Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN TERAPI BERMAIN PADA AN.

A DENGAN HIPOSPADIA
DI RUANG CENDANA 4 RSUP DR SARDJITO

Tugas Mandiri
Stase Praktik Keperawatan Anak

Disusun Oleh:
1. Amalia Latifa Azizatina (20/469759/KU/22697)

2. Istighfarlin Widyanita (20/469766/KU/22704)

3. Rona Perdana (20/458099/KU/22373)

4. Aziz Ar Rafiq (20/469761/KU/22699)

5. Vicky Octavia Putri (20/458110/KU/22384)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT
DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal penting dalam kehidupan semua orang, termasuk
ibu yang sedang mengandung. Menurut Kemenkes yang tertulis dalam UU No. 23
tahun 1992 kesehatan merupakan keadaan normal dan sejahtera anggota tubuh, sosial
dan jiwa pada seseorang untuk dapat melakukan aktifitas tanpa gangguan yang berarti
dimana ada kesinambungan antara kesehatan fisik, mental dan sosial seseorang
termasuk dalam melakukan interaksi dengan lingkungan. Tubuh sehat datang dari
kebiasaan mengonsumsi makanan bergizi seimbang seperti buah, sayur, dan susu
yang amat sangat penting terutama pada ibu yang sedang mengandung. Tidak
seimbangnya gizi dan faktor lingkungan lain dapat menyebabkan janin yang
dikandung ibu memiliki kelainan. Adapun kelainannya dapat berupa berat bayi lahir
rendah (BBLR) yang mengakibatkan bayi lahir dengan ikterik, hipoglikemia, dan
kelainan pada saluran pernapasan. Sementara itu, terdapat kelainan bawaan pada
saluran kemih yang terjadi pada anak yaitu Hipospadia.
Hipospadia merupakan salah satu kelainan kongenital saluran kemih. Pada
hipospadia terdapat gangguan perkembangan uretra yang mana meatus uretra
eksternus terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya
yang normal pada ujung penis. Pada hipospadia didapatkan tiga kelainan anatomi dari
penis yaitu meatus uretra terletak di ventral, terdapat korde, dan distribusi kulit penis
di ventral lebih sedikit dibanding di distal.
Menurut Krisna (2017), di Indonesia prevalensi hipospadia belum diketahui
secara pasti. Perbandingan kasus hipospadia di Indonesia diketahui sebanyak 1:300
kelahiran. Masalah-masalah yang dapat terjadi pada klien dengan Hipospadia adalah
gangguan fungsi seksual ketika anak sudah dewasa, infertilitas dan kesulitan dalam
mengatur aliran urine. Masalah-masalah yang terjadi diatas dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan konsep diri dimana anak akan malu dengan keadaannya.
Secara aspek kuratif, yang dapat dilakukan keluarga salah satunya adalah
menjalani pengobatan melalui tindakan pembedahan dirumah sakit. Menurut Smeltzer
& Bare (2002), tindakan pembedahan baik elektif maupun kedaruratan merupakan
suatu ancaman potensial dan actual pada pasien yang bisa membangkitkan reaksi
stress fisiologis maupun psikologis. Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di rumah
sakit melalui pelayanan keperawatan pada pasien seringkali mengabaikan aspek aspek
psikologis sehingga menimbulkan berbagai permasalahan psikologis bagi pasien yang
salah satunya adalah kecemasan, dimana rasa cemas dapat muncul pada pasien yang
akan dilakukan tindakan invasif (Wijayanti, 2009). Hasil suatu wawancara penelitian
menyebutkan bahwa 3 pasien anak berusia 6-10 tahun di salah satu rumah sakit Aceh,
merasa sangat cemas dengan tindakan operasi, alat alat yang akan digunakan serta
gagalnya tindakan operasi tersebut.
Tindakan yang dapat dilakukan secara non-farmakologi untuk mengurangi
stress psikologis anak pasca operasi salah satunya adalah dengan terapi bermain.
Terapi bermain yang digunakan pada kasus An. A dengan hipospadia di ruang
cendana 4 RSUP DR Sardjito pada kesempatan kali ini adalah permainan dakon.

B. Tujuan
Tujuan umum:
- Mengurangi dampak stres psikologis maupun fisik yang mungkin muncul
pada An. A dengan post-op hipospadia

Tujuan khusus:

- Mengurangi tingkat kecemasan pada An. A


- Mengurangi tingkat nyeri yang dirasakan pada area pembedahan

C. Manfaat

Adapun manfaat yang dapat diambil dari terapi bermain bagi pasien:
1. Membantu pasien dalam mobilisasi
2. Meningkatkan perkembangan fungsi motorik dan sensorik
3. Mendapatkan rasa senang
4. Mengurangi rasa jenuh
5. Meminimalkan dampak hospitalisasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Terapi Bermain

Pengalaman perawatan di rumah sakit membawa hal yang baru pada anak, yaitu
lingkungan baru, orang-orang asing, kebiasaan baru, dan kegiatan baru. Selain itu anak
juga mengalami kondisi yang tidak menyenangkan yaitu nyeri dan perlukaan, pembatasan
aktivitas, menjalani program terapi yang traumatic. Aktivitas bermain memerlukan energi,
walaupun demikian, bukan berarti anak tidak perlu bermain saat sedang sakit.

Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial serta
merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain anak akan berkata-kata,
belajar menyesuaikan diri dengan lingkungannya, melakukan apa yang dapat dilakukan
dan mengenal waktu, jarak, dan suara (Wong, 2004). Bermain adalah cara koping yang
efektif untuk mengurangi kecemasan yang dialami anak. Terapi bermain adalah bentuk
pengalaman bermain yang direncanakan sebelum anak menghadapi tindakan keperawatan
untuk membantu strategi koping mereka terhadap kemarahan, ketakutan, kecemasan, dan
mengajarkan kepada mereka tentang tindakan keperawatan yang dilakukan selama
hospitalisasi. Terapi bermain merupakan cara yang efektif untuk meminimalkan dampak
hospitalisasi.

Keuntungan dari terapi bermain adalah:

1. Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dengan perawat, karena
dengan melaksanakan kegiatan bermain perawat mempunyai kesempatan untuk membina
hubungan yang baik dan menyenangkan dengan anak dan keluarganya. Bermain
merupakan alat komunikasi yang efektif antara perawat dengan klien.

2. Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri. Aktivitas
bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak

3. Permainan anak di rumah sakit tidak hanya akan memberikan rasa senang pada anak,
tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut,
sedih, tegang, dan nyeri.

4. Permainan yang terapeutik akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk


mempunyai tingkah laku yang positif.
5. Permainan yang memberikan kesempatan pada beberapa anak untuk berkompetisi
secara sehat, akan dapat menurunkan ketegangan pada anak dan keluarganya (Supartini,
2004)

B. Fungsi Bermain

Bermain adalah terapi pada anak yang menjalani hospitalisasi. Kebutuhan bermain
tidak berhenti selama anak sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Hospitalisasi adalah
salah satu penyebab stress bagi anak, terutama disebabkan oleh perpisahan dari
lingkungan. Anak yang sedang sakit hampir selalu memperlihatkan sikap yang sangat
mudah tersinggung, mudah cemas, pemarah, agresif, penakut, curiga, dan sensitif.

Anak bermain untuk memperoleh kesenangan, sehingga tidak merasa jenuh. Bermain
tidak sekedar mengisi waktu tetapi juga kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan
dan cinta kasih. Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensorik dan
motorik, perkenbangan sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri,
perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.

a. Membantu Perkembangan Sensorik dan Motorik


Bermain dapat merangsang sensorik dan motoric terutama pada bayi. Rangsangan
bisa berupa taktil, audio, dan visual. Anak yang sejak lahir telah dikenalkan atau
dirangsang visualnya maka di kemudian hari kemampuan visualnya akan lebih
menonjol seperti lebih cepat mengenal sesuatu yang baru dilihatnya, Demikian
juga pendengaran, apabila sejak bayi dikenalkan atau dirangsang melalui suara-
suara maka daya pendengaran dikemudian hari lebih cepat berkembang
dibandingkan tidak ada stimulasi sejak dini
b. Membantu Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif dapat dirangsang melalui permainan. Hal ini dapat terlihat
pada saat anak sedang bermain. Anak akan mencoba melakukan komunikasi
dengan bahasa anak, mampu memahami obyek permainan seperti dunia tempat
tinggal, mampu membedakan khayalan dan kenyataan, mampu belajar warna,
memahami bentuk ukuran dan berbagai manfaat benda yang digunakan dalam
permainan, Dengan demikian maka fungsi bermain pada model demikian akan
menungkatkan perkembangankognitif
c. Meningkatkan Sosialisasi Anak
Proses sosialisasi dapat terjadi melalui premainan. Sebagai contoh pada usia bayi
ia akan merasakan kesenangan terhadap orang lain dan merasakan ada teman yang
dunianya sama. Pada usia toddler anak sudah mencoba bermain dengan sesamanya
dan ini sudah mulai proses sosialisasi satu dengan yang lain. Pada usia toddler
anak biasanya sering bermain peran seperti berpura-pura menjadi seorang guru,
menjadi seorang anak, menjadi seorang bapak, menjadi seorang ibu, dan lain-lain.
Kemudian pada usia prasekolah ia sudah mulai menyadari akan keberadaan teman
sebayanya sehingga anak mampu melakukan sosialisasi dengan teman dan orang
lain.
d. Meningkatkan Kreatifitas
Bermain juga dapat berfungsi dalam peningkata kreatifitas, dimana anak mulai
belajar menciptakan sesuatu dari permainan yang ada dan mampu memodifikasi
objek yang akan digunakan dalam permainan sehingga anak akan lebih kreatif
melalui model permainan ini, seperti bermain bongkat pasang mobil – mobilan.
e. Meningkatkan Kesadaran Diri
Bermain pada anak akan memberikan kemampuan pada anak untuk
mengeksplorasi tubuh dan merasakan dirinya sadar akan orang lain yang
merupakan bagian dari individu yang saling berhubungan. Anak belajar mengatur
perilaku dan membandingkan perilakunya dengan perilaku orang lain.
f. Mempunyai Nilai Terapeutik
Bermain dapat menjadikan diri anak lebih senang dan nyaman sehingga stress dan
ketegangan dapat dihindarkan. Dengan demikian bermain dapat menghibur diri
anak terhadap dunianya.
g. Mempunyai Nilai Moral pada Anak
Bermain juga dapat memberikan nilai moral tersendiri pada anak. Pada permainan
tertentu seperti sepak bola, anak belajar benar atau salah karena dalam permainan
tersebut ada aturan-aturan yang harus ditaati dan tidak boleh dilanggar. Apabila
melanggar, maka konskuensinya akan mendapat sanksi. Anak juga belajar benar
atau salah dari budaya di rumah, di sekolah dan ketika berinteraksi dengan
temannya.

C. Jenis – Jenis Permainan


Macam – macam permainan untuk anak antara lain:
a. Berdasarkan isinya:
1. Bermain Afektif Sosial
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan antara
anak dengan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapat kesenangan dan kepuasan
dari hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya dan/atau orang lain.
Contoh: Bermain “cilukba”, berbicara sambal tersenyum/tertawa, atau sekedar
memberikan tangan pada bayi untuk menggenggamnya.

2. Bermain bersenang – senang

Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada anak
dan biasanya mengasyikkan. Misalnya: dengan menggunakan pasir, anak akan
membuat gunung – gunungan atau benda – benda apa saja yang dapat dibentuknya
dengan pasir. Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin lama semakin asyik
bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan permainan yang dilakukannya
sehingga susah dihentikan.

3. Bermain Keterampilan

Sesuai dengan sebutannya, permainan ini meningkatkan keterampilan anak,


khususnya motoric kasar dan motoric halus. Misalnya: memindahkan benda dari satu
tempat ke tempat lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Sehingga melalui
pengulangan kegiatan anak dapat mendapatkan keterampilan.

4. Games atau permainan

Games atau permainan adlalah jenis permainan yang menggunakan alat tertentu
dengan menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak
ssendiri atau dengan temannya. Banyak jenis permainan ini baik yang bersifat
tradisional maupun modern. Misalnya: ular tangga, congklak, puzzle.

