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita DM meningkat 4-5
kali dibandingkan orang normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada
hubungan dengan control kadar gula darah yang baik.
5. Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh darah
kecil khususnya kapiler yang terdiri dari retinopati diabetik dan nefropati diabetik.
Retinopati diabetic dibagi dalam 2 kelompok, yaitu retinopati non proliferatif dan
retinopati proliferatif. Retinopati non proliferatif merupakan stadium awal dengan
ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan retinopati proliferatif, ditandai dengan
adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia
retina.
6. Neuropati
Diabetes neuropati adalah kerusakan saraf sebagai komplikasi serius akibat
DM. Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal dan biasanya mengenai kaki terlebih dahulu, lalu ke bagian
tangan. Neuropati berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala
yang sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih
terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien
perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal. Apabila
ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan
menurunkan risiko amputasi. Semua penyandang DM yang disertai neuropati
perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki.
2.7. Penatalaksanaan
1. Edukasi
Penderita diabetes perlu mengetahui seluk beluk penyakit diabetes. Dengan
mengetahui faktor risiko diabetes, proses terjadinya diabetes, gejala diabetes,
komplikasi penyakit diabetes, serta pengobatan diabetes, penderita diharapkan
dapat lebih menyadari pentingnya pengendalian diabetes, meningkatkan kepatuhan
gaya hidup sehat dan pengobatan diabetes. Penderita perlu menyadari bahwa
mereka mampu menanggulangi diabetes, dan diabetes bukanlah suatu penyakit
yang di luar kendalinya. Terdiagnosis sebagai penderita diabetes bukan berarti akhir
dari segalanya. Edukasi (penyuluhan)secara individual dan pendekatan berdasarkan
penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil.
2. Pengaturan makan (Diet)
Pengaturan makan pada penderita diabetes bertujuan untuk mengendalikan gula
darah, tekanan darah, kadar lemak darah, serta berat badan ideal. Dengan demikian,
komplikasi diabetes dapat dihindari, sambil tetap mempertahankan kenikmatan
proses makan itusendiri. Pada prinsipnya, makanan perlu dikonsumsi teratur dan
disebar merata dalam sehari. Seperti halnya prinsip sehat umum, makanan untuk
penderita diabetes sebaiknya rendah lemak terutamalemak jenuh, kaya akan
karbohidrat kompleks yang berserat termasuk sayur dan buah dalam porsi yang
secukupnya, serta seimbang dengan kalori yang dibutuhkan untuk aktivitas sehari-
hari penderita.
3. Olahraga / Latihan Jasmani
Pengendalian kadar gula, lemak darah, serta berat badan juga membutuhkan
aktivitas fisik teratur. Selain itu, aktivitas fisik juga memiliki efek sangat baik
meningkatkan sensitivitas insulin pada tubuh penderita sehingga pengendalian
diabetes lebih mudah dicapai.Porsi olahraga perlu diseimbangkan dengan porsi
makanan dan obat sehingga tidak mengakibatkan kadar gula darah yang terlalu
rendah.Panduan umum yang dianjurkan yaitu aktivitas fisik dengan intensitas
ringan-selama 30 menit dalam sehari yang dimulai secara bertahap.Jenis olahraga
yang dianjurkan adalah olahraga aerobik sepertiberjalan, berenang, bersepeda,
berdansa, berkebun, dll. Penderita juga perlu meningkatkan aktivitas fisik dalam
kegiatan sehari-hari, seperti lebih memilih naik tangga ketimbang lift, dll. Sebelum
olahraga, sebaiknya penderita diperiksa dokter sehingga penyulit seperti tekanan
darah yang tinggi dapat diatasi sebelum olahraga dimulai.
4. Obat / Terapi Farmakologi
Obat oral ataupun suntikan perlu diresepkan dokter apabila gula darah tetap
tidak terkendali setelah 3 bulan penderita mencoba menerapkan gaya hidup sehat di
atas. Obat juga digunakan atas pertimbangan dokter pada keadaan-keadaan tertentu
seperti pada komplikasi akut diabetes, atau pada keadaan kadar gula darah yang
terlampau tinggi
Hiperglikemia

2.8. WOC
Reaksi Autoimun Obesitas, usia, genetik

DM Tipe DM Tipe
I II
Sel Beta pankreas hancur Sel Beta pankreas hancur
Defisiensi Insulin

