DISUSUN OLEH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hospitalisasi merupakan salah satu penyebab stress baik pada anak
maupun keluarganya, terutama disebabkan oleh perpisahan dengan keluarga,
kehilangan kendali, perlukaan tubuh dan rasa nyeri. Kecemasan merupakan
pengalaman subjektif yang tidak menyenangkan mengenai kekhawatiran, atau
ketegangan berupa perasaan cemas, tegang, dan emosi yang dialami oleh
seseorang. Terapi bercerita merupakan terapi yang dapat dimanfaatkan untuk
menarik kembali keceriaan dan kebahagiaan anak selama hospitalisasi.
Familly centered care merupakan hal terpenting dalam hospitalisasi anak
yang didasarkan pada kolaborasi antara anak, dan profesional lainnya dalam
perawatan klinis yang berdasarkan pada perencanaan, pemberian dan evaluasi
pelayanan kesehatan (American Academy of pediatric, 2012). Familly centered care
digambarkan sebagai sebuah pendekatan kemitraan untuk pembuatan keputusan
perawatan kesehatan. Sebagai falsafah perawatan, family centered care telah diakui
oleh banyak tenaga medis dan sistem perawatan kesehatan (Institute of Medicine,
2012).
Pada saat di rawat di rumah sakit akan anak merasa takut bila mendapat
perlukaan, karena ia menganggap bahwa tindakan dan prosedur yang dilakukan di
rumah sakit semuanya dapat mengancam integritas tubuhnya. Anak masuk rumah
sakit akan bereaksi dengan agresif, ekspresi verbal dan dependensi. Maka sulit bagi
anak untuk percaya bahwa mengukur suhu, mengukur tekanan darah,
mendengarkan suara napas dan prosedur lainnya tidak akan menimbulkan
perlukaan. Jika hal ini berlanjut maka tindakan keperwatan dan pengobatan tidak
akan berhasil sehingga masalah anak tidak teratasi.
Berbagai cara dan metode telah banyak dikembangkan untuk
menghindari masalah stress dan kecemasan, salah satunya adalah dengan
melakukan terapi bermain kepada anak yang mengalami hospitalisasi. Selain
merupakan kegiatan dari dunia anak, bermain juga dipercaya mampu menurunkan
stress pada anak akibat lingkungan yang baru dan tindakan infasif salama proses
perawatan di rumah sakit. Penerapan terapi bermain dalam penanganan anak yang
dirawat di rumah sakit juga dapat memudahkan anak mengalihkan rasa kecemasan
dan ketakutan lewat permainan, mempercepat proses adaptasi di rumah sakit, anak
dapat berkumpul dengan teman sebayanya di rumah sakit sehingga tidk merasa
terisolisir, anak mudah diajak bekerja sama dengan metode pendekatan proses
keperawatan di rumah sakit.
Storytelling berasal dari Bahasa Inggris, memiliki dua kata yaitu story dan
telling. Story artinya cerita dan telling artinya menceritakan yaitu menceritakan
sebuah cerita. Storytelling merupakan kegiatan yang berkaitan dengan
menceritakan sebuah cerita untuk satu atau lebih pendengar. Dalam storytelling,
storyteller melakukan interaksi dua arah dengan pendengar, lalu menuturkan kisah.
Storyteller bercerita dengan menggunakan kata-kata, permainan suara dan
gerakan. Storyteller mengatur ritme suara untuk menimbulkan respon
pendengar. Pengalaman inilah dalam storytelling yang bisa memberi kesempatan
kepada pendengar untuk mengekspresikan imaginasi dan ide kreatifnya.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Mudrikah, 2016 (Pengaruh Terapi
Bercerita Terhadap Kecemasan Anak Usia Prasekolah Yang Mengalami Hospitalisasi
Di RSUD Kabupaten Semarang) menunjukan ada pengaruh terapi bercerita terhadap
kecemasan anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di RSUD Kabupaten
Semarang dengan p-value 0,000 < α (0,05). Penilitian tersebut dilakukan pada pasien
sebelum diberikan terapi bercerita pada kelompok intervensi ditemukan 8 orang
(66,7%) mengalami kecemasan berat dan 7 orang (58,3%) mengalami kecemasan
berat pada kelompok kontrol. Hal ini mempengaruhi anak menjadi senang bahwa
orang asing peneliti/perawat bukanlah orang yang menyeramkan. Anak yang merasa
jenuh akibat hospitalisasi akan menjadi senang ketika dibacakan cerita karena secara
tidak langsung efek cerita yang menarik akan mengalihkan perhatiannya terhadap
proses hospitalisasi yang menurut anak adalah proses yang menyakitkan.
Melihat pentingnya bermain bagi seorang anak terutama anak yang
mengalami hospitalisasi, maka kami akan mengadakan terapi bermain anak
(Storytelling) dengan sasaran usia sekolah (3-5 tahun) yang berada di ruang rawat
inap anak RSUD Pasar Minggu Jakarta selatan. Kami berharap dengan diadakannya
terapi beramin ini, anak yang dirawat tetap dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal sesuai tahap perkembangannya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum :
a. Mengurangi kecemasan dan trauma hospitalisasi pada anak
b. Mendorong Intraksi Antara Perawat Dengan Anak
2. Tujuan Khusus:
a. Meningkatkan intelektual anak
b. Meningkatkan keterampilan sensori motorik halus
c. Meningkatkan keterampilan sensori motorik kasar
d. Meningkatkan kreativitas
e. Meningkatkan perkembangan sosial anak
f. Mengembangkan kebebasan dalam bereksplorasi
g. Mengembangkan kemandirian dan keyakinan anak
C. Manfaat
1. Bagi Keluarga Pasien
Sebagai terapi untuk meningkatkan perkembangan sosial dan intelektual
anak
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan intervensi keperawatan
anak
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan evaluasi pendidikan untuk meningkatkan mutu Pendidikan,
khususnya di bidang perawatan anak
4. Bagi Mahasiswa
Sebagai pembelajaran dalam rangka mencapai kompetensi pelaksanaan
asuhan keperawatan pada anak dengan menerapkan terapi modalitas pada
anak.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Bermain
Hurlok (2007) Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan
salah satu alat paling penting untuk menatalaksanakan stres karena hospitalisasi
menimbulkan krisis dalam kehidupan anak, dan karena situasi tersebut sering disertai
stres berlebihan, maka anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan
cemas yang mereka alami sebagai alat koping dalam menghadapi stress. Bermain sangat
penting bagi mental, emosional dan kesejahteraan anak seperti kebutuhan
perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau
anak di rumah sakit (Wong, 2008).
Landreth (2001) mendefinisikan terapi bermain sebagai hubungan interpersonal
yang dinamis antara anak dengan terapis yang terlatih dalam prosedur terapi bermain
yang menyediakan materi permainan yang dipilih dan memfasilitasi perkembangan
suatu hubungan yang aman bagi anak untuk sepenuhnya mengekspresikan dan
eksplorasi dirinya (perasaan, pengalaman dan perilakunya) melalui media bermain.
Mudrikah (2016) mendefinisikan terapi bermain adalah faktor yang sangat
mempengaruhi penurunan kecemasan anak selama hospitalisasi, dan dapat menjalin
hubungan saling percaya antara terapis dengan pasien dan hal ini bias dijadikan kegiatan
yang secara kontinyu dilakukan, dan menjadi tugas penting juga bagi orang tua untuk
melakukan hal tersebut agar anak-anak tidak mengalami kecemasan selama di Rumah
sakit ataupun di Rumah.
B. Fungsi Bermain
Menurut Wong (2008) fungsi bermain meliputi:
1. Perkembangan sensori motorik
Bermain penting untuk mengembangkan otot dan energi. Komponen yang paling
utama untuk semua umur terutama bayi. Anak mengeksplorasi alam sekitarnya
dengan cara:
a. Bayi melalui stimulasi taktil (sentuhan), audio, visual.
b. Toddler dan prasekolah yaitu gerakan tubuh dan eksplorasi lingkungan
c. Sekolah dan remaja yaitu memodifikasi gerakan tubuh lebih terkoordinasi
dan rumit.
Contoh berlari dan bersepeda.
3. Sosialisasi
Dengan bermain akan mengembangkan dan memperluas sosialisasi anak
sehingga anak cepat mengatasi persoalan yang akan timbul dalam hubungan sosial.
Dengan sosialisasi akan berkembang nilai-nilai norma dan etik. Anak belajar yang
benar dan salah serta bertanggung jawab atas kehendaknya. Permainan membantu
anak untuk membuka diri dan pengertian kepada orang lain diluar keluarga melalui
saling berbagi cerita dan rahasia pribadi, mendengarkan pendapat teman dan saling
memberi.
a. Bayi: perhatian dan rasa senangnya akan kehadiran orang lain dimana kontak
sosial pertama anak adalah figur ibu
b. Sampai usia 1 tahun: bayi memeriksa bayi lain, memeriksa objek dilingkungan
c. Usia 2-3 tahun: permainan pura-pura dengan ibu dan anak, dokter dan pasien,
penjual dan pembeli. Kemudian meluas teman sementara dan teman
sepermainannya
d. Usia pra sekolah: sadar akan keberadaan teman sebaya, mengidentifikasi ciri
yang ada pada setiap bermainnya
e. Usia sekolah: teman 1 atau 2 orang yang disukai, belajar memberi dan
menerima belajar peran benar atau salah, nilai moral dan etik, mulai
memahami tamggung jawab dari tindakannya.
4. Kreativitas
Melalui bermain anak menjadi kreatif, anak mencoba ide-ide baru dalam
bermain. Kalau anak merasa puas dari kreativitas baru, maka anak akan mencoba
pada situasi yang lain.
a. Nilai terapeutik
Untuk melepaskan stress dan ketegangan.
1) Kesadaran diri
Anak akan sadar akan kemampuan dan kelemahanya serta tingkah
lakunya. Anak dapat meminta tolong kepada teman bila mengalami
kesulitan dengan mengajak teman lain bergabung dalam permainan atau
tugas (case)
2) Nilai moral
Belajar salah atau benar dari kultur, rumah, sekolah dan interaksi. Contoh
bila ingin diterima sebagai anggota kelompok, anak harus mematuhi kode
perilaku yang diterima secara kultur, adil, jujur, kendali diri dan
mempertimbangkan kepentingan orang lain.
5. Nilai terapeutik
Untuk melepaskan stress dan ketegangan
6. kesadaran diri
Anak akan sadar akan kemampuan dan kelemahannya serta tingkah lakunya.
7. Nilai Moral
Belajar salah/benar dari kulutr, rumah, sekolah dan interaksi. Contoh bila ingin
diterima sebagai anggota kelompok, anak harus mematuhi kode perilaku yang
diterima secara kultur, adil, jujur, kendali dir dan mempertimbangkan kepentingan
orang lain.
C. Klasifikasi Bermain
Bermain diklasifikasikan menjadi 2 berdasarkan karakteristiknya menurut
Wong (2008) yaitu :
1. Menurut isi permainan
a. Social affective play, yaitu permainan yang membuat anak belajar
berhubungan dengan orang lain. Contoh; orang tua berbicara, memeluk,
bersenandung, anak memberi respon dengan tersenyum, mendengkur,
tertawa, beraktivitas, dll
b. Sense pleasure play (bermain untuk bersenang-senang), contohnya; obyek
seperti wanita, cahaya, bau, rasa, benda alam dan gerakan tubuh
c. Skill play, yaitu bermain yanng sifatnya membina ketrampilan misalnya
berulangkali melakukan dan dan melatih kemampuan yang baru didapat,
seringkali menimbulkan nyeri dan frustasi pada anak. Contoh naik sepeda
d. Perilaku bermalas-malasan (Unoccupied Behavior), dimana tidak bermain
tetapi memusatkan perhatian pada segala sesuatu yang menarik. Misalnya
sibuk dengan benda-benda lain atau bajunya
e. Dramatic role play, dimulai pada akhir masa bayi 11-13 bulan, contoh; berpura-
pura melakukan kegiatan keluarga seperti makan, minum dan tidur. Pada usia
toddler kegiatan berupa hal-hal yang lebih dikenalnya. Untuk usia prasekolah
kegiatan sehari-hari tetapi lebih rumit
f. Permainan game, contohnya puzzle, komputer games dan video.
2. Menurut karakteristik sosial
a. Bermain mengamati atau unlooker, dimana anak akan melihat sesuatu yang
dilakukan oleh anak lain tetapi tidak ada usaha untuk ikut bermain. Contohnya
menonton televisi
b. Bermain mandiri (solitary play), dimana anak bermain sendiri. Menyukai
kehadiran orang lain tapi tidak ada usaha untuk mendekat atau berbicara.
Hanya terpusat pada aktivitas atau permainannya sendiri.
c. Parallel play, yakni bermain sendiri ditengah anak lain, tidak ada asosiasi
kelompok dan merupakan ciri bermain anak Toddler.
d. Assosiation play, yaitu bermain dan beraktifitas serupa bersama, tetapi tidak
ada pembagian kerja, pemimpin atau tujuan bersama, anak interaksi dengan
saling meminjam alat.
e. Cooperative play yaitu bermain dalam kelompok, ada perasaan
kebersamaanatau sebaliknya, terbentuk hubungan pemimpin dan pengikut.
Ada tujuan yang ditetapkan dan ingin dicapai.
