Anda di halaman 1dari 16

TERAPI BERMAIN

MELIPAT KERTAS (ORIGAMI) PADA ANAK DI RUANG THALASEMIA

RSUD KARAWANG

Kelompok 4:

Achmad Maulana 433811490122024


Sita Masitoh 433811490122025
Siti Sarah Nur Ilahiah 433811490122026
Putri Ulfa Trisiwi Octaviani 433811490122027
Eka Ratna Komala 433811490122028
Rima Marwah 433811490122029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HORIZON KARAWANG
Jalan Pangkal Perjuangan KM 1 (By Pass),
Karawang, Jawa Barat 413116
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hospitalisasi merupakan suatu keadaan krisis yang membuat anak untuk tinggal di
rumah sakit. Menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan ke rumah. Anak prasekolah
yang sakit harus dirawat di rumah sakit dapat mengalami pengalaman yang tidak
menyenangkan. Pada anak prasekolah memunculkan berbagai respon terhadap pengalaman
hospitalisasi. Respon yag paling umum pada anak prasekolah yang menjalani hospitalisasi
adalah keemasan (Supartini, 2006).
Stressor utama kecemasan pada anak prasekolah selama hospitalisasi yaitu
perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh dan nyeri (Wong et al, 2009). Kecemasan yang
dialami anak selama hospitalisasi jika tidak segera ditangani akan menghambat proses
kesembuhan anak. Proses kesembuhan terhambat karena anak yang mengalamu kecemasan
akan menolak perawatan dan pengobatan yang sedang dijalani (tidak kooperatif). Anak tyang
mengalami kecemasan selama hospitalisasi akan berusaha menolak makan, minum dan sulit
tidur, sehingga membuat kondisi anak menjadi lebih buruk (putra, 2011).
Peran perawat meminimalkan kecemasan pada anak yang menjalani hospitalisasi
sangat diperlukan agar anak berperilaku lebih kooperatif, mudah beradaptasi dan tidak
menjadi penurunan sistem imun lain. Intervensi keperawatan yang dapat diberikan untuk
mengurangi atau menghilangkan kecemasan pada anak berupa terapi bermain. Terapi
bermain merupakan terapi yang efektif untuk menurunkan kecemasan pada anak (Wong,
2009).
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau mempraktikan
keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif, memersiapkan diri
untuk berperan dan menjadi dewasa. (Hidayat, 2008). Bermain adalah cerminan kemampuan
fisik, intelektual, emosional dan sosial dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar
karena dengan bermain , anak akan berkata-kata, belajar memnyesuaikan diri dengan
lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan, dan mengenal waktu, jarak, serta suara.
(Wong, 2000).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Sa’diah (2014), pemberian terapi
bermain origami pada anak yang dirawat di rumah sakit memberikan manfaat unutk
mengembangkan kemampuan motorik halus anak, sekaligus merangsang kreativitas anak.
Terapi bermain origami memberikan kesempatan pada anak untuk membuat berbagai bentuk
dari hasil melipat kertas dan anak akan merasa bangga dengan sesuatu yang telah dihasilkan.
Perasaan bangga membantu anak meningkatkan peran dirinya selama menjalani proses
hospitalisasi sehingga perasaan hilang kendali karena pembatasan aktivitas pada anak dapat
diatasi/dihilangkan.
Terapi bermain origami yang diberikan pada anak yang sedang menjalani perawatan
di Rumah sakit akan memberikan perasaan sennag dan nyaman. Menurut Aguilera-Perez &
Whetsell dalam Sa’diah (2014) menyatakan bahwa anak yang merasa nyaman saat menjalani
rawat inap akan membuat anak dapat beradaptasi terhadap stressor kecemasan selama
hospitalisasi seperti perpisahan dengan lingkungan rumah, permainan dan teman seper-
mainan.
Dari pernyataan diatas, telah mendasari kelompok kami untuk membuat proposal
tentang terapi bermain dengan media origami pada ana usia ? di Ruang Thalasemia RSUD
Karawang
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Tumbuh Kembang


1. Pengertian
Istilah tumbuh kembang mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi saling
berkaitan dan sulit untuk dipisahkan yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan
berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah besar, jumlah, ukuran atau dimensi
tingkat sel, organ, maupun individu, yang bias diukur. Sedangkan perkembangan adalah
bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
pola yang teratur sebagai hasil dari proses kematangan (Soetjiningsih, 1995).
Whaley dan Wong dalam Supartini (2004), mengemukakan pertumbuhan sebagai
suatu peningkatan jumlah dan ukuran, sedangkan perkembangan menitikberatkan pada
perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang
paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan pembelajaran.
Sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat memeberikan pelayanan dari mulai
manusia sebelum lahir sampai dengan meninggal, dalam merawat kasus yang apapun
tindakan yang diberikan akan sangat berbeda karena setiap orang adalah unik, sehingga
seorang perawat dituntut untuk mengerti proses tumbuh kembang. Tumbuh kembang
merupakan hasil dari 2 faktor yang berinteraksi yaitu faktor herediter dan faktor
lingkungan. Manusia dalam tumbuh dan berkembang dipengaruhi oleh kondisi:
a. Fisik
b. Kognitif
c. Psikologis
d. Moral
e. Spiritual
2. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan anak usia sekolah (6-12 tahun)
a. Motorik
Lebih mampu menggunakan otot-otot kasar daripada otot-otot halus. Misalnya loncat
tali, badminton, bola volly, pada akhir masa sekolah motorik halus lebih berkurang,
anak laki-laki lebih aktif daripada anak perempuan.
b. Sosial emosional
Mencari lingkungan yang lebih luassehingga cenderung sering pergi dari rumah hanya
untuk bermain dengan teman, saat ini sekolah sanggat berperan untuk membentuk
pribadi anak, disekolah anak harus berinteraksi dengan orang lain selain keluarga
sehingga peran guru sangatlah besar.
c. Pertumbuhan fisik
BB meningkat 2-3 Kg/tahun dan TB meningkat 6-7 cm/tahun.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Faktor herediter
Keturunan merupakan faktor yang tidak dapat untuk diubah ataupun dimodifikasi,
ini merupakan modal dasar untuk mendapatkan hasil akhir dari proses tumbang anak.
Melalui instruksi genetic yang terkandung didalam sel telur yang telah dibuahi dapatlah
ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Termasuk dalam faktor genetic ini
adalah jenis kelamin dan suku bangsa /ras. Misalnya, anak keturunan bangsa eropa
akan lebih tinggi dan lebih besar jika dibandingkan dengan keturunan asia termasuk
indonesia, pertumbuhan postur tubuh wanita akan berbeda dengan laki-laki.
b. Faktor lingkungan
1) Lingkungan internal
Hal yang berpengaruh diantaranya adalah hormon dan emosi. Ada tiga
hormon yang mempengaruhi pertumbuhan anak, hormon somatotropin merupakan
hormon yang mempengaruhi jumlah sel tulang, merangsang sel otak pada masa
pertumbuhan,berkurangnya hormon ini dapat menyebabkan gigantisme. Hormon
tiroid akan mempengaruhi pertumbuhan tulang, kekurangan hormon ini akan
menyebabkan kretinesme dan hor,on gonadotropin yang berfungsi untuk
merangsang perkembangan seks lakilaki dan memproduksi spermatozoa, sedangkan
esterogen merangsang perkembangan seks sekunder wanita dan produksi sel telur.
Jika kekurangan hormon gonadotropin ini akan menyebakan terhambatnya
perkembangan seks.
Terciptanya hubungan yang hangat dengan orang lain seperti ayah, ibu,
saudara, teman sebaya, guru dan sebagainya akan berpengaruh besar terhadap
perkembangan emosi, sosial, dan intelektual anak. Cara seseorang anak dalam
berinteraksi dengan orang tua akan mempengaruhi interaksi anak diluar rumah. Pada
umumnya anak yang perkembangannya baik dan mempunyai intelegensi yang tinggi
dibandingkan dengan anak yang tahap perkembangannya terhambat.
2) Lingkungan eksternal
Dalam lingkungan eksternal ini banyak sekali yang mempengaruhi,
diantaranya adalah kebudayaan. Kebudayaan suatu daerah akan mempengaruhi
kepercayaan, adat kebiasaan dan tingkah laku dalam bagaimana oarang tua mendidik
anaknya.status sosial ekonomi keluarga juga berpengaruh, orang tua yang
ekonominya menengah ke atas dapat dengan mudah menyekolahkan anaknya
disekolah-sekolah berkualitas. Sehingga mereka dapat menerima dan mengadopsi
cara-cara baru bagimana cara merawat anak dengan baik. Status nutrisi pengaruhnya
juga sangat besar, orang tua dengan status ekonomi lemah bahkan tidak mampu
memberikan makanan tambahan buat bayinya, sehingga bayi akan kekurangan
asupan nutrisi yang akibat selanjutnya daya tahan tubuh akan menurun dan akhirnya
bayi/anak akan jatuh sakit.
Olahraga yang teratur dapat meningkatkan sirkulasi darah dalam tubuh,
aktifitas fisiologis dan stimulasi terhadap perkembangan otot-otot, posisi anak dalam
keluarga juga berpengaruh, anak pertama akan menjadi pusat perhatian orang tua,
sehingga semua kebutuhan dipenuhi baik itu kebutuhan fisik, emosi, maupun sosial.
c. Faktor pelayanan kesehatan
Adanya pelayanan kesehatan yang memadai yang ada disekitar lingkungan dimana
anak tumbuh dan berkembang. Diharapkan tumbang anak dapat dipantau. Sehingga
apabila terdapat sesuatu hal yang sekiranya meragukan atau terdapat keterlambatan
dalam perkembangannya. Anak dapat segera mendapatkan pelayanan kesehatan dan
diberikan solusi pencegahannya.
4. Teori Tumbuh Kembang
Tahapan perkembangan:
a. Industry Vs Inferiority (School age, 6 – 11 tahun)
b. Anak senang menyelesaikan ssesuatu dan menerima pujian
c. Anak tidak berhasil menyelesaikan tugasnya akan menjadi inferior
d. Perilaku positif: memiliki perasaan untuk bekerja atau melaksanakan tugas,
mengembangkan kompetisi sosial dan sekolah, melakukan tugas yang nyata

B. Kecemasan Pada Anak Akibat Hospitalisasi


1. Pengertian
Hospitalisasi adalah pengalamanpenuh cemas baik bagi anak maupun keluarganya.
Kecemasan utama yang dialami dapat berupa perpisahan keluarga, kehilangan kontrol,
lingkungan yang asing, kehilangan kemandirian dan kebebasan. Reaksi anak dapat
dipengaruhi oleh perkambangan usia anak, pengalaman terhadap sakit, diagnosa penyakit,
sistem dukungan dan koping terhadap cemas (Nursalam, 2013).
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di
rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak mengalami perubhaan dari keadaan sehat dan
rutinitas lingkungan serta mekanisme koping yang terbatas dalam menghadapi stressor.
Stressor utama dalam hospitalisasi adalah perpisaha, kehilangan kendali dan nyeri (Wong,
2009)

2. Reaksi Terhadap Hospitalisasi


Reaksi yang timbul akibat hospitalisasi meliputi:
a. Reaksi anak
Secara umum anak lebih rentan terhadap efek penyakit dan hospitalisasi karena
kondisi perubahan dari status kesehatan dan rutinitas umum pada anak. Selain efek
fisiologis masalah kesehatan terdapat juga efe psikologis penyakit dan hospitalisasi
pada anak (Kyle & Carman, 2015), yaitu sebagai berikut:
1) Ansietas dan kekuatan
Bagi anak memasuki rumah sakit adalah seperti memasuki dunia asing, sehingga
akibatnya terhadap ansietas dan kekuatan. Ansietas seringkali berasal dari cepatnya
awalan penyakit dan cedera
2) Ansietas perpisahan
Ansietas terhadap perpisahan merupakan kecemasan utama anak di suia tertentu.
Kondisi ini terjadi pada usia 8 bulan dan berakhir pada usia 3 tahun (American
academy of pediatrics,2010).
3) Kehilangan kontrol
Ketika hospitalisasi, anak mengalami kehilangan kontol secara signifikan.
3. Dampak Hospitalisasi
Menurut Cooke & Rudolph (2009), hospitalisasi dalam waktu lama dengan lingkungan
yang tidak efisien teridentifikasi dapat mengakibatkan perubahan perkembangan
emosional dan intelektual anak. Berikut ini adalah dampak hospitalisasi terhadap anak usia
prasekolah menurut Nursalam (2013), sebagai berikut:
a. Cemas disebabkan perpisahan
Sebagian besar kecemasan yang terjadi pada anak pertengahan sampai anak periode
prasekolah khususnya anak berumur 6-30 bulan adalah cemas karena perpisahan.
Hubungan anak dengan ibu sangat dekat sehingga perpisahan dengan ibu akan
menimbulkan rasa kehilangan terhadap orang yang terdekat bagi diri anak. Selain itu,
lingkungan yang belum dikenal akan mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa
cemas.
b. Kehilangan kontrol
Anak yang mengalami hospitalisasi biasanya kehilangan kontrol. Hal ini terihat jelas
dalam perilaku anak dalam hal kemampuan motorik, bermain, melakukan hubungan
interpersonal, melakukan aktivitas hidup sehari-hari activity daily living (ADL), dan
komunikasi. Akibat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak akan kehilangan kebebasan
pandangan ego dalam mengembangkan otonominya.
c. Luka pada tubuh dan rasa sakit (rasa nyeri)
Konsep tentang citra tubuh, khususnya pengertian body boundaries (perlindungan
tubuh), pada kanak-kanak sedikit sekali berkembang. Berdasarkan hasil pengamatan,
bila dilakukan pemeriksaan telinga, mulut atau suhu pada rektal akan membuat anak
sangat cemas. Reaksi anak terhadap tindakan yang tidak menyakitkan sama seperti
tindakan yang sangat menyakitkan. Anak akan bereaksi terhadap rasa nyeri dengan
menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, menendang, memukul atau berlari
keluar.
d. Dampak negatif dari hospitalisasi lainya pada usia anak prasekolah adalah gangguan
fisik, psikis, sosial dan adaptasi terhadap lingkungan.
4. Penyebab Hospitalisasi
Penyebab kecemasan menurut Wong (2002), yaitu :
1) Perpisahan dengan keluarga
2) Beradaa di lingkungan asing
3) Ketakutan akan prosedur-prosedur tindakan yang akan dilakukan