Anabolisme Katabolisme Lipolisis Penurunan


protein protein pemakaian
glukosa
Gliserol
Merangsang
Kerusakan Asam Lemak
Hipotalamus
pada antibody Bebas

Pusat lapar &


Kekebalan Viskositas
haus Aterosklerosis Ketogenesis Glycosuria
tubuh darah
Polidipsi &
Ketonuria Osmotic
Polifagi
MK : Neuropati Makro Mikro Diuresis Aliran
Resiko sensori Vaskuler darah
Infeksi perifer MK : Ketoasidosis melambat
Ketidakseimban Poliurea
Retina
gan Nutrisi Jantung
Klien kurang dr - Nyeri Ischem
Retina Dehidrasi
merasa tdk kebutuhan abdomen ic
Miocard Diabetik - Mual,
sakit saat Jaringa
Infark Muntah
luka MK : n
- Hiperventila Kekurangan
si volume
MK : Nyeri
- Nafas bau Cairan MK :
Akut
keton Ketidake
MK : - Koma fektifan
Gangg. Perfusi
Persepsi Jaringan
Perifer
Sensori

Nekrosis
BAB III
Luka
MK : Kerusakan
Ganggren Intregitas Kulit
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN DM PADA LANSIA

Pelaksanaan asuhan keperawatan gerontik ini dilaksanakan di desa X pada tanggal 15-
22 Desember 2019, yang mana penulis melakukan kunjungan rumah pada keluarga Tn. X
Usia 65 tahun. Tn. X tinggal bersama dengan istrinya Ny. T usia 60 tahun, dan kedua
cucunya An. K usia 18 tahun dan An. F usia 15 tahun.Tn X mempunyai dua orang anak
laki-laki dan perempuan, mempunyai lima cucu, tetapi beliau tinggal serumah dengan anak
perempuan, menantu dan kedua cucunya. Tn. X menderita penyakit DM tipe II sejak 5
tahun yang lalu. Tn. X mengatakan semejak sakit DM tidak bekerja lagi. Beliau
mendapatkan uang untuk kehidupan sehari-hari dan untuk berobat ke RS dari kedua anak
dan menantunya yang bekerja di luar negeri.

3.1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN LANSIA


1. DATA BIOGRAFI
Nama : Tn. X
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 65 thn
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Islam
Status perkawinan : Kawin
Tinggi badan/berat badan : 170 cm/ 60 kg
Penampilan umum : Baik
Ciri-ciri tubuh : Berbadan tinggi dan agak sedikit bungkuk
Alamat : Desa Tinalan Kec. Pesantren Kota Kediri
Orang yang mudah dihubungi: Ny. T
Hubungan dengan klien : Istri
2. Riwayat Keluarga:
Riwayat keluarga Inti: Tn. X menderita penyakit DM sejak 5 tahun lalu. Tn. X
mengeluh kakinya kesemutan, cepat lelah, dan luka pada kakinya tidak kunjung
sembuh padahal sudah sejak 3 minggu yang lalu. Beliau jarang berobat dan kontrol
serta menganggap penyakitnya biasa saja dan tidak terlalu dipikirkan. Ny. T tidak
memiliki riwayat penyakit menular ataupun menurun hanya saja kadang Ny. T
merasa lututnya terkadan agak nyeri dan belum diperiksakan ke dokter. Kedua
cucunya An. K dan An. F dalam keadaan sehat.
Riwayat keluarga sebelumnya: Riwayat keluarga Tn. X mengatakan tidak
mengetahui tentang penyakit dari keluarga sebelum dirinya.
Genogram :