B. Karakteristik Bermain
Menyalurkan emosi dan perasaan
Melatih motorik halus
Meningkatkan kecerdasan
Melatih kerjasama mata – tangan
Mengembangkan kreatifitas anak dengan cara memilih hewan/binatang
berdasarkan suara binatang yang dipraktekkan
D. Karakteristik Peserta
Kegiatan Bermain ini diikuti peserta dengan kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi:
a. Anak usia 3-5 tahun
b. Anak tidak mengalami peningkatan suhu tubuh
c. Tidak terpasang alat-alat invasif (NGT, Kateter)
d. Tidak Bedrest
e. Tidak Infeksi
2. Kriteria Eksklusi:
a. Suhu tubuh meningkat (> 380C)
b. Terpasang alat-alat invasif
c. Bedrest
d. Infeksi
E. Metode
1. Story telling
2. Bermain
3. Tanya Jawab
F. Uraian Tugas
Tugas yang harus dilakukan dalam terapi bermain antara lain :
1. Mengkoordinir pelaksanaan program bermain.
2. Mengadakan kontrak dengan pasien dan keluarga.
3. Meminta izin dengan Kepala Ruangan.
4. Memfasilitasi proses bermain.
G. Strategi
1. Pra kegiatan
Menyiapkan tempat / ruangan
Menyiapkan alat – alat
Menyiapkan peserta
2. Kegiatan
Anak diberikan kebebasan dalam memilih permaianan sesuai dengan daya
kreativitas dan imajinasi mereka.
Anak diberi kebebasan dalam mewarnai gambar
Memberikan bantuan/arahan jika diperlukan.
H. Langkah-langkah
1. Persiapan : 5 menit
2. Pembukaan : 5 menit
Perkenalan
Penjelasan maksud dan tujuan
3. Pelaksanaan : 15 menit
4. Evaluasi : 5 menit
I. Pengorganisasian
Leader : Dewi
Co Leader : Solfiani
J. Pembagian tugas
a. Leader : Dewi
Tugas:
1) Membuka acara, memperkenalkan nama-nama terapis
2) Menjelaskan tujuan terapi bermain.
3) Menjelaskan aturan terapi permainan
b. Co. Leader:
Tugas: Solfiani
1) Membantu leader dalam mengorganisir kegiatan
2) Menyampaikan jalannya kegiatan
3) Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader dan sebaliknya
c. Observer:
Tugas: Amirul
1) Mengevaluasi jalannya kegiatan
2) Mendokumentasikan kegiatan
d. Fasilitator:
Tugas: Yuniawati & Fifi
1) Memfasilitatori kegiatan yang diharapkan
2) Memotivasi peserta agar mengikuti kegiatan
3) Sebagai Role Model selama kegiatan
L. Peserta
Untuk kegiatan ini peserta yang dipilih adalah
1. Anak yang kooperatif
2. Anak yang dalam kondisi mampu mengikuti terapi bermain
3. Bersedia dengan baik
Peserta terdiri dari:
1. Anak
2. Orang tua anak
3. Mahasiswa 5 orang
4. Pembimbing akademik dan lahan
O. Susunan Acara
Permainan ini akan dilaksanakan secara tim dengan susunan acara
sebagai berikut :
3. Menjawab
salam penutup
Leader
klien klien
fasilitator
fasilitas
klien
klien
to
to
klien
klien
Orang tua klien
Orang tua klien
Observer
DAFTAR PUSTAKA
Narendra, Sularso, dkk. 2009. Tumbuh Kembang Anak Dan Remaja. Jakarta: Sagung
Seto
Anggani, Sudono. 2009. Sumber Belajar Dan Alat Permainan Untuk Pendidikan Usia
Dini. Jakarta: Grafindo
Soettjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Pusdiknakes. 2007. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga. Jakarta: Depkes.
Mudrikah, Rosalina, dkk. 2016. Pengaruh Terapi Bercerita Terhadap Kecemasan Anak
Usia Prasekolah Yang Mengalami Hospitalisasi Di Rsud Kabupaten Semarang.
Jawa Timur: https://docplayer.info/41103167-Pengaruh-terapi-bercerita-
terhadap-kecemasan-anak-usia-prasekolah-yang-mengalami-hospitalisasi-di-
rsud-kabupaten-semarang.html
Moeslichatoen, 2006. Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Rhineka Cipta.
Nursalam. (2008). Konsep &Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Wong, D.L, Hockenberry, M, et al. (2004). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Alih
bahasa: Monica Ester; (6th.ed).volume 2. Jakarta: EGC.
DAFTAR NAMA PESERTA TERAPI BERMAIN DI RUANG ANAK
RSUD PASAR MINGGU