Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu keperawatan didasarkan pada suatu teori yang sangat luas.
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam
praktik keperawatan. Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan
kesehatan professional yang merupakan bagian integral dari layanan
kesehatan yang berdasarkan pada ilmu dan etika keperawatan. Keperawatan
sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu
dari pelayanan kesehatan.
Ilmu Keperawatan merupakan suatu ilmu yang mempelajari
pemenuhan kebutuhan dasar manusia mulai dari biologis, psikologis, social
dan spiritual. Pemenuhan dasar tersebut diterapkan dalam pemberian asuhan
keperawatan dalam praktik keperawatan profesional. Untuk tercapainya suatu
keperawatan professional diperlukan suatu pendekatan, yang disebut “Proses
Keperawatan” dan “Dokumentasi” keperawatan sebagai data tertulis yang
menjelaskan tentang penyampaian informasi (komunikasi), penerapan sesuai
standart praktik, dan pelaksanaan proses keperawatan.
Oleh karena itu, pada trigger “Kenakalan Remaja” kelompok kami akan
memberikan solusi yang sesuai dengan pemenuhan kebutuhan dasar
manusia yang mengalami masalah pada trigger tersebut. Apa saja teori dan
konsep model keperawatan yang tepat untuk masalah pada trigger tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah teori model dan konsep keperawatan yang tepat untuk
mengatasi masalah berdasarkan trigger?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja teori model dan konsep keperawatan yang
tepat untuk mengatasi masalah berdasarkan trigger.

1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Tumbuh-kembang
1. Definisi
a. Pertumbuhan
1) Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah perubahan dalam
besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel atau organ yang bisa
diukur.
2) Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan
struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya
multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel dan juga karena bertambah
besarnya sel.
1) fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai
hasil dari proses pematangan.
2) Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktu/fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat
diperkirakan dan diramalkansebagai hasil dari proses diferensiasi sel,
jaringan tubuh, organ-organ dan sistemnya yang terorganisasi.
Perkembangan menitik beratkan pada perubahan yang terjadi secara
bertahap dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi
dan kompleks melalui proses maturasi dan pembelajaran terhadap
perkembangan emosi, social dan intelektual anak. Faktor yang
mempengaruhi tumbuh kembang:
a. Faktor Genetik
Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat
sensitifitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan
berhentinya pertumbuhan tulang, termasuk faktor genetik antara
lain berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis
kelamin dan suku bangsa.
b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan pada waktu masih di dalam kandungan
(faktor prenatal). Gisi ibu waktu hamil, faktor mekanis, toksin atau
zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, stress, imunitas dan anoksia
embrio.
c. Faktor lingkungan setelah lahir (Faktor post natal(
1) Lingkungan biologis, meliputi ras, jenis kelamin, umur, gizi,
perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, fungsi
metabolisme dan hormon.
2) Faktor fisik yaitu cuaca, sanitasi, keadaan rumah dan radiasi.
3) Faktor Psikososial yaitu stimulasi, motivasi belajar, ganjaran /
hukuman yang wajar, kelompok sebaya, stress, sekolah.
4) Faktor keluarga dan adat istiadat.

2
2. Teori Perkembangan
a. Sigmeun Freud (Perkembangan Psychosexual)
1. Fase Oral (0 – 1 tahun).
2. Fase Anal (2 – 3 tahun).
3. Fase Urogenital atau faliks (usia 3 – 4 tahun).
4. Fase Latent (4 – 5 tahun sampai masa pubertas).
5. Fase Genitalia
b. Piaget (Perkembangan Kognitif)
Meliputi kemampuan intelegensi, kemampuan berpersepsi dan
kemampuan mengakses informasi, berfikir logika, memecahkan masalah
kompleks menjadi simple dan memahami ide yang abstrak menjadi
konkrit, bagaimana menimbulkan prestasi dengan kemampuan yang
dimiliki aanak.
1. Tahap sensori – motor (0 – 2 tahun).
2. Tahap pra operasional (2 – 7 tahun).
3. Tahap pra konseptual (2 – 4 tahun).
4. Tahap intuitif(4 – 7 tahun).
5. Tahap operasional konkrit (7 – 12 tahun).
6. Tahap operasional – formal (mulai usia 12 tahun)
c. Erikson (Perkembangan Psikososial)
Proses perkembangan psikososial tergantung pada bagaimana
individu menyelesaikan tugas perkembangannya pada tahap itu, yang
paling penting adalah bagaimana memfokuskan diri individu pada
penyelesaian konflik yang baik itu berlawanan atau tidak dengan tugas
perkembangannya.
Perkembangan Psikososial :
1. Trust vs. Misstrust (0 – 1 tahun).
2. Autonomy vs shame and doubt (2 – 3 tahun).
3. Initiatif vs Guilty (3 – 6 tahun).
4. Industry vs inferiority (6 – 11 tahun).
5. Identity vs Role confusion (mulai 12 tahun).
6. Intimacy vs Isolation (dewasa awal).
7. Generativy vs self absorbtion (dewasa tengah).
8. Ego integrity vs Despair (dewasa lanjut)
d. Kohlberg (Perkembangan Moral)
1. Pra-konvensional
Mulanya ditandai dengan besarnya pengaruh wawasan
kepatuhan dan hukuman terhadap prilaku anak. Penilaian terhadap
prilaku didasarkan atas akibat sikap yang ditimbulkan oleh perilaku.
Dalam tahap selanjutnya anak mulai menyesuaikan diri dengan
harapan – harapan lingkungan untuk memperoleh hadiah, yaitu
senyum, pujian atau benda.

3
2. Konvensional
Anak terpaksa menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan
atau ketertiban sosial agar disebut anak baik atau anak manis.
3. Purna Kkonvensional
Anak mulai mengambil keputusan baik dan buruk secara
mandiri. Prinsip pribadi mempunyai peranan penting. Penyesuaian diri
terhadap segala aturan di sekitarnya lebih didasarkan atas
penghargaannya serta rasa hormatnya terhadap orang lain.
e. Hurolck (Perkembangan Emosi)
Menurut Hurlock, masa bayi mempunyai emosi yang berupa
kegairahan umum, sebelum bayi bicara ia sudah mengembangkan emosi
heran, malu, gembira, marah dan takut. Perkembangan emosi sangat
dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar. Pengalaman emosional
sangat tergantung dari seberapa jauh individu dapat mengerti rangsangan
yang diterimanya. Otak yang matang dan pengalaman belajar
memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan emosi,
selanjutnya perkembngan emosi dipengaruhi oleh harapan orang tua dan
lingkungan.

B. Konsep Sehat-sakit
Sehat sakit merupakan konsep yang kompleks dan multiinterprestasi.
Banyak faktor yang mempengaruhi kondisi sehat maupun sakit. Pengertian sehat
sakit beragam. Setiap individu, keluarga, masyarakat, dan profesi kesehatan
mengartikan sehat sakit berbeda, tergantung pada paradigmanya.
a. Pengertian sehat
Berabad-abad lalu, sehat diartikan sebagai kondisi yang normal dan
alami. Oleh karena itu, segala sesuatu kondisi yang tidak normal dan
bertentangan dengan alam dianggap kondisi yang tidak sehat dan harus
dicegah. Sehat sendiri sifatnya dinamis yang sewaktu-waktu dapat berubah.
Keadaan mempengaruhi tingkat fungsi seseorang, baik secara fisiologis,
psikologis, dan dimensi sosiokultural. Kondisi sehat normal sendiri merupakan
hal yang sulit didefinisikan. Setiap orang maupun kelompok memiliki
pemahaman yang berbeda mengenai definisi sehat normal. Meski rumit dan
bervariasi, suatu keadaan yang bisa dikatakan normal atau sehat setelah
memenuhi perameter tertentu. Maka konsep umum suatu keadaan sehat atau
normal akan menggunakan nilai rata-rata parameter tersebut sebagai acuan.
Nilai rata-rata tersebut dikenal dengan nilai rata-rata normal. Sebagai contoh,
kadar natrium normal pada orang dewasa adalah 136-145mmol/i.
Secara umum, ada beberapa definisi sehat yang dapat dijadikan acuan:
1. Menurut WHO, sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik
secara fisk, metal, dan sosial. Dan tidak hanya bebas dari suatu penyakit
dan kemakmuran saja.
2. Menurut Parson, sehat adalah kemampuan optimal individu untuk
menjalankan peran dan tugasnya secara efektif.