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Klien

: Garis Perkawinan

: Garis Keturunan

: Tinggal Serumah

3. Riwayat Pekerjaan: Dahulu Tn. X bekerja sebagai kariyawan pabrik di Surabaya,


sedangkan Ny. T bekerja sebagai guru TK di desanya.
4. Riwayat Lingkungan Hidup: Tn. X tinggal serumah dengan istrinya, anak
perempuan, menantu dan kedua cucunya. Tn. X hidup dilingkungan yang bersih
dan ramah. Hal tersebut dibuktikan dengan disetiap rumah di sekitar rumah Tn. X
mempunyai tong sampah sendiri sendiri, got depan rumah Tn. X juga bersih tidak
ada sampah ataupun rumput, kamar klien tampak rapi, lantai rumah dari keramik,
lantai kamar mandi tidak dikeramik, penerangan di rumah Tn.X cukup terang pada
siang hari karena terdapat ventilasi dan jendela yang dibuka setiap pagi dan pada
malam hari lampu penerangan cukup terang namun penerangan di kamar mandi
agak redup, serta tetangga disekitar rumah Tn. X ramah-ramah dan peduli dengan
sesamanya.
5. Riwayat Rekreasi : Klien mengatakan jarang berpergian jauh, jika berpergian jauh
mungkin ke rumah anak laki-lakinya di Yogyakarta. Sehari-hari klien
menghabiskan waktu di dalam rumah, klien mengisi waktu luang dengan membaca
majalah atau berkebun.
6. Sistem Pendukung
1) Sumber Pendapatan:
Selama ini, biaya kehidupan Tn. X tercukupi oleh anak-anak Tn.X. makan dan
keperluan sehari-hari Tn.X disediakan oleh anak-anak Tn.X.

2) Sumber Support Sosial:


Tn. T mendapatkan dukungan sosial dari istri, anak, menantu, dan cucu yang
tinggal serumah ataupun tidak serumah. Selain itu, beliau juga mendapatkan
dukungan dari teman-teman lansia di lingkungannya yang rutin bertemu saat
datang di arisan RT atau rapat di desanya.
7. Diskripsi kekhususan
Kebiasaan ritual: Tn. X menjalankan solat 5 waktu setiap harinya danpergi ke
masjid setiap jumat untuk menjalankan solat jumat. Tn. X
mengatakan hari khusus bagi dirinya adalah hari raya idul fitri
karena pada hari itu semua keluarganya berkumpul dan merayakan
hari itu bersama-sama.

Yang lainnya : -
8. Status Kesehatan
Status kesehatan umum selama lima tahun yang lalu : Tn. X menderita penyakit
DM tipe II
Keluhan utama : Kesemutan
Obat-obatan
NO NAMA OBAT DOSIS KET

1 Metformin 500 mg Diminum 2x sehari


Status imunisasi : -
Alergi :-
Obat-obatan :-
Makanan : Nasi putih dengan lauk sesuai selera
Faktor lingkungan : ketika kumpul dengan teman temannya terkadang masih
mengkonsumsi kopi/ teh
Penyakit yang diderita: DM tipe II
9. Aktivitas Hidup Sehari-hari
Nutrisi : Tercukupi
Eliminasi : Baik
Aktivitas : Baik
Istirahat dan tidur : Baik
Personal hygiene : Baik
Seksual : Baik
Rekreasi : Baik
Psikologis : Baik
· Persepsi klien : Baik
· Konsep diri : Baik
· Emosi : Baik
· Adaptasi : Baik
· Mekanisme pertahanan diri : Baik
10. Tinjauan Sistem Organ
1) Keadaan umum : Baik
2) Tingkat kesadaran : Composmetis
3) GCS : 15
4) Tanda-tanda vital : TD : 130/70 mmHg RR : 20x/menit
S : 36,5◦C Nadi : 75 x/menit

