Disusun Oleh:
Kelompok 5 /Tingkat 3 B
1. Ismi Yuniarti (P3.73.20.1.17.059)
2. Nur Indah Fitriana D. (P3.73.20.1.17.064)
3. Suci Allawiyati (P3.73.20.1.17.067)
4. Syfa Herawati (P3.73.20.1.17.075)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bermain adalah cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam
dirinya yang tidak disadari (Miller B.F dan Keane). Bermain adalah kegiatan
yang dilakukan sesuai dengan keinginan sendiri untuk memperoleh kesenangan.
Bermain merupakan keinginan dalam mengatasi konflik dari anak yang tidak
disadari serta dialami dengan suatu kepuasan . Bermain merupakan sarana bagi
anak–anak untuk belajar mengenal lingkungan kehidupannya. Pada saat bermain,
anak–anak mencobakan gagasan–gagasan mereka, bertanya serta
mempertanyakan berbagai persoalan, dan memperoleh jawaban atas persoalan –
persoalan mereka. Melalui permainan menyusun balok misalnya anak – anak
belajar menghubungkan ukuran suatu obyek dengan lainnya. Mereka belajar
memahami bagaimana balok yang besar menopang balok yang kecil. Mereka
belajar konsep bagaimana hal-hal yang lebih besar mampu menopang hal – hal
yang lebih kecil.
Anak yang sakit dirumah sakit umumnya mengalami krisis dikarenakan
perubahan lingkungan yang terjadi pada dirinya. Krisis tersebut dapat
dipengaruhi beberapa faktor seperti usia perkembangan anak, pengalaman masa
lalu tentang penyakit, dan ancaman perawatan. Stress yang dialami seorang anak
dirawat dirumah sakit perlu mendapatkan perhatian dan pemecahannya agar saat
dirawat seorang anak mengetahui dan kooperatif menghadapi permasalahan yang
terjadi saat dirawat. Salah satu cara untuk menghadapi permasalahan tersebut
adalah bermain dengan tujuan mengurangi rasa sakit akibat tindakan invansif
yang diterima.
Dari pernyataan diatas, telah mendasari kelompok kami untuk membuat
proposal tentang terapi bermain yang pada nantinya akan diberikan pada anak
usia sekolah yaitu usia 6 sampai dengan 12 tahun. Kelompok akan mencoba
menguraikan teori tentang konsep bermain, pertumbuhan dan perkembangan pada
anak usia sekolah serta jenis permainan yang dapat diberikan pada anak sekolah.
2
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum:
Mahasiswa dapat memahami tentang isi proposal ini yaitu terapi bermain
pada anak usia 6 tahun sampai 12 tahun.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat memahami tentang konsep pertumbuhan dan
perkembangan anak
b. Mahasiswa dapat memahami konsep bermain pada anak
c. Mahasiswa dapat menerapkan konsep permainan pada anak usia 6
tahun sampai 12 tahun
C. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penulisan pengamatan hasil penelitian ini adalah:
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan Penulisan dan
Sistematika Penulisan.
BAB II : Konsep Tumbuh kembang yang terdiri dari Pengertian Tumbuh
Kembang, Ciri Proses Tumbuh Kembang, Prinsip Tumbuh Kembang,
Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak, Faktor - Faktor yang
Mempengaruhi Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak, Teori
Tumbuh Kembang dan Konsep Bermain yang terdiri dari Pengertian
Bermain, Metode Bermain, Tahapan Perkembangan Bermain, Fungsi
Bermain terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak, Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Pola Bermain pada Anak, Pedoman untuk
Keamanan Bermain, Terapi Bermain pada Anak yang Dihospitalisasi.
BAB III : Program Bermain Anak Usia Sekolah
BAB IV : Kesimpulan dan Saran
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
2. Ciri Proses Tumbuh Kembang
3. Pola perkembangan anak adalah sama tapi kecepatannya berbeda antara anak
satu dengan lainnya
4. Aktivitas seluruh tubuh diganti dengan respon tubuh yang khas oleh setiap
organ
5
4. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun)
1. Motorik
2. Sosial emosional
3. Pertumbuhan fisik
1. Faktor herediter
6
2. Faktor lingkungan
1) Lingkungan internal
Hal yang berpengaruh diantaranya adalah hormon dan emosi. Ada tiga
hormon yang mempengaruhi pertumbuhan anak, hormon somatotropin
merupakan hormon yang mempengaruhi jumlah sel tulang, merangsang sel
otak pada masa pertumbuhan,berkurangnya hormon ini dapat menyebabkan
gigantisme. Hormon tiroid akan mempengaruhi pertumbuhan tulang,
kekurangan hormon ini akan menyebabkan kretinesme dan hor,on
gonadotropin yang berfungsi untuk merangsang perkembangan seks laki-
laki dan memproduksi spermatozoa, sedangkan esterogen merangsang
perkembangan seks sekunder wanita dan produksi sel telur. Jika
kekurangan hormon gonadotropin ini akan menyebakan terhambatnya
perkembangan seks.
Terciptanya hubungan yang hangat dengan orang lain seperti ayah, ibu,
saudara, teman sebaya, guru dan sebagainya akan berpengaruh besar
terhadap perkembangan emosi, sosial, dan intelektual anak. Cara seseorang
anak dalam berinteraksi dengan orang tua akan mempengaruhi interaksi
anak diluar rumah. Pada umumnya anak yang perkembangannya baik dan
mempunyai intelegensi yang tinggi dibandingkan dengan anak yang tahap
perkembangannya terhambat.
2) Lingkungan eksternal
7
kekurangan asupan nutrisi yang akibat selanjutnya daya tahan tubuh akan
menurun dan akhirnya bayi/anak akan jatuh sakit.
Tahapan perkembangan :
8
2. Akomodasi, merupakan proses kematangan kognitive untuk memecahkan
masalah yang sebelumnya tidak dapat dipecahkan. Tahap ini dapat tercapai
karena ada pengetahuan baru yang menyatu.
3. Adaptasi, merupakan kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan
B. Konsep Dasar Anak Usia Sekolah
a. Anak usia sekolah (> 6 tahun sampai 12 tahun)
Kemampuan sosial anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka lebih
mampu bekerja sama dengan teman sepermainannya. Seringkali pergaulan dengan
teman menjadi tempat belajar mengenal norma baik atau buruk. Dengan demikian,
permainan pada anak usia sekolah tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan
ketrampilan fisik atau intelektualnya, tetapi juga dapat mengembangkan
sensitivitasnya untuk terlibat dalam kelompok dan bekerja sama dengan
sesamanya. Mereka belajar norma kelompok sehingga dapat diterima dalam
kelompoknya. Sisi lain manfaat bermain bagi anak usia sekolah adalah
mengembangkan kemampuannya untuk bersaing secara sehat. Bagaimana anak
dapat menerima kelebihan orang lain melalui permainan yang ditunjukkannya.
Karakteristik permainan untuk anak usia sekolah dibedakan menurut jenis
kelaminnya. Anak laki-laki lebih tepat jika diberikan mainan jenis mekanik yang
akan menstimulasi kemampuan kreativitasnya dalam berkreasi sebagai seorang
laki-laki, misalnya mobil-mobilan. Anak perempuan lebih tepat diberikan
permainan yang dapat menstimulasinya untuk mengembangkan perasaan,
pemikiran dan sikapnya dalam menjalankan peran sebagai seorang perempuan,
misalnya alat untuk memasak dan boneka.
b. Reaksi Hospitalisasi
1. Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang
dicintai, keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan
2. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dalam keluarga,
kehilangan kelompok sosial, perasaan takut mati, kelemahan fisik
3. Reaksi nyeri bisa digambarkan dengan verbal dan non verbal
9
C. Konsep Bermain
1. Pengertian Bermain
10
Gibon dan Boren mendeskripsikan 3 tipe permainan yang bermanfaat
untuk mengurangi rasa stress anak, yaitu:
1. Bermain rekreasi atau bermain dengan tujuan bersenang-senang yaitu
bermain bemain spontan yang tidak terstruktur.
2. Bermain terapetik yaitu bila orang dewasa menstruktur aktifitas untuk
tujuan tertentu, biasanya sebelum atau sesudah pengobatan
3. Bermain dengan tujuan Terapi yaitu, bermain yang bertujuan
meninterprestasiakan permainan anak dan merekomendasikan
intervensi yang sesuai. Tipe bermain ini bertujuan untuk untuk
memberikan pengalaman pada anak menyelesaiakan konflik internal,
dan tipe ini merupakan komponen penting pendekatan psikososial
untuk merawat anak.
2. Metode Bermain
Permainan untuk anak-anak tidak perlu memakai alat yang sulit
dijangkau tempatnya apalagi harganya. Cukup dengan barang-barang atau
alat-alat di sekitar kita bisa kita gunakan untuk memperkaya permainan anak.
11
Misal ; bola, lompat tali, kertas origami, dan lain-lain. Yang terpenting kita
bisa meramu dan menggunakan alat sesuai dengan keinginan anak.
Pelatihan anak dengan metode bermain, menoton film dan diskusi
dapat membuat anak lebih berani tampil di depan umum, percaya diri, dapat
menghargai orang lain, dan dapat melihat kekurangan diri.
Acara pementasan juga dapat menjadi salah satu pilihan yang sangat
efektif untuk membentuk kerja sama anak, mengekspresikan diri, dan anak
dapat memberikan apresiasi terhadap karya orang lain. Nilai-nilai yang
diajarkan dalam model pendidikan ini dapat diterapkan oleh anak dalam
kegiatan sehari-hari.
3. Tahapan Perkembangan Bermain
a. Tahap eksplorasi
b. Tahap permainan
12
c. Tahap bermain
d. Tahap melamun
b. Jenis kelamin, pada saat usia sekolah biasanya anka laki-laki engan
bermain dengan anak perempuan, mereka sudah bisa membentuk
komunikasi sendiri, dimana anak wanita bermain sesama wanita dan anak
laki-laki bermain sesama laki-laki. Tipe dan alat permainanpun akan
berbeda, misalnya anak laki-laki suka bermain bola, pada anak permpuan
suka main boneka.
13
c. Lingkungan, lokasi dimana anak berada sangat mempengaruhi pola
permainan anak. Dikota-kota besar anak jarang sekali yang bermain
layang-layangan. Paling mereka bermain game karena memang tidak
ada/jarang ada tanah lapang/lapangan untuk bermain, berbeda dengan
yang masih terdapat tanah-tanah kosong.
a) Solitary play
b) Pararel play
c) Associative play
d) Cooperative play
14
Anak bermain secara bersama-sama, permaianan sudah terorganisir
dan terencana, didalamnya sudah ada aturan main. Misalnya, anak
bermain kartu, petak umpet, terjadi pada usia sekolad dan
adolescent.
2. Menurut isi
c) Skill play
d) Dramatic play
15
Menurut Soetjiningsih (1995), agar anak-anak dapat bermain dengan
maksimal, maka diperlukan hal-hal seperti:
a. Ekstra energi
Untuk bermain diperlukan energi ekstra. Anak-anak yang sakit kecil
kemungkinan untuk melakukan permainan.
b. Waktu
Anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain sehingga
stimulus yang diberikan dapat optimal.
c. Alat permainan
Untuk bermain alat permainan harus disesuaikan dengan usia dan tahap
perkembangan anak serta memiliki unsur edukatif bagi anak.
d. Ruang untuk bermain
Bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, halaman, bahkan
di tempat tidur.
e. Pengetahuan cara bermain
Dengan mengetahui cara bermain maka anak akan lebih terarah dan
pengetahuan anak akan lebih berkembang dalam menggunakan alat
permainan tersebut.
f. Teman bermain
Teman bermain diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi anak dan
membantu anak dalam menghadapi perbedaan. Bila permainan
dilakukan bersama dengan orangtua, maka hubungan orangtua dan anak
menjadi lebih akrab.
Ada juga yang disebut dengan Alat Permainan Edukatif (APE). APE
merupakan alat permainan yang dapat memberikan fungsi permainan secara
optimal dan perkembangan anak,dimana melalui alat permainan ini anak akan
selalu dapat mengembangkan kemampuan fisiknya,bahasa,kemampuan
kognitifnya,dan adaptasi sosialnya. Dalam mencapai fungsi perkembangan
secara optimal,maka alat permainan ini harus aman,ukurannya sesuai dengan
usia anak,modelnya jelas,menarik,sederhana,dan tidak mudah rusak.
Dalam penggunaan alat permainan edukatif ini banyak dijumpai pada
masyarakat kurang memahami jenis permainan karena banyak orang tua
membeli permainan tanpa memperdulikan jenis kegunaan yang mampu
16
mengembangkan aspek tersebut,sehingga terkadang harganya mahal,tidak
sesuai dengan umur anak dan tipe permainannya sama.
Untuk mengetahui alat permainan edukatif, ada beberapa contoh jenis
permainan yang dapat mengembangkan secara edukatif seperti : permainan
sepeda roda tiga atau dua, bola, mainan yang ditarik dan didorong jenis ini
mempunyai pendidikan dalam pertumbuhan fisik atau motorik kasar,kemudian
alat permainan gunting,pensil,bola,balok,lilin jenis alat ini dapat digunakan
dalam mengembangkan motorik halus, alat permainan buku bergambar, buku
cerita, puzzle, boneka , pensil warna, radio dan lain-lain, ini dapat digunakan
untuk mengembangkan kemampuan kognitif atau kecerdasan anak, alat
permainan seperti buku gambar, buku cerita, majalah, radio, tape dan televise
tersebut dapat digunakan dalam mengembangkan kemampuan bahasa, alat
permainan seperti gelas plastic, sendok, baju, sepatu, kaos kaki semuanya
dapat digunakan dalam mengembangkan kemampuan menolong diri sendiri
dan alat permainan seperti kotak, bola dan tali, dapat digunakan secara
bersama dapat dilakukan untuk mengembangkan tingkah laku social.
Selain menggunakan alat permainan secara edukatif, harus ada peran orang
tua atau pembimbing dalam bermain yang memiliki kemampuan tentang jenis
alat permainan dan kegunaannya, sabar dalam bermain, tidak memaksakan,
mampu mengkaji kebutuhan bermain seperti kapan harus berhenti dan kapan
harus dimulai, memberikan kesempatan untuk mandiri.
8. Terapi Bermain pada Anak yang Dihospitalisasi
Setiap anak meskipun sedang dalam perawatan tetap membutuhkan
aktivitas bermain. Bermain dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk
menyelesaikan tugas perkembangan secara normal dan membangun koping
terhadap stres, ketakutan, kecemasan, frustasi dan marah terhadap penyakit
dari hospitalisasi (Mott, 1999).
Bermain juga menyediakan kebebasan untuk mengekspresikan emosi
dan memberikan perlindungan anak terhadap stres, sebab bermain membantu
anak menanggulangi pengalaman yang tidak menyenangkan, pengobatan dan
prosedur invasif. Dengan demikian diharapkan respon anak terhadap
hospitalisasi berupa perilaku agresif, regresi dapat berkurang sehingga anak
lebih kooperatif dalam menjalani perawatan di rumah sakit.
17
Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh seorang anak bila bermain
dilaksanakan di suatu rumah sakit, antara lain:
1. Memfasilitasi situasi yang tidak familiar
2. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan control
3. Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan
4. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi dan bagian tubuh
5. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan
peralatan dan prosedur medis
6. Memberi peralihan dan relaksasi
7. Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing
8. Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan
perasaan
9. Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap yang
positif terhadap orang lain
10. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat
11. Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik (Wong ,1996).
Dukungan dari orang tuapun merupakan faktor penting yang harus diberikan
untuk memotivasi anak. Hal-hal yang perlu diberikan sebagai orang tua antara
lain:
a. Memberikan dukungan
18
Dukungan positif dapat berupa menjaga anak saat dirawat di rumah sakit,
mendampingi anak saat diperiksa petugas medis, atau memberikan beberapa
treatment pengobatan. Yang tak kalah penting, memberi sentuhann lembut,
seperti pelukan atau mengelus saat anak mengalami kesakitan.
b. Bersikap optimis dan tidak menampakkan kecemasan didepan
anak.
Orang tua yang menampakkan wajah ceria, meski beban yang ditanggungnya
cukup berat, akan membuat anak bersikap tabah dan ceria dalam menghadapi
kondisi sakitnya.
c. Menanamkan pengertian bahwa proses pengobatan dan
perawatan dirumah sakit adalah proses menuju kesembuhan.
Perlu diingat, beri pengertian kepada anak bahwa dokter atau petugas medis
lainnya adalah orang-orang yang menolongnya untuk sembuh
19
BAB III
7. Observer : Kelompok 6
Aulia Nur Afifah
Gusvita Nur Fikriyyah
Maryani
Rismi Ayu
1. Jenis permainan : Menyusun Puzzle
2. Jenis kelamin : Laki-laki & Perempuan
3. Usia : 6 – 12 tahun
4. Waktu permainan : ± 30 menit
5. Tempat permainan : Lantai 6 Ruang Mawar, RSUD Pasar Rebo
6. Alat yang digunakan : Papan Puzzle
7. Tujuan :
a. Meningkatkan hubungan perawat – klien.
b. Meningkatkan kreativitas pada anak.
c. Sosialisasi dengan teman sebaya / orang lain.
d. Melatih perkembangan motorik kasar pada anak.
7. Strategi permainan :
20
KEGIATAN BERMAIN
Kegiatan
No Tahapan Waktu
Perawat Klien
1. Fase Pra-Interaksi 5 menit a. Mempersiapkan diri
b. Mempersiapkan
media & alat yang akan
digunakan
c. Mempersiapkan
tempat untuk bermain
d. Mempersiapkan klien
d. Memberi reward
kepeda klien jika dapat
menyusun Puzzle
21
a) Sebelum bermain berikan contoh dahulu kepada anak.
b) Buat anak duduk membentuk sebuah lingkaran.
c) Fasilitator memberikan papan puzzle yang telah disediakan pada
masing-masing anak, kemudian leader membimbing anak untuk
menyusunnya.
d) Selama jalannya permainan semua fasilitator wajib membimbing
masing-masing anak untuk menyusun Puzzle
e) Setelah leader selesai membimbing anak menyusun puzzle, semua
fasilitator mengecek semua puzzle yang sudah disusun anak.
f) Berikan reward positif pada semua anak yang telah menyelesaikan
tugas untuk menyusun puzzle
8. Evaluasi
1) Kaji respon anak secara verbal maupun non verbal dalam kemampuan anak
mengikuti permainan selama permainan berlangsung
2) Pantau keadaan anak selama bermain
3) Kaji tercapainya tujuan bermain
4) Target tercapainya : 70%
22
Denah Permainan
Keterangan:
Leader fasilitator
Co leader
Anak observer
Denah :
23
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
3. Perry, A,G & Potter, P.A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta
: EGC.
7. Soetjiningsih. 2005. Buku Ajar II Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta
: Idai
25