5. Unoccupied Behaviour

Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar – mandir, tersenyum, tertawa, jinjit –
jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada di sekitarnya.
Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu, dan situasi atau objek
yang ada di sekelilingnya yang digunakan sebagai alat permainan

6. Dramatic Play
Permaianan ini emainkan peran sebagai orang lain, Anak berceloteh sambal
berpakaian meniru orang dewasa misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya dan
sebagainya yang ingin ia tahu. Apabila anak bermain dengan temannya, akan terjadi
percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka tiru. Permainan ini
penting untuk proses identifikasi anak terhadap peran tertentu.

b. Berdasarkan karakteristik sosial

1. Onlooker Play

Pada permainan ini anak hanya mengamati temannya yang sedang bermain, tanpa
ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi, anak tersebut bersifat
pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan
temannya.

2. Solitary Play

Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak
bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya dan alat permainan tersebut
berbeda dengan alat permainan yang digunakan temannya. Tidak ada kerja sama
ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya.

3. Parallel Play

Permainan ini menggunakan alat permainan yang sama tetapi antara satu anak
dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga antara anak satu
dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya permainan ini
dilakukan oleh anak toddler.

4. Associative Play

Permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak yang lain
tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin permainan dan
tujuan permainan tidak jelas. Contoh permainan bermain boneka, bermain hujan –
hujanan, dan bermain masak – masakan.

5. Cooperative Play
Permainan ini lebih jelas peraturan, tujuan dan pemimpinnya. Anak yang memimpin
permainan mengatur dan mengarahkan anggotanya untuk bertindak dalam
permainan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut.
Misalnya, pada permainan sepak bola, ada anak yang memimpin permainan, aturan
main harus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai tujuan bersama
yaitu memenangkan permainan dengan memasukkan bola ke gawang lawan
mainnya.

D. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Bermain pada Anak

a. Tahap Perkembangan Anak

Aktivitas bermain yang dilakukan anak harus sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan
perkembangannya, Artinya, permainan anak usia bayi tidak lagi efektif untuk pertumbuhan
dan perkembangan anak usia sekolah, begitupun sebalikknya. Permainan adalah alat
stimulasi pertumbuhan dan perkebangan anak sehingga jenis dan alat permainnya pun harus
sesuai dengan karakteristik anak untuk tiap – tiap tahap usianya

Klasifikasi bermain berdasarkan kelompok usia:

NO USIA VISUAL AUDITORY KINESTETIK TAKTIL


1 0-1 - Tatap bayi dalam - Berbicara dengan - Dipeluk dan
jarak dekat bayi digendong
- Gantung benda – - Menyanyikan - Diayun
benda yang dengan suara lembut - Diletakkan di kereta
berwarna menyolok - Boks music gendong
20 – 25 diatas muka - Mendengar tape atau
bayi radio
- Letakkan bayi pada - Mendengar suara
posisi yang dan melihat dari TV
memungkinkan bayi
memandang bebas
ke sekelilingnya
2 2-3 bulan - Berikan obyek - Berbicara dengan - Membelai waktu
warna yang terang bayi mandi
- Tempatkan pada - Memberi mainan - Menggantu pakaian
ruangan yang terang yang berbunyi dan menyisir rambut
dengan gambar – seperti lonceng atau dengan lembut
gambar dan kaca di kerincingan - Ajak bayi jalan –
dinding - Melibatkan anggota jalan dengan kereta
- Letakkan bayi agar keluarga lain untuk dorong
dapat memandang selalu - Latihan gerakan
sekitar berkomunikasi seperti berenang
dengan bayi
3 4-6 bulan - Letakkan bayi di - Ajak anak berbicara - Beri anak mainan
depan cermin dan ulangi suara – dalam berbagai
- Beri bayi mainan suara yang tekstur
yang berwarna dibuatnya (lembut/kasar)
terang dan dapat - Senyum saat bayi - Ajak anak bermain
dipegang tersenyum dan di dalam bak mandi
panggil Namanya - Sokong Ketika anak
- Berikan mainan duduk
yang menimbulakn - Tempatkan anak
yang menimbulkan dilantai untuk
bunyi/bel pada merangkak
tanngannya
4 7-9 bulan - Berikan mainan - Panggil nama anak - Meraba bahan
warna terang yang - Ajarkan kata – kata berbagai tekstur
lebih besar, dapat sederhana: mama, - Bermain air
bergerak dan papa, dada mengalir
berbunyi khas - Bicara dengan kata - Berdiri untuk
- Tempatkan cermin – kata yang jelas belajar menahan
agar anak bisa - Ajarkan nama – berat badan
melihat dirinya nama bagian tubuh - Meletakkan mainan
- Berikan perintah agak jauh dan
sederhana perintahkan anak
mengambilnya
5 10-12 - Perlihatkan gambar - Kenalkan suara – - Kenalkan benda
bulan – gambar dalam suara binatang dingin dan hangat
buku, bawa anak ke - Tunjukkan bagian – - Berikan mainan
tempat lain seperti bagian tubuh yang dapat ditarik
kebun binatang, dan didorong
shopping center
- Ajarkan anak
membuat Menara 2
balok
6 2-3 tahun Parallel Play
- Memanjat, berlari dan memainkan sesuatu di tangannya
- Berikan mainan imitasi sesuai di tangannya
- Berikan mainan imitasi sesuai dengan perbedaan seks, boneka, alat
memasak, furniture mini
- Ajarkan untuk berbicara saat bermain, main telpon- telponan, boneka yang
bisa berbicara
- Boneka tangan
- Cerita bergambar
Water toys, busa sabun, boks pasir
7 4-5 tahun - Associative play, dramatic play, dan skill play
- Melompat, berbicara dan mengingaat, bermain sepeda dan bermain dalam
kelompok
8 6-12 - Cooperative play
tahun - Belajar untuk independe, kooperatif, bersaing dan menerima orang lain
- Anak laki – laki: mekanikal
Anak perempuan: mothers role
9. 13-18 - Bermain dalam kelompok
tahun - Sepak bola, badminton, drama dan buku - buku