5) Sistem Integumen:
Inspeksi
 Warna Kulit : sawo mateng
 Warna kuku : tampak kecoklatan, tampak menebal dan
mengeras
 Lesi : tidak ada lesi
 Pigmen berlebih : tidak ada pigmen berlebih
 Jaringan parut : tidak ada jaringan parut
 Distribusi rambut : rambut tipis dan beruban
 Kebersihan kuku : kuku terpotong pendek dan bersih
 Kelainan pada kuku : tidak ada kelaianan pada kuku
 Bulla (lepuh) : tidak ada bulla
 Ukus : ada ulkus di kaki sebelah kiri
Palpasi
 Tekstur : kulit keriput
 Turgor kulit : turgor kulit kering, akral dingin
 Pitting edema : tidak ada
 CRT : < 4 detik
6) Kepala
Inspeksi
 Bentuk kepala : Bentuk kepala mesocepal
 Kebersihan : Bersih, tidak ada ketombe dan kotoran
 Warna rambut : Putih beruban
 Kulit kepala : Bersih, tidak terdapat ketombe, tidak terdapat
lesi.
 Distribusi rambut : Merata
 Kerontokan rambut : Tidak ada
 Benjolan di kepala : Tidak ada benjolan di kepala
 Temuan/keluhan lain : Tidak ada
Palpasi
 Nyeri Kepala : Tidak ada nyeri kepala
 Temuan/Keluhan lain : Tidak ada
7) Mata
Inspeksi
 Ptosis :Ya, ada penurunan kelopak mata bagian atas.
 Iris :Warna kecoklatan
 Konjungtiva :Konjungtiva tidak anemis
 Sklera :Sklera tidak ikterik
 Kornea : Kornea jernih
 Pupil :Isokor
 Peradangan :Tidak ada peradangan
 Katarak :Tidak ada katarak
 Gerak bola mata :Gerakan bola mata simetris
 Alat bantu penglihatan :Klien menggunakan kaca mata baca
Palpasi
 Kelopak mata :Tidak terdapat nyeri tekan pada kelopak mata,
tidak terdapat kantung mata
8) Telinga
Inspeksi
 Bentuk telinga : Bentuk telinga simetris
 Lesi : Tidak terdapat lesi
 Peradangan : Tidak tampak adanya peradangan pada telinga
 Kebersihan telinga luar : Telinga luar tampak bersih
 Kebersihan lubang telinga : Tampak adanya sedikit serumen pada kedua
telinga
 Membran timpani : Membran timpani utuh
 Fungsi pendengaran : Fungsi pendengaran mulai menurun, klien
sudah tidak mampu mendengar suara yang pelan
Palpasi
 Daun telinga :Tidak terdapat benjolan dan tidak ada nyeri
tekan pada daun telinga
9) Hidung dan sinus
Inspeksi
 Bentuk :Bentuk hidung simetris
 Peradangan :Tidak tampak adanya peradangan pada hidung
 Penciuman :Fungsi penciuman baik, klien dapat
membedakan bau
Palpasi
 Sinusitis :Tidak tampak adanya sinusitis
 Temuan / keluhan lainnya :Tidak terdapat nyeri tekan pada hidung
10) Mulut dan tenggorokan
Inspeksi
 Mukosa :Mukosa bibir lembab
 Bibir pecah-pecah :Tidak ada
 Kebersihan gigi :Gigi tampak bersih
 Gigi berlubang :Tidak ada
 Gusi berdarah :Tidak ada perdarahan pada gusi
 Kebersihan lidah :Lidah tampak kotor
 Pembesaran tonsil :Tidak tampak adanya pembesaran tonsil
 Temuan yang lain :Tidak ada stomatitis, tidak ada kesulitan
menelan makanan, namun klien mempunyai kesulitan untuk mengunyah
makanan karena sudah banyak gigi yang tanggal
11) Leher
Inspeksi
 Kesimetrisan leher :Leher tampak simetris
Palpasi
 Kelenjar limfe :Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
 Pembesaran kelenjar tyroid:Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
12) Sistem Pernapasan
Inspeksi
 Pengembangan dada :Pengembangan dada simetris
 Pernafasan :Irama nafas teratur
 Retraksi interkosta :Tidak ada retraksi interkosta
 Nafas cuping hidung :Tidak ada pernafasan cuping hidung
Palpasi
 Taktil fremitus :Taktil fremitus kanan = taktil fremitus kiri
 Pengembangan dada :Pengembangan dada simetris
Perkusi:Perkusi sonor
Auskultasi:Bunyi nafas vesikuler
 Suara tambahan :Tidak ada suara nafas tambahan seperti
wheezing, ronchi dan krekles
 Temuan / keluhan lainnya :Tidak teraba massa dan nyeri tekan pada area
dada
13) Sistem kardiovaskuler
Inspeksi:Ictus cordis tampak
Palpasi :Ictus cordis teraba pada IC V midclavicula sinistra
 Iktus kordis :Tidak tampak
 Nadi radialis :82 x/menit teraba teratur
Perkusi :Redup
Auskultasi
 Bunyi jantung :Bunyi jantung I, dan II murni. Tidak terdengar
suara tambahan
14) Sistem perkemihan
 Warna urin :Warna urin kuning
 Jumlah urin :± 1500 cc/hari
 Nyeri saat BAK :Tidak nyeri saat BAK
 Hematuria :Tidak ada hematuria
 Rasa terbakar saat BAK :Tidak ada rasa terbakar saat BAK
 Perasaan tidak lampias (anyang-anyangan):Tidak ada
 Mengompol :Tidak ada
 Tidak bisa BAK :Tidak ada
15) Sistem musculoskeletal
Inspeksi
 Lesi kulit :Tidak ada
 Tremor :Ada Klien jarang memakai alas kaki
Palpasi
 Tonus otot ekstremitas atas :Baik
 Tonus otot ekstremitas bawah :Baik
 Kekuatan ekstremitas atas :Kuat (skor 5)
 Kekuatan ekstremitas bawah :Kuat (skor 5)
 Rentang gerak :Klien mampu bergerak dengan bebas
 Edema kaki :Tidak terdapat edema
 Refleks Bisep :Kanan (+) Kiri (+)
 Refleks Trisep :Kanan (+) Kiri (+)
 Refleks patella :Kanan (+) Kiri (+)
 Refleks Achilles :Kanan (+) Kiri (+)
 Deformitas sendi :Tidak ada
 Nyeri ekstremitas :Kesemutan pada kedua kaki
16) Sistem endokrin
 Pembesaran tiroid :Tidak ada pembesaran tiroid
 Riwayat penyakit metabolik :Terdapat riwayat penyakit metabolik
seperti DM
17) Sistem gastrointestinal
Inspeksi :Bentuk abdomen datar

Auskultasi :Peristaltik usus 10 x/menit


Perkusi :Timpani
Palpasi :Tidak teraba massa, tidak terdapat nyeri tekan pada
abdomen.
18) Sistem reproduksi
 Kebersihan :Bersih
 Haemoroid :Tidak ada haemoroid
 Kesan (bau) :Tidak ada bau pesing atau bau tidak enak
19) Sistem persyarafan
 Olfaktori :Fungsi penciuman baik. Klien masih dapat
membedakan bau
 Optikus :Fungsi penglihatan sudah berkurang. Klien tidak
mampu lagi melihat jarak jauh dengan jelas, klien menggunakan alat bantu
kaca mata untuk membaca
 Okulomotorius :Gerakan bola mata simetris
 Throklear :Klien mampu menggerakan bola mata ke atas dan ke
bawah
 Trigeminus :Klien mampu mengunyah
 Abdusen :Baik
 Facialis :Bentuk bibir simetris
 Auditori :Fungsi pendengaran sudah mulai menurun
 Glosofaringeal :Klien mampu merasakan sensasi rasa pada lidah
 Vagus :Klien mampu menelan makanan
 Aksesorius :Klien mampu menoleh ke kiri dan ke kanan, klien
mampu mengangkat kedua bahu dengan simetris
 Hipoglosus :Pengucapan kata masih jelas, tidak ada pelo
11. Data Tambahan
1) Short Porteble Mental Status Questionaire (SPMSQ)
No. Pertanyaan Benar Salah Ket.
1. Tanggal berapa hari ini? √ Klien menjawab
tanggal 15
2. Hari apa sekarang? √ Klien menjawab
hari ini hari Senin
3. Apa nama tempat ini? √ Klien menjawab ini
adalah rumahnya
4. Dimana alamat anda? √ Klien menjawab di
Desa Tinalan Kec.
Pesantren Kota
Kediri
5. Berapa umur anda? √ Klien menjawab 65
tahun
6. Kapan anda lahir (minimal √ Klien menjawab
tahun lahir)? 1954
7. Siapa presiden Indonesia √ Klien menjawab
sekarang? Jokowi
8. Siapa presiden Indonesia √ Klien menjawab
sebelumnya? SBY
9. Siapa nama ibu anda? √ Klien menjawab
Nasti
10. Berapa 20-3? Tetap √ Klien menjawab 20-
pengurangan 3 dari setiap 3 = 17
angka baru, semua secara 17 -3 = 14
menurun berurutan.
Jumlah
Interpretasi Hasil:
Salah 0-2         : Fungsi intelektual utuh
Salah 3-4         : Kerusakan intelektual ringan
Salah 5-7         : Kerusakan intelektual sedang
Salah 8-10       : Kerusakan intelektual berat
Interpretasi/ kesimpulan:
Klien Tn. X saat dilakukan pemeriksaan dengan kuesioner SPMSQ, Tn. X
menjawab semua pertanyaan dengan benar. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Tn.
X termasuk dalam kategori fungsi intelektual utuh.
2) Mini - Mental State Exam (MMSE)

Nilai Nilai
No Aspek kognitif Kriteria
maks klien
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar
□   Tahun : 2019 (benar)
□   Musim : Hujan (benar)
□   Tanggal : 15 (benar)
□   Hari: Senin (benar)
□   Bulan: Desember (benar)
Orientasi 5 5 Dimana kita sekarang
□   Kota Kediri (benar)
□   Kecamatan Pesantren (benar)
□   KelurahanTinalan (benar)
□ 

2 Registrasi 3 3 Sebutkan 3 obyek (oleh pemeriksa)


1 detik untuk mengatakan masing-
masing obyek. Kemudian tanyakan
kepada klien ketiga obyek tadi
(untuk disebutkan)
□   Obyek 1 : Rumah Sakit (benar)
□   Obyek 2 : Kantor (benar)
□   Obyek 3 : Puskesmas (benar)
3 Perhatian dan 5 5 Minta klien untuk memulai dari
kalkulasi angka 100 kemudian dikurangi 7
sampai 5 kali
100 - 7 = 93
93 - 7 = 86

4 Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi


ketiga obyek pada no 2 tadi, bila
benar 1 point untuk masing-masing
obyek
Nilai Nilai
No Aspek kognitif Kriteria
maks klien
□   Obyek 1 : Rumah Sakit (benar)
□   Obyek 2 : Kantor (benar)
□   Obyek 3 : Puskesmas (benar)
5 Bahasa 9 5 Tunjukkan pada klien suatu benda
dan tanyakan namanya pada klien
□   Mengetahui nama : kertas
(benar)
Minta pada klien untuk mengulang
kata berikut “tak ada jika, dan,
atau, tetapi”. Bila benar, nilai 1
poin.
□   Tak ada jika (salah)
□   Dan (salah)
□   Atau (salah)
□   Tetapi (salah)
Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut yang terdiri dari 3
langkah : “Ambil kertas di tangan
anda. Lipat dua dan taruh di lantai”
□   Ambil kertas (benar)
□   Lipat dua (benar)
□   Taruh di lantai (benar)
Perintahkan pada klien untuk hal
berikut  Tutup mata anda
□   Aktifitas sesuai perintahTutup
mata anda (benar)
Total nilai 26
>23 : Aspek kognitif dari fungsi mental baik
18-22 : Kerusakan aspek fungsi mental ringan
≤ 17 : Terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat
Interpretasi hasil:
Klien Tn. X saat dilakukan pemeriksaan dengan kuesioner MMSE, Tn.X
memperoleh total skor sebanyak 22, Tn. X termasuk dalam kategori Aspek
kognitif dari fungsi mental baik.
3) Depresi Geriatri
4) Jawaban yang
Pertanyaan
sesuai
Apakah anda sebenarnya puas dengan
1 TIDAK ya
kehidupan anda
Apakah anda telah meninggalkan banyak
2 Tidak YA
kegiatan dan minat/kesenangan anda?
Apakah anda merasa kehidupan anda
3 Tidak YA
kosong?
4 Apakah anda merasa sering bosan? Tidak YA
Apakah anda mempunyai semangat yang
5 TIDAK -
baik setiap saat?
Apakah anda merasa takut sesuatu yang
6 - YA
buruk akan terjadi pada anda?
Apakah anda merasa bahagia untuk
7 TIDAK ya
sebagian besar hidup anda?
8 Apakah anda merasa sering tidak berdaya? Tidak YA
Apakah anda lebih sering di rumah
9 daripada pergi keluar dan mengerjakan - YA
sesuatu hal yang baru?
Apakah anda merasa mempunyai banyak
10 masalah dengan daya ingat anda Tidak YA
dibandingkan kebanyakan orang?
Apakah anda pikir bahwa hidup anda
11 TIDAK ya
sekarang menyenangkan?
Apakah anda merasa tidak berharga seperti
12 Tidak YA
perasaan anda saat ini?
13 Apakah anda merasa penuh semangat? TIDAK -
Apakah anda merasa bahwa keadaan anda
14 Tidak YA
tidak ada harapan?
Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih
15 - YA
baik keadaannya dari pada anda?
Total score 5
*) Setiap jawaban yang sesuai mempunyai skor 1
Keterangan :
Score  5 -9                   : Kemungkinan depresi
Score 10  atau lebih     : Depresi
Interpretasi/kesimpulan :
Klien Tn. X saat dilakukan pemeriksaan dengan kuesioner Skala Depresi, Tn. X
memperoleh total skor sejumlah 5 sehingga Tn. X dapat dikategorikan dalam
kategori kemungkinan depresi.
5) APGAR Keluarga

No Items Penilaian Selalu Kadang- Tidak


(2) Kadang (1)
Pernah (0)

1 A: Adaptasi 2
Saya puas bahwa saya dapat kembali pada
keluarga (teman-teman) saya untuk
membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya.