4
3. Munurut Undang-Undang Kesehatan RI No. 23 Tahun 1992. Sehat adalah
keadaan sejahtera tubuh, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

b. Pengertian Sakit
Sakit adalah keadaan tidak normal atau tidak sehat. secara
sederhana, sakit juga disebut sebuah penyakit. Penyakit merupakan suatu
bentuk kehidupan atau keadaan diluar batas normal. Tolak ukur yang paling
mudah untuk menentukan kondisi sakit atau penyakit adalah jika terjadi
perubahan dari nilai rata-rata normal yang telah ditetapkan. Sebagai contoh,
bunyi paru-paru dalam keadaan normal biasanya adalah bronko vesikular.
Jika terdengar bunyi mengi, bisa dikatakan bahwa individu tersebut menderita
sakit. Keadaan sakit atau penyakit merupakan suatu hal yang sulit untuk
didefinisikan secara pasti.
Secara umum, ada beberapa definisi sakit yang bisa dijadikan suatu acuan :
1. Menurut Parson, sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh
manusia, termasuk jumlah sistem biologis dan kondisi penyusuaian.
2. Menurut Bauman, Bauman mengemukakan ada tiga kriteria sakit yaitu
adanya gejala, presepsi tentang keadaan sakit yang dirasakan, dan
kemampuan aktivitas sehari-hari yang menurun.
3. Menurut batasa Medis, Batasan Medis mengemukan bahwa ada dua
bukti keadaan sakit yaitu tanda dan gejala.
4. Menurut Perkins, sakit adalah suatu keadaan fisik yang tidak
menyenangkan yang menimpa seseorang yang sehingga menimbulkan
gangguan pada aktivitas sehari-hari, baik aktivitas jasmani maupun sosial.

C. Konsep Transkultural
Keperawatan Transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang
berfokus pada analisis dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya
(Leininger,1978). Keperawatan transkultural merupakan ilmu dan kiat yang
humanis, yang difokuskan pada perilaku individu atau kelompok, serta proses
untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau perilaku sakit
secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya. Pelayanan
keperawatan transkultural diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya.

Tujuan:
Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah mengembangkan
sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik
keperawatan pada kebudayaan (kultur-culture) yang spesifik dan universal.
Kebudayaan yang spesifik adalah kebudayaan dengan nilai dan norma yang
spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain oada suku Osing, Tengger,
ataupun Dayak. Sedangkan, kebudayaan yang universal adalah kebudayaan

5
dengan nilai dan norma yang diyakini dan dilakukan oleh hampir semua
kebudayaan seperti budaya olahraga untuk mempertahankan kesehatan.
Negosiasi budaya adalah intervensi dan implementasi keperawatan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatannya. Perawat membantu klien agar dapat memilih
dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan status
kesehatan. Misalnya, jika klien yang sedang hamil mempunyai pantangan
untuk makan makanan yang berbau amis seperti ikan, maka klien tersebut
dapat mengganti ikan dengan sumber [protein nabati yang lain.
Restrukturisasi budaya perlu dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan
status kesehatan klien. Perawat berupaya melakukan strukturisasi gaya hidup
klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Seluruh perencanaan
dan implementasi keperawatn dirancang sesuai latar belakang budaya
sehingga budaya dipandang sebagai rencana hidup yang lebih baik setiap
saat. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntngkan dan
sesuai dengan keyakinan yang dianut.

Nilai-nilai Budaya dan Gaya Hidup


Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia,
mengenal apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buuk. Sedangkan,
norma budaya adalah aturan sosial atau patokan perilaku yang dianggap
pantas. Norma budaya merupakan suatu kaidah yang memiliki sifat
penerapan terbatas pada penganut budaya terkait.
Nilai dan norma yang diyakini oleh individu tampak didalam
masyarakat sebagai gaya hidup sehari-hari. Hal-hal yang perlu berkaitan
dengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup adalha posisi atau jabatan, misalnya
ketua adat atau direktur, bahasa yang digunakan, bahasa nonverbal yang
sering ditunjukkan klien, kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan makan,
pantang terhadap makanan tertentu berkaitan dengan kondisi tubuh yang
sakit, sarana hiburan yang biasa dimanfaatkan, serta persepsi sakit berkaitan
dengan aktivitas sehari-hari, misalnya klien menganggap dirinya sakit apabila
sudah terbaring di tempat tidur dan tidak bisa pergi ke mana pun.

Kompetensi Budaya
Kompetensi budaya adalah seperangkat perilaku, sikap, dan kebijakan
yang bersifat saling melengkapi dalam suatu sistem kehidupan sehingga
memungkinkan untuk berinteraksi secara efektif dalam suatu kerangka
berhubungan antarbudaya di dunia. Kompetensi budaya juga merupakan
suatu kemampuan dan sistem nilai yang dimiliki individu dalam berespons
secara efektif terhadap semua kebudayaan yang dihadapi, kelompok kelas
kehidupan, ras, latar belakang, etnik, agama, serta memahami perilaku yang
diaktualisasikan, memahami perbedaan dan kesamaan sistem nilai yang
dianut individu, keluarga, komunitas, serta kemampuan memproteksi dan
memelihara harga diri siapa pun yang dihadapi.

6
Kompetensi budaya mencakup memahami dan menghormati
perbedaan antara klien dan keluarga mengenai sistem nilai yang dianut,
harapan dan pengalaman menerima pelayanan kesehatan. Pada kesempatan
yang sama perawat perlu mencermati potensi teraktualisasinya praktik
keperawatan atau kesehatan berbasis budaya. Asuhan keperawatan yang
berbasis kompetensi budaya memungkinkan perawat sebgai petugas
kesehatan mengelola secara utuh elemen-elemen pelayanan kesehatan di
keluarga, termasuk mengelola hambatan atau tantangan di tingkat
intitusional.
Pendekatan transkultural merupakan suatu perspektif yang unik karena
bersifat kompleks dan sistematis secara alamiah yang secara konstektual
melibatkan banyak hal, seperti bahasa yang digunakan, tradisi, nilai historis
yang teraktualisasikan, serta ekonomi. Konsekuensinya, perawat sebagai
tenaga kesehtan perlu memahami perbedaan substansi diantara individu,
keluarga, komunitas termasuk organisasi pelayanan kesehatan. Misalnya,
keluaraga yang tinggal di daerah pantai, pegunungan atau pengungsian,
mereka memiliki konteks yang berbeda termasuk sistem nilai yang
diaktualisasikan. Perawat keluarga idealnya memiliki kompetensi budaya
sehingga asuhan keperawatan yang diberikan dapat efeektif dan bersifat
humanis.

Komunikasi Lintas Budaya


Komunikasi antar perawat dengan klien merupakan komunikasi lintas
budaya. Komunikasi lintas budaya dapat dimulai melalui proses diskusi dan
bila perlu dapat dilakukan identifikasi melalui bagaimana cara masyarakat dari
berbagai budayadi Indonesia berkomunikasi, misalnya di suku Jawa, Betawi,
Sunda, Padang, Bengkulu, Osing, Tengger dan sebagainya.
Komunikasi lintas budaya dapat dilakukan dengan menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar atau menggunakan bahasa
daerah sebagai bahasa ibu. Bila tidak memahami bahasa klien, perawat
dapat menggunakan penerjemah. Dalam komunikasi lintas budaya, perawat
dapat menjumpai suatu hal yang pada budaya tertentu bermakna positif,
tetapi di budaya lain dapat bermakna negatif.
Hal ini harus dipahami oleh perawat sehingga tidak menyebabkan
terputusnya komunikasi. Misalnya, orang Madura yang sedang menjenguk
keluarganya yang akan dibiopsi. Perawat menjelaskan bhawa biopsi
merupakan salah satu tindakan operasi untuk mengetahui lebih jauh tentang
status kesehatan klien. Mendengar kata “operasi”, orang Madura tersebut
teringat tetangganya yang terkena tumor dan sembuh di “operasi”. Bila tidak
di klarifikasi maka akan menyebabkan komuniaksi terputus karena salah
persepsi tersebut.
Hampir sama seperti kasus gizi buruk, perawat perlu berhati-hati jika
hendak mengatakan kepada keluarga bahwa anaknya menderita gizi buruk,
sebab tidak semuakeluarga bisa menerimanya. Mungkin lebih aman bagi

7
perawat keluarga untuk mengatakan bahwa anak ibutersebut berat badannya
kurang atau menurut Kartu Menuju Sehat (KMS) berada di bawah garis
merah.
Perawat keluarga saat bekerja sama dengan keluarga harus
melakukan komunikasi secara alamiah agar mendapat gambaran budaya
keluarga yang sesungguhnya. Pada saat melakukan asuhan keperawatan
kepada keluarga dengan latar belakang budaya yang berbeda dengan
perawat, sebaiknya perawat mengidentifikasi budaya keluarga agar dapat
mengaktualisasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari secara bermakna.
Bila perlu, klien tidak sendiri, tetapi ditemani oleh anggota keluarga yang lain
yang dapat memberikan klarifikasi perbedaan budaya ynang memengaruhi
interaksi tersebut. Situasi mayoritas lokal dan nasional perlu diperhatikan. Hal
ini terkait dengan sistem nilai dan kepercayaan yang mendasari interaksi
dalam pola asuhan keluarga. Misalnya, secara lokal dan nasional mayoritas
muslim, maka sistem nilai dalam pola asuhan keluarga dan interaksi di
dalamnya dapat didominasi oleh ajaran Islam.
Praktik mempertahankan kesehatan atau menyembuhkan anggota
keluarga dari gangguan kesehatan dapat didasarkan pada kepercayaan yang
dianut tersebut. Di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, terdapat peraturan
yang mewajibkan para wanita untuk memakai jilbab, aturan ini tentunya
berbeda di provinsi lain. Para wanita muslimah juga akan lenih senang jika
pertolongan persalinan di tolong oleh bidan atau dokter perempuan. Secara
lokal dan nasional, masyarakat Indonesia masih menghargai seseorang yang
usianya lebih tua. Kompetensi komunikasi lintas budaya ini perlu menjadi
perhatian khusus perawat.
Komunikasi nonverbal acap kali menjadi lebih bermakna dibanding
komunikasi verbal. Komunikas nonverbal meliputi mimik wajah, sorot mata,
bentuk bibir, jarak, gerakan anggota tubuh dan posisi tubuh, tekanan suara,
objek yang selalu diperhatikan serta sentuhan. Mimik wajah dapat
menunjukkkan emosi seseorang secra universal (Andrew dan Boyle, 1995).
Sorot mata dapat menunjukkan sikap bersahabat atau marah. Untuk dapat
memahami bahasa non verbal, perawat harus berlatih secara optimal. Pada
kepercayaan Islam, bersalaman dan berpelukan sesama jenis menunjukkan
keakraban dan rasa penghormatan.
Bahasa yang digunakan pada komunikasi lintas budaya perlu
mendapat perhatian khusus. Bahasa di tanah jawa umumnya bertingkat-
tingkat bergantung pada lawan bicara yang dihadapi. Dalam bahasa Jawa
dan Sunda dikenal dengan tingkatan bahasa kelas bawah (kasar), menengah
(agak halus) dan kromo inggil (sangat halus). Bila kita mempehatikan suku
Jawa atau suku Madura sedang berbicaradengan lawan bicaranya, kita kan
tahu dari bahasa yang digunakan. Bila seseorang menggunakan bhasa yang
kasar, biasanya posisinya secra sosial lebih terhormat, sedangkan yang
enggunakan bahasa kromo inggil lebih rendah karena menghormati orang
yang posisinya lebih tinggi atau lebih dituakan. Pada suku Bali tradisional juga

8
terdapat beberapa tingkatan pemakaian bahasa, hal ini lain lagi jika
berhadapan dengan suku Betawi yang tidak memandang pembagian pola
bahasa tersebut.
Budaya dan makanan memiliki hubungan yang sangat erat. Makanan
berfungsi untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi tubuh. Konsumsi
dan penyajian makanan berkaitan dengan budaya individu, keluarga dan
komunitas setempat. Misalnya dalam suku Jawa, porsi makanan antara anak
dengan orang tua berbeda. Orang tua sebagai pencari nafkah mendapatkan
jatah makanan lebih banyak terutama lauk pauknya. Sedangkan si anak
hanya mendapatkan sisa atau bagian yang gizinya kurang. Contoh lain,
budaya makan nasi pada saat panen padi dan meningglkan makan sayur-
sayuran (wortel) di daerah Cianjur pada era tahun 70-an ternyata
menyebabkan angka rabun senja meningkat saat musim padi dan menurun
pada saat musim tanam padi.
Kondisi tersebut dapat dialami oleh berbagai suku yang akan dijumpai
perawat dalam melakukan asuhan keperawatan keluarga. Setiap suku acap
kali mengaktualisasikannya secara berbeda. Kondisi ini harus dipahami betul
oleh perawat. Contoh lain, di Lumajang, Jawa Timur, daun kelor mudah
digunakan untuk disayur dan digunakan, tetapi di Jakarta digunakan untuk
memandikan mayat dan tidak dimakan. Suku padang tidak terbiasa makan
sayur atau lalapan seperti suku Sunda. Budaya makan suku Padang yang
terlalu banyak mengonsumsian lemak dan banyak makan sayur-sayuran
berisiko menimbulkan difisiensi vitamin A karena vitamin A larut dalam lemak
dan lemak yang tersedia di struktur otot suku Sunda tidak optimal untuk
menyimpan vitamin A.
Budaya memengaruhi individu dan keluarga dalam menentukan
makanan yang dikonsumsi. Masyarakat Islam tidak akan memakan daging
anjing, babi atau hewan yang dianggap halal, misalnya ayam, tetapi tidak
disembelih dengan menyebut nama Allah, Masyarakat Kristen boleh
memakan daging babi atau anjing, sementara masyarakat Hindu tidak
mengonsumsi daging sapi walaupun menurut agama lain boleh. Makanan
untuk hewan biasanya tidak disajikan untuk manusia, tetapi makanan untuk
manusia biasanya dapat diberikan kepada hewan. Makanan juga dikaitkan
dengan jenis kelamin, yaitu makanan maskulin atau feminim. Gado-gado,
rujak, ketoprak, sate ayam, atau teh adalah makanan feminim yang identik
dengan perempuan. Sedangkan, sate atau sop kambing dan kopi adalah
makanan maskulin yang identik dengan lelaki. Makanan jugaberkaitan
dengan usia, misalnya susu dan madu merupakan makanan untuk anak-
anak. Makanan untuk orang dewasa misalnya kacang goreng, teh atau kopi
tubruk. Makanan juga dikaitkan dengan kondisi kesehatan seseorang,
makanan untuk seseorang yang sakit biasanya menggunakan sedikit garam
dan tanpa cabai sehigga rasanya hambar.
Perawat harus memahami dan menyadari jenis makanan dan pola diet
yang dilakukan keluarga. Keluarga di Indonesia pada umumnya makan tiga

9
kali sehari walaupun ada etni tertentu yang mempunyai pola makan dua kali
dalam sehari. Etnik atau suku tertentu yang memiliki pola makan dua kali
dalam sehari, pada pagi hari biasanya menyantap makanan ringan dengan
kopi atau teh. Setiap keluarga mempunyai pola jenis makanan yang berbeda
untu setiap kali makan, misalnya sarapan pagi, makan siang, atau makan
malam. Perawat perlu mengidentifikasi kebiasaan tersebut. Pola makan
dalam keluarag amat erat dengan kebiasaan menyimpan makanan di lemari
es atau dapur mereka.
Makanan juga dapat mempererat hubungan kekerabatan. Pada saat
lebaran, suku Jawa atau Suda akan mengantar makanan kepada yang lebih
dituakan ataupun tetangganya (ater-ater). Makanan hantaran disini berfungsi
sebagai bentuk pengakuan bahwa yang menerima dituakan sekaligus
sebagai ungkapan penghargaan atau penghormatan kepada orang lain.
Makanan dapat membangun dan mempertahankan hubungan antar manusia,
misalnya makan yang dibawa sendiri-sendiri kemudian diletakkan di satu
tempat selanjutnya disantap secara bersama-sama (kenduri). Situasi ini dapat
meningkatkan rasa kebersamaan dan keakraban. Untuk menghilangkan rasa
kebencian seseorang kepada orang lain, maka orang tersebut dapat
memberikan makanan kepada orang yang membencinya tersebut. Saling
hantar dan tukar menukar makanan antarkeluarga di Indonesia merupakan
hal yang lazim dan perlu dipertanhankan. Bentuk penyajian makanan juga
dapat menggambarkan sesuatu kejadian atau peristiwa. Keluarga yang
membuat bubur merah atau putih kemungkinan sedang mengadakan acara
selamatan. Jajan pasar juga sering digunakan sebagai pelengkap ketika suku
Jawa sedang mengirim doa kepada saudaranya yang telah meninggal.

D. Konsep Stress-adaptasi
Setiap orang mengalami stress dari waktu ke waktu dan umumnya seseorang
dapat mengadaptasi stress jangka panjang atau menghadapi stress jangka
pendek sampai stress tersebut berlalu. Stres dapat menimbulkan tuntutan yang
besar pada seseorang,dan jika orang tersebut tidak dapat mengadaptasi,maka
dapat terjadi penyakit. Stres adalah segala situasi di mana tuntutan nonspesifik
mengharuskan seorang individu untuk berespons atau melakukan tindakan.
Respon atau tindakan ini termasuk respon fisiologis dan psikologis. Stres dapat
menyebabkan perasaan negative atau yang berlawanan dengan apa yang
diinginkan atau mengancam kesejahteraan emosional. Stres dapat mengganggu
cara seseorang dalam mencerap realitas,menyelesaikan masalah,berfikir secara
umum;dan hubungan seseorang dan rasa memiliki. Selain itu, stress dapat
mengganggu pandangan umum seseorang terhadap hidup,sikap yang
ditunujukkan pada orang yang disayangi,dan status kesehatan. Persepsi atau
pengalaman individu terhadap perubahan besar menimbulkan stress. Stimuli
yang mengawali atau mencetuskan perubahan disebut stressor. Stresor secara
umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

10
1. Stressor internal berasal dari dalam diri seseorang (mis. demam,kondisi
seperti kehamilan atau menopause, atau suatu keadaan emosi seperti rasa
berasalah).
2. Stressor eksternal berasal dari luar diri seseorang (mis. perubahan makna
dalam suhu lingkungan,perubahan dalam peran keluarga atau social,atau
tekanan dari pasangan).

a) Manifestasi Stress
Stress adalah suatu ketidakseimbangan diri/jiwa dan realitas kehidupan
setiap hari yang tidak dapat dihindari perubahan yang memerlukan
penyesuaian Sering dianggap sebagai kejadian atau perubahan negatif yang
dapat menimbulkan stress, seperti cedera, sakit atau kematian orang yag
dicintai, putus cinta Perubahan positif juga dapat menimbulkan stress,
seperti naik pangkat, perkawinan, jatuh cinta.

b) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stress


1) Intensitas
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada dasarnya tubuh
atau jiwa manusia mempunyai ketahanan atau kekuatan yang berasal dari
dalam. Tingkat kekuatan ini dinilai sebagai kunci kepribadian dalam
menghadapi stress. Kepribadian ini memungkinkan seseorang untuk
menjadikan stressor sebagai suatu yang positif sehinggan memberikanm
respon yang positif pula terhadap stressor tertentu. Suatu stressor yang
bersifat negatif dan menjadikan stress bagi seseorang dapat merupakan
sumber kekuatan bagi orang lain. Selain itu stressor juga dapat
memberikan mekanisme untuk memperingatkan seseorang agar dapat
mengumpulkan seluruh kekuatan yang dimilikinya dalam rangka melawan
stress itu sendiri. Tak selamanya stress merupakan hal yang negatif. Pada
tingkatan tertentu stress dapat menjadi motivator bagi seseorang. Hal ini
berhubungan dengan keinginan untuk mencapai suatu tujuan dan stress
disini berguna untuk mencegah timbulnya rasa bosan. Stress juga
berguna pada keadaan yang penting dimana seseorang memerlukan
kekuatan emosional dan mobilisasi fisik sebagai kekuatan pertahanan
individu.
2) Sifat
Sifat dari stressor juga memperngaruhi respon. Ada beberapa stressor
yang bersifat positif dan yang lainnya bersifat negatif. Stressor yang
bersifat positif akan menimbulkan respon yang positif, sedangkan stressor
yang bersifat negatif akan menyebabkan respon yang negatif pula baik
secara fisikmaupun psikis. Secara negatif stress dapat menghasilkan
perubahan yang pada akhirnya akan menimbulkan kesakitan.
3) Durasi
Lamanya atau jangka waktu berlangsungnya pemaparan stressor atau
kejasian dari stressor sampai menjadikan seseorang mengalami stress.

11
Frekwensi perubahan-perubahan dari suatu kejadian yang pada akhirnya
mempengaruhi seseorang hingga merasakan stress.
4) Jumlah
Mengandung pengertian stressor yang harus dihadapi dalam satu
waktu. Banyaknya perubahan-perubahan dan kejadian yang dialami
seseorang dalam suatu periode waktu tertentu lebih sering menyebabkan
perkembangannya stress yang pada akhirnya dapat menyebabkan
kesakitan.
5) Pengalaman
Bagaimana seseorang memberikan respon terhadap stressor juga
dipengaruhi oleh pengalaman. Pengalaman ini bisa di dapat dari diri
sendiri maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan yang ditemui dalam kehidupan
akan memberikan pelajaran dan kekuatan untuk menghadapi stressor dan
menghadapi stress.
6) Tingkat Perkembangan
Di dalam setiap perkembangan akan terjadi perubahan-perubahan
pada setiap individu. Tingkat perkembangan ini juga berpengaruh
terhadap bagaimana seseorang maupun stressor. Karena perkembangan
cukup menentukan kematangan seseorang dalam menghadapi
kematangan.

c) Adaptasi Stress
1) Adaptasi Fisologis
Indikator fisiologis dari stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi
dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian, indicator
ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang
mengalami stress, dan indicator tersebut bervariasi menurut individunya.
Tanda vital biasanya meningkat dan klien mungkin tampak gelisah dan
tidak mampu untuk beristirahat berkonsentrasi. Indikator ini dapat timbul
sepanjang tahap stress. Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung
berkaitan dengan durasi dan intensitas stressor yang diterima. Indikator
fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang
stress mencakup pengumpulan data dari semua sistem.
Hubungan antara stress psikologik dan penyakit sering disebut interaksi
pikiran tubuh. Riset telah menunjukkan bahwa stress dapat
mempengaruhi penyakit dan pola penyakit. Pada masa lampau,penyakit
infeksi adalah penyebab kematian paling utama, tetapi sejak ditemukan
antibiotic, kondisi kehidupan yang meningkat, pengetahuan tentang nutrisi
yang meningkat, dan metode sanitasi yang lebih baik telah menurunkan
angka kematian.
Indikator fisiologi stress :
 kenaikan tekanan darah,
 peningkatan ketegangan di leher, bahu, punggung,
12
 peningkatan denyut nadi dan frekwensi pernapasan,
 telapak tangan berkeringat,
 tangan dan kaki dingin,
 postur tubuh yang tidak tegap,
 keletihan,
 sakit kepala,
 dll.
2) Adaptasi Psikologis
Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan
mengamati perilaku klien. Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional
dalam berbagai cara. Karena kepribadian individual mencakup hubungan
yang kompleks di antara banyak faktor, maka reaksi terhadap stress yang
berkepanjangan ditetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan stresor
klien yang terakhir, pengalaman terdahulu dengan stressor, mekanisme
koping yang berhasil di masa lalu, fungsi peran, konsep diri dan
ketabahan yang merupakan kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian
yang di duga menjadi media terhadap stress. Ketiga karakteristik ini
adalah rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan, komitmen terhadap
aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai suatu
kesempatan untuk pertumbuhan.
Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress :
 ansietas,
 depresi,
 kepenatan,
 peningkatan penggunaan bahan kimia,
 perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas,
 kelelahan mental,
 perasaan tidak adekuat,
 kehilangan,
 dll.
3) Adaptasi Perkembangan
Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk
menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan,
seseorang biasanya menghadapi tugas perkembangan dan menunjukkan
karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang
berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran
menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang
ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis
pendewasaan.
Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stressor di rumah. Jika
diasuh dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu
mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons
koping adaptif yang sehat. Anak-anak usia sekolah biasanya

13
mengembangkan rasa kecukupan. Mereka mulai mnyedari bahwa
akumulasi pengetahuan dan penguasaan keterampilan dapat membantu
mereka mencapai tujuan, dan harga diri berkembang melalui hubungan
berteman dan saling berbagi di antara teman. Pada tahap ini, stress
ditunjukkan oleh ketidakmampuan atau ketidakinginan untuk
mengembangkan hubungan berteman. Remaja biasanya
mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu yang
bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja dengan sistem
pendukung sosial yang kuat menunjukkan suatu peningkatan kemampuan
untuk menyesuaikan diri terhadap stressor, tetapi remaja tanpa sistem
pendukung sosial sering menunjukkan peningkatan masalah psikososial.
Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke
tanggung jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara
tanggung jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor mencakup konflik antara
harapan dan realitas. Usia setengah baya biasanya terlibat dalam
membangun keluarga, menciptakan karier yang stabil dan kemungkinan
merawat orang tua mereka. Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan
dan pada beberapa kasus menggantikan kebutuhan pasangan, anak-
anak, atau orang tua dari kebutuhan mereka. Namun demikian dapat
timbul stress, jika mereka merasa terlalu banyak tanggung jawab yang
membebani mereka.
Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam
keluarga dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau teman
hidup. Usia dewasa tua juga harus menyesuaikan terhadap perubahan
penampilan fisik dan fungsi fisiologis. Perubahan besar dalam kehidupan
seperti memasuki masa pension juga menegangkan.
4) Adaptasi Sosial Budaya
Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup
penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe, dan kualitas dari
interaksi sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat menimbulkan efek
disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan.
Perawat juga harus waspada tentang perbedaan cultural dalam respon
stress atau mekanisme koping. Misalnya klien dari suku Afrika-Amerika
mungkin lebih menyukai mendapatkan dukungan sosial dari anggota
keluarga ketimbang dari bantuan professional.
5) Adaptasi Spritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress
dalam banyak cara, tetapi stress dapat juga bermanifestasi dalam dimensi
spiritual. Stress yang berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan,
atau individu mungkin memandang stressor sebagai hukuman. Stresor
seperti penyakit akut atau kematian dari orang yang disayangi dapat
mengganggu makna hidup seseorang dan dapat menyebabkan depresi.
Ketika perawatan pada klien yang mengalami gangguan spiritual, perawat

14
tidak boleh menilai kesesuaian perasaan atau praktik keagamaan klien
tetapi harus memeriksa bagaimana keyakinan dan nilai telah berubah.

E. Teori Model Abraham Maslaw


1. Perkembangan Teori Model Maslow
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologihumanistik.
Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima
dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini
adalah teori tentang Hierarchy of Needs atau Hirarki Kebutuhan. Kehidupan
keluarganya dan pengalaman hidupnya memberi pengaruhatas gagasan
gagasan psikologisnya.
Setelah perang dunia ke II, Maslow mulai mempertanyakan bagaimana
psikolog psikolog sebelumnya tentang pikiran manusia.Walau tidak
menyangkal sepenuhnya, namun ia memiliki gagasan sendiri untuk mengerti
jalan pikir manusia.
Abraham Maslow mengembangkan teori kepribadian yang telah
mempengaruhi sejumlah bidang yang berbeda, termasuk pendidikan. Ini
pengaruh luas karena sebagian tingginya tingkat kepraktisan’s teori Maslow.
Teori ini akurat menggambarkan realitas banyak dari pengalaman pribadi.
Banyak orang menemukan bahwa mereka bisa memahami apa kata Maslow.
Mereka dapat mengenali beberapa fitur dari pengalaman mereka atau
perilaku yang benar dan dapat diidentifikasi tetapi mereka tidak pernah
dimasukkan ke dalam kata-kata.
Maslow adalah seorang psikolog humanistik. Humanis tidak percaya
bahwa manusia yang mendorong dan ditarik oleh kekuatan mekanik, salah
satu dari rangsangan dan bala bantuan (behaviorisme) atau impuls naluriah
sadar (psikoanalisis). Humanis berfokus pada potensi. Mereka percaya
bahwa manusia berusaha untuk tingkat atas kemampuan. Manusia mencari
batas-batas kreativitas, tertinggi mencapai kesadaran dan kebijaksanaan. Ini
telah diberi label “berfungsi penuh orang”, “kepribadian sehat”, atau sebagai
Maslow menyebut tingkat ini, “orang-aktualisasi diri”.
Maslow telah membuat teori hierarkhi kebutuhan. Semua kebutuhan
dasar itu adalah instinctoid, setara dengan naluri pada hewan. Manusia mulai
dengan disposisi yang sangat lemah yang kemudian kuno sepenuhnya
sebagai orang tumbuh. Bila lingkungan yang benar, orang akan tumbuh lurus
dan indah, aktualisasi potensi yang mereka telah mewarisi. Jika lingkungan
tidak “benar” (dan kebanyakan tidak ada) mereka tidak akan tumbuh tinggi
dan lurus dan indah.

2. Konseptual Model Maslow


Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhka
oleh manusia dalam mempertahankan kesimbangan fisiologis maupun
psikologis, yang bertujua untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.
Kebutuhan maslow harus memenuhi kebutuhan yang paling penting dahulu

15
kemudian meningkatkan yang tidak terlalu penting. Untuk dapat merasakan
nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan yang
berada pada tingkat dibawahnya. Ciri kebutuhan dasar manusia yaitu
manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat hekterogen. Setiap pada
dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena budaya, maka
kebutuhan tersebut ikut berbeda. Dalam memenuhi kebutuhan manusia
menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada.

Interpretasi dari Hirarki Kebutuhan Maslow yang direpresentasikan


dalam bentuk piramida dengan kebutuhan yang lebih mendasar ada di bagian
paling bawah.
Maslow menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasi
gagasannya mengenai teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, manusia
termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-
kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling
rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).
Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan fisiologis atau dasar
2. Kebutuhan akan rasa aman
3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi atau sosial
4. Kebutuhan akan penghargaan atau hargadiri
5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Maslow menyebut empat kebutuhan mulai dari kebutuhan fisiologis
sampai kebutuhan harga diri dengan sebutan homeostatis. Homeostatis
adalah prinsip yang mengatur cara kerja termostat (alat pengendali suhu).
Kalau suhu terlalu dingin, alat itu akan menyalakan penghangat, sebaliknya
kalau suhu terlalu panas, ia akan menyalakan dingin. Begitu pula dengan
tubuh manusia, ketika manusia merasa kekurangan bahan-bahan tertentu, dia
akan merasa memerlukannya. Ketika dia sudah cukup mendapatkannya, rasa
butuh itu pun kemudian berhenti dengan sendirinya.
Maslow memperluas cakupan prinsip homeostatik ini kepada
kebutuhan-kebutuhan tadi, seperti rasa aman, cinta dan harga diri yang
biasanya tidak kita kaitkan dengan prinsip tersebut. Maslow menganggap
kebutuhan-kebutuhan defisit tadi sebagai kebutuhan untuk bertahan. Cinta

16
dan kasih sayang pun sebenarnya memperjelas kebutuhan ini sudah ada
sejak lahir persis sama dengan insting.

a) Kebutuhan Fisiologis/Dasar
Fisiologi adalah turunan biologi yang mempelajari bagaimana
kehidupan berfungsi secara fisik dan kimiawi. Fisiologi menggunakan
berbagai metode ilmiah untuk mempelajari biomolekul, sel, jaringan,
organ, sistem organ dan organisme secara keseluruhan menjalankan
fungsi fisik dan kimiawinya untuk mendukung kehidupan.
Pada tingkat yang paling bawah, terdapat kebutuhan yang bersifat
fisiologik (kebutuhan akan udara, makanan, minuman dan sebagainya)
yang ditandai oleh kekurangan (defisi) sesuatu dalam tubuh orang yang
bersangkutan. Kebutuhan ini dinamakan juga kebutuhan dasar (basic
needs) yang jika tidak dipenuhi dalam keadaan yang sangat estrim
(misalnya kelaparan) bisa manusia yang bersangkutan kehilangan kendali
atas perilakunya sendiri karena seluruh kapasitas manusia tersebut
dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
itu. Sebaliknya, jika kebutuhan dasar ini relatif sudah tercukupi, muncullah
kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan akan rasa aman (safety
needs). Sebagai contoh:
 Pengeluaran zat sisa, dimana seseorang harus mengeluarkan zat-zat
sisa yang sudah tidak terpakai oleh tubuh. Karena jika tidak
dikeluarkan akan mengakibatkan penyakit atau pembentukan
penyakit.
 Oksigen (O2) merupakan salah satu kebutuhan vital untuk kehidupan
kita. Dengan mengkonsumsi oksigen yang cukup akan membuat
organ tubuh berfungsi dengan optimal. Jika tubuh menyerap oksigen
dengan kandungan yang rendah dapat menyebabkan kemungkinan
tubuh mengidap penyakit kronis. Sel-sel tubuh yang kekurangan
oksigen juga dapat menyebabkan perasaan kurang nyaman, takut
atau sakit. Menguap adalah salah satu sinyal tubuh kekurangan
oksigen selain karena mengantuk.

b) Kebutuhan Rasa Aman


Jenis kebutuhan yang kedua ini berhubungan dengan jaminan
keamanan, stabilitas, perlindungan, struktur, keteraturan, situasi yang bisa
diperkirakan, bebas dari rasa takut dan cemas dan sebagainya. Karena
adanya kebutuhan inilah maka manusia membuat peraturan, undang-
undang, mengembangkan kepercayaan, membuat sistem, asuransi,
pensiun dan sebagainya. Sama halnya dengan basic needs, kalau safety
needs ini terlalu lama dan terlalu banyak tidak terpenuhi, maka pandangan
seseorang tentang dunianya bisa terpengaruh dan pada gilirannya pun
perilakunya akan cenderung ke arah yang makin negatif.

17
Kebutuhan akan rasa aman ini biasanya terpuaskan pada orang- orang
yang sehat dan normal. Seseorang yang tidak aman akan memiliki
kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas yang sangat diharapkannya
berbeda dengan orang yang merasa aman dia akan cenderung santai
tanpa ada keceasan yang berlebih. Perlindungan dari udara, panas,
dingin, cuaca jelek, kecelakaan infeksi, alergi dan pencurian dan
mendapatkan perlindungan hukum.
Bebas dari penajajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit,
bebas dari teror dan lain sebagainya. Sebagai contoh:
 Seseorang membangun rumah untuk melindungi diri dari hujan panas
memenuhi kepuasan untuk dirinya.
 Saat Indonesia dijajah kita melawan penjajah tersebut dan akhirnya
merdeka karena saat terjajah kita tidak merasa aman.

c) Kebutuhan Sosial
Kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan kasih sayang, kebutuhan
akan rasa memiliki tempat ditengah kelompoknya.
Setelah kebutuhan dasar dan rasa aman relatif dipenuhi, maka timbul
kebutuhan untuk dimiliki dan dicintai (belongingness and love needs).
Setiap orang ingin mempunyai hubungan yang hangat dan akrab, bahkan
mesra dengan orang lain. Ia ingin mencintai dan dicintai. Setiap orang
ingin setia kawan dan butuh kesetiakawanan. Setiap orang pun ingin
mempunyai kelompoknya sendiri, ingin punya “akar” dalam masyarakat.
Setiap orang butuh menjadi bagian dalam sebuah keluarga, sebuah
kampung, suatumarga, dan lain-lain. Setiap orang yang tidak mempunyai
keluarga akan merasa sebatang kara, sedangkan orang yang tidak
sekolah dan tidak bekerja merasa dirinya pengangguran yang tidak
berharga. Kondisi seperti ini akan menurunkan harga diri orang yang
bersangkutan. Sebagai contoh:
 Dimana seseorang yang mempunyai tujuan dan kepentingan yang
sama membuat suatu kelompok/ berkumpul karena mereka ingin
diperhatikan dalam tiujuannya dan dapat memberikan perhatian atas
kelompok tersebut.
 Kebutuhan cinta seorang anak oleh ibunya, itu sangat berpengaruh
terhadap tumbuh kembang anak misal seorang anak tercukupi
kebutuhan akan kasih sayang maka perkembangan anak akan
optimal berupa fisik maupun psikologinya karena perhatian
yangdiberikan ibu kepada anaknya.

d) Kebutuhan Akan Penghargaan


Maslow menemukan bahwa setiap orang memiliki dua kategori
kebutuhan akan penghargaan, yakni:

18
1. Harga Diri adalah penilaian terhadap hasil yang dicapai dengan
analisis, sejauh mana memenuhi ideal diri. Jika individu selalu sukses
maka cenderung harga dirinya akan tinggi dan jika mengalami
kegagalan harga diri menjadi rendah. Harga diri diperoleh dari diri
sendiri dan orang lain. Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan
diri, kompetensi, penguassan, kecukupan, prestasi, ketidak
tergantungan dan kebebasan.
Kebutuhan harga diri meliputi:
 Menghargai diri sendiri
 Menghargai orang lain
 Dihargai orang lain
 Kebebasan yang mandiri
 Preshies
 Dikenal dan diakui
 Penghargaan
2. Penghargaan dari Orang Lain, meliputi prestis, pengakuan,
penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik serta penghargaan.
Pengharagan dari orang lain sangat diperlukan dalam kehidupan
karena dengan penghargaan itu seseorang akan menjadi lebih kreatif,
mandiri, percaya akan diri sendiri dan juga lebih produktif. Kebutuhan
penghargaan dari orang lain meliputi:
 Kekuatan
 Pencapaian
 Rasa cukup
 Kompetisi
 Rasa percaya diri
 Kemerdekaan

Orang-orang yang terpenuhi kebutuhannya akan harga diri akan tampil


sebagai orang yang percaya diri, tidak tergantung pada orang lain dan
selalu siap untuk berkembang terus untuk selanjutnya meraih kebutuhan
yang tertinggi yaitu aktualisasi diri (self actualization).

e) Kebutuhan Aktualisasi Diri


Aktualisasi diri adalah kebutuhan naluriah pada manusia untuk
melakukan yang terbaik dari yang dia bisa. Tingkatan tertinggi dari
perkembangan psikologis yang bisa dicapai bila semua kebutuhan dasar
sudah dipenuhi dan pengaktualisasian seluruh potensi dirinya mulai
dilakukan.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang terdapat 17 meta kebutuhan
yang tidak tersusun secara hirarki, melainkan saling mengisi. Jika
berbagai meta kebutuhan tidak terpenuhi maka akan terjadi meta patologi
seperti apatisme, kebosanan, putus asa, tidak punya rasa humor lagi,

19
keterasingan, mementingkan diri sendiri, kehilangan selera dan
sebagainya.

f) Meta Kebutuhan dan Meta Patologi


Menurut Maslow, meta kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri
terdiri dari:
 Kebenaran
 Kebaikan
 Keindahan atau kecantikan
 Keseluruhan (kesatuan)
 Dikotomi-transedensi
 Berkehidupan (berproses, berubah tetapi tetap pada esensinya)
 Keunikan
 Kesempurnaan
 Keniscayaan
 Penyelesaian
 Keadilan
 Keteraturan
 Kesederhanaan
 Kekayaan (banyak variasi, majemuk, tidak ada yang tersembunyi,
semua sama penting)
 Tanpa susah payah (santai, tidak tegang)
 Bermain (fun, rekreasi, humor)
 Mencukupi diri sendiri

Jika berbagai meta kebutuhan tidak terpenuhi maka akan terjadi meta
patologi seperti:
 Apatisme
 Kebosanan
 Putus asa
 Tidak punya rasa humor lagi
 Keterasingan
 Mementingkan diri sendiri
 Kehilangan selera dan sebagainya

Pada saat manusia sudah memenuhi seluruh kebutuhan pada semua


tingkatan yang lebih rendah, melalui aktualisasi diri dikatakan bahwa
mereka mencapai potensi yang paling maksimal. Manusia yang
teraktualisasi dirinya:
 Mempunyai kepribadian multi dimensi yang matang
 Sering mampu mengasumsi dan menyelesaikan tigas yang banyak
 Mencapai pemenuhan kepuasan dari pekerjaan yang dikerjakan
dengan baik
 Tidak tergantung secara penuh pada opini orang lain.

20
F. Teori Model Betty Neuman
1) Perkembangan Sistem Model Neuman
Model sistem Neuman memberikan warisan baru tentang cara
pandang terhadap manusia sebagai makhluk holistik (memandang manusia
secara keseluruhan) meliputi aspek (variable) fisiologis, psikologis,
sosiokultural, perkembangan dan spiritual yang berhubungan secara dinamis
seiring dengan adanya respon-respon sistem terhadap stressor baik dari
lingkungan internal maupun eksternal.
Komponen utama dari model ini adalah adanya stress dan reaksi
terhadap stress. Klien dipandang sebagai suatu sistem terbuka yang memiliki
siklus input, proses, output dan feedback sebagai suatu pola organisasi yang
dinamis. Dengan menggunakan perspektif sistem ini, maka kliennya bisa
meliputi individu, kelompok, keluarga, komunitas atau kumpulan agregat
lainnya dan dapat diterapkan oleh berbagai disiplin keilmuan.
Tujuan ideal dari model ini adalah untuk mencapai stabilitas sistem
secara optimal. Apabila stabilitas tercapai maka akan terjadi revitalisasi dan
sebagai sistem terbuka maka klien selalu berupaya untuk memperoleh,
meningkatkan, dan mempertahankan keseimbangan diantara berbagai faktor,
baik didalam maupun diluar sistem yang berupaya untuk mengusahakannya.
Neuman menyebut gangguan-gangguan tersebut sebagai stressor yang
memiliki dampak negatif atau positif. Reaksi terhadap stressor bisa potensial
atau aktual melalui respon dan gejala yang dapat diidentifikasi.

2) Konseptual Model Neuman


Neuman menyajikan aspek-aspek model sistemnya dalam suatu
diagram lingkaran konsentris, yang meliputi variabel fisiologi, psikologis,
sosiokultural, perkembangan dan spiritual, basic structure dan energy
resources, line of resistance, normal line of defense, fixible line of defense,
stressor, reaksi, pencegahan primer, sekunder, tertier, faktor intra, inter dan
ekstra personal, serta rekonstitusi. Adapun faktor lingkungan, kesehatan,
keperawatan dan manusia merupakan bagian yang melekat pada model ini
yang saling berhubungan dan mendukung ke arah stabilitas sistem.Gambar
sistem Neuman ada pada gambar berikut ini.
a. Manusia menurut Neuman
Neuman memandang manusia atau klien secara keseluruhan (holistic)
yang terdiri dari faktor fisiologis, psikologis, sosial budaya, faktor
perkembangan, dan faktor spiritual.
1. Faktor Fisiologis meliputi struktur dan fungsi tubuh.
2. Faktor psikologis terdiri dari proses dan hubungan mental.
3. Faktor sosial budaya meliputi fungsi sistem yang menghubungkan
sosial dan ekspektasi kultural dan aktivasi.
4. Faktor perkembangan sepanjang hidup.

21
5. Faktor spiritual pengaruh kepercayaan spiritual. Faktor-faktor ini
berhubungan secara dinamis dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
Klien juga dipandang mengalami kondisi yang bervariasi,sesuai stress
yang dialami. Ketika stressor terjadi individu banyak membutuhkan informasi
atau bantuan untuk mengatasi stressor. Pemberian motivasi merupakan
rencana tindakan perawat untuk membantu perkembangan klien.
Sistem klien diartikan dalam struktur dasar dan lingkaran-lingkaran
konsentrik yang saling berkaitan . Struktur dasar meliputi faktor dasar
kelangsungan hidup yang lebih umum dari karakter sehat dan sakit yang
merupakan gambaran yang unik dari system klien. Secara umum gambaran
keunikan sistem klien dari Neuman adalah range temperatur normal, struktur
genetik, pola respon, kekuatan dan kelemahan organ, struktr ego dan
pengetahuan atau kebiasaan.
Neuman selanjutnya menyatakan bahwa Normal Lines of Defense
adalah :
1. Merupakan lingkaran utuh yang mencerminkan suatu keadaan stabil
untuk individu, sistem atau kondisi yang menyertai pengaturan karena
adanya stressor yang disebut keadaan wellness normal dan digunakan
sebagai dasar untuk menentukan adanya deviasi dari keadaan wellness
untuk sistem klien.
2. Berbagai stressor dapat menginvasi normal line defense jika flexible lines
of defense tidak dapat melindungi secara adekuat. Jika itu terjadi maka
sistem klien akan bereaksi yang akan tampak pada adanya gejala
ketidakstabilan atau sakit dan akan mengurangi kemampuan sistem untuk
mengatasi stressor tambahan.
3. Normal lines of defense terbentuk dari beberapa variabel dan perilaku
seperti pola koping individu, gaya hidup dan tahap perkembangan. b.
Lingkungan menurut Neuman
Menurut Neuman lingkungan adalah seluruh faktor-faktor internal dan
eksternal yang berada di sekitar klien . Neuman mengatakan baik lingkungan
internal maupun ekternal pada manusia memiliki hubungan yang harmonis
dan keduanya mempunyai keseimbangan yang bervariasi, dimana
keseimbangan atau keharmonisan antara lingkungan internal dan eksternal
tersebut dipertahankan. Pengaruh lingkungan terhadap klien atau sebaliknya
bias berdampak positif atau negative. Stressor yang berasal dari lingkungan
meliputi 3 hal yaitu intrapersonal, interpersonal dan extrapersonal.
Neuman membagi lingkungan menjadi 3 yaitu :
1) Lingkungan internal yaitu lingkungan intrapersonal yang ada dalam
system klien.
2) Lingkungan eksternal adalah lingkungan yang berada diluar system
klien.Kekuatan-kekuatan dan pengaruh interaksi yang berada di luar
sistem klien.
3) Lingkungan yang diciptakan merupakan pertukaran energi dalam system
terbuka dengan lingkungan internal dan eksternal yang bersifat

22
dinamis.Lingkungan ini tujuannya adalah untuk memberikan stimulus
positif kearah kesehatan klien.
Stressor adalah kekuatan lingkungan yang menghasilkan ketegangan
dan berpotensial untuk menyebabkan sistem tidak stabil.

3) Keperawatan menurut Neuman


Neuman menyatakan bahwa keperawatan memperhatikan manusia
secara utuh dan keperawatan adalah sebuah profesi yang unik yang
mempertahankan semua variabel yang mempengaruhi respon klien terhadap
stressor. Melalui penggunaan model keperawatan dapat membantu individu,
keluarga dan kelompok untuk mencapai dan mempertahankan level
maksimum dari total wellness. Keunikan keperawatan adalah berhubungan
dengan integrasi dari semua variabel yang mana mendapat perhatian dari
keperawatan. Neuman (1981) menyatakan bahwa dia memandang model
sebagai sesuatu yang berguna untuk semua profesi kesehatan dimana
mereka dan keperawatan mungkin berbagi bahasa umum dari suatu
pengertian. Neuman juga percaya bahwa keperawatan dengan perspektif
yang luas dapat dan seharusnya mengkoordinasi pelayanan kesehatan untuk
pasien supaya fragmentasi pelayanan dapat dicegah.

4) Aktivitas Keperawatan
Perawat dalam model Neuman dipandang sebagai “aktor” atau
pemberi intervensi yang mempunyai tujuan mengurangi pertemuan individu
dengan stressor yang jelas atau meminimalkan efeknya. Perawat mungkin
memilih untuk mengintervensi dengan cara menguatkan kemampuan klien
untuk berespon terhadap stressor. Jadi tanpa memperhatikan apakah
pertemuan dengan stressor itu menghasilkan hasil yang positif atau negatif,
perawat memberikan pelayanan sebagai peserta yang aktif dalam
mendukung pertahanan klien dengan membantu klien berespon yang sesuai
terhadap stressor yang datang. Partisipasi aktif dari klien membenarkan arti
dari pengalamannya dengan perawat.
Selanjutnya pembuatan tujuan kolaborasi dan kemajuannya adalah
istilah yang digunakan Neuman untuk menjelaskan aktivitas antara perawat
dan klien. Neuman menyatakan bahwa sekali masalah utama telah
didefinisikan dan diklasifikasikan satu keputusan harus dibuat sebagai bentuk
intervensi apa yang harus diambil sebagai prioritas.Yang membuat keputusan
adalah proses kolaborasi antara perawat dan klien terlibat dalam
merundingkan tujuan kolaborasi yang sesuai. Perawat membantu klien
berbeda tergantung pencegahan primer, sekunder atau tersier yang
diperlukan. Dalam situasi perawatan tiap klien perawat mengkaji dan
mengintervensi secara berbeda. Contoh jika stressor ada di lingkungan klien
tapi tidak merusak garis pertahanan normal (tingkat pencegahan primer),
perawat mungkin mengkaji faktor-faktor resiko dan mencari kemungkinan
untuk mengajari atau membantu klien sesuai dengan kebutuhannya. Jika

23
stressor telah menembus garis pertahanan normal (tingkat pencegahan
sekunder perawat mungkin bertindak untuk menentukan sifat dari proses
penyakit dan mulai berurusan dengan respon maladaptif. Jika stressor
dihasilkan dalam gejala-gejala sisa (tingkat pencegahan tertier) perawat
berusaha untuk membatasi atau mengurangi efek, barangkali dengan
menggunakan sumber-sumber rehabilitasi.
Ringkasnya perawat atau profesi kesehatan lain menggunakan model
Neuman adalah pengevaluasi aktif dan pemberi intervensi aktif. Klien
dipandang sebagai aktif tetapi lebih rendah dibanding perawat berhubungan
beberapa perubahan status kesehatan. Keperawatan digambarkan sebagai
profesi yang unik, keunikannya dihubungkan dengan sifat holistic manusia
dan pengaruh dari variable yang berinteraksi dalam lingkungan internal
maupun eksternal. Perawat mengkaji semua factor yang berpengaruh pada
klien..Contoh Neuman menyatakan bahwa lapang persepsi pemberi
pelayanan professional dan klien harus dikaji karena persepsi klien dan
caregiver mungkin bervariasi. Dengan demikian hal ini akan mempengaruhi
tindakan caregiver.
Pengkajian persepsi berarti bahwa perawat mengkaji prasangka,
kebutuhan dan nilai-nilai yang dimiliki klien yang berhubungan dengan kondisi
klien sebelum membuat keputusan. Hal ini penting bahwa pengkajian
persepsi harus menjadi aspek yang dimuat karena ini akan sangat berguna
pada format proses perawatan yang selanjutnya dibuat oleh Neuman.
5) Kelebihan dan Kelemahan Teori Model Neuman
a. Kelebihan
1) Neuman menggunakan diagram yang jelas, diagram ini digunakan
dalam semua penjelasan tentang teori sehingga membuat teori terlihat
menarik. Diagram ini mempertinggi kejelasan dan menyediakan
perawat dengan tantangan-tantangan untuk pertimbangan.
2) Model system Neuman lebih flexible bias digunakan pada area
keperawatan, pendidikan dan pelatihan keperawatan.
b. Kelemahan
1) Model Sistem Neuman dapat digunakan oleh semua profesi kesehatan,
sehingga untuk profesi keperawatan menjadi tidak spesifik.
2) Penjelasan tentang perbedaan stressor interpersonal dan
ekstrapersonal masih dirasakan belum ada perbedaan yang jelas.
3) Model system Neuman tidak membahas secara detail tentang perawat
klien, padahal hubungan perawat klien merupakan domain penting
dalam Asuhan Keperawatan

24
BAB III
PEMBAHASAN DISKUSI

A. Penerapan Konsep Tumbuh-kembang


Seorang anak bernama Dandi yang berusia 15 tahun pada trigger kenakalan
remaja, mengalami stress akibat kurangnya kasih sayang kedua orangtua pada
kesehatan Dandi dan sering dikatakan bodoh akan memepengaruhi tumbuh-
kembang anak tesebut pada masa yang akan datang. Oleh karena itu,
seharusnya kedua orangtua Dandi harus lebih perhatian agar Dandi tidak
mengalami stress seperti sering membolos, menyimpan video porno, dan kebut-
kebutan dengan geng motornya. Perawat yang mencoba berbicara kepada
Dandi dan orangtuanya sebaiknya dapat menerapkan konsep tumbuh-kembang
karena sangat berpengaruh terhadap proses tumbuh-kembang Dandi. Apalagi
saat ini Dandi memasuki fase remaja yang mana ia harus mendapatkan
informasi yang tepat dan baik dimana orangtua sangat berperan besar bagi
kelangsungan proses tumbuh-kembang Dandi.

B. Penerapan Konsep Sehat-sakit


Sehat sendiri berarti suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental, dan
sosial, sehingga sehat bukan hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Dari
kalimat pengertian sehat itu suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental,
dan sosial. Dapat dipahami bahwa dalam trigger kenakalan remaja itu
penerapannya dalam konsep sehat sakit yaitu pada sehat sakit mental dan
sosial. Dan yang menghubungkan trigger dan konsep sehat sakit adalah dalam
komponen sehat-sakit, yaitu sebagai berikut:
a. Sosial : seorang remaja yang berusia 15 tahun tidak mendapat perhatian dari
orang tua. Sehingga dia melampiaskannya melalui kebut-kebutan dengan
teman satu geng. Selain itu, dia juga membolos dan menyimpan video porno.
Oleh karena itu, seorang remaja 15 tahun itu dikatakan bodoh.
b. Intelektual: seorang remaja 15 tahun membolos sekolah menyebabkan
intelektual tidak bisa berkembang. Dan ilmu yang dia miliki tidak bisa
bertambah.

C. Penerapan Konsep Transkultural


Konsep transkultural yang membahas mengenai budaya yang ada di
masyarakat, budaya juga termasuk sebuah kebiasaan yang sering atau harus
dilakukan pada komunitas atau golongan tertentu. Dimana budaya juga
mempengaruhi perilaku seseorang. Budaya juga dapat menimbulkan stress.
Sumber stress budaya :
 Perubahan budaya yg cepat dan kehilangan budaya lama (urbanisasi
dan modernisasi).
 Kontak dan interaksi antar budaya (kawin antar suku, agama,
kepercayaan, transmigrasi, dll).

25
 Dalam menghadapi stres -> pertahanan mental + pertahanan budaya -
> sistem kepercayaan -> adaptasi
Contoh :
 Alkoholisme
 Homoseksualitas/deviasi seksual
 Kenakalan remaja
 Membunuh dan bunuh diri
Tidak digolongkan sebagai gangguan jiwa: kesurupan yang merupakan
fenomena dari upacara keagamaan atau tradisi setempat : tari barong, tari kuda
lumping, upacara debus.
Dengan demikian, maka transkutural budaya mempengaruhi perilaku remaja
yang dapat mengkibatakan kenakalan remaja.

D. Penerapan Konsep Stress-adaptasi


Stress merupakan suatu ketidakseimbangan diri atau jiwa dalam realitas
kehidupan sehari-hari yang tidak dapat dihindari perubahan yang memerlukan
penyusuaian.Stres juga menimbulkan tuntutan yang besar pada seseorang, dan
jika orang tersebut tidak dapat mengadaptasi, maka dapat terjadi penyakit.
Stress adalah segala situasi di mana tuntutan nonspesifik mengharuskan
seorang individu untuk berespons atau melakukan tindakan. Yang
menghubungkan stress adaptasi dengan trigger yang berjudul “kenakalan
remaja” adalah seperti dalam pengertian stres, seorang remaja yang berusia 15
tahun ini tidak mendapat kepedulian dari orang tua, karena orang tua yang sibuk
bekerja. Sehingga seorang remaja 15 tahun ini mengalami stres karena dia
menuntut adaptasi orang tua untuk peduli kepada dia. Oleh karena itu, seorang
remaja berusia 15 tahun itu menjadi seorang remaja yang suka membolos. Dari
suka membolos itu bisa dikatakan pelampiasan stres yang dia alami. Adaptasi
lingkungan yang dia alami juga tidak seperti yang dia mau. Dia di rumah
sendirian tidak ada orang tua yang menemani. Sehingga dalam keadaan
kesepian, dia menyimpan dan menonton video porno. Dan sebenarnya dalam
usia yang belum dewasa itu, dia tidak diperbolehkan memnonton dan
menyimpan video porno.

E. Penerapan Teori Model Abraham Maslaw


Pada teori model Abraham Maslow terdapat teori hierarkhi kebutuhan,
sehingga cocok untuk diterapkan pada trigger kenakalan remaja karena
kenakalan remaja berhubungan dengan konsep teori yang dibuat oleh Abraham
Maslow yaitu teori hierarkhi kebutuhan. Dimana semua kebutuhan dasar itu
adalah instinctoid, setara dengan naluri pada hewan. Manusia mulai dengan
disposisi yang sangat lemah yang kemudian kuno sepenuhnya sebagai orang
tumbuh. Bila lingkungan yang benar, orang akan tumbuh lurus dan indah,
aktualisasi potensi yang mereka telah mewarisi. Jika lingkungan tidak “benar”
(dan kebanyakan tidak ada) mereka tidak akan tumbuh tinggi dan lurus dan
indah. Intinya, kenakalan remaja dapat terjadi karena adanya faktor lingkungan
26
yang salah, sehingga remaja tersebut mengalami pertumbuhan yang tidak baik
dan tidak sesuai dengan pertumbuhan remaja-remaja yang lain yang tinggal
pada lingkungan yang baik. Dengan kata lain perilaku remaja dapat dipengaruhi
oleh faktor lingkungan dan juga pertumbuhan atau tumbuh kembang.

F. Penerapan Teori Model Betty Neuman


Pada trigger kenakalan remaja, teori yang sesuai untuk diterapkan pada
trigger tersebut yaitu teori model Betty Neuman. Karena. Dalan teori betty
neuman pada keperawatan komunitas mencakup 4 elemen penting dalam
proses keperawatan. Elemen tersebut meliputi manusia, lingkungan, kesehatan,
pelayanan. Keempat elemen ini tidak bisa di pisahkan satu sama yang lainnya.
Sedangkan dalam teori – teori yang tidak ditemukan keempat elemen tersebut.
Dalam teori Neuman kliennya bisa meliputi individu, kelompok, keluarga,
komunitas. Teori Neuman membantu individu, keluarga, kelompok dalam
mencapai dan mengelola tingkat maksimal dari kesejahteraan total dengan
intervensi yang sesuai.
Model system Neuman dikembangkan berdasarkan pada teori umum dan
memandang klien sebagai suatu system terbuka yang bereaksi terhadap stressor
dan lingkungan. Variabel pada pasien yang mengalami stress adalah fisiologis,
psikologis, social budaya, perkembangan dan spiritual. Intervensi keperawatan
terjadi melalui tiga cara pencegahan yaitu pencegahan primer, sekunder dan
tertier sehingga teori model ini bisa digunakan pada pelayanan keperawatan
yang mengalami stress akibat kurangnya kasih sayang orangtua.

27
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

28
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.


Basford, Lynn dan Slevin, Oliver. 2006. Teori dan Praktik Keperawatan.Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Harmer, B., & Henderson, V. A. 1955. Buku dari prinsip dan praktik keperawatan.
New York:Macmillan.
Kusnanto. 2004. PengantarProfesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Leininger.1978. Trancultural Nursing: Concept, Theories, and Practice. Connecticut:
Appleton & Lange.
Makhfudli, Effendi dan Ferri. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam, dkk.2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba
Medika.
Potter dan Perry. 2006. Fundamental Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Sudiharto,2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan
Transkultural. Jakarta: EGC.
Yuningsih, Yuyun dan Asih, Yasmi. 2009. Proses Keperawatan: Aplikasi Model
Konseptual. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

29

Anda mungkin juga menyukai