Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

TETANUS

DISUSUN OLEH :

NAMA : GRACE MADATU

NIM : C1314201018

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIK STELLA MARIS

2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan tuntunannya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Asuhan Keperawatan Anak yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Tetanus”. Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat
menjadi media yang digunakan untuk menimba ilmu terutama dalam memberikan
pemahaman kepada mahasiswa dan masyarakat akan konsep teori dan asuhan
keperawatan pada anak mengenai penyakit tetanus.

Tak ada gading yang tak retak, kami menyadari bahwa penulisan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan untuk itu kami mengharapkan saran dan kritikan dari
semua pembaca demi kesempurnaan makalah ini dikemudian hari. Akhirnya kami
penulis makalah ini meminta maaf karena tentunya makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.

Penulis,
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .....................................................................................


DAFTAR ISI ....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
A. Latar Belakang................................................................................
B. Tujuan Penulisan ............................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................
A. Pengertian........................................................................................
B. Etiologi............................................................................................
C. Patofisiologi....................................................................................
D. Manifestasi Klinis ..........................................................................
E. Pemeriksaan Penunjang .................................................................
F. Terapi .............................................................................................
G. Asuhan Keperawatan .....................................................................
BAB III TELAAH JURNAL IMUNISASI .....................................................
A. Intisari Jurnal ..................................................................................
B. Penjelasan Imunisasi.......................................................................
C. Implikasi Keperawatan...................................................................
BAB IV PENUTUP .........................................................................................
A. Kesimpulan ....................................................................................
B. Saran ...............................................................................................
Daftar Pustaka……………………………………………………...
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pada masa perkembangan teknologi kedokteran sangat maju, penyakit
tetanus seharusnya menjadi kesehatan yang langka. Namun, kenyataannya
penyakit ini masih menjadi persoalan yang cukup serius di Indonesia. Penyakit
tersebut kebanyakan terdapat pada anak yang belum pernah mendapatkan
imunisasi tetatus (DPT). Pada umumnya penyakit ini menyerang anak-anak dari
keluarga yang belum mengerti pentingnya imunisasi dan pemeliharaan
kesehatan, seperti kebersihan lingkungan pribadi.
Hingga saat ini, kasus dan angka kematian yang disebabkan oleh
penyakit tetanus dinegara-negara berkembang seperti Indonesia masih cukup
tinggi. Oleh karena itu, penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan yang
cukup serius. Dalam beberapa tahun terakhir, telah diupayakan adanya
penyebarluasan program imunisasi diseluruh dunia, sehingga angka kesakitan
dan angka kematian telah menurun secara drastis.
Di Indonesia sendiri tetanus masih menjadi momok yang menakutkan.
Tentunya hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya kebersihan dan kesehatan lingkungan, perawatan luka yang kurang
higienis, serta kurangnya kekebalan terhadap tetanus. Penyakit tetanus biasanya
timbul didaerah yang mudah terkontaminasi oleh tanah, yang factor kebersihan
dan perawatan lukanya buruk.
Tetanus telah menginfeksi hampir seluruh penduduk dunia dengan kasus
yang sangat bervariasi. Bentuk yang paling sering adalah tetanus neonatorum
yang membunuh sedikitnya 500.000 bayi setiap tahun karena tidak diimunisasi.
Dan lebih dari 70% kematian tersebut terjadi pada sekitar 10 negara Asia dan
Afrika. Indonesia tercatat sebagai Negara ke 5 dari 10 negara berkembang yang
angka kematian tetanus neonatorumnya tinggi.
B. Tujuan Penulisan
1. Mampu mengetahui pengertian dari tetanus neonatorum.
2. Mampu mengetahui etiologi dari tetanus neonatorum.
3. Mampu mengetahui klasifikasi dari tetanus neonatorum.
4. Mampu mengetahui patofisiologi dari tetanus neonatorum.
5. Mampu mengetahui pemeriksaan diagnostik dari tetanus neonatorum.
6. Mampu mengetahui penatalaksanaan dari tetanus neonatorum.
7. Mampu memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan penyakit
tetanus neonatorum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Tetanus berasal dari kata tetanus (Yunani) yang berarti peregangan.
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme)
tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman
secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanospasmin) yang
dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang
belakang, sambungan neuromaskular (neuro muscularjunction) dan saraf
autonom.
Tetanus neonatorium adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus
(bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh clostridium tetani yaitu
kuman yang mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang system saraf
(Rukiyah, 2012).
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada anak
yang berusia dibawah 28 hari (Fida, 2012).
Tetanus neonatorum adalah kejang yang sering dijumpai pada BBL, yang
bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi
selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotongan
tali pusat atau perawatannya yang tidak bersih (Ngastijah, 1997).
Menurut WHO, Penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda
klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi hidup, menangis dan menyusu
secara normal, pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan seluruh tubuh
yang ditandai dengan kesulitan membuka mulut dan menetek, disusul
dengan kejang-kejang.
B. Etiologi
Tetanus neonatorum disebabakan oleh bakteri clostridium tetani, organisme
anaerob (tidak membutuhkan oksigen). Organisme ini berukuran sangat
kecil, yaitu sekitar 0,4 x 6 µm². Bakteri tersebut juga menghasilkan spora
yang sangat tahan terhadap desinfektan kimia, pemanasan, pengeringan, dan
berbentuk lonjong dengan ujung bulat. Bakteri itu tersebar dimana-mana,
seperti tanah, debu, jalan, besi berkarat, dan kotoran kuda.
Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali pusat
dengan kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan, dan daun-daunan
merupakan penyebab utama masuknya spora pada puntung tali pusat yang
menyebabkan terjadinya kasus tetanus neonatrum.
C. Patofisiologi
Spora yang masuk dan berada dan berada dalam lingkungan anaerob berubah
menjadi bentuk vegetative dan berbiak sambil menghasilkan toksin. Dalam
jaringan yang anaerob ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi
jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat adanya nanah,
nekrosis jaringan, garam kalsium dapat diimunisasi secara intraaxonal toksin
disalurkan ke sel saraf (cel body) yang menakan waktu sesuai axonnya dan
aktivitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf
walaupun toksin telah berkumpul dalam sel. Dalam sumsum tulang belakang
toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron kelekuk sinaps dan
teruskan keujung pre sinaps dari spinal inhibitor neuron. Pada daerah ini
toksin menimbulkan gangguan pada inhibitor transmitter dan menimbulkan
kekakuan. Efek toksin pada :
1. Ganglion pra sumsum tulang belakang : memblok sinaps jalur antagonis,
mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls sehingga tonus ototnya
meningkat dan otot menjadi kaku. Terjadi penekanan pada
hiperpolarisasi membrane dari neuron yang merupakan mekanisme yang
umum terjadi bila jalur penghambat terangsang. Depolarisasi yang
berkaitan dengan jalur rangsangan tidak terganggu. Toksin menyebabkan
hambatan pengeluaran inhibitor transmitter dan menekan pengaruh
bahan ini pada membrane motorik.
2. Otak : toksin yang menempel pada serebral gangliosidos diduga
menyebabkan gejala kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus.
Hambatan antidromik akibat rangsangan kortikal menurun.
3. Saraf otonom : terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan
gejala keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi,
aritmia cardiac blok atau takikardia. Sekalipun otot yang terkena adalah
otot bergaris terutama otot penampang dan penggerak tubuh.yang esar-
besar, pda tetanus berat otot polos juga ikut terkena.
D. Manifestasi Klinis
Adapun gejala klinis yang sering dijumpai pada penyakit tetanus adalah
sebagai berikut :
1. Trismus (susah membuka mulut) karena spasme pada otot mengunyah
(masseter) .
2. Kaku kuduk sampai opistotonus (karena ketegangan otot-otot erector
trunks).
3. Ketegangan otot dinding perut.
4. Kejang tonik, terutama bila dirangsang (karena toksin yang terdapat di
kornus anterior).
5. Risus sardonikus (wajah terlihat meringis dan mengerut) karena spasme
otot muka akibatnya dahi anak kelihatan mengerut, mata agak tertutup
sudut mulut tertarik ke samping dan bawah.
6. Kesulitan menelan makanan/minuman, gelisah, nyeri kepala, dan nyeri
seluruh anggota badan.
7. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan epistotonus, akstremitas
inferior dalam keadaan ekstensi, serta lengan kaku dan tangan mengepal
kuat. Namun, anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermiten yang
diselingi dengan periode relaksasi. Kemudian, tidak jelas lagi, dan
serangan tersebut disertai rasa nyeri. Terkadang terjadi pendarahan
intramuscular karena kontraksi yang kuat.
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan
laring. Adapun efek tetanospamin (toksin tetanus neonatorum) mampu
menyebabkan gangguan denyut jantung, seperti kadar denyut jantung
menurun atau meningkat. Tetanospasmin juga bisa mnyebabkan demam
dan kekakuan otot polos, sehingga anak tidak bisa buang air kecil.
Pembagian tingkat tetanus :
1. Tetanus neonatorum sedang : umur bayi >7 hari. Frekuensi kejang
kadang-kadang. Bentuk kejang : mulut mencucu, trismus kadang-
kadang, kejang rangsang (+). Posisi badan opistotonus kadang-
kadang, masih sadar, tali pusat kotor.
2. Tetanus neonatorum berat : umur bayi 0-7 hari, frekuensi kejang
sering. Bentuk kejang : mulut mencucu, trismus terus-menerus,
kejang rangsang (+). Posisi badan selalu opistotonus, masih sadar,
tali pusat kotor, lubang telinga bersih/kotor.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorik tidak khas, likuor serebrospinal normal,
jumlah leukosit normal atau sedikit meningkat. Biakan kuman memerlukan
prosedur khusus untuk kuman anaerobik.
F. Terapi
Prinsip dasar penanganan yang harus dilakukan pada anak yang mengalami
tetanus neonatorum adalah mencegah terjadinya kejang kekakuan otot,
menetralisasi racun, dan membunuh kuman tetanus neonatorum ada di dalam
tubuh.
1. Untuk mencegah terjadinya kejang atau kekakuan otot bisa diberikan
obat golongan benzodiazepine. Obat ini mempunyai aktivitas sebagai
penenang, antikejang, dan pelemas otot yang kuat. Namun, obat tersebut