2 P: Partnership 1
Saya puas dengan cara keluarga (teman-
teman) saya membicarakan sesuatu
dengan saya dan mengungkapkan masalah
saya.
3 G: Growth 2
Saya puas bahwa keluarga (teman-teman)
saya menerima & mendukung
keinginan saya untuk melakukan aktifitas
atau arah baru.

4 A: Afek 1
Saya puas dengan cara keluarga (teman-
teman) saya mengekspresikan afek dan
berespon terhadap emosi-emosi saya,
seperti marah, sedih atau mencintai.

5 R: Resolve 2
Saya puas dengan cara teman-teman saya
dan saya menyediakan waktu
bersama- sama mengekspresikan afek dan
berespon
JUMLAH 6 2
Penilaian :
Nilai : 0-3 : Disfungsi keluarga sangat tinggi
Nilai : 4-6 : Disfungsi keluarga sedang
Nilai : >7 : Fungsi keluarga baik

Interpretasi/kesimpulan :
Klien Tn. X saat dilakukan pemeriksaan dengan kuesioner APGAR, Tn. X
memperoleh total skor sejumlah 8 sehingga fungsi keluarga Tn. X dalam
kategori kemungkinan baik.

3.2. ANALISA DATA


Nama Klien : Tn. X
Dx Medis : DM

NO DATA ETIOLOGI MASALAH PARAF

1 Do: DM Tipe II Perfusi perifer


 CRT 4 detik. tidak efektif
 Turgor kulit
kering, akral Sel Beta pankreas hancur
dingin
 TTV:
TD : 130/70 Defisiensi Insulin
mmHg
RR : 20x/menit
S : 36,5◦C
Nadi : 75 Penurunan
x/menit pemakaian glukosa
 GDA = 275
mg/dl
Ds: Hiperglikemia
 Klien
mengeluh
kedua kakinya Viskositas darah
terasa
kesemutan.
 Klien Aliran darah melambat
mengatakan
sudah lama
mengalami
keluhan Ischemic Jaringan
kesemutan
seperti yang
dirasakan saat
ini yaitu sejak
3 bulan yang
lalu.
2 Do: DM Tipe II Gangguan
 Tampak integritas Kulit
adanya luka di
kaki sebelah Sel Beta pankreas hancur
kiri klien
 Luka tampak
masih basah/ Defisiensi Insulin
belum kering
 Luka berwarna
hitam dan
sedikit ada Anabolisme
pusnya protein
 Kedalaman
luka 3 cm,
lebar 4 cm
Kerusakan pada
Ds: antibody
 Pasien
mengatakan
bahwa luka
Kekebalan
pada kaki
kirinya sejak 3 tubuh
minggu yang
lalu.
 Pasien Neuropati sensori
mengatakan perifer
tidak
merasakan
sakit pada Nekrosis
lukanya Luka
 Pasien
mengatakan
lukannya tidak
Ganggren
kunjung
sembuh.

3.3. DIAGNOSA
1. Perfusi perifer tidak efektif b.d Hiperglikemia
2. Gangguan integritas Kulit b.d perubahan sirkulasi dan penurunan sensasi
3.4. INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama Klien : Tn. X

Dx Medis : DM

TUJUAN &
NO DX KEP KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
HASIL

1 Perfusi perifer Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Untuk


tidak efektif b.d tindakan penilaian mengetahui
Hiperglikemia keperawatan…x24 sirkulasi sirkulasi perifer
jam diharapkan perifer (nadi 2. Meminimalisir
sirkulasi perifer perifer) secara gangguan
tetap normal. komprehensif. aliran darah,
Dengan kriteria 2. Tingkatkan mengurangi
hasil: kaki saat pengumpulan
1. Denyut nadi berdiri dari vena
ferifer teraba kursi, hindari 3. Mengetahui
kuat dan periode lama panas, nyeri
regular pada kaki paresthesia
2. Warna kulit yang cedera. pada
tidak pucat 3. Monitor ekstremitas
dan sianosis panas, 4. Untuk
3. Kesemutan kemerahan, mengurangi
berkurang nyeri, kesemutan
parestesia 5. Agar kulit tetap
pada lembab apabila
ekstremitas. tergores
4. Ajarkan sewaktu waktu
senam kaki tidak
diabetik. menimbulkan
5. Anjurkan luka yang
klien dalam
menggunakan
pelembab
pada kulit
kaki yang
kering.
2 Gangguan integritas Setelah dilakukan 1. Dapatkan 1. Menghindari
Kulit b.d perubahan tindakan kultur drainase resiko infeksi
sirkulasi dan keperawatan…x24 luka saat akibat dressing
penurunan sensasi jam dengan masuk yang sudah
kriteria hasil: 2. Pantau lama
1. Temperature karakteristik 2. Mengetahui
kulit sekitar luka termasuk perkembangan
luka dalam warna, ukuran, karakteristik
rentang normal dan bau luka
2. Perfusi 3. Bersihkan 3. Agar tidak
jaringan dengan NaCL terjadi reaksi
adekuat atau inflamasi akibat
3. Integritas kulit pembersih dari cairan
membaik nontoksik pembersih luka
Tidak ada 4. Lakukan 4. Pemilihan
pigmentasi yang dreesing dressing yang
abnormal sesuaikan tepat dapat
dengan tipe mempengaruhi
luka. keadaan luka
5. Pertahankan 5. Mencegah
Teknik resiko infeksi
dressing steril 6. Melihat adanya
saat tanda-tanda
melakukan yang
perawatan menggambarkan
luka kondisi luka
6. Inspeksi luka Mengetahui
setiap adanya
pergantian perubahan pada
dressing kondisi luka.
Bandingkan
dan catat
perubahan
luka.

3.5. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama Klien :Tn X
Dx Medis : DM
N TGL JAM IMPLEMENTASI EVALUASI (SOAP) PARAF
O
DX

1 16/12/ 09.00 1. Melakukan penilaian S:


2019 sirkulasi perifer (nadi
perifer) secara  Pasien mengatakan
komprehensif. tidak merasakan
2. Meningkatkan kaki sakit saat dilakukan
saat berdiri dari kursi, perawatan luka
hindari periode lama  Pasien mengatakan
pada kaki yang cedera. keadaan lukanya
3. Memonitor panas, jauh lebih baik
kemerahan, nyeri, dibanding
parestesia pada sebelumnya
ekstremitas. O:
4. Mengajarkan senam
kaki diabetik.  CRT <3 detik.
5. Menganjurkan klien  Turgor kulit agak
menggunakan lembab, akral
pelembab pada kulit
kaki yang kering. dingin
 TTV:
TD:130/70 mmHg
RR: 20x/menit
S : 36,5◦C
Nadi:75x/menit
 GDA = 240 mg/dl

A: masalah belum
teratasi

P: lanjutkan intervensi

2 17/12/ 08.00 1. Melakukan kultur S: Pasien mengatakan


2019 drainase luka saat kesemutan sudah
masuk sedikit berkurang
2. Memantau dibandingkan kemarin.
karakteristik luka
termasuk warna, O:
ukuran, dan bau  Tampak adanya
3. Membersihkan luka di kaki sebelah
dengan NaCL atau kiri klien
pembersih nontoksik  Luka tampak masih
4. Melakukan dreesing basah/ belum kering
sesuaikan dengan tipe
 Keadaan luka baik
luka.
dan berwarna merah
5. Mempertahankan
 Kedalaman luka 3
Teknik dressing steril
cm, lebar 4 cm
saat melakukan
perawatan luka. A: masalah belum
6. Menginspeksi luka teratasi
setiap pergantian
dressing. P: lanjutkan intervensi
7. Membandingkan dan
catat perubahan luka.

DAFTAR PUSTAKA

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2013. Diakses : 7 Januari 2017 pukul 11.30 WIB dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%
202013.pd

Smeltzer, S.C. dan B.G Bare. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC

Hasdianah, H.R. 2012. Mengenal Diabetes Melitus pada Orang Dewasa dan Anak-Anak
dengan Solusi Herbal. Yogyakarta : Nuha Medika.

Masriadi. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Trans Info Media

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan


Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta. Diakses tanggal 22 Maret 2017 pukul
15.40 WIB dari http://pbperkeni.or.id/doc/konsensus.pdf

Rendy dan Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta : Nuha Medika

American Diabetes Association (ADA). 2017. Standards Of Medical Care In Diabetes.


American Diabetes Association Journal Diakses : 22 Maret 2017 pukul 15.39 dari
http://professional.diabetes.org/sites/professional.diabetes.org/files/media/
dc_40_s1_final.pdf

Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M. (2012). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses -
Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai