Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman
yang penuh dengan stress, baik bagi anak maupun orang tua.
Beberapa bukti ilmiah menunjukkan bahwa lingkungan rumah sakit
itu sendiri merupakan penyebab stres bagi anak dan orang tuanya,
baik lingkungan fisik rumah sakit seperti bangunan/ruang rawat,
alat-alat, bau yang khas, pakaian putih petugas kesehatan maupun
lingkungan sosial, seperti sesama pasien anak, ataupun interaksi
dan sikap petugas kesehatan itu sendiri. Perasaan seperti takut,
cemas, tegang, nyeri, dan perasaan yang tidak menyenangkan
lainnya, sering kali dialami anak.
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi
perkembangan anak secara optimal. Dalam kondisi sakit atau anak
dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini tetap dilaksanakan,
namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Tujuan bermain di
rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase
pertumbuhan dan perkembangan secara optimal, mengembangkan
kreativitas anak, dan anak dapat beradaptasi lebih efektif terhadap
stress serta menjadi media bagi anak untuk mengekspresikan
perasaan relaksasi dan distraksi perasaan yang tidak nyaman.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Melatih fungsi kemampuan motorik gerak halus dan gerak
kasar anak.
2. Tujuan khusus
 Mengekspresikan perasaan dan keinginannya
 Mengembangkan kreativitas dan daya pikirnya.

1
 Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena
sakit dan dirawat di rumah sakit.
C. Manfaat
 Untuk anak-anak sebagai salah satu terapi pengobatan dan
menghilangkan kejenuhan terhadap suasana rumah sakit.
 Sebagai sarana orang tua untuk mengetahui suasana hati
anak-anak saat bermain.

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Teori tentang hospitalisasi pada anak


1. Pengertian
Hospitalisasi adalah tressor yang dialami anak akibat
lingkungan dan prosedur yang ada di rumah sakit.
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu
alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk
tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai
pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses tersebut, anak
dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut
beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat
traumatik dan penuh dengan stress.
Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu
cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wong,2000).
2. Reaksi anak terhadap hospitalisasi
a. Usia bayi (0-11 bulan)
Masalah yang utama terjadi adalah karena dampak dari
perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan
pembentukan rasa percaya dan kasih saying. Pada anak
usia lebih dari 6 bulan terjadi stranger anxiety atau cemas
apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya
dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul
pada anak usia ini adalah menangis, marah, dan banyak
melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila
ditinggalkan ibunya, bayi akan merasakan cemas karena
perpisahan dan perilaku yang ditunjukkan adalah dengan
menangis keras. Respons terhadap nyeri atau adanya
perlukaan biasanya menangis keras, pergerakan tubuh yang
banyak, dan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan.

3
b. Usia toddler ( 12-36 bulan)
Anak usia toddler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai
dengan sumber stresnya. Sumber stress yang utama adalah
cemas akibat perpisahan. Respon perilaku anak sesuai dengan
tahapannya, yaitu tahap protes, putus asa, dan pengingkaran
(denial). Pada tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah
menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau menolak
perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa,
perilaku yang ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak
tidak aktif, kurang menunjukkan minat untuk bermain dan
makan, sedih, dan apatis. Pada tahap pengingkaran perilaku
yang ditunjukkan adalah secara samar mulai menerima
perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak
mulai terlihat menyukai lingkungannya.
c. Usia prasekolah ( 60-72 bulan)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah
dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih saying,
dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan
teman sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang
ditunjukkan anak usia prasekolah adalah dengan menolak
makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan,
dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Perawatan di
rumah sakit juga membuat anak kehilangan control terhadap
dirinya. Perawatan di rumah sakit mengharuskan adanya
pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan
kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali
dipersepsikan anak prasekolah sebagai hukuman sehingga
anak akan merasa malu, bersalah, atau takut. Ketakukan anak
terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan
dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena

4
itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan
berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata
marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan
ketergantungan pada orang tua.
B. Teori tentang tumbuh kembang anak
1. Pengertian
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta
jaringan interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan
struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat
diukur dengan satuan panjang dan berat.
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh
yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak
halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian.
2. Periode tumbuh kembang anak
a. Usia bayi ( 0-11 bulan )
Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses
pematangan berlangsung secara terus-menerus terutama
meningkatnya fungsi system saraf. Seorang bayi sangat
bergantung pada orang tua dan keluarga sebagai unit
pertama yang di kenalnya. Beruntunglah bayi yang
mempunyai orang tua yang hidup rukun, bahagia, dan
memberikan yang terbaik untuk anak.
Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan kesehatan
bayi, mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan, diperkenalkan
kepada makanan pendamping ASI sesuai umurnya,
diberikan imunisasi sesuai jadwal, mendapat pola asuh yang
sesuai. Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara
ibu dan anak terjalin, sehingga dalam masa ini, pengaruh ibu
dalam mendidik anak sangat besar.

5
b. Usia balita ( 12-59 bulan )
Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan
terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik (gerak
kasar dan gerak halus) serta fungsi ekskresi. Periode
penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada masa
balita. Pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa
balita akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan
anak selanjutnya. Setelah lahir terutama pada 3 tahun
pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-
sel otak masih berlangsung, dan terjadi pertumbuhan
serabut-serabut syaraf dan cabang-cabangnya, sehingga
membentuk jaringan syaraf dan otak yang kompleks.jumlah
dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel syaraf ini
akan sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari
kemampuan belajar berjalan, mengenal huruf, hingga
bersosialisasi.
Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian anak
dibentuk pada masa ini, sehingga setiap kelainan sekecil
apapun apabila tidak dideteksi apalagi tidak ditangani
dengan baik, akan mengurangi kualitass sumber daya
manusia dikemudian hari.
c. Usia prasekolah ( 60-72 bulan )
Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil.
Terjadi perkembangan dengan aktivitas jasmani yang
bertambah dan meningkatnya keterampilan dan proses
berfikir. Memasuki masa prasekolah, anak mulai
menunjukkan keinginanannya, seiring dengan pertumbuhan
dan perkembangannya.
Pada masa ini, selain lingkungan di dalam rumah maka
lingkungan di luar rumah mulai diperkenalkan. Anak mulai
senang bermain di luar rumah dan mulai berteman.

6
Sepatutnya lingkungan-lingkungan di luar rumah
menciptakan suasana bermain yang bersahabat untuk anak
(child friendly environment). Semakin banyak taman bermain
untuk anak, semakin baik untuk menunjang kebutuhan anak.
Pada masa ini anak dipersiapkan untuk sekolah, untuk itu
panca indra dan sistim reseptor penerima rangsangan serta
proses memori harus sudah siap sehingga anak mampu
belajar dengan baik. Perlu diperhatikan bahwa proses
belajar pada masa ini adalah dengan cara bermain.
C. Teori tentang jenis bermain pada anak
1. Pengertian
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara suka rela
untuk memperoleh kesenangan dan bermain merupakan
cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial.
2. Jenis bermain pada anak
a. Stimulasi pada bayi umur 6-9 bulan
 Memasukkan benda ke dalam wadah
 Bermain “genderang”
 Memegang alat tulis dan mencoret-coret
 Bermain mainan yang mengapung di air
 Membuat bunyi-bunyian
 Menyembunyikan dan mencari mainan.
b. Stimulasi pada anak umur 36-48 bulan
 Stimulasi yang perlu dilanjutkan : bermain puzzle
yang lebih sulit, menyusun balok-balok, menggambar
gambar yang lebih sulit, bermain mencocokkan
gambar dengan benda yang sesungguhnya dan
mengelompokkan benda sesuai jenisnya.
 Melempar dan menangkap bola
 Memotong
 Membuat buku cerita gambar temple

7
 Menempel gambar
 Menjahit
 Menggambar/menulis
 Menghitung
 Menggambar dengan jari
 Mencampur warna
c. Stimulasi anak umur 48-60 bulan
 Stimulasi yang perlu dilanjutkan : ajak anak bermain
puzzle, menggambar, menghitung, memilih dan
mengelompokkan, memotong dan menempel gambar.
 Konsep tentang “separuh atau satu”
 Menggambar, mencocokkan dan menghitung
 Menggunting
 Membandingkan besar/kecil, banyak/sedikit,
berat/ringan
 Percobaan ilmiah
 Berkebun
D. Teori tentang terapi bermain pada anak yang dirawat di rumah sakit
Anak memerlukan media yang dapat mengekpresikan
perasaan tersebut dan mampu bekerja sama dengan petugas
selama dalam perawatan. Media yang paling efektif adalah melalui
kegiatan permainan. Permainan terapeutik didasari oleh
pandangan bahwa bermain bagi anak merupakan aktivitas yang
sehat dan diperlukan untuk kelangsungan tumbuh kembang anak
dan memungkinkan untuk dapat menggali dan mengekspresikan
perasaan dan pikiran anak, mengalihkan perasaan nyeri, dan
relaksasi. Dengan demikian kegiatan bermain harus menjadi
bagian integral dari pelayanan kesehatan anak di rumah sakit
(Brennan, 1994).
Keuntungan yang akan didapat apabila kegiatan bermain
dilakukan perawat di rumah sakit , yaitu dapat meningkatkan

8
hubungan antara klien dan perawat, mengembalikan perasaan
mandiri pada anak, mengekspresikan dan mengalihkan perasaan
dan pikiran cemas, takut, sedih, tegang, dan nyeri serta
meningkatkan kemampuan untuk mempunyai tingkah laku yang
positif. Walaupun demikian, ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan jika melakukan permainan pada anak di rumah sakit,
yaitu tidak boleh bertentangan dengan terapi dan perawatan yang
sedang dijalankan, tidak membutuhkan energi yang banyak,
permainan harus mempertimbangkan keamanan anak, dilakukan
pada kelompok umur yang sama, dan melibatkan orang tua secara
aktif.

9
BAB III

PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN

A. Identitas Pasien
Nama : An. “P”
Umur : 7 bulan
Diagnosa Medik Pasien : Dengue Hemoragic Fever
Keluhan pasien :
DO : S 38 c, N 98x/menit, P 26x/menit.
DS : keluarga pasien mengatakan pasien
demam sejak 3 hari yang lalu.
Diagnosa Keperawatan : hipertermi b/d penyakit
B. Metode Terapi Bermain
Topik : Terapi Bermain
Sub Topik : bermain ‘genderang”
Sasaran : Anak usia 7 bulan
Tempat : Ruang perawatan anak St. Theresia
Waktu : 20 menit
C. Tujuan
1. TIU (Tujuan Instruksional Umum)
Setelah mendapatkan terapi bermain diharapkan kreativitas
anak-anak berkembang dengan baik sesuai tumbuh kembang
anak serta mengurangi dampak hospitalisasi.
2. TIK (Tujuan Instruksional Khusus)
Setelah mengikuti permainan selama 20 menit anak akan
mampu :
 Mengekspresikan rasa senangnya terhadap permainan.
 Menurunkan tingkat kecemasannya akibat hospitalisasi.
 Mengembangkan imajinasi dan daya pikirnya.
 Anak menjadi lebih percaya dan tidak takut dengan
perawat.

10
D. Perencanaan
1. Jenis program bermain
Tunjukkan cara memukul genderang dengan sendok/centong
kayu hingga menimbulkan suara, kemudian anak akan
mengikutinya.
2. Karakteristik bermain
Melatih gerak motorik halus pada anak
3. Karakteristik peserta
Peserta yang mengikuti terapi bermain ini adalah anak usia 7
bulan yang sedang di rawat di ruang perawatan anak dengan
kesadaran composmentis, kooperatif dan keadaan umum baik.
4. Metode terapi bermain : demonstrasi
5. Alat-alat yang digunakan :Genderang dan sendok/centong
kayu.

A. Identitas Pasien
Nama : An. “R”
Umur : anak 5 tahun
Diagnosa Medik Pasien : Susp. Demam Thypoid
Keluhan pasien :
DO : S: 38c, N: 88x/menit, P: 22x/m.
DS : Keluarga pasien mengatakan
pasien demam sejak 4 hari
Diagnosa Keperawatan : hipertermi b/d penyakit
B. Metode Terapi Bermain
Topik : Terapi Bermain
Sub Topik : bermain puzzle
Sasaran : Anak usia 5 tahun
Tempat :Ruang perawatan anak St.
Theresia
Waktu : 30 menit

11
C. Perencanaan
1. Jenis program bermain
Mengumpulkan benda-benda dan menyusunnya dengan
rapi.
2. Karakteristik bermain
Melatih kemampuan gerak halus anak
3. Karakteristik peserta
Peserta yang mengikuti terapi bermain ini adalah anak
usia 5 tahun yang sedang di rawat di ruang perawatan
anak dengan kesadaran composmentis, kooperatif dan
keadaan umum baik.
4. Metode terapi bermain : Demonstrasi
5. Alat-alat yang digunakan : Puzzle
A. Identitas pasien
Nama : An. “Z”
Umur : 2 tahun 11 bulan
Diagnosa medis : obs. Febris + DHF
Keluhan
DO : S : 38c, P: 24x/menit, N: 98x/m
DS : ibu pasien mengatakan pasien
demam sejak 3 hari yang lalu.
Diagnosa keperawatan : hipertermi b/d penyakit
B. Metode Terapi Bermain
Topik : Terapi bermain
Sub topik : menangkap bola
Sasaran : anak usia 36 bulan
Tempat : ruangan perawatan anak santa
theresia
Waktu : 20 menit
C. Perencanaan
1. Jenis program bermain

12
Ajak anak menangkap bola, gunakan bola sebesar bola tenis.
Sekali-kali bola dilempar kearah anak, minta anak
menangkapnya, kemudian melempar kembali kearah anda
2. Karakteristik bermain
 Melatih kerjasama mata dan tangan
 Meningkatkan motorik kasar pada anak
3. Karakteristik peserta
Peserta yang mengikuti terapi bermain ini adalah anak usia 3
tahun yang sedang di rawat di ruang perawatan anak dengan
kesadaran composmentis, kooperatif dan keadaan umum baik.
4. Metode terapi bermain : demonstrasi
5. Alat-alat yang di gunakan : bola

D. Tata letak

Leader Co Leader

observer

Fasilitator Anak Orang Tua

13
E. Strategi Pelaksanaan

No waktu Persiapan
1 5 Melakukan kontrak waktu
menit Mengecek kesiapan anak ( tidak mengantuk, tidak
rewel, keadaan umum mebaik atau kondisi yang
memungkinkan
Menyiapkan alat untuk bermain
Mencuci tangan
Pembukaan
2 5 Memberikan salam dan menyapa nama anak
menit Memperkenalkan diri antara petugas dan anak
Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
Menanyakan persetujuan dan kesiapan anak
sebelum kegiatan

3 15 Kegiatan
menit
Leader menjelaskan cara permainan
Menanyakan kepada anak mau bermain atau tidak
Memberikan permainan kepada anak
Menujukkan pada anak cara melempar bola
Leader, co leader dan fasilitator memotivasi anak
Memberikan pujian kepada anak bila dapat
menangkap dan melempar bola
Fasilitator mengobservasi anak
Menanyakan perasaan anak setelah bermain
4 5 Penutup
menit
Leader menghentikan permainan
Menanyakaan perasaan anak
Menyampaikan hasil permainan
Coleader menutup acara berpamitan dengan anak

14
dan orang tua
Mengucapkan salam

F. Evaluasi yang diharapkan


 Pasien dapat bersosialisasi dan berinteraksi dengan
orang lain
 Anak dapat melatih motorik kasar dan motorik halusnya
sesuai tumbuh kembangnya
 Anak mampu melatih mata dan tangan
 Anak mampu berpikir dan berkonsentrasi dalam bermain
 Anak mampu menuangkan imajinasinya

BAB IV

PENUTUP

15
A. Kesimpulan
Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan
anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain
tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit.
Hospitalisasi adalah tressor yang dialami anak akibat lingkungan
dan prosedur yang ada di rumah sakit. Berbagai perasaan yang
sering muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan
rasa bersalah.
Intervensi yang penting dilakukan perawat terhadap anak pada
prinsipnya untuk meminimalkan stressor, mencegah perasaan
kehilangan, meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan dan
nyeri, serta memaksimalkan manfaat perawatan di rumah sakit. Hal
yang harus diingat adalah bahwa bermain merupakan salah satu
cara yang efektif dalam mengatasi dampak hospitalisasi tersebut.
B. Saran
1. Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan
bagi anak agar anak dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan
permainan yang tepat dapat menjadi poin penting dari stimulus
yang akan didapat dari permainan tersebut. Faktor keamanan
dari permainan yang dipilih juga harus tetap diperhatikan.
2. Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit
dapat meminimalkan trauma yang akan anak dapatkan dari
hospitalisasi dengan menyediakan ruangan khusus untuk
melakukan tindakan.

3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk
mengurangi dampak hospitalisasi dengan terapi bermain yang

16
sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak. Karena dengan
terapi bermain yang tepat, maka anak dapat terus melanjutkan
tumbuh kembang anak walaupun dirumah sakit.

Daftar Pustaka

17
Supartini, yupi. 2004. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta :
EGC.

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Buku deteksi dini tumbuh kembang


balita. Jakarta.

18

Anda mungkin juga menyukai