Anda di halaman 1dari 34

GANGGUAN SISTIM NEUROLOGIS

TETANUS
Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Dokumentasi Keperawatan

Dosen Pembimbing Nurul Sri Wahyuni, M. Kep

Oleh:

Nurcahyo diantoro

16612810

Diploma Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Ponorogo

2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur Allah SWT penulis panjatkan atas segala rahmat dan anugerah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Makalah dengan judul “Tetanus” .

Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa dalam rangka penyusunan Makalah tidak
akan terlaksana sebagaimana yang diharapkan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang
telah memberikan banyak bimbingan, arahan, motivasi kepada penulis. Untuk itu dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Nurul Sri Wahyuni, M.Kep, selaku dosen pembimbing mata kuliah Dokumentasi
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo yang telah memberikan arahan dan
motivasi sehingga memperlancar penulisan Makalah.
2. Ibu, Ayah tercinta yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material
sehingga terselesaikan Makalah ini.
3. Teman-teman Prodi D III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Ponorogo atas kerja sama dan motivsinya.
4. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan dalam
penyelesaian Makalah.

Dalam penulisan, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Harapan penulis,
semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi bidang keperawatan.

Atas bantuan yang telah diberikan, penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Ponorogo, Juli 2017

Penulis

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR........................................................................................................................................i

Daftar Isi......................................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................1

A. Latar belakang.................................................................................................................................1

B. Masalah...........................................................................................................................................1

C. Tujuan..............................................................................................................................................2

D. Manfaat...........................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................................................3

A. Definisi.............................................................................................................................................3

B. Etiologi.............................................................................................................................................3

C. Manisfetasi Klinis.............................................................................................................................4

D. PATOGENESIS..................................................................................................................................5

E. Pengobatan Tetanus........................................................................................................................6

F. Rincian terapi...................................................................................................................................7

G. Masalah yang Lazim Muncul............................................................................................................8

H. Patofisiologi.....................................................................................................................................8

I. Pemeriksaan penunjang..................................................................................................................9

J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan................................................................................................9

1. Pengkajian...................................................................................................................................9

2. Analisis Data................................................................................................................................9

3. Diagnosa Keperawatan..............................................................................................................12

4. Intervensi...................................................................................................................................12

5. Evaluasi......................................................................................................................................27
ii
BAB III PENUTUP........................................................................................................................................29

A. Kesimpulan....................................................................................................................................29

B. Saran..............................................................................................................................................29

Daftar pustaka...........................................................................................................................................30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tetanus atau mempunyai nama lain Lockjaw merupakan penyakit akut yang
menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang
dihasilkan oleh Clostridium Tetani. Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke
dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntikan
dan pemotongan tali pusat. Dalam tubuh kuman ini akan berkembang biak dan
menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum menyebabkan
kekakuan, spasme dari otot bergaris.

Penyakit ini telah dikenal sejak zaman Hipocrates. Pada abad II Areanus the
Cappadocian melaporkan gambaran klinis tetanus, kemudian selama berabad-abad
penyakit ini jarang disebutkan. Pada tahun 1884, Carle dan Rattone menggambarkan
transmisi tetanus pada kelinci Percobaan.

Kitasato (1889) pertama kali mengisolasi Clostridium Tetani. Setahun kemudian


bersama dengan von Behring melaporkan adanya anti toksin spesifik pada serum
binatang yang telah disuntikkan dengan toksin tetanus. Pada tahun 1926, mulai
dikembangkan toksoid yang dapat merangsang pembentukan imunitas.

Untuk itu kita akan mengkaji lebih jauh mengenai apa penyakit tetanus
bagaimana penyebaranya, bagaimana tanda gejala penyakit tetanus dan, bagaimana
penata laksannaan dan asuhan keperawatan penyakut tetanus.

B. Masalah

1. Bagaimana konsep dari penyakit tetanus ?


2. Bagaimana diagnosa penyakut tetanus ?
3. Bagaimana penatalaksanaan penyakit tetanus ?

1
2

C. Tujuan

1. Untuk menjelaskan konsep penyakit tetanus.


2. Untuk menemukan diagnosa penyakit tetanus.
3. Untuk menjelaskan pemata laksanaan atau asuhan keperawatan penyakit tetanus.
D. Manfaat

1. Bagi penulis
Dengan adannya tugas membuat LP dan Askep ini penulis dapat menambah ilmu dan
wawasan dalam ilmu penyakit dan keperawatan
2. Bagi dosen
Dengan adanya penulisan ini bisa dijadikan revrensi bagi dosen untuk membuat
materi perkuliahan atau sebagai media uuntuk menambah wawasan ilmu
pengetahuan.
3. Bagi pembaca
Debgan adaanya tulisan ini penulis mengharapkan pembaca dapat menjadikantulisan
inisebagai rujukan dan media untuk menmbah wawasan ilm pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi

Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman Colostridium
tetani, dimanifestasikan dengan kejang otot secara paroksimal dandiikiti kekakuan otot
seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini tampak pada otot maseter dan otot rangka
(Hendrawanto cit. Soeparman)
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot atau spasme tanpa
disertai gamgguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi
sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps
ganglion sambungan sumsum tulang belakang. Sambungan neuro muscular (neuro
muscular jungtion) dan syaraf autonom (sumarno 2002).
Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890,
diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang
diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi
derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus. ( Nicalaier 1884, Behring dan
Kitasato 1890 ). Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka
pada kulit oleh karena terpotong , tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat
(Tetanus Neonatorum)
E. Etiologi

Gangguan neurologis tetanus disebabkan oleh tetanoplasmin yang dihasilkan oleh


Colostridium tetani kuman ini mengeluarkan toxin yang bersifat neurotoksik
(tetanoplasmin) yang menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Termasuk
bakteri gram positif. Bentuk batang terdapat di tanah kotoran manusia dan binatang
(khususnys kuda) sebagai spora debu dan instrumen lain. Spora bersifat dorman dapat
bertahan bertahun-tahun (>40 tahun)
Colostridium tetani mrupakan basil berbentuk batang yang beersifat aerob,
membentuk spora (tahan panas), yang mrngeluarkan neurotoksin (yang efeknya

3
4

mengurangi aktifitas kendali SSP), patogenesis bersimbiosis dengan mkroorganisme


piogenik (pyogenic). Bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda,
juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang
tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi
luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki
tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin. Tetanus
sering dijumpai pada neonatus, bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang
tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama tetanus neonatorum.
F. Manisfetasi Klinis

Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-rata 7-
10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama dengan
spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu pertama regiditas, spasme otot.
Gangguan ototnomik biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme bertahan sampai 1-2
minggu tapi kekakuan tetap bertahan lama. Pemulihan bisa memerlukan waktu 4 minggu.
(sudoyo Aru.dkk 2009)
Tetanus berdasarkan berdasarkan bentuk klinis dibagi menjadi:
1. Tetanus General yang merupakan bentuk paling sering, spasme otot, kakau kuduk,
nyeri tengorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkuunci (trismus), disfagia.
Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstrimitas bagian bawah
pada mulanya, spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan
terpisah oleh periode relaksasi.
2. Tetanus Neonatum biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal akibatnaya jika tidak
ditangani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak di imunisasi
secara adkuat, regiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas, spasme.
3. Tetanus Local biasnya ditandaidengan otot teras sakit, lalu timbul rebiditas dan
spasme pad bagian proksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu
dan menghlang.
5

4. Tetanus Sefalik varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa ingkubasi 1-2 hari
terjadi sesudah otitis media atau luka kepala atau muka. Paling menonjo adalah
disfungsi syaraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus umum.
Klasifikasi beratnya tetanus oleh Albert: (sudoyo Aru, dkk 2009)
1. Derajat I (ringan): trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai sedang,
spastisitas general, tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa
disfagia.
2. Drajat II (sedang): trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat ringan
sampai sedang, gangguan pernafasan ringan sampai sedang RR > 30X/mnt, disfagia
ringan.
3. Derajat III (berat): trismusberat, spastisitas generaista, spasme reflek berkepanjangan,
RR >40x/mnt, serangan apnea, disfagia berat, takikardia >120x/mnt
4. Derajat IV (sangat berat): derajat tiga dengan gangguan otonomik berat melibatkan
sistim kardiovaskuier. Hipotensi berat dan takikardia terjadi berselingan dengan
hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap komplikasi-komplikasi
tetanus. (Sudoyo Aru,dkk 2009)
G. PATOGENESIS

Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa


level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :

a. Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat


pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b. Kharekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena toksin
mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral
ganglioside.
d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System
(ANS ) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti
takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine.
6

Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia mengintervensi


fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi
terhadap batang otak.

Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan


meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi
trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus
tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi
juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang
khas .

Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:

1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa
kekornu anterior susunan syaraf pusat
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.