memiliki efek samping yang berupa depresi pernapasan, terutama terjadi
jika diberikan dalam dosis besar.
2. Untuk menetralisir racun yang sudah ada didalam tubuh, dapat diberikan
obat antitetanus neonatorum serum atau human tetanus immunoglobulin
(HTIG). Pemberian obat ini merupakan terapi antibiotic yang bertujuan
untuk memberantas kuman tetanus neonatorum yang peka terhadap
penisilin grup beta laktan, termasuk penisilin G, ampisilin, karbenisilin,
dan tikarsilin. Selain itu, kuman ini juga peka terhadap obat
klorampenikol, metronidazol, aminoglikosida, dan sefalosporin generasi
ketiga.
3. Tindakan bedah yang diperlukan untuk memberantas kuman tersebut
adalah perawatan luka. Luka bekas potongan tali pusat dibersihkan dari
benda asing menggunakan betadine dan hydrogen peroksida.kemudian,
luka dibiarkan terbuka agar oksigen dapat bersirkulasi baik ke dalam
luka.
4. Perawatan intensif dengan stimulasi yang minimal agar tidak terjadi
kejang, pemberian cairan dan elektrolit, serta nutrisi harus diperhatikan.
Pemberian O2 melalui kateter hidung dan isap lendir dari hidung dan
mulut harus dilakukan.
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Pemeriksaan Fisik :
 Keadaan umum : lemah, sulit menelan, kejang
 Kepala : posisi menengadah, kaku kuduk, dahi mengkerut,
mata agak tertutup.
 Mulut : kekakuan mulut, mengatupnya rahang, seperti mulut
ikan, sudut mulut keluar dan bawah.
 Dada : simetris, kekakuan otot penyangga rongga dada, otot
punggung.
 Abdomen : dinding perut seperti papan.
 Kulit : turgor kurang, pucat, kebiruaan.
 Ekstremitas : flexi pada tangan, ekstensi pada tungkai,
hipertoni.
c. Pengkajian pola gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Riwayat : ibu tidak mendapatkan suntikan TT selama hamil,
pemotongan tali pusat yang tidak steril.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Tanda dan gejala : tidak bisa menyusu dan menelan, susah
membuka mulut karena adanya trismus.
3) Pola eliminasi
Tanda dan gejala : kesulitan BAK karena kekakuan pada otot
perkemihan.
4) Pola aktivitas dan latihan
Tanda dan gejala : gangguan pergerakan karena kekakuan pada
seluruh tubuh.
5) Pola istirahat dan tidur
Tanda dan gejala : gelisah karena nyeri seluruh anggota badan
dan sesak
6) Pola persepsi dan konsep diri
Tanda dan gejala : nyeri kepala, nyeri seluruh anggota badan,
gelisah.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola napas b/d keletihan otot pernapasan
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d mukus berlebihan
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuann makan
3. Intervensi keperawatan
1) Ketidakefektifan pola napas b/d keletihan otot pernapasan
NOC : mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas
normal
NIC :
1. Pantau adanya pucat dan sianosis
2. Kaji kebutuhan insersi jalan napas
3. Lakukan pengisapan sesuai kebutuhan untuk membersihkan
secret
4. Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan pernapasan
5. Berikan oksigen yang dilembabkan sesuai program atau protocol
kesehatan
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d mukus berlebihan
NOC : mempunyai jalan napas yang paten
NIC :
1. Kaji frekuensi, kedalaman dan upaya pernapasan
2. Kaji keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain
3. Pantau status oksigen pasien (tingkat SaO2) sebelum, selama, dan
setelah pengisapan.
4. Informasikan kepada keluarga tentang larangan merokok dalam
ruang perawatan
5. Berikan udara/oksigen yang telah dihumidifikasi sesuai dengan
kebijakan institusi
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuann makan
NOC : melaporkan tingkat energi yang adekuat
NIC :
1. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
2. Kaji dan dokumentasikan derajat kesulitan mengunyah dan
menelan
3. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi
4. Konsultasikan dengan ahli terapi okupasi
BAB III

TELAAH JURNAL IMUNISASI

A. Intisari jurnal tentang “Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian Imunisasi


Tetanus Toxoid di Puskesmas Rurukan Kecamatan Tomohon Timur Kota
Tomohon”
Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian imunisasi
tetanus toxoid, dimana tingkat pengetahuan akan mempengaruhi perilaku
individu. Semakin baik pengetahuan ibu tentang pentingnya imunisasi maka
akan makin tinggi tingkat kesadaran ibu untuk berperan serta dalam kegiatan
posyandu atau imunisasi.
Hasil penelitian menunjukkan responden yang berpengetahuan baik
sebagian besar mempunyai status imunisasi lengkap dibandingkan dengan
responden yang berpengetahuan kurang sebagian besar mempunyai status
imunisasi tidak lengkap dimana ada responden yang tidak tahu tentang imunisasi
TT karena tidak pernah mendapatkan informasi tentang imunisasi TT kemudian
ada responden yang mengemukakan bahwa imunisasi TT tidak penting. Perilaku
pemberian imunisasi dipengaruhi oleh factor pengetahuan, sikap, kepercayaan
dan tradisi di masyarakat.
B. Penjelasan Imunisasi
Imunisasi DPT (difteri, pertusis, dan tetanus) diberikan untuk mencegah tiga
macam penyakit sekaligus, yaitu difteri, tetanus, dan pertusis. DPT diberikan
pertama kali saat anak berumur >6 minggu kemudian ketika berumur 4 dan 6
bulan, ulangan DPT diberikan pada umur 18 bulan dan 5 tahun. Pada anak
berumur 12 tahun imunisasi ini diberikan lagi dalam program BIAS SD kelas
VI,
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 5 kali dan dilakukan secara bertahap.
DPT diberikan pertama kali sejak anak berusia 2 bulan, dengan interval 4-6
minggu. DPT 1 diberikan saat berusia 2-4 bulan, DPT 2 ketika umur 3-5 bulan
dan DPT 3 saat usianya memasuki 4-6 bulan.
Pemberian vaksin selanjutnya (DPT 4) dapat diberikan 1 tahun setelah
DPT 3, yaitu pada umur 18-24 bulan sedangkan DPT 5 diberikan ketika anak
mulai masuk sekolah, yaitu sekitar 5-7 tahun berikutnya, tepatnya dalam
kegiatan imunisasi disekolah dasar diberikan pada umur 12 tahun.
C. Implikasi Keperawatan
Perilaku pemberian imunisasi dipengaruhi oleh banyak factor diantaranya adalah
pengetahuan, sikap, kepercayaan dan tradisi di masyarakat.
Salah satu factor yang sangat mempengaruhi pemberian imunisasi
tetanus toxoid pada ibu hamil yaitu pengetahuan ibu terhadap manfaat imunisasi
tetanus toxoid sehingga sangat dibutuhkan peran perawat dalam membantu ibu
hamil untuk memberikan informasi tentang pentingnya imunisasi tetanus toksoid
yaitu dengan memberikan penyuluhan dan pembinaan kepada ibu hamil dan
wanita usia subur tentang imunisasi tetanus toksoid yaitu manfaat dari imunisasi
TT, tujuan dan pengertian dari imunisasi TT, serta jadwal pemberian imunisasi
TT sehingga dengan adanya pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi maka
akan meningkatkan kesadaran ibu untuk berperan serta dalam kegiatan posyandu
atau imunisasi dan dapat mengurangi dampak mortalitas pada janin terutama
akibat penyakit tetanus neonatorum.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tetanus neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang disebabkan
oleh adanya infeksi bakteri clostridium tetani yang melalui pemotongan tali
pusat yang tidak bersih.
Penyakit ini disebabkan oleh karena clostridium tetani yang bersifat
anaerob dimana kuman tersebut berkembang tanpa adanya oksigen. Pemotongan
tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali pusat dengan kotoran
binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan, dan daun-daunan merupakan penyebab
utama masuknya spora pada puntung tali pusat yang menyebabkan terjadinya
kasus tetanus neonatrum.
Pencegahan tetanus neonatorum dapat dilakukan dengan imunisasi aktif
seperti vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid diberikan bersama vaksin pertusis
difteri dan Tetanus (vaksin DPT), sedangkan imunisasi pasif dengan diberikan
Anti Tetanus Serum (ATS).
B. Saran
Perlu diperhatikan pada penyakit tetanus neonatorum karena jika tidak ditangani
dapat menyebabkan kematian sehingga saran kami adalah supaya pada ibu hamil
melakukan pemeriksaan kehamilan yang rutin dan mendapat suntikan Tetanus
Toksoid untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit tetanus yang dapat
membahayakan janin dan kepada petugas kesehatan yang membantu persalinan
supaya lebih memperhatikan kesterilan ala-alat yang digunakan terutama untuk
pemotongan tali pusat.
Daftar Pustaka

Fida, Maya. 2012. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jogjakarta : D-Medika

Soedarmo, Sumarmo S P. 2002. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI

Yeyeh, Ai Rukiyah. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : TIM

Herdman, T Heather. 2015. Nanda international Inc. diagnosis keperawatan :defenisi


dan klasifikasi. Jakarta : EGC

Wilkinson, Judith M . 2011. Buku saku Diagnosis Keperawatan : diagnosis Nanda,


intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai