Anda di halaman 1dari 17

DIABETES MILITUS

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Gizi dan
Diet
Dosen Pengampu :Tetik Nurhayati, S.Kep Ns., M.kep

DI SUSUN OLEH :

1. Andika Kriswantoro ()
2. Anisa Ayu Anggraini ()
3. Dewi Aminah ()
4. Pujiati ()
5. Farida Nuraini ()
6. Nurul Kurniawati (17613110)
7. Intan Dwi Lestari ()

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN/2C


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa kita ucapkan kehadirat Allah SWT, karena
atas berkat dan limpahan rahmat-Nyalah maka penulis bisa menyelesaikan makalah
ini dengan tepat waktu. Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah
dengan judul “DIABETES MILITUS”. Adapun penulisan makalah ini adalah
sebagai pemenuhan beberapa tugas mata kuliah Gizi dcan Diet.

Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai


pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberi kesempatan dan memfasilitasi kepada penulis sehingga
makalah ini bisa selesai dengan lancar.

Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya
dan saya sebagai penulis pada khususnya, saya menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik
yang bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata
penulis sampaikan terimakasih.

Ponorogo, 7 September 2018

Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Mellitus telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di
dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan langsung oleh
diabetes. Terdapat 1 orang per 10 detik atau 6 orang per menit yang meninggal
akibat penyakit yang berkaitan dengan diabetes. Penderita DM di Indonesia
sebanyak 4,5 juta pada tahun 1995, terbanyak ketujuh di dunia. Sekarang angka
ini meningkat menjadi 8,4 juta dan diperkirakan akan menjadi 12,4 juta pada
tahun 2025 atau urutan kelima di dunia (Tandra, 2008). Provinsi Lampung
tercatat pada tahun 2005-2006 jumlah penderita diabetes melitus mengalami
peningkatan 12% dari periode sebelumnya yaitu sebanyak 6.256 penderita
(Riskesdas, 2007). Angka kejadian diabetes melitus di provinsi Lampung untuk
rawat jalan pada tahun 2009 mencapai 365 orang dan mengalami peningkatan
pada tahun 2010 sejumlah 1103 orang (Dinkes Lampung, 2011).
Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, menunjukkan
prevalensi diabetes paling tinggi di Kota Bandar Lampung sebesar 0,9% dan
terendah di Lampung Utara 0,1%, baik berdasarkan diagnosis maupun gejala.
Lampung Barat apabila dihitung dengan angka prevalensi 1,2% dari seluruh
populasi penduduk hampir 500.000 jiwa, maka terdapat lebih dari 5.000
penderita Diabetes Melitus (diabetisi) yang tersebar di Lampung Barat
(Riskesdas, 2007). Diabetes Melitus tidak dapat disembuhkan tetapi kadar gula
darah dapat dikendalikan melalui diet, olah raga, dan obat-obatan. Untuk dapat
mencegah terjadinya komplikasi kronis, diperlukan pengendalian DM yang
baik (Perkeni, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi diabetes militus ?
1.2.2 Apa saja jenis-jenis penyakit diabetes militus?
1.2.3 Bagaimana kebutuhan zat gizi pada penderita penyakit diabetes militus?
1.2.4 Bagaimana jenis diet pada penderita diabetes militus?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi diabetes militus
1.3.2 Untuk mngetahui jenis-jenis penyakit diabetes militus
1.3.3 Untuk mengetahui kebutuhan zat gizi pada penderita penyakit diabetes
militus
1.3.4 Untuk mengetahui jenis diet pada penderita diabetes militus
1.4 Manfaat
Dengan di tulisnya makalah ini diharapkan pembaca mampu
mengembangkan khasanah keilmuan dalam memahami tentang penyakit
diabetes militus.
1. Bagi mahasiswa
Makalah ini mampu memberikan informasi dan referensi, selain itu mampu
memberikan pengetahuan mengenai penyakit diabetes militus, kebutuhan
gizi pada penderita diabetes militus serta jenis diet pada penderita diabetes
militus.
2. Bagi dosen
Makalah ini dapat dijadikan referensi dalam mengajar mahasiswa.
3. Bagi masyarakat
Makalah ini sebagai sumber pengetahuan bagi masyarakat secara umum.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diabetes Militus

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik


dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kinerja insulin atau kedua-duanya (ADA, 2010). Menurut WHO, Diabetes
Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme
kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai
akibat dari insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan
oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas
atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin
(Depkes, 2008). Berdasarkan Perkeni tahun 2011 Diabetes Mellitus adalah
penyakit gangguan metabolisme yang bersifat kronis dengan karakteristik
hiperglikemia. Berbagai komplikasi dapat timbul akibat kadar gula darah yang
tidak terkontrol, misalnya neuropati, hipertensi, jantung koroner, retinopati,
nefropati, dan gangren.

Gejala utama diabetes militus 3 hal yang sering dikenal dengan 3P yaitu
poliuria (banyak kencing), polidipsida ( banyak minum), dan polifagia (banyak
makan). Kadang-kadang penderita diabetes tidak menunjukkan gejala akut,
akan tetapi gejala akan muncul beberapa bulan sesudah mengidap diabetes
militus atagu setgelah terjadi komlikasi sedangkan gejala kronik/menahun
yang sering timbul adalah kesemutan, rasa kulit panas, kram, mudah
mengantuk, mata kabur, gatal disekitar alat kemaluan, gigi mudah goyang, dan
lepas, serta kemampuan seksual menurun (Rusdi, 2009)
2.2 Jenis Penyakit Diabetes Militus

Menurut Pribadi dalam Rismayanthi (2011), ada dua tipe diabetes mellitus:

1) Diabetes mellitus tipe I disebut DM yang tergantung pada insulin.


Diabetes mellitus tipe ini disebabkan akibat kekurangan insulin dalam
darah yang terjadi karena kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang
menonjol adalah terjadinya sering buang air kecil (terutama malam hari),
sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat
badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan
memerlukan insulin seumur hidup.

2) Diabetes mellitus tipe II atau disebut DM yang tidak tergantung pada


insulin.

Diabetes mellitus tipe II ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja
dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat
tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada / kurang.
Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia.
Tujuh puluh lima persen penderita DM tipe II adalah penderita obesitas atau
sangat kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.
Kegemukan atau obesitas salah satu faktor penyebab penyakit DM, dalam
pengobatan penderita DM, selain obat-obatan anti diabetes, perlu ditunjang
dengan terapi diit untuk menurunkan kadar gula darah serta mencegah
komplikasi-komplikasi yang lain.

Penyakit ini dapat menyerang semua lapisan umur serta tidak


membedakan status sosial dari penderita. Gejala klinis yang khas pada DM
yaitu “Triaspoli” polidipsi (banyak minum), poliphagia (banyak makan) &
poliuri (banyak kencing), disamping disertai dengan keluhan sering
kesemutan terutama pada jari-jari tangan, badan terasa lemas, berat badan
menurun drastis, gatal-gatal dan bila ada luka sukar sembuh, terjadi
gangguan mata, dan disfungsi ereksi, yang merupakan gejala-gejala klasik
yang umumnya terjadi pada penderita (Rismayanthi, 2011)
Klasifikasi etiologi Diabetes mellitus menurut American Diabetes
Association, 2010 adalah sebagai berikut:

a. Diabetes tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi


insulin absolut):

1) Autoimun.

2) Idiopatik.

Pada Diabetes tipe 1 (Diabetes Insulin Dependent), lebih sering


ternyata pada usia remaja. Lebih dari 90% dari sel pankreas yang
memproduksi insulin mengalami kerusakan secara permanen. Oleh
karena itu, insulin yang diproduksi sedikit atau tidak langsung dapat
diproduksikan. Hanya sekitar 10% dari semua penderita diabetes
melitus menderita tipe 1. Diabetes tipe 1 kebanyakan pada usia
dibawah 30 tahun. Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan
seperti infeksi virus atau faktor gizi dapat menyebabkan
penghancuran sel penghasil insulin di pankreas (Merck, 2008)

b. Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi


insulin disertai defesiensi insulin relatif sampai yang terutama defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin). Diabetes tipe 2 ( Diabetes Non
Insulin Dependent) ini tidak ada kerusakan pada pankreasnya dan dapat
terus menghasilkan insulin, bahkan kadang-kadang insulin pada tingkat
tinggi dari normal. Akan tetapi, tubuh manusia resisten terhadap efek
insulin, sehingga tidak ada insulin yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh. Diabetes tipe ini sering terjadi pada dewasa yang
berumur lebih dari 30 tahun dan menjadi lebih umum dengan
peningkatan usia. Obesitas menjadi faktor resiko utama pada diabetes
tipe 2. Sebanyak 80% sampai 90% dari penderita diabetes tipe 2
mengalami obesitas. Obesitas dapat menyebabkan sensitivitas insulin
menurun, maka dari itu orang obesitas memerlukan insulin yang
berjumlah sangat besar untuk mengawali kadar gula darah normal
(Merck, 2008).

c. Diabetes tipe lain.

1) Defek genetik fungsi sel beta

2) DNA mitokondria.

3) Defek genetik kerja insulin.

4) Penyakit eksokrin pankreas :

a) Pankreatitis.

b) Tumor/ pankreatektomi.

c) Pankreatopati fibrokalkulus.

5) Endokrinopati.

a) Akromegali.

b) Sindroma Cushing.

c) Feokromositoma.

d) Hipertiroidisme.

6) Karena obat/ zat kimia.

7) Pentamidin, asam nikotinat.

8) Glukokortikoid, hormon tiroid.

d. Diabetes mellitus Gestasional

Cara diagnosis diabetes melitus dapat dilihat dari peningkatkan kadar glukosa
darahnya. Terdapat beberapa kriteria diagnosis Diabetes Melitus berdasarkan
nilai kadar gula darah, berikut ini adalah kriteria diagnosis berdasarkan
American Diabetes Association tahun 2010. Kriteria Diagnostik Diabetes
melitus menurut American Diabetes Association 2010 :
1. Gejala klasik DM dengan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/ dl (11.1
mmol/L). Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Gejala klasik
adalah: poliuria, polidipsia dan berat badan turun tanpa sebab.

2. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/ dl (7.0 mmol/L).Puasa adalah pasien
tak mendapat kalori sedikitnya 8 jam.

3. Kadar glukosa darah 2 jam PP ≥ 200 mg/ dl (11,1 mmol/L). Tes Toleransi
Glukosa Oral dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke
dalam air. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau
DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa
Terganggu (TTGO) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)
tergantung dari hasil yang dipeoleh : TGT : glukosa darah plasma 2 jam
setelah beban antara 140- 199 mg/dl (7,8-11,0 mmol/L) GDPT : glukosa
darah puasa antara 100 – 125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/L)
Berikut ini adalah langkah-langkah diagnosis DM :

2.3 Kebutuhan zat gizi pada penderita penyakit diabetes militus

Perencanaan makan hendaknya dengan kandungan zat gizi yang cukup dan
disertai pengurangan total lemak terutama lemak jenuh. Pengetahuan porsi
makanan sedemikian rupa sehingga supan zat gizi tersebar sepanjang hari.
Penurunan berat badan ringan atau sedang (5 – 10 kg), sudah terbukti dapat
meningkatkan kontrol diabetes, walaupun berat badan idaman tidak dicapai.
Penurunan berat badan dapat diusahakan dicapai dengan baik dengan
penurunan asupan energi yang moderat dan peningkatan pengeluaran energi.
Dianjurkan pembatasan kalori sedang yaitu 250-500 Kkal lebih rendah dari
asupan rata-rata sehari.

Kebutuhan zat gizi dapat diuraikan dinbawah ini :

1. Protein.
Hanya sedikit data ilmiah untuk membuat rekomendasi yang kuat tentang
asupan protein orang dengan diabetes. ADA pada saat ini menganjurkan
mengkonsumsi 10% sampai 20% energi dari protein total. Menurut
konsensus pengelolaan diabetes di Indonesia kebutuhan protein untuk
orang dengan diabetes adalah 10 – 15% energi. Perlu penurunan asupan
protein menjadi 0,8 g/kg perhari atau 10% dari kebutuhan energi dengan
timbulnya nefropati pada orang dewasa dan 65% hendaknya bernilai
biologi tinggi.
2. Total Lemak.
Asupan lemak dianjurkan < 10% energi dari lemak jenuh dan tidak lebih
10% energi dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan selebihnya yaitu 60
– 70% total energi dari lemak tidak jenuh tunggak dan karbohidrat.
Distribusi energi dari lemak dan karbohidrat dapat berbeda-beda setiap
individu berdasarkan pengkajia gizi dan tujuan pengobatan. Anjuran
persentase energi dari lemak tergantung dari hasil pemeriksaan glukosa,
lipid, dan berat badan yang diinginkan. Untuk individu yang mempunyai
kadar lipid normal dan dapat mempertahankan berat badan yang memadai
(dan untuk pertumbuhan dan perkembangan normal pada anak dan remaja)
dapat dianjurkan tidak lebih dari 30% asupan energi dari lemak total dan
< 10% energi dari lemak jenuh. Dalam hal ini anjuran asupan lemak di
Indonesia adalah 20 – 25% energi. Apabila peningkatan LDL merupakan
masalah utama, dapat diikuti anjuran diet dislipidemia tahap II yaitu < 7%
energi total dari lemaj jenuh, tidak lebih dari 30% energi dari lemak total
dan kandungan kolesterol 200 mg/hari. Apabila peningkatan trigliserida
dan VLDL merupakan masalah utama, pendekatan yang mungkin
menguntungkan selain menurunkan berat badan dan peningkatan aktivitas
adalah peningkatan sedang asupan lemak tidak jenuh tunggal 20% energi
dengan < 10% masing energi masing-masing dari lemak jenuh dan tidak
jenuh ganda sedangkan asupan karbohidrat lebih rendah. Perencanaan
makan tinggi lemak tidak jenuh tunggal dapat dilakukan antara lain dengan
penggunaan nuts, alpukat dan minyak zaitun. Namun demikian pada
individu yang kegemukan peningkatan asupan lemak dapat memperburuk
kegemukannya. Pasien dengan kadar trigliserida > 1000 mg/dl mungkin
perlu penurunan semua tipe lemak makanan untuk menurunkan kadar
lemak plasma dalam bentuk kilomikron.
3. Lemak Jenuh dan Kolesterol.
Tujuan utama pengurangan konsumsi lemak jenuh dan kolestrol adalah
untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Oleh karena itu < 10%
asupan energi sehari seharusnya dari lemak jenuh dan asupan makanan
kolesterol makanan hendaknya dibatasi tidak lebih dari 300 mg perhari.
Namun demikian rekomendasi ini harus disesuaikan dengan latar belakang
budaya dan etnik.
4. Karbohidrat dan Pemanis.
Rekomendasi tahun 1994 lebih menfokuskan pada jumlah total
karbohidrat dari pada jenisnya. Rekomendasi untuk sukrosa lebih liberal,
menilai kembali fruktosa dan lebih konservatif untuk serat. Buah dan susu
sudah terbukti mempunyai respon glikemik menyerupai roti, nasi dan
kentang. Walaupun berbagai tepung-tepungan mempunyai respon
glikemik yang berbeda, prioritas hendaknya lebih pada jumlah total
karbohidrat yang dikonsumsi dari pada sumber karbohidrat. Anjuran
konsumsi karbohidrat untuk orang dengan diabetes di Indonesia adalah 60
– 70% energi.
5. Sukrosa.
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa sebagai bagian dari
perencanaan makan tidak memperburuk kontrol glukosa darah pada
individu dengan diabetes tipe 1 dan 2. Sukrosa dan makanan yang
mengandung sukrosa harus diperhitungkan sebagai pengganti karbohidrat
makanan lain dan tidak hanya dengan menambahkannya pada perencanaan
makan. Dalam melakukan substitusi ini kandungan zat gizi dari makanan-
makanan manis yang pekat dan kandungan zat gizi makanan yang
mengandung sukrosa harus dipertimbangkan, demikian juga adanya zat
gizi-zat gizi lain pada makanan tersebut seperti lemak yang sering dimakan
bersama sukrosa. Mengkonsumsi makanan yang bervariasi memberikan
lebih banyak zat gizi dari pada makanan dengan sukrosa sebagai satu-
satunya zat gizi.