H. Pengobatan Tetanus

Berdasarkan patogenesis, prinsip terapi ditunjuksn pada adanya toksin yang


beredar di sirkulasi darah dan adanya basil di tempat luka. Adanya stimlus yang diterima
saraf aferen dan adanya serabut motorik yang menimbulkan spasme dan kejang.
(Kendarto, 2001)
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran
toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan
tujuan tersebut dapat diperinci sebagai berikut:

1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: -membersihkan luka,


irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),membuang benda asing
dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata laksanaan, terhadap
luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka
disuntik ATS.
7

2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan


membuka mulut dan menelan. Hila ada trismus, makanan dapat diberikan personde
atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap
penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu. 5. Mengatur keseimbangan
cairan dan elektrolit.

I. Rincian terapi

1. Untuk menetralisir toksin, berikan ATS (luka yang kemumgkinan terdapat


Clostridium : luka paku berkarat), luka besar, luka kawat, luka tembak, luka gigitan
yang dalam, sebanyak 1500 IU-4500 IU atau HyperTet 3000-6000 UI.
2. Di sekitar luka berikan ATS 10.000 UI secara IM.
3. Setiap hri berikan ATS 10.000 UI secara IM di daerah gluteal sampai gejala hilang.
4. Untuk membunuh basil di tempat luka, injeksikan penisilin 10-20 juta UI secara IV.
5. Untuk mengurangi stimulus, isolasi klirn di tempat tenang dan tertutup; berikan obat-
obat sedatif: Luminat®, Lrgaktil®, Lytiskoksiil®, (campuran Phenergan®,
Phetidin/Luminl®, Largaktil®, IV ; untuh anak-anak obat obatan tersebut tidak boleh
di campur, karena terjadi koagulasi. Jadi pemberian injeksi dilakukan secara terpisah.
6. Untuk menghilangkan gejala kejang, berikan muscule relaxan, injeksi Valium® 10
mg IV setiap hari sampai kejang hilang. Jika terjdi kejang hebat berikan Kurare®
untuk melumpuhkan otot yang kejang.
7. Luka-lukaterbuka pada tetanus boleh dilakukan debridemen satu jam setelah
seroterapi (suntikan ATS) dengan anastesi pentotal, dibersihkan dengan Pehidrol®,
luka tetap dibiarkan terbuka dan jangan di balut agar keadaan luka tetap aerob.
8. Pemberian makanan dengan NGT.
9. Jika perlu pada saat sesak lakukan trakeostomi.
10. Pasang kateter Dower.
8

J. Masalah yang Lazim Muncul

1. Ketidakrfektifan bersihan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut
(adanya spasme pada otot faring)
2. Ketidakefektifan pola napas b.d jalan nafas terganggu akibat spasme otot pernafasan.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer.
4. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial.
5. Gangguan ventilasi spontan b.d keletihan otot pernafasn karena adanya obstruksi
trachea brachial.
6. Ketidakefektifan termoregulasi b.d efek toksin (bakterimia)
7. Resiko infeksi b.d tindakan invasif (indikasi trakeostomi)
8. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi (hipoksis berat)
9. Resiko cidra b.d kejang spontan yang terus menerus (kurang suplai oksigen karena
addanya odema laring)
10. Nyeri akut b.d agen injury fisik, spasme ott, gerakan fragmen tulang.
11. Intoleransi aktifitas b.d kelemahanumum, imobilitas.
K. Patofisiologi
Invasi kuman melalui otitis
Tetanolisin Spora bentuk vegetatif masuk
media, luka tusuk, luuka
ke dalam tubuh
bakar, infeksi gigi, ulkus kulit
kronis, tali pusar.

Masuk dan menyebar ke SSP Tetanospasmin

Keringat berlebih peningkatan


Mengenai syistem saraf simpatis
Ke SSP suhu takikardi, aritmia.

Mnghambat
pelepasan asetikolin Retensi urin dan alvi Hipooksia berat

Penrunan O2 di otak
Tonus otot meningkat & Gangguan eliminasi
kontraksi otot meningkat
Kesadaran menurun

Spasme otot Otot rahang trismus

Akumulasi secresi saliva,


Penurunan kapasitas
Otot faring dan laring
Ketidakefektiean reflek
Ketidak batuk menurun,
seimbangan nutrisi Resiko cidera, Gangguan
Peningkatan scret, ronchi Cortek serebri adaptif
Resiko intra kranial
aspirasi
Otot ekstrimitas
Ansietas
bersihan jalan nafas kaki kesulitan
Otot
kurangtubuh,
dari menelan
otot muka
kebutuhan ,perut
tubuh papan
Kejang umum Otot
rasaleher kakuNyeri
nyaman,
spontan kuduk
Fleksi tangan & ekstensi
Hospitalisasi
9

L. Pemeriksaan penunjang

1. EKG: interval CTTmemanjang karena segmen ST.bentuk takikardia ventrikuler


(Torsaderde pointers).
2. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar fosfat
dalam serum meningkat.
3. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan subcutan atau
basas ganglia otak menunjukan klasifikasi.
M. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian penyakit tetanus akan didapatkan sesuai dengan perjalanan patologis
penyakit. Keluhan pada minggu perrtama seperti spasme dan kaku otot rahang
(massester) menyebabkan kesukaran membuka mulut (trismus) pembengkakan, rasa sakit
dan kaku dari berbagai otot seperti otot leher, otot dada, merambat ke otot perut, otot
lengan dan paha, otot punggung, seringnya epistotonus, tetanik seizures (nyeri, kontraksi
otot yang kuat), iritabilitas, demam serta gejala penyerta lainnya, keringat berlebihan,
sakit menelan, spasme tangan dan kaki, produksi air liur, bab dan bak tidak terkontrol,
terganggunya pernapasan karena otot laring terserang.
Pada pengkajian riwayat kesehatan mungkin didapatkan insiden yang memicu
terjadinya penyakit tetanus seperti menginjak besi yang telah berkarat atau terpapar
kotoran kuda atau faktor penyebab lainya. dan kondisi lingkungan rumah tempat tinggal
yang tidak sehat, serta kebersihan perorangan yang kurang baik.
Pengkajian psikososial sering didapatkan adanya kecemasan dengan kondisi sakit
dan keperluan pemenuhan informasi tentang pola hidup higenis.

2. Analisis Data
Menurut Muttaqin dalam bukunya yang berjudul “Buku Ajar Asuhan

Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan” adalah meliputi anamnesis,


riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostic pemeriksaan fisik
10

sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan
B3 (Brain) yang terarah dan di hubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

1. B 1 (Breathing)
Inspeksi ; apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi
pernafasan.
Palpasi ; taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi ; bunyi nafas tambahan seperti ronkhi karena peningkatan
produksi secret.

2. B 2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan syok hipolemik. Tekanan


darah normal, peningkatan heart rate, adanya anemis karena hancurnya eritrosit.

3. B 3 (Brain)

a) Tingkat kesadaran

Compos mentis, pada keadaan lanjut mengalami penurunan menjadi letargi,


stupor dan semikomatosa.

b) Fungsi serebri

Mengalami perubahan pada gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas


motorik.

c) Pemeriksaan saraf cranial

(1) Saraf I ; tidak ada kelainan, fungsi penciuman normal.

(2) Saraf II ; ketajaman penglihatan normal.

(3) Saraf III, IV dan VI ; dengan alasan yang tidak diketahui, klien mengalami
fotofobia atau sensitive berlebih pada cahaya.
(4) Saraf V ; reflek masester meningkat. Mulut mecucu seperti mulut ikan
(gejala khas tetanus)
11

(5) Saraf VII ; pengecapan normal, wajah simetris

(6) Saraf VIII ; tidak ditemukan tuli konduktif dan persepsi.

(7) Saraf IX dan X ; kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka


mulut (trismus).
(8) Saraf XI ; didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan leher
(mendadak)
(9) Saraf XII ; lidah simetris, indra pengecap normal

d) Sistem motorik

Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi mengalami


perubahan.

e) Pemeriksaan refleks

Refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum


derajat refleks pada respon normal.

f) Gerakan involunter

Tidak ditemukan tremor, Tic, dan distonia. Namun dalam keadaan tertentu
terjadi kejang umum, yang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang
peka.

4. B 4 (Bladder)

Penurunan volume haluaran urine berhubungan dengan penurunan perfusi dan


penurunan curah jantung ke ginjal.

5. B 5 (Bowel)

Mual muntah karena peningkatan asam lambung, nutrisi kurang karena


anoreksia dan adanya kejang (kaku dinding perut / perut papan.

Sulit BAB karena spasme otot.

6. B 6 (Bone)
12

Gangguan mobilitas dan aktivitas sehari-hari karena adanya kejang umum.

3. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan dan hospitalisasi
4. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik
5. Nyeri
6. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler
7. Resiko trauma b/d kejang
4. Intervensi

Tujuan Dan Kriteria


Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil
No Hasil

1 Bersihan Jalan Nafas tidak NOC : NIC :


Efektif  Respiratory status : Airway suction
Ventilation  Pastikan kebutuhan oral /
Definisi : Ketidakmampuan  Respiratory status : tracheal suctioning
untuk membersihkan sekresi Airway patency  Auskultasi suara nafas
atau obstruksi dari saluran  Aspiration Control sebelum dan sesudah
pernafasan untuk suctioning.
mempertahankan kebersihan Kriteria Hasil :  Informasikan pada klien
jalan nafas.  Mendemonstrasikan dan keluarga tentang
batuk efektif dan suara suctioning
Batasan Karakteristik : nafas yang bersih,  Minta klien nafas dalam
 Dispneu, Penurunan tidak ada sianosis dan sebelum suction
suara nafas dyspneu (mampu dilakukan.
 Orthopneu mengeluarkan sputum,  Berikan O2 dengan
 Cyanosis mampu bernafas menggunakan nasal
13

 Kelainan suara nafas dengan mudah, tidak untuk memfasilitasi


(rales, wheezing) ada pursed lips) suksion nasotrakeal
 Kesulitan berbicara  Menunjukkan jalan  Gunakan alat yang steril
 Batuk, tidak efekotif nafas yang paten (klien sitiap melakukan
atau tidak ada tidak merasa tercekik, tindakan
 Mata melebar irama nafas, frekuensi  Anjurkan pasien untuk
 Produksi sputum pernafasan dalam istirahat dan napas dalam
 Gelisah rentang normal, tidak setelah kateter
 Perubahan frekuensi ada suara nafas dikeluarkan dari
dan irama nafas abnormal) nasotrakeal
 Mampu  Monitor status oksigen
Faktor-faktor yang mengidentifikasikan pasien
berhubungan: dan mencegah factor  Ajarkan keluarga
 Lingkungan : yang dapat bagaimana cara
merokok, menghirup menghambat jalan melakukan suksion
asap rokok, perokok nafas  Hentikan suksion dan
pasif-POK, infeksi berikan oksigen apabila
 Fisiologis : disfungsi pasien menunjukkan
neuromuskular, bradikardi, peningkatan
hiperplasia dinding saturasi O2, dll.
bronkus, alergi jalan
nafas, asma.  Airway Management
 Obstruksi jalan nafas :
 Buka jalan nafas,
spasme jalan nafas,
guanakan teknik chin lift
sekresi tertahan,
atau jaw thrust bila perlu
banyaknya mukus,
 Posisikan pasien untuk
adanya jalan nafas
memaksimalkan ventilasi
buatan, sekresi
 Identifikasi pasien
bronkus, adanya
perlunya pemasangan
eksudat di alveolus,
14

adanya benda asing di alat jalan nafas buatan


jalan nafas.  Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
 Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
 Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
 Lakukan suction pada
mayo
 Berikan bronkodilator
bila perlu
 Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl
Lembab
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan
status O2

2 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :


kurang dari kebutuhan  Nutritional Status : Nutrition Management
tubuh food and Fluid Intake  Kaji adanya alergi
Kriteria Hasil : makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak  Adanya peningkatan  Kolaborasi dengan ahli
cukup untuk keperluan berat badan sesuai gizi untuk menentukan
metabolisme tubuh. dengan tujuan jumlah kalori dan
15

 Berat badan ideal nutrisi yang dibutuhkan


Batasan karakteristik : sesuai dengan tinggi pasien.
 Berat badan 20 % atau badan  Anjurkan pasien untuk
lebih di bawah ideal  Mampu meningkatkan intake Fe
 Dilaporkan adanya mengidentifikasi  Anjurkan pasien untuk
intake makanan yang kebutuhan nutrisi meningkatkan protein
kurang dari RDA  Tidak ada tanda tanda dan vitamin C
(Recomended Daily malnutrisi  Berikan substansi gula
Allowance)  Tidak terjadi  Yakinkan diet yang
 Membran mukosa dan penurunan berat dimakan mengandung
konjungtiva pucat badan yang berarti tinggi serat untuk
 Kelemahan otot yang mencegah konstipasi
digunakan untuk  Berikan makanan yang
menelan/mengunyah terpilih ( sudah
 Luka, inflamasi pada dikonsultasikan dengan
rongga mulut ahli gizi)
 Mudah merasa kenyang,  Ajarkan pasien
sesaat setelah bagaimana membuat
mengunyah makanan catatan makanan harian.
 Dilaporkan atau fakta  Monitor jumlah nutrisi
adanya kekurangan dan kandungan kalori
makanan  Berikan informasi
 Dilaporkan adanya tentang kebutuhan
perubahan sensasi rasa nutrisi
 Perasaan  Kaji kemampuan pasien
ketidakmampuan untuk untuk mendapatkan
mengunyah makanan nutrisi yang dibutuhkan
 Miskonsepsi
 Kehilangan BB dengan Nutrition Monitoring
16

makanan cukup  BB pasien dalam batas


 Keengganan untuk normal
makan  Monitor adanya
 Kram pada abdomen penurunan berat badan
 Tonus otot jelek  Monitor tipe dan jumlah
 Nyeri abdominal dengan aktivitas yang biasa
atau tanpa patologi dilakukan
 Kurang berminat  Monitor interaksi anak
terhadap makanan atau orangtua selama
 Pembuluh darah kapiler makan
mulai rapuh  Monitor lingkungan
 Diare dan atau selama makan
steatorrhea  Jadwalkan pengobatan 
 Kehilangan rambut yang dan tindakan tidak
cukup banyak (rontok) selama jam makan

 Suara usus hiperaktif  Monitor kulit kering

 Kurangnya informasi, dan perubahan

misinformasi pigmentasi
 Monitor turgor kulit
Faktor-faktor yang  Monitor kekeringan,
berhubungan : rambut kusam, dan
Ketidakmampuan pemasukan mudah patah
atau mencerna makanan atau  Monitor mual dan
mengabsorpsi zat-zat gizi muntah
berhubungan dengan faktor  Monitor kadar albumin,
biologis, psikologis atau total protein, Hb, dan
ekonomi. kadar Ht
 Monitor makanan
kesukaan
17

 Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan
intake nuntrisi
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.
 Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet

3 Cemas berhubungan dengan NOC : NIC :


kurang pengetahuan dan  Anxiety control Anxiety Reduction
hospitalisasi  Coping (penurunan kecemasan)
Definisi : Kriteria Hasil :  Gunakan pendekatan
Perasaan gelisah yang tak  Klien mampu yang menenangkan
jelas dari ketidaknyamanan mengidentifikasi dan  Nyatakan dengan jelas
atau ketakutan yang disertai mengungkapkan harapan terhadap
respon autonom (sumner tidak gejala cemas pelaku pasien
spesifik atau tidak diketahui  Mengidentifikasi,  Jelaskan semua
oleh individu); perasaan mengungkapkan dan prosedur dan apa yang
keprihatinan disebabkan dari menunjukkan tehnik dirasakan selama
antisipasi terhadap bahaya. untuk mengontol prosedur
Sinyal ini merupakan cemas  Temani pasien untuk
18

peringatan adanya ancaman  Vital sign dalam memberikan keamanan


yang akan datang dan batas normal dan mengurangi takut
memungkinkan individu untuk  Postur tubuh,  Berikan informasi
mengambil langkah untuk ekspresi wajah, faktual mengenai
menyetujui terhadap tindakan bahasa tubuh dan diagnosis, tindakan
Ditandai dengan tingkat aktivitas prognosis
 Gelisah menunjukkan  Dorong keluarga untuk
 Insomnia berkurangnya menemani anak
 Resah kecemasan  Lakukan back / neck
 Ketakutan rub

 Sedih  Dengarkan dengan

 Fokus pada diri penuh perhatian

 Kekhawatiran  Identifikasi tingkat

 Cemas kecemasan
 Bantu pasien mengenal
situasi yang
menimbulkan
kecemasan
 Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
 Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
 Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan
19

4 Defisit perawatan diri b/d NOC : NIC :


kelemahan fisik  Self care : Activity of Self Care assistane : ADLs
Daily Living (ADLs)  Monitor kemempuan
Definisi : Kriteria Hasil : klien untuk perawatan
Gangguan kemampuan untuk  Klien terbebas dari diri yang mandiri.
melakukan ADL pada diri bau badan  Monitor kebutuhan
 Menyatakan klien untuk alat-alat
Batasan karakteristik : kenyamanan terhadap bantu untuk kebersihan
ketidakmampuan untuk kemampuan untuk diri, berpakaian,
mandi, ketidakmampuan melakukan ADLs berhias, toileting dan
untuk berpakaian,  Dapat melakukan makan.
ketidakmampuan untuk ADLS dengan  Sediakan bantuan
makan, ketidakmampuan bantuan sampai klien mampu
untuk toileting secara utuh untuk
melakukan self-care.
Faktor yang berhubungan :  Dorong klien untuk
kelemahan, kerusakan kognitif melakukan aktivitas
atau perceptual, kerusakan sehari-hari yang normal
neuromuskular/ otot-otot saraf sesuai kemampuan
yang dimiliki.
 Dorong untuk
melakukan secara
mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien
tidak mampu
melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga
untuk mendorong
kemandirian, untuk
20

memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu untuk
melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin
sehari- hari sesuai
kemampuan.
 Pertimbangkan usia
klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas
sehari-hari. 
5 Nyeri NOC : NIC :
 Pain Level, Pain Management
Definisi :  Pain control,  Lakukan pengkajian
Sensori yang tidak  Comfort level nyeri secara
menyenangkan dan Kriteria Hasil : komprehensif termasuk
pengalaman emosional yang  Mampu mengontrol lokasi, karakteristik,
muncul secara aktual atau nyeri (tahu penyebab durasi, frekuensi, kualitas
potensial kerusakan jaringan nyeri, mampu dan faktor presipitasi
atau menggambarkan adanya menggunakan tehnik  Observasi reaksi
kerusakan (Asosiasi Studi nonfarmakologi untuk nonverbal dari
Nyeri Internasional): serangan mengurangi nyeri, ketidaknyamanan
mendadak atau pelan mencari bantuan)  Gunakan teknik
intensitasnya dari ringan  Melaporkan bahwa komunikasi terapeutik
sampai berat yang dapat nyeri berkurang untuk mengetahui
diantisipasi dengan akhir yang dengan menggunakan pengalaman nyeri pasien
dapat diprediksi dan dengan manajemen nyeri  Kaji kultur yang
durasi kurang dari 6 bulan. mempengaruhi respon
 Mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas, nyeri
21

Batasan karakteristik : frekuensi dan tanda  Evaluasi pengalaman


 Laporan secara verbal nyeri) nyeri masa lampau
atau non verbal  Menyatakan rasa  Evaluasi bersama pasien
 Fakta dari observasi nyaman setelah nyeri dan tim kesehatan lain
 Posisi antalgic untuk berkurang tentang ketidakefektifan
menghindari nyeri  Tanda vital dalam kontrol nyeri masa
 Gerakan melindungi rentang normal lampau

 Tingkah laku berhati-hati  Bantu pasien dan

 Muka topeng keluarga untuk mencari

 Gangguan tidur (mata dan menemukan

sayu, tampak capek, sulit dukungan

atau gerakan kacau,  Kontrol lingkungan yang

menyeringai) dapat mempengaruhi

 Terfokus pada diri nyeri seperti suhu

sendiri ruangan, pencahayaan


dan kebisingan
 Fokus menyempit
(penurunan persepsi  Kurangi faktor presipitasi

waktu, kerusakan proses nyeri

berpikir, penurunan  Pilih dan lakukan

interaksi dengan orang penanganan nyeri

dan lingkungan) (farmakologi, non

 Tingkah laku distraksi, farmakologi dan inter

contoh : jalan-jalan, personal)

menemui orang lain  Kaji tipe dan sumber

dan/atau aktivitas, nyeri untuk menentukan

aktivitas berulang-ulang) intervensi

 Respon autonom (seperti  Ajarkan tentang teknik

diaphoresis, perubahan non farmakologi

tekanan darah, perubahan  Berikan analgetik untuk


22

nafas, nadi dan dilatasi mengurangi nyeri


pupil)  Evaluasi keefektifan
 Perubahan autonomic kontrol nyeri
dalam tonus otot  Tingkatkan istirahat
(mungkin dalam rentang  Kolaborasikan dengan
dari lemah ke kaku) dokter jika ada keluhan
 Tingkah laku ekspresif dan tindakan nyeri tidak
(contoh : gelisah, berhasil
merintih, menangis,  Monitor penerimaan
waspada, iritabel, nafas pasien tentang
panjang/berkeluh kesah) manajemen nyeri
 Perubahan dalam nafsu
makan dan minum Analgesic Administration
 Tentukan lokasi,
Faktor yang berhubungan : karakteristik, kualitas,
Agen injuri (biologi, kimia, dan derajat nyeri sebelum
fisik, psikologis) pemberian obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
 Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
23

 Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
 Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

6 Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :


b/d kerusakan  Joint Movement : Exercise therapy :
neuromuskuler Active ambulation
 Mobility Level  Monitoring vital sign
Definisi :  Self care : ADLs sebelm/sesudah latihan
Keterbatasan dalam kebebasan  Transfer performance dan lihat respon pasien
untuk pergerakan fisik tertentu Kriteria Hasil : saat latihan
pada bagian tubuh atau satu  Klien meningkat  Konsultasikan dengan
atau lebih ekstremitas dalam aktivitas fisik terapi fisik tentang
Batasan karakteristik : rencana ambulasi sesuai
 Mengerti tujuan dari
 Postur tubuh yang tidak dengan kebutuhan
peningkatan
24

stabil selama melakukan mobilitas  Bantu klien untuk


kegiatan rutin harian  Memverbalisasikan menggunakan tongkat
 Keterbatasan perasaan dalam saat berjalan dan cegah
kemampuan untuk meningkatkan terhadap cedera
melakukan keterampilan kekuatan dan  Ajarkan pasien atau
motorik kasar kemampuan tenaga kesehatan lain
 Keterbatasan berpindah tentang teknik ambulasi
kemampuan untuk  Memperagakan  Kaji kemampuan pasien
melakukan keterampilan penggunaan alat dalam mobilisasi
motorik halus Bantu untuk  Latih pasien dalam
 Tidak ada koordinasi mobilisasi (walker) pemenuhan kebutuhan
atau pergerakan yang ADLs secara mandiri
tersentak-sentak sesuai kemampuan
 Keterbatasan ROM  Dampingi dan Bantu
 Kesulitan berbalik pasien saat mobilisasi
(belok) dan bantu penuhi
 Perubahan gaya berjalan kebutuhan ADLs ps.
(Misal : penurunan  Berikan alat Bantu jika
kecepatan berjalan, klien memerlukan.
kesulitan memulai jalan,
 Ajarkan pasien
langkah sempit, kaki
bagaimana merubah
diseret, goyangan yang
posisi dan berikan
berlebihan pada posisi
bantuan jika diperlukan
lateral)
 Penurunan waktu reaksi
 Bergerak menyebabkan
nafas menjadi pendek
 Usaha yang kuat untuk
perubahan gerak
(peningkatan perhatian
25

untuk aktivitas lain,


mengontrol perilaku,
fokus dalam anggapan
ketidakmampuan
aktivitas)
 Pergerakan yang lambat
 Bergerak menyebabkan
tremor
Faktor yang berhubungan :
 Pengobatan
 Terapi pembatasan gerak
 Kurang pengetahuan
tentang kegunaan
pergerakan fisik
 Indeks massa tubuh diatas
75 tahun percentil sesuai
dengan usia
 Kerusakan persepsi
sensori
 Tidak nyaman, nyeri
 Kerusakan
muskuloskeletal dan
neuromuskuler
 Intoleransi
aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
 Depresi mood atau cemas
 Kerusakan kognitif
 Penurunan kekuatan otot,
26

kontrol dan atau masa


 Keengganan untuk
memulai gerak
 Gaya hidup yang menetap,
tidak digunakan,
deconditioning
 Malnutrisi selektif atau
umum
7 Resiko trauma b/d kejang NOC : NIC :
 Knowledge : Environmental Management
Personal Safety safety
 Safety Behavior :  Sediakan lingkungan
Faal Prevention yang aman untuk pasien
 Safety Behavior :  Identifikasi kebutuhan
Falls occurance keamanan pasien,
 Safety Behavior : sesuai dengan kondisi
Physical Injury fisik dan fungsi
kognitif  pasien dan
riwayat penyakit
terdahulu pasien
 Menghindarkan
lingkungan yang
berbahaya (misalnya
memindahkan
perabotan)
 Memasang side rail
tempat tidur
 Menyediakan tempat
tidur yang nyaman dan
27

bersih
 Menempatkan saklar
lampu ditempat yang
mudah dijangkau
pasien.
 Membatasi pengunjung
 Memberikan
penerangan yang cukup
 Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
 Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
 Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
 Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.

5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan adalah sebagai berikut :

1. Bersihan Jalan Nafas menjadi Efektif


2. Ketidakseimbangan nutrisi menjadi adekuat
3. Nyeri berkurang
28

4. Resiko trauma menjadi hilang


5. Kejang menghilang
BAB III
A. Kesimpulan

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat.
Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan
tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium
tetani. Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Cloastridium tetani Bakteri ini
berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga
pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Toksin tetanospamin
menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi secara sentripetal atau secara
retrogard mcncapai CNS.

B. Saran

Demikian makalah yang saya buat, semoga bermanfaat dan menambah


pengetahuan pembaca. Saya mohon maaf apabila ada kesalahan pada ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang dimengerti. Saya juga sangat mengharapkan
kritik dan saran pembaca dalam kesempurnaan makalah ini.

29
Daftar pustaka

Nurarif, Amin huda dan Hardi Kusuma (penyusun). 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
BerdasarkanDiagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Medication Jogja.

Fransisca, B. Batticaca. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika

Ritarwan, Kingking. 2004. Tetanus. Digitized by USU digital library. Vol. 14,No. 4:49-61

Hamid,E.D, Daulay, AP, Lubis, CP, Rusdidjas, Siregar H : Tetanus Neonatorum in babies
Delivered by Traditional Birth Attendance in Medan, Vol. 25, Paeditrica Indonesiana,
Departement of Child Health, Medical School University of lndonesia, Sept-Okt 1985,
167 -17
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba.

30

Anda mungkin juga menyukai