RSUD KARAWANG
Kelompok 4:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hospitalisasi merupakan suatu keadaan krisis yang membuat anak untuk tinggal di
rumah sakit. Menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan ke rumah. Anak prasekolah
yang sakit harus dirawat di rumah sakit dapat mengalami pengalaman yang tidak
menyenangkan. Pada anak prasekolah memunculkan berbagai respon terhadap pengalaman
hospitalisasi. Respon yag paling umum pada anak prasekolah yang menjalani hospitalisasi
adalah keemasan (Supartini, 2006).
Stressor utama kecemasan pada anak prasekolah selama hospitalisasi yaitu
perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh dan nyeri (Wong et al, 2009). Kecemasan yang
dialami anak selama hospitalisasi jika tidak segera ditangani akan menghambat proses
kesembuhan anak. Proses kesembuhan terhambat karena anak yang mengalamu kecemasan
akan menolak perawatan dan pengobatan yang sedang dijalani (tidak kooperatif). Anak tyang
mengalami kecemasan selama hospitalisasi akan berusaha menolak makan, minum dan sulit
tidur, sehingga membuat kondisi anak menjadi lebih buruk (putra, 2011).
Peran perawat meminimalkan kecemasan pada anak yang menjalani hospitalisasi
sangat diperlukan agar anak berperilaku lebih kooperatif, mudah beradaptasi dan tidak
menjadi penurunan sistem imun lain. Intervensi keperawatan yang dapat diberikan untuk
mengurangi atau menghilangkan kecemasan pada anak berupa terapi bermain. Terapi
bermain merupakan terapi yang efektif untuk menurunkan kecemasan pada anak (Wong,
2009).
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau mempraktikan
keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif, memersiapkan diri
untuk berperan dan menjadi dewasa. (Hidayat, 2008). Bermain adalah cerminan kemampuan
fisik, intelektual, emosional dan sosial dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar
karena dengan bermain , anak akan berkata-kata, belajar memnyesuaikan diri dengan
lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan, dan mengenal waktu, jarak, serta suara.
(Wong, 2000).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Sa’diah (2014), pemberian terapi
bermain origami pada anak yang dirawat di rumah sakit memberikan manfaat unutk
mengembangkan kemampuan motorik halus anak, sekaligus merangsang kreativitas anak.
Terapi bermain origami memberikan kesempatan pada anak untuk membuat berbagai bentuk
dari hasil melipat kertas dan anak akan merasa bangga dengan sesuatu yang telah dihasilkan.
Perasaan bangga membantu anak meningkatkan peran dirinya selama menjalani proses
hospitalisasi sehingga perasaan hilang kendali karena pembatasan aktivitas pada anak dapat
diatasi/dihilangkan.
Terapi bermain origami yang diberikan pada anak yang sedang menjalani perawatan
di Rumah sakit akan memberikan perasaan sennag dan nyaman. Menurut Aguilera-Perez &
Whetsell dalam Sa’diah (2014) menyatakan bahwa anak yang merasa nyaman saat menjalani
rawat inap akan membuat anak dapat beradaptasi terhadap stressor kecemasan selama
hospitalisasi seperti perpisahan dengan lingkungan rumah, permainan dan teman seper-
mainan.
Dari pernyataan diatas, telah mendasari kelompok kami untuk membuat proposal
tentang terapi bermain dengan media origami pada ana usia ? di Ruang Thalasemia RSUD
Karawang
BAB II
TINJAUAN TEORI
C. Terapi Bermain
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah aktivitas yang
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari karena bermain sama dengan kerja
pada orang dewasa, yang dapat menurunkan stres anak, belajar berkomunikasi dengan
lingkungan, menyesuaikan diri dengan lingkungan, belajar mengenal dunia dan
meningkatkan kesejahteraan mental serta sosial anak.
Gibon dan Boren mendeskripsikan 3 tipe permainan yang bermanfaat untuk mengurangi rasa
stress anak, yaitu: Bermain rekreasi atau bermain dengan tujuan bersenang-senang yaitu
bermain bemain spontan yang tidak terstruktur. Bermain terapetik yaitu bila orang dewasa
menstruktur aktifitas untuk tujuan tertentu, biasanya sebelum atau sesudah pengobatan.
Bermain dengan tujuan Terapi yaitu, bermain yang bertujuan meninterprestasiakan
permainan anak dan merekomendasikan intervensi yang sesuai. Tipe bermain ini bertujuan
untuk untuk memberikan pengalaman pada anak menyelesaiakan konflik internal, dan tipe ini
merupakan komponen penting pendekatan psikososial untuk merawat anak.
1. Metode Bermain
Permainan untuk anak-anak tidak perlu memakai alat yang sulit dijangkau tempatnya
apalagi harganya. Cukup dengan barang-barang atau alat-alat di sekitar kita bisa kita
gunakan untuk memperkaya permainan anak. Misal ; bola, lompat tali, kertas origami,
dan lain-lain. Yang terpenting kita bisa meramu dan menggunakan alat sesuai dengan
keinginan anak. Pelatihan anak dengan metode bermain, menoton film dan diskusi dapat
membuat anak lebih berani tampil di depan umum, percaya diri, dapat menghargai orang
lain, dan dapat melihat kekurangan diri. Acara pementasan juga dapat menjadi salah satu
pilihan yang sangat efektif untuk membentuk kerja sama anak, mengekspresikan diri,
dan anak dapat memberikan apresiasi terhadap karya orang lain. Nilai-nilai yang
diajarkan dalam model pendidikan ini dapat diterapkan oleh anak dalam kegiatan sehari-
hari.
2. Fungsi Bermain Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga tidak akan
merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak
seperti halnya makan, perawatan dan cinta kasih. Fungsi utama bermain adalah
merangsang perkembangan sensoris-motorik, perkembangan sosial, perkembangan
kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai
terapi (Soetjiningsih, 1995).
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Bermain Pada Anak
a. Status kesehatan, pada anak yang sedang sakit kemampuan psikomotorik/ kognitif
terganggu. Sehingga ada saat-saat anak sangat ambisius pada permainannya dan ada
saat-saatanak sama sekali tidak punya keinginan untuk bermaian.
b. Jenis kelamin, pada saat usia sekolah biasanya anka laki-laki engan bermain dengan
anak perempuan, mereka sudah bisa membentuk komunikasi sendiri, dimana anak
wanita bermain sesama wanita dan anak laki-laki bermain sesama laki-laki. Tipe dan
alat permainanpun akan berbeda, misalnya anak laki-laki suka bermain bola, pada
anak perempuan suka main boneka.
c. Lingkungan, lokasi dimana anak berada sangat mempengaruhi pola permainan anak.
Di kota-kota besar anak jarang sekali yang bermain layang-layangan. Paling mereka
bermain game karena memang tidak ada/jarang ada tanah lapang/lapangan untuk
bermain, berbeda dengan yang masih terdapat tanah-tanah kosong. Alat permainan
yang cocok, disesuaikan dengan tahap perkembangan sehingga anak menjadi senang
untuk menggunakannya.
BAB III
STRATEGI PELAKSANAAN PROGRAM BERMAIN
A. Struktur Organisasi
Leader : Siti Sarah Nurilahiah
Co-Leader : Sita Masitoh
Fasilitator : Eka Ratna Komala
Rima Marwah
Putri Ulfa Trisiwi Octaviani
Achmad Maulana
Pembimbing : Dwi Sulistyo Cahyaningsih, M.Kep
Ns. Konang, S.Kep
B. Program bermain
Jenis Permainan : Melipat Kertas (Origami)
Jenis Kelamin : Laki-laki dan perempuan
Usia : 6-12 tahun
Waktu : 30 menit
Tempat : Ruang Thalasemia RSUD Karawang
Alat : Kertas Origami
C. Tujuan
1. Meningkatkan hubungan antar siswa.
2. Meningkatkan kreativitas pada siswa.
3. Melatih perkembangan motorik kasar pada anak
D. Strategi Permainan
1. Kegiatan Bermain
Kegiatan
No Tahapan Waktu
Perawat Klien
1 Fase pra- 5 menit a. Mempersiapkan diri
interaksi b. Mempersiapkan alat
yang akan digunakan
c. Mempersiapkan
tempat untuk
bermain
d. Mempersiapkan
siswa
2 Fase 5 menit a. Mengucapkan salam a. Menjawab
orientasi b. Memperkenalkan diri salam
c. Kontrak waktu b. Menyimak
d. Menyampaikan c. Menyepakati
tujuan bermain d. Menyimak
e. Meyampaikan e. Menyimak
permainan yang akan f. Menjawab
dilakukan pertanyaan
3 fase kerja 15 menit a. Menyampaikan cara a. Menyimak
permainan yaitu
melipat kertas
b. Membimbing siswa
dalam melipat kertas
4 Fase 5 menit a. Menyimpulkan a. Menyimak
terminasi manfaat dari aktivitas b. Menjawab
bermain anak c. Menyimak
b. Memberi evaluasi d. Siswa merasa
secara lisan senang
c. Memberi rencana
tindak lanjut
d. Memberi reward
kepeda siswa
E. Evaluasi
1. Struktur
a. Meminta surat ijin praktek ke STIKes Horizon Karawang
b. Konsultasi dengan pembimbing terkait proposal bermain.
c. Menyampaikan surat ijin kepada Kepala Ruangan yang dituju
d. Menyepakati waktu dan tempat
2. Proses
a. Kegiatan dilaksanakan sesuai dengan waktu dan tempat yang disepakati
b. Semua anak terlibat dalam terapi bermain
c. Terapi bermain berlangsung sesuai dengan rencana
d. Semua fasilitator berperan selama terapi bermain
3. Hasil
a. 100% anak yang ikut terapi bermain berpartisipasi secara aktif
b. 100% anak dapat menyelesaikan kegiatan melipat kertas sesuai waktu
F. Setting Tempat
Leader Co Leader
Pasien
Fasilitator
Fasilitator
Fasilitator Fasilitator
A. Kesimpulan
Perkembangan adalah hal yang teratur dan mengikuti rangkaian tertentu. Bermain
merupakan proses dinamis yang sesungguhnya tidak menghambat anak dalam proses
belajar, sebaliknya justru menunjang proses belajar anak. Orang tua yang keberatan
terhadap aktivitas bermain anak justru menghambat kemampuan kreativitas anak
untuk mengenal dirinya sendiri serta lingkungan hidupnya. Dalam usia sekolah
tuntutan yang dihadapi oleh anak semakin banyak.
B. Saran
Semoga terapi bermain ini bisa bermanfaat untuk meningkatkan perkembangan pada
anak dan membuat anak menjadi kreatif dalam menjalani segala hal.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A.Aziz. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta : Salemba Medika
Perry, A,G & Potter, P.A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.
Riyadi, Sujono & Sukatmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak Ed Pertama.
Yogyakara : Graha Ilmu
Sa’diah. Et Al. (2014). Pengaruh Terapi Bermain Origami Terhadap Tingkat Kecemasan Pada
Anak Prasekolah Dengan Hospitalisasi Di Ruang Aster Rsd Dr. Soebandi Jember. E-
Jurnal Pustaka Kesehatan, Vol.2 (No.3) September.
Soetjiningsih. 2005. Buku Ajar II Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta : IDAI