6. Pemanis.

a. Fruktosa menaikkan glukosa plasma lebih kecil dari pada sukrosa dan
kebanyakannya karbohidrat jenis tepung-tepungan. Dalam hal ini
fruktosa dapat memberikan keuntungan sebagai bahan pemanis pada
diet diabetes. Namun demikian, karena pengaruh penggunaan dalam
jumlah besar (20% energi) yang potensial merugikan pada kolesterol
dan LDL, fruktosa tidak seluruhnya menguntungkan sebagai bahan
pemanis untuk orang dengan diabetes. Penderita dislipidemia
hendaknya menghindari mengkonsumsi fruktosa dalam jumlah besar,
namun tidak ada alasan untuk menghindari makanan seperti buah dan
sayuran yang mengnadung fruktosa alami ataupun konsumsi sejumlah
sedang makanan yang mengandung pemanis fruktosa.
b. Sorbitol, mannitol dan xylitol adalah gula alkohol biasa (polyols) yang
menghasilkan respon glikemik lebih rendah dari pada sukrosa dan
karbohidrat lain. Penggunaan pemanis tersebut secra berlebihan dapat
mempunyai pengaruh laxatif.
c. Sakarin, aspartam, acesulfame adalah pemanis tak bergizi yang dapat
diterima sebagai pemanis pada semua penderita DM.
7. Serat.
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan
untuk orang yang tidak diabetes. Dianjurkan mengkonsumsi 20 – 35 g
serat makanan dari berbagai sumber bahan makanan. Di Indonesia
anjurannya adalah kira-kira 25 g/hari dengan mengutamakan serat larut.
8. Natrium.
Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa
yaitu tidak lebih dari 3000 mg, sedangkan bagi yang menderita hipertensi
ringan sampai sedang, dianjurkan 2400 mg natrium perhari.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Tandra, H., 2008. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes.
Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.

[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar, 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

PERKENI 2011. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2


tipe 2 di Indonesia. Jakarta.PB PERKENI.

American Diabetes Association (ADA), 2010. Diagnosis and Classification of


Diabetes Mellitus Diabetes Care USA. 27 : 55 . Diakses pada 18 September
2018 dari : http://digilib.unila.ac.id/6567/15/BAB%20II.pdf

WHO, 2011. Diabetes Melitus. Diakses pada 18 September 2018 dari :


http://digilib.unila.ac.id/6567/15/BAB%20II.pdf

Depkes RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. Diakses pada 18 September
2018 dari : http://digilib.unila.ac.id/6567/15/BAB%20II.pdf

Rusdi & Nurlaela Isnawati, 2009, Awas! Anda Bisa Mati Cepat Akibat Hipertensi
& Diabetes, Yogyakarta: Power Books (IHDINA)

Rismayanthi, C., 2011. Terapi Insulin sebagai Alternatif Pengobatan bagi


PenderitaDiabetes.http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Cerik
a%20Rismayanthi,%20S.Or./terapi%20insulin%20sebagai%20alternatif
%20pengobatan.pdf. 18 September 2018.

Anda mungkin juga menyukai