C. Terapi Bermain
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah aktivitas yang
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari karena bermain sama dengan kerja
pada orang dewasa, yang dapat menurunkan stres anak, belajar berkomunikasi dengan
lingkungan, menyesuaikan diri dengan lingkungan, belajar mengenal dunia dan
meningkatkan kesejahteraan mental serta sosial anak.
Gibon dan Boren mendeskripsikan 3 tipe permainan yang bermanfaat untuk mengurangi rasa
stress anak, yaitu: Bermain rekreasi atau bermain dengan tujuan bersenang-senang yaitu
bermain bemain spontan yang tidak terstruktur. Bermain terapetik yaitu bila orang dewasa
menstruktur aktifitas untuk tujuan tertentu, biasanya sebelum atau sesudah pengobatan.
Bermain dengan tujuan Terapi yaitu, bermain yang bertujuan meninterprestasiakan
permainan anak dan merekomendasikan intervensi yang sesuai. Tipe bermain ini bertujuan
untuk untuk memberikan pengalaman pada anak menyelesaiakan konflik internal, dan tipe ini
merupakan komponen penting pendekatan psikososial untuk merawat anak.
1. Metode Bermain
Permainan untuk anak-anak tidak perlu memakai alat yang sulit dijangkau tempatnya
apalagi harganya. Cukup dengan barang-barang atau alat-alat di sekitar kita bisa kita
gunakan untuk memperkaya permainan anak. Misal ; bola, lompat tali, kertas origami,
dan lain-lain. Yang terpenting kita bisa meramu dan menggunakan alat sesuai dengan
keinginan anak. Pelatihan anak dengan metode bermain, menoton film dan diskusi dapat
membuat anak lebih berani tampil di depan umum, percaya diri, dapat menghargai orang
lain, dan dapat melihat kekurangan diri. Acara pementasan juga dapat menjadi salah satu
pilihan yang sangat efektif untuk membentuk kerja sama anak, mengekspresikan diri,
dan anak dapat memberikan apresiasi terhadap karya orang lain. Nilai-nilai yang
diajarkan dalam model pendidikan ini dapat diterapkan oleh anak dalam kegiatan sehari-
hari.
2. Fungsi Bermain Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga tidak akan
merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak
seperti halnya makan, perawatan dan cinta kasih. Fungsi utama bermain adalah
merangsang perkembangan sensoris-motorik, perkembangan sosial, perkembangan
kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai
terapi (Soetjiningsih, 1995).
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Bermain Pada Anak
a. Status kesehatan, pada anak yang sedang sakit kemampuan psikomotorik/ kognitif
terganggu. Sehingga ada saat-saat anak sangat ambisius pada permainannya dan ada
saat-saatanak sama sekali tidak punya keinginan untuk bermaian.
b. Jenis kelamin, pada saat usia sekolah biasanya anka laki-laki engan bermain dengan
anak perempuan, mereka sudah bisa membentuk komunikasi sendiri, dimana anak
wanita bermain sesama wanita dan anak laki-laki bermain sesama laki-laki. Tipe dan
alat permainanpun akan berbeda, misalnya anak laki-laki suka bermain bola, pada
anak perempuan suka main boneka.
c. Lingkungan, lokasi dimana anak berada sangat mempengaruhi pola permainan anak.
Di kota-kota besar anak jarang sekali yang bermain layang-layangan. Paling mereka
bermain game karena memang tidak ada/jarang ada tanah lapang/lapangan untuk
bermain, berbeda dengan yang masih terdapat tanah-tanah kosong. Alat permainan
yang cocok, disesuaikan dengan tahap perkembangan sehingga anak menjadi senang
untuk menggunakannya.
BAB III
STRATEGI PELAKSANAAN PROGRAM BERMAIN

A. Struktur Organisasi
Leader : Siti Sarah Nurilahiah
Co-Leader : Sita Masitoh
Fasilitator : Eka Ratna Komala
Rima Marwah
Putri Ulfa Trisiwi Octaviani
Achmad Maulana
Pembimbing : Dwi Sulistyo Cahyaningsih, M.Kep
Ns. Konang, S.Kep

B. Program bermain
Jenis Permainan : Melipat Kertas (Origami)
Jenis Kelamin : Laki-laki dan perempuan
Usia : 6-12 tahun
Waktu : 30 menit
Tempat : Ruang Thalasemia RSUD Karawang
Alat : Kertas Origami

C. Tujuan
1. Meningkatkan hubungan antar siswa.
2. Meningkatkan kreativitas pada siswa.
3. Melatih perkembangan motorik kasar pada anak
D. Strategi Permainan
1. Kegiatan Bermain
Kegiatan
No Tahapan Waktu
Perawat Klien
1 Fase pra- 5 menit a. Mempersiapkan diri
interaksi b. Mempersiapkan alat
yang akan digunakan
c. Mempersiapkan
tempat untuk
bermain
d. Mempersiapkan
siswa
2 Fase 5 menit a. Mengucapkan salam a. Menjawab
orientasi b. Memperkenalkan diri salam
c. Kontrak waktu b. Menyimak
d. Menyampaikan c. Menyepakati
tujuan bermain d. Menyimak
e. Meyampaikan e. Menyimak
permainan yang akan f. Menjawab
dilakukan pertanyaan
3 fase kerja 15 menit a. Menyampaikan cara a. Menyimak
permainan yaitu
melipat kertas
b. Membimbing siswa
dalam melipat kertas
4 Fase 5 menit a. Menyimpulkan a. Menyimak
terminasi manfaat dari aktivitas b. Menjawab
bermain anak c. Menyimak
b. Memberi evaluasi d. Siswa merasa
secara lisan senang
c. Memberi rencana
tindak lanjut
d. Memberi reward
kepeda siswa

2. Sebelum bermain berikan contoh dahulu kepada anak.


3. Buat anak duduk membentuk sebuah lingkaran.
4. Fasilitator memberikan kertas Origami yang telah disediakan pada masing-masing anak,
kemudian leader membimbing anak untuk melipat kertas berbentuk.
5. Selama jalannya permainan semua fasilitator wajib membimbing masing-masing anak
untuk melipat kertas berbentuk .
6. Setelah leader selesai membimbing anak untuk melipat, semua fasilitator mengecek
semua kertas Origami yang telah dilipat.
7. Berikan reward positif pada semua anak yang telah menyelesaikan tugas untuk mewarnai
gambarnya.

E. Evaluasi
1. Struktur
a. Meminta surat ijin praktek ke STIKes Horizon Karawang
b. Konsultasi dengan pembimbing terkait proposal bermain.
c. Menyampaikan surat ijin kepada Kepala Ruangan yang dituju
d. Menyepakati waktu dan tempat
2. Proses
a. Kegiatan dilaksanakan sesuai dengan waktu dan tempat yang disepakati
b. Semua anak terlibat dalam terapi bermain
c. Terapi bermain berlangsung sesuai dengan rencana
d. Semua fasilitator berperan selama terapi bermain
3. Hasil
a. 100% anak yang ikut terapi bermain berpartisipasi secara aktif
b. 100% anak dapat menyelesaikan kegiatan melipat kertas sesuai waktu
F. Setting Tempat

Leader Co Leader
Pasien

Fasilitator
Fasilitator

Fasilitator Fasilitator

Gambar (posisi saat terapi bermain)


BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan adalah hal yang teratur dan mengikuti rangkaian tertentu. Bermain
merupakan proses dinamis yang sesungguhnya tidak menghambat anak dalam proses
belajar, sebaliknya justru menunjang proses belajar anak. Orang tua yang keberatan
terhadap aktivitas bermain anak justru menghambat kemampuan kreativitas anak
untuk mengenal dirinya sendiri serta lingkungan hidupnya. Dalam usia sekolah
tuntutan yang dihadapi oleh anak semakin banyak.
B. Saran
Semoga terapi bermain ini bisa bermanfaat untuk meningkatkan perkembangan pada
anak dan membuat anak menjadi kreatif dalam menjalani segala hal.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A.Aziz. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta : Salemba Medika

Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak Ed 6. Jakarta : Erlangga

Perry, A,G & Potter, P.A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.

Perry,A,G.& Potter,P.A. 1999. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Putra St. (2011). Psikoneuroimunotologi Kedokteran. Surabaya : Aup.

Riyadi, Sujono & Sukatmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak Ed Pertama.
Yogyakara : Graha Ilmu

Sa’diah. Et Al. (2014). Pengaruh Terapi Bermain Origami Terhadap Tingkat Kecemasan Pada
Anak Prasekolah Dengan Hospitalisasi Di Ruang Aster Rsd Dr. Soebandi Jember. E-
Jurnal Pustaka Kesehatan, Vol.2 (No.3) September.

Soetjiningsih 1998. Tumbuh Kembang Anak. EGC : Jakarta.

Soetjiningsih. 2005. Buku Ajar II Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta : IDAI

Wong,D.L. 1995. Nursing Care of Instants and Children,St. Louis Mosby

Anda mungkin juga menyukai