Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL TERAPI BERMAIN

ANAK USIA SEKOLAH


(6-12 TAHUN)

Disusun Oleh:

Kelompok 5 RSUD Pasar Rebo

Fanly Alexsander Taihutu 012142007


Mitha Puspitha Pandju 012142045
Elsye Lumamina 012142008
Hartati Gumas 012142036
Yohana Dahoklory 012142071
Grachia Margareth Noya 012142004
Jans Rifaldo Tutuhatunewa 012142006
Radifan Adriansyah 012142046

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS BINAWAN
TAHUN 2022
BAB
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bermain adalah cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik
dalam dirinya yang tidak disadari (Miller B.F dan Keane). Bermain adalah
kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan sendiri untuk memperoleh
kesenangan.
Bermain merupakan keinginan dalam mengatasi konflik dari anak yang
tidak disadari serta dialami dengan suatu kepuasan. Bermain merupakan sarana
bagi anak–anak untuk belajar mengenal lingkungan kehidupannya. Pada saat
bermain, anak–anak mencobakan gagasan–gagasan mereka, bertanya serta
mempertanyakan berbagai persoalan, dan memperoleh jawaban atas persoalan –
persoalan mereka. Melalui permainan menyusun balok misalnya anak – anak
belajar menghubungkan ukuran suatu obyek dengan lainnya. Mereka belajar
memahami bagaimana balok yang besar menopang balok yang kecil. Mereka
belajar konsep bagaimana hal-hal yang lebih besar mampu menopang hal – hal
yang lebih kecil.
Anak yang sakit dirumah sakit umumnya mengalami krisis dikarenakan
perubahan lingkungan yang terjadi pada dirinya. Krisis tersebut dapat dipengaruhi
beberapa faktor seperti usia perkembangan anak, pengalaman masa lalu tentang
penyakit, dan ancaman perawatan. Stress yang dialami seorang anak dirawat
dirumah sakit perlu mendapatkan perhatian dan pemecahannya agar saat dirawat
seorang anak mengetahui dan kooperatif menghadapi permasalahan yang terjadi
saat dirawat. Salah satu cara untuk menghadapi permasalahan tersebut adalah
bermain dengan tujuan mengurangi rasa sakit akibat tindakan invansif yang
diterima.
Dari pernyataan diatas, telah mendasari kelompok kami untuk membuat
proposal tentang terapi bermain yang pada nantinya akan diberikan pada anak usia
sekolah yaitu usia 6 sampai dengan 12 tahun. Kelompok akan mencoba
menguraikan teori tentang konsep bermain, pertumbuhan dan perkembangan pada
anak usia sekolah serta jenis permainan yang dapat diberikan pada anak sekolah.

2
1.2 Tujuan Kegiatan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami tentang isi proposal ini yaitu terapi bermain
pada anak usia 6 tahun sampai 12 tahun.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat memahami tentang konsep pertumbuhan dan
perkembangan anak
2. Mahasiswa dapat memahami konsep bermain pada anak
3. Mahasiswa dapat menerapkan konsep permainan pada anak usia 6 tahun
sampai 12 tahun.
1.3 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam proposal terapi bermain ini adalah:
1. BAB I : pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan dan
sistematika penulisan.
2. BAB II : konsep tumbuh kembang yang terdiri dari: pengertian tumbuh
kembang, ciri proses tumbuh kembang, prinsip tumbuh kembang, teori
tumbuh kembang, faktor-faktor yang mempengaruhi tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak, tahap pertumbuhan dan perkembangan anak usia
sekolah (6-12 tahun); dan konsep bermain yang terdiri dari: pengertian
bermain, metode bermain, fungsi bermain terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak, karakteristik dan klasifikasi dari bermain, faktor-faktor
yang mempengaruhi pola bermain pada anak, tahapan perkembangan
bermain pada anak, pedoman untuk keamanan bermain, terapi bermain pada
anak yang di hospitalisasi, prinsip bermain di rumah sakit.
3. BAB III : rencana kegiatan
4. BAB IV : kesimpulan dan saran
5. DAFTAR PUSTAKA

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Tumbuh Kembang
2.1.1 Pengertian Tumbuh Kembang
Istilah tumbuh kembang mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda
tetapi saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan yaitu pertumbuhan dan
perkembangan. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah
besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ, maupun individu, yang bias
diukur. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai
hasil dari proses kematangan (Soetjiningsih, 1995).
Whaley dan Wong dalam Supartini (2004), mengemukakan pertumbuhan
sebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran, sedangkan perkembangan
menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang
paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi
dan pembelajaran.
Sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat memeberikan pelayanan
dari mulai manusia sebelum lahir sampai dengan meninggal, dalam merawat
kasus yang apapun tindakan yang diberikan akan sangat berbeda karena setiap
orang adalah unik, sehingga seorang perawat dituntut untuk mengerti proses
tumbuh kembang. Tumbuh kembang merupakan hasil dari 2 faktor yang
berinteraksi yaitu faktor herediter dan faktor lingkungan. Manusia dalam tumbuh
dan berkembang dipengaruhi oleh kondisi:
a. Fisik
b. Kognitif
c. Psikologis
d. Moral
e. Spiritual

4
2.1.2 Ciri Proses Tumbuh Kembang
Menurut Soetjiningsih, tumbuh kembang anak dimulai dari masa konsepsi
sampai dewasa memiliki ciri-ciri tersendiri, yaitu :
1. Tumbuh kembang adalah proses yang kontinyu sejak konsepsi sampai
maturitas atau dewasa yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan.
2. Dalam periode tertentu terdapat percepatan dan perlambatan dalam proses
tumbuh kembang pada setiap organ tubuh berbeda.
3. Pola perkembangan anak adalah sama tapi kecepatannya berbeda antara
anak satu dengan lainnya.
4. Aktivitas seluruh tubuh diganti dengan respon tubuh yang khas oleh setiap
organ.
2.1.3 Prinsip Tumbuh Kembang
Prinsip tumbuh kembang menurut Potter dan Perry (2005)
1. Perkembangan adalah hal yang teratur dan mengikuti rangkaian tertentu
2. Perkembangan adalah sesuatu yang terarah dan berlangsung terus menerus
dalam pola sebagai berikut :
a. Cephalocaudal, pertumbuhan berlansung terus menerus dari kepala ke
arah bawah bagian tubuh
b. Proximodistal., perkembangan berlangsung terus dari daerah pusat
(proksimal) tubuh ke arah luar tubuh (distal)
c. Differentiation, ketika perkembangan berlangsung terus yang mudah ke
arah yang lebih kompleks
3. Perkembangan adalah hal yang kompleks, dapat diprediksi, terjadi dengan
pola yang konsisten dan kronologis
2.1.4 Teori Tumbuh Kembang
1. Teori perkembangan Piaget
Jean Piaget lebih menekankan kepada perkembangan kognitif atau
intelektual. Piaget menyatakan perkembangan kognitif berkembang dengan
proses yang teratur dengan 4 urutan/tahapan melalui proses ini:
1) Assimilasi, adalah proses pada saat manusia ketemu dan berekasi
dengan situasi baru dengan mengunakan mekanisme yang sudah ada.

5
Pada tahap ini manusia mendapatkan pengalaman dan keterampilan
baru termasuk cara pandang terhadap dirinya dan duania disekitarnya
2) Akomodasi, merupakan proses kematangan kognitive untuk
memecahkan masalah yang sebelumnya tidak dapat dipecahkan. Tahap
ini dapat tercapai karena ada pengetahuan baru yang menyatu.
3) Adaptasi, merupakan kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan
2. Tahapan perkembangan:
Industry Vs Inferiority (School age, 6 – 11 tahun)
1) Anak senang menyelesaikan ssesuatu dan menerima pujian
2) Anak tidak berhasil menyelesaikan tugasnya akan menjadi inferior
3) Perilaku positif: memiliki perasaan untuk bekerja atau melaksanakan
tugas, mengembangkan kompetisi sosial dan sekolah, melakukan tugas
yang nyata
2.1.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tahap Pertumbuhan dan
Perkembangan Anak
1. Faktor herediter
Keturunan merupakan faktor yang tidak dapat untuk diubah ataupun
dimodifikasi, ini merupakan modal dasar untuk mendapatkan hasil akhir
dari proses tumbang anak. Melalui instruksi genetic yang terkandung
didalam sel telur yang telah dibuahi dapatlah ditentukan kualitas dan
kuantitas pertumbuhan. Termasuk dalam faktor genetic ini adalah jenis
kelamin dan suku bangsa /ras. Misalnya, anak keturunan bangsa eropa akan
lebih tinggi dan lebih besar jika dibandingkan dengan keturunan asia
termasuk indonesia, pertumbuhan postur tubuh wanita akan berbeda dengan
laki-laki.
2. Faktor lingkungan
1) Lingkungan internal
Hal yang berpengaruh diantaranya adalah hormon dan emosi. Ada tiga
hormon yang mempengaruhi pertumbuhan anak, hormon somatotropin
merupakan hormon yang mempengaruhi jumlah sel tulang, merangsang
sel otak pada masa pertumbuhan,berkurangnya hormon ini dapat

6
menyebabkan gigantisme. Hormon tiroid akan mempengaruhi
pertumbuhan tulang, kekurangan hormon ini akan menyebabkan
kretinesme dan hor,on gonadotropin yang berfungsi untuk merangsang
perkembangan seks laki-laki dan memproduksi spermatozoa, sedangkan
esterogen merangsang perkembangan seks sekunder wanita dan
produksi sel telur. Jika kekurangan hormon gonadotropin ini akan
menyebakan terhambatnya perkembangan seks. Terciptanya hubungan
yang hangat dengan orang lain seperti ayah, ibu, saudara, teman sebaya,
guru dan sebagainya akan berpengaruh besar terhadap perkembangan
emosi, sosial, dan intelektual anak. Cara seseorang anak dalam
berinteraksi dengan orang tua akan mempengaruhi interaksi anak diluar
rumah. Pada umumnya anak yang perkembangannya baik dan
mempunyai intelegensi yang tinggi dibandingkan dengan anak yang
tahap perkembangannya terhambat.
2) Lingkungan eksternal
Dalam lingkungan eksternal ini banyak sekali yang mempengaruhi,
diantaranya adalah kebudayaan. Kebudayaan suatu daerah akan
mempengaruhi kepercayaan, adat kebiasaan dan tingkah laku dalam
bagaimana oarang tua mendidik anaknya.status sosial ekonomi keluarga
juga berpengaruh, orang tua yang ekonominya menengah ke atas dapat
dengan mudah menyekolahkan anaknya disekolah-sekolah berkualitas.
Sehingga mereka dapat menerima dan mengadopsi cara-cara baru
bagimana cara merawat anak dengan baik. Status nutrisi pengaruhnya
juga sangat besar, orang tua dengan status ekonomi lemah bahkan tidak
mampu memberikan makanan tambahan buat bayinya, sehingga bayi
akan kekurangan asupan nutrisi yang akibat selanjutnya daya tahan
tubuh akan menurun dan akhirnya bayi/anak akan jatuh sakit. Olahraga
yang teratur dapat meningkatkan sirkulasi darah dalam tubuh, aktifitas
fisiologis dan stimulasi terhadap perkembangan otot-otot, posisi anak
dalam keluarga juga berpengaruh, anak pertama akan menjadi pusat

7
perhatian orang tua, sehingga semua kebutuhan dipenuhi baik itu
kebutuhan fisik, emosi, maupun sosial.
3) Faktor pelayanan kesehatan
Adanya pelayanan kesehatan yang memadai yang ada disekitar
lingkungan dimana anak tumbuh dan berkembang. Diharapkan
tumbang anak dapat dipantau. Sehingga apabila terdapat sesuatu hal
yang sekiranya meragukan atau terdapat keterlambatan dalam
perkembangannya. Anak dapat segera mendapatkan pelayanan
kesehatan dan diberikan solusi pencegahannya.
2.1.6 Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah (6-12
tahun)
1. Motorik
Lebih mampu menggunakan otot-otot kasar daripada otot –otot halus.
Misalnya loncat tali, badminton, bola volly, pada akhir masa sekolah
motorik halus lebih berkurang, anak laki-laki lebih aktif daripada anak
perempuan.
2. Sosial emosional
Mencari lingkungan yang lebih luassehingga cenderung sering pergi dari
rumah hanya untuk bermain dengan teman, saat ini sekolah sanggat
berperan untuk membentuk pribadi anak, disekolah anak harus berinteraksi
dengan orang lain selain keluarga sehingga peran guru sangatlah besar.
3. Pertumbuhan fisik
BB meningkat 2-3 Kg/tahun dan TB meningkat 6-7 cm/tahun.

2.2 Konsep Bermain


2.2.1 Pengertian Bermain
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau
mempraktikan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi
kreatif, memersiapkan diri untuk berperan dan menjadi dewasa (Aziz Alimul
Hidayat, 2008).

8
Bermain merupakan cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik
dalam dirinya yang tidak disadari ( Miller B.F dan Keane, 1983).
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan sendiri
untuk memperoleh kesenangan (Foster, 1989). Bermain adalah cerminan
kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan bermain merupakan media
yang baik untuk belajar karena dengan bermain , anak akan berkata-kata, belajar
memnyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan,
dan mengenal waktu, jarak, serta suara (Wong, 2000).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah
aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari karena
bermain sama dengan kerja pada orang dewasa, yang dapat menurunkan stres
anak, belajar berkomunikasi dengan lingkungan, menyesuaikan diri dengan
lingkungan, belajar mengenal dunia dan meningkatkan kesejahteraan mental serta
sosial anak.
Anak dalam keadaan sakit atau yang mendapat perawatan dirumah sakit
umumnya mengalami krisis dikarenakan perubahan lingkungan yang terjadi pada
dirinya. Krisis tersebut dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti usia
perkembangan anak, pengalaman masa lalu tentang penyakit, dan rasa terancam
karena perawatan. Stress yang dialami seorang anak dirawat dirumah sakit perlu
mendapatkan perhatian dan pemecahannya agar saat dirawat seorang anak
mengetahui dan kooperatif menghadapi permasalahan yang terjadi saat dirawat.
Salah satu cara untuk menghadapi permasalahan tersebut adalah bermain dengan
tujuan mengurangi rasa sakit akibat tindakan invansif yang diterima.
Gibon dan Boren mendeskripsikan 3 tipe permainan yang bermanfaat untuk
mengurangi rasa stress anak, yaitu:
1. Bermain rekreasi atau bermain dengan tujuan bersenang-senang yaitu
bermain bemain spontan yang tidak terstruktur.
2. Bermain terapetik yaitu bila orang dewasa menstruktur aktifitas untuk
tujuan tertentu, biasanya sebelum atau sesudah pengobatan
3. Bermain dengan tujuan Terapi yaitu, bermain yang bertujuan
meninterprestasiakan permainan anak dan merekomendasikan intervensi

9
yang sesuai. Tipe bermain ini bertujuan untuk untuk memberikan
pengalaman pada anak menyelesaiakan konflik internal, dan tipe ini
merupakan komponen penting pendekatan psikososial untuk merawat anak.
Sasaran Usia Sekolah (6-12 tahun)
Dalam usia sekolah tuntutan yang dihadapi oleh anak semakin banyak.
Tekanan sekolah, lingkungan sebaya (peer group), serta tuntutan belajar yang
semakin tinggi membuat anak harus lebih mampu menghadapi tuntutan sosial
masyarakat. Bahkan tidak jarang orang tua menuntut anak untuk berprestasi
tinggi, dan adakalanya harapan orang tua melebihi kapasitas anak untuk dapat
mencapainya. Berbagai kondisi sosial yang penuh tuntutan baik dari sekolah,
teman sebaya maupun orang tua dapat menimbulkan berbagai permasalahan bagi
anak salah satunya dalam proses belajar anak sulit berkonsentrasi, perstasi anak
menurun bahkan motivasi anak untuk belajar menurun. Berbagai keluhan tersebut
merupakan sebagian kecil keluhan rutin yang kerap disampaikan oleh para orang
tua pada konselor. Tidak jarang bahakan orang tua justru menekankan keluhan
bahwa anak-anak mereka terlalu senang bermain, sehingga kurang belajar.
Padahal justru melalui bermain, mereka bisa belajar lebih banyak lagi. Usia
sekolah adalah usia 6 sampai 12 tahun.
2.2.2 Metode Bermain
Permainan untuk anak-anak tidak perlu memakai alat yang sulit dijangkau
tempatnya apalagi harganya. Cukup dengan barang-barang atau alat-alat di sekitar
kita bisa kita gunakan untuk memperkaya permainan anak. Misal: bola, lompat
tali, kertas origami, benang, sedotan dan lain-lain. Yang terpenting kita bisa
meramu dan menggunakan alat sesuai dengan keinginan anak.
Pelatihan anak dengan metode bermain, menoton film dan diskusi dapat
membuat anak lebih berani tampil di depan umum, percaya diri, dapat menghargai
orang lain, dan dapat melihat kekurangan diri.
Acara pementasan juga dapat menjadi salah satu pilihan yang sangat efektif
untuk membentuk kerja sama anak, mengekspresikan diri, dan anak dapat
memberikan apresiasi terhadap karya orang lain. Nilai-nilai yang diajarkan dalam
model pendidikan ini dapat diterapkan oleh anak dalam kegiatan sehari-hari.

10
2.2.3 Fungsi Bermain Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga
tidak akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan
kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan dan cinta kasih. Fungsi utama
bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik, perkembangan
sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan
moral dan bermain sebagai terapi (Soetjiningsih, 1995).
2.2.4 Karakteristik dan Klasifikasi dari Bermain
1. Menurut karakteristik sosial
a) Solitary play
Bermaian sendiri walaupun disekitarnya orang lain. Misalnya pada bayi
dan toddler, dia akan asyik dengan mainnya sendiri tanpa menghiraukan
orang-orang yang ada disekitarnya.
b) Pararel play
Bermain sejenis, anak bermain dengan kelompoknya, pada masing-
masing anak mempunyai mainan yang sama tetapi tidak ada interaksi di
antara mereka. Mereka tidak ketergantungan antara satu dengan yang
lainnya. Misalnya, masing-masing anak punya bola, maka dia akan
bermain dengan bolanya sendiri tanpa menghiraukan bola temannya.
Biasanya terjadi pada usia toddler dan pre school.
c) Associative play
Bermain dalam kelompok, dalam suatu aktivitas yang sama tetapi masih
belum terorganisir, tidak ada pembagian tugas, mereka bermain sesuai
keinginannya. Misalnya, anak bermain hujan-hujanan di teras rumah,
berlari-lari dan sebagainya. Hal ini banyak dialami pada anak pre
school.
d) Cooperative play
Anak bermain secara bersama-sama, permaianan sudah terorganisir dan
terencana, didalamnya sudah ada aturan main. Misalnya, anak bermain
kartu, petak umpet, terjadi pada usia sekolah dan adolescent.

11
2. Menurut isi
a) Sosial afective play
Anak mulai belajar memberikan respon melalui orang dewasa dengan
cara merajuk/berbicara sehingga anak menjadi senang dan tertawa.
b) Sense of pleasure play
Anak mendapatkan kesenagan dari suatu objek disekelilingnya.
Misalnya, anak bermain pasir atau air sehingga anak tertawa bahagia.
c) Skill play
Memperoleh keterampilan sehingga anak akan melaksanakannya secara
berulang-ulang. Misalnya, anak bermain sepeda-sepedaan dan sedikit
mulai merasa bisa, maka dia akan berusaha untuk mencobanya lagi
d) Dramatic play
Melakukan peran sesuai keinginannya atau dengan apa yang dia lihat
dan dia dengar, sehingga anak akan membuat fantasi dari permaianan
itu. Misalnya, anak pernah berkunjung ke rumah sakit waktu salah satu
tetangganya sakit, dia melihat perawat dan dokter, sesampainya
dirumah dia berusaha untuk memerankan dirinya sebagai seorang
perawat maupun dokter, sesuai dengan apa yang dia lihat dan diterima
tentang peran tersebut.
2.2.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pola Bermain Pada Anak
1. Status kesehatan, pada anak yang sedang sakit kemampuan psikomotorik/
kognitif terganggu. Sehingga ada saat-saat anak sangat ambisius pada
permainannya dan ada saat-saatanak sama sekali tidak punya keinginan
untuk bermaian.
2. Jenis kelamin, pada saat usia sekolah biasanya anka laki-laki engan bermain
dengan anak perempuan, mereka sudah bisa membentuk komunikasi
sendiri, dimana anak wanita bermain sesama wanita dan anak laki-laki
bermain sesama laki-laki. Tipe dan alat permainanpun akan berbeda,
misalnya anak laki-laki suka bermain bola, pada anak permpuan suka main
boneka.

12
3. Lingkungan, lokasi dimana anak berada sangat mempengaruhi pola
permainan anak. Di kota-kota besar anak jarang sekali yang bermain layang-
layangan. Paling mereka bermain game karena memang tidak ada/jarang ada
tanah lapang/lapangan untuk bermain, berbeda dengan yang masih terdapat
tanah-tanah kosong.
4. Alat permainan yang cocok, disesuaikan dengan tahap perkembangan
sehingga anak menjadi senang untuk menggunakannya.
2.2.6 Tahapan Perkembangan Bermain Pada Anak
1. Tahap eksplorasi
Hingga bayi berusia sekitar 3 bulan, permaianan mereka terutama terdiri
atas melihat orang dan benda serta melakukan usaha acak untuk menggapai
benda yang diasungkan dihadapannya. Selanjutnya mereka akan
mengendalikan tangan sehingga cukup memungkinkan bagi mereka untuk
mengambil, memegang dan memperlajari benda kecil. Setelah mereka dapat
merangkak atau berjalan, mulai memperhatikan apa saja yang berada dalam
jarak jangkauannya
2. Tahap permainan
Bermain barang mainan dimuali pada tahun pertama dan mencapai
puncaknya pada usia antar 5 dan 6 tahun. Pada mulanya anak hanya
mengeksplorasi mainannya. Antara 2 dan 3 tahun mereka membayangkan
bahwa mainannya mempunyai sifat hidup, dapat bergerak, berbicara dan
merasakan. Dengan semakin berkembangnya kecerdasan anak, mereka
tidak lagi mengangap benda mati sebagai sesuatu yang hidup dan hal ini
mengurangi minatnya pada barang mainan. Faktor lain yang mendorong
penyusutan minat dengan barang mainan ini adalah bahwa permaianan itu
sifatnya menyendiri sedangkan mereka menginginkan teman. Setelah masuk
sekolah, kebanyakan anak mengangap bermaian barang sebagai “permainan
bayi”.
3. Tahap bermain
Setelah masuk sekolah, jenis permainan mereka sangat beragam. Semula
mereka meneruskan bermain dengan barang mainan, terutama bila

13
sendirian, selain itu mereka merasa tertarik dengan permainan, olahraga,
hobi dan bentuk permaianan matang lainnya.
4. Tahap melamun
Semakin mendekati masa puber, mereka mulai kehilangan minat pada
peramainan yang sebelumnya disenangi dan banyak menghabiskan waktu
dengan melamun. Melamun yang merupakan ciri khas anak remaja adalah
saat berkorban, saat mereka mengangap dirinya tidak diperlakukan dengan
baik dan tidak dimengerti oleh siapapun.
2.2.7 Pedoman Untuk Keamanan Bermain
Menurut Soetjiningsih (1995), agar anak-anak dapat bermain dengan
maksimal, maka diperlukan hal-hal seperti:
1. Ekstra energi
Untuk bermain diperlukan energi ekstra. Anak-anak yang sakit kecil
kemungkinan untuk melakukan permainan.
2. Waktu
Anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain sehingga stimulus
yang diberikan dapat optimal.
3. Alat permainan
Untuk bermain alat permainan harus disesuaikan dengan usia dan tahap
perkembangan anak serta memiliki unsur edukatif bagi anak.
4. Ruang untuk bermain
Bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, halaman, bahkan di
tempat tidur.
5. Pengetahuan cara bermain
Dengan mengetahui cara bermain maka anak akan lebih terarah dan
pengetahuan anak akan lebih berkembang dalam menggunakan alat
permainan tersebut.
6. Teman bermain
Teman bermain diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi anak dan
membantu anak dalam menghadapi perbedaan. Bila permainan dilakukan

14
bersama dengan orangtua, maka hubungan orangtua dan anak menjadi lebih
akrab.
Ada juga yang disebut dengan Alat Permainan Edukatif (APE). APE
merupakan alat permainan yang dapat memberikan fungsi permainan secara
optimal dan perkembangan anak, dimana melalui alat permainan ini anak akan
selalu dapat mengembangkan kemampuan fisiknya, bahasa, kemampuan
kognitifnya, dan adaptasi sosialnya. Dalam mencapai fungsi perkembangan secara
optimal, maka alat permainan ini harus aman, ukurannya sesuai dengan usia anak,
modelnya jelas, menarik, sederhana, dan tidak mudah rusak.
Dalam penggunaan alat permainan edukatif ini banyak dijumpai pada
masyarakat kurang memahami jenis permainan karena banyak orang tua membeli
permainan tanpa memperdulikan jenis kegunaan yang mampu mengembangkan
aspek tersebut, sehingga terkadang harganya mahal,t idak sesuai dengan umur
anak dan tipe permainannya sama.
Untuk mengetahui alat permainan edukatif, ada beberapa contoh jenis
permainan yang dapat mengembangkan secara edukatif seperti: permainan sepeda
roda tiga atau dua, bola, mainan yang ditarik dan didorong jenis ini mempunyai
pendidikan dalam pertumbuhan fisik atau motorik kasar,kemudian alat permainan
gunting, pensil, bola, balok, lilin jenis alat ini dapat digunakan dalam
mengembangkan motorik halus, alat permainan buku bergambar, buku cerita,
puzzle, boneka, pensil warna, radio dan lain-lain, ini dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan kognitif atau kecerdasan anak, alat permainan
seperti buku gambar, buku cerita, majalah, radio, tape dan televisi tersebut dapat
digunakan dalam mengembangkan kemampuan bahasa, alat permainan seperti
gelas plastik, sendok, baju, sepatu, kaos kaki semuanya dapat digunakan dalam
mengembangkan kemampuan menolong diri sendiri dan alat permainan seperti
kotak, bola dan tali, dapat digunakan secara bersama dapat dilakukan untuk
mengembangkan tingkah laku sosial.
Selain menggunakan alat permainan secara edukatif, harus ada peran orang
tua atau pembimbing dalam bermain yang memiliki kemampuan tentang jenis alat
permainan dan kegunaannya, sabar dalam bermain, tidak memaksakan, mampu

15
mengkaji kebutuhan bermain seperti kapan harus berhenti dan kapan harus
dimulai, memberikan kesempatan untuk mandiri.
2.2.8 Terapi Bermain Pada Anak Yang Di Hospitalisasi
Setiap anak meskipun sedang dalam perawatan tetap membutuhkan aktivitas
bermain. Bermain dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk
menyelesaikan tugas perkembangan secara normal dan membangun koping
terhadap stres, ketakutan, kecemasan, frustasi dan marah terhadap penyakit dari
hospitalisasi (Mott, 1999).
Bermain juga menyediakan kebebasan untuk mengekspresikan emosi dan
memberikan perlindungan anak terhadap stres, sebab bermain membantu anak
menanggulangi pengalaman yang tidak menyenangkan, pengobatan dan prosedur
invasif. Dengan demikian diharapkan respon anak terhadap hospitalisasi berupa
perilaku agresif, regresi dapat berkurang sehingga anak lebih kooperatif dalam
menjalani perawatan di rumah sakit.
Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh seorang anak bila bermain
dilaksanakan di suatu rumah sakit, antara lain:
1. Memfasilitasi situasi yang tidak familiar
2. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan control
3. Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan
4. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi dan bagian tubuh
5. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan
peralatan dan prosedur medis
6. Memberi peralihan dan relaksasi
7. Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing
8. Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan
perasaan
9. Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap yang
positif terhadap orang lain
10. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat
11. Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik (Wong, 1996).
2.2.9 Prinsip Bermain di Rumah Sakit

16
1. Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat dan sederhana.
2. Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang.
3. Kelompok umur yang sama.
4. Permainan tidak bertentangan dengan pengobatan
5. Semua alat permainan dapat dicuci
6. Melibatkan orang tua.
Dukungan dari orang tua pun merupakan faktor penting yang harus
diberikan untuk memotivasi anak. Hal-hal yang perlu diberikan sebagai orang tua
antara lain:
1. Memberikan dukungan
Dukungan positif dapat berupa menjaga anak saat dirawat di rumah sakit,
mendampingi anak saat diperiksa petugas medis, atau memberikan beberapa
treatment pengobatan. Yang tak kalah penting, memberi sentuhan lembut,
seperti pelukan atau mengelus saat anak mengalami kesakitan.
2. Bersikap optimis dan tidak menampakkan kecemasan didepan anak.
Orang tua yang menampakkan wajah ceria, meski beban yang
ditanggungnya cukup berat, akan membuat anak bersikap tabah dan ceria
dalam menghadapi kondisi sakitnya.
3. Menanamkan pengertian bahwa proses pengobatan dan perawatan dirumah
sakit adalah proses menuju kesembuhan.
Perlu diingat, beri pengertian kepada anak bahwa dokter atau petugas medis
lainnya adalah orang-orang yang menolongnya untuk sembuh.

17
BAB III
RENCANA KEGIATAN
3.1 Jenis Permainan
Benang dan Sedotan
3.2 Tujuan Permainan
1. Meningkatkan hubungan perawat – klien.
2. Meningkatkan kreativitas pada anak.
3. Sosialisasi dengan teman sebaya / orang lain.
4. Melatih perkembangan motorik halus pada anak.
3.3 Sasaran
Anak Usia Sekolah (6-12 tahun) yang dirawat di ruang rawat Mawar, Lantai
6 RSUD Pasar Rebo
3.4 Lama Bermain
± 30 menit
3.5 Tempat Bermain
Di salah satu ruang rawat Mawar, lantai 6 RSUD Pasar Rebo
3.6 Alat Bermain
Benang dan Sedotan
3.7 Pengorganisasian
1. Leader : Fanly Alexsander Taihutu, S.Kep
2. Co-leader : Mitha Puspitha Pandju, S.Kep
3. Fasilitator : 1) Elsye Lumamina, S.Kep
2) Hartati Gumas, S.Kep
3) Yohana Dahoklory, S.Kep
4) Grachia Margareth Noya, S.Kep
5) Jans Rifaldo Tutuhatunewa, S.Kep
6) Radifan Adriansyah, S.Kep
4. Observer : CI Akademik dan CI Ruangan

18
3.8 Setting Tempat

Keterangan:
: leader : fasilitator
: co-leader : observer
: anak

3.9 Kegiatan Bermain


Kegiatan
No Tahapan Waktu
Perawat Klien
1. Fase Pra-Interaksi 5 menit a. Mempersiapkan diri
b. Mempersiapkan
media & alat yang
akan digunakan
c. Mempersiapkan
tempat untuk bermain
d. Mempersiapkan klien
2. Fase Orientasi 5 menit a. Mengucapkan salam a. Menjawab
salam
b. Memperkenalkan diri b. Menyimak
c. Kontrak waktu c. Menyepakati
d. Menyampaikan tujuan d. Menyimak
bermain
e. Meyampaikan e. Menyimak
permainan yang akan
dilakukan

19
3. Fase Kerja 15 a. Menyampaikan cara a. Menyimak
permainan yaitu
bermain benang yang
akan dimasukkan ke b. Bermain
dalam sedotan
b. Membimbing klien
dalam memasukkan
benang ke dalam
sedotan
4. Fase Terminasi 5 menit a. Menyimpulkan a. Menyimak
manfaat dari aktivitas
bermain anak
b. Memberi evaluasi b. Menjawab
secara lisan
c. Memberi rencana c. Menyimak
tindak lanjut
d. Memberi reward d. Klien merasa
kepeda klien yang senang
sudah menyelesaikan
tugas mainnya
a) Sebelum bermain berikan contoh dahulu kepada anak.
b) Buat anak duduk membentuk sebuah lingkaran.
c) Fasilitator memberikan benang dan sedotan yang telah disediakan pada
masing-masing anak, kemudian leader membimbing anak untuk cara
mainnya.
d) Selama jalannya permainan semua fasilitator wajib membimbing
masing-masing anak untuk memasukkan benang ke dalam sedotan
tersebut.
e) Setelah leader selesai membimbing anak, semua fasilitator mengecek
semua yang telah dibuatkan anak.
f) Berikan reward positif pada semua anak yang telah menyelesaikan
tugas dalam permainan tersebut.
3.10 Evaluasi
1. Kaji respon anak secara verbal maupun non verbal dalam kemampuan anak
mengikuti permainan selama permainan berlangsung
2. Pantau keadaan anak selama bermain

20
3. Kaji tercapainya tujuan bermain

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perkembangan adalah hal yang teratur dan mengikuti rangkaian tertentu.
Bermain merupakan proses dinamis yang sesungguhnya tidak menghambat anak
dalam proses belajar, sebaliknya justru menunjang proses belajar anak. Orang tua
yang keberatan terhadap aktivitas bermain anak justru menghambat kemampuan
kreativitas anak untuk mengenal dirinya sendiri serta lingkungan hidupnya. Dalam
usia sekolah tuntutan yang dihadapi oleh anak semakin banyak.
4.2 Saran
Sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat memeberikan pelayanan
dari mulai manusia sebelum lahir sampai dengan meninggal, dalam merawat
kasus yang apapun tindakan yang diberikan akan sangat berbeda karena setiap
orang adalah unik, sehingga seorang perawat dituntut untuk mengerti proses
tumbuh kembang.

21
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat, A.Aziz. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta:
Salemba Medika

Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak Ed 6. Jakarta: Erlangga

Perry, A,G & Potter, P.A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta:
EGC.

Perry,A,G.& Potter,P.A. 1999. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC

Riyadi, Sujono & Sukatmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak Ed Pertama.
Yogyakara : Graha Ilmu

Soetjiningsih 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC

Soetjiningsih. 2005. Buku Ajar II Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta:
Idai

Wong,D.L. 1995. Nursing Care of Instants and Children, St. Louis Mosby

22

Anda mungkin juga menyukai