b. Status Kesehatan Anak

Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energi. Walau demikian, bukan berarti
anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Kebutuhan bermain pada anak sama
halnya dengan kebutuhan bekerja pada orang dewasa. Yang terpenting pada saat kondisi
anak sedang menurun atau anak terkena sakit, bahkan dirawat di rumah sakit, orang tua
dan perawat harus bisa memilih permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan
prinsip bermain pada anak yang sedang dirawat di rumah sakit.

c. Jenis Kelamin Anak

Ada beberapa pandangan tentang konsep gender dalam kaitannya dengan permainan anak.
Permainan adalah salah satu alat untuk membantu mengenal identitas diri sehingga
sebagian alat permainan anak perempuan tidak dianjurkan untuk anak laki – laki.

d. Lingkungan
Aktivitas bermain yang baik untuk perkembangan anak dipengaruhi oleh nilai moral,
budaya, dan lingkungan fisik rumah. Fasilitas bermain seharusnya dapat menstimulasi
imajiansi dan kreatifitas anak bahdan dapat menggunakan benda – benda di sekitar
kehidupan anak lebih merangsang anak untuk kreatifitas.

e. Alat dan Jenis Permainan

Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk anak. Pilih yang
sesuai dengan tahapan tumbuh kembah anak. Harus diingat bahwa alat permainan harus
aman bagi anak.

E. Terapi Bermain di Rumah Sakit

Kegiatan bermain harus diprogram dengan baik di rumah sakit. Pada beberapa negara
maju kegiatan bermain pada anak di rumah sakit dikoordinir oleh nurse play specialist,
yaitu perawat yang mempunyai kompetensi khusus dalam melaksanakan program
bermain, yang bekerja sama secara kolaboratif dengan perawat dan dokter anak di ruang
rawat inap.

Teknik bermain yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: tetapkan tujuan bermain
bagi anak sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan bermain anak mengacu pada tahapan
tumbuh kembang dan bertujuan untuk relaksasi dan distraksi dari perasaan takut, cemas,
sedih, tegang, dan nyeri.

Hal – hal yang harus diperhatikan dalam aktifitas bermain di rumah sakit antara lain:
alat-alat bermain, tempat bermain, pelaksanaan aktivitas bermain. Contoh: Permainan
yang dapat dilakukan di ruang rawat anak

Bermain di rumah sakit berdasarkan usia:

a. Usia Infant

1. Mainan bergerak dan berbunyi

2. Ayunan atau dipangku oleh ibu atau perawat

3. Jika mampu, beri kesempatan untuk merangkak atau stimulasi untuk berjalan

b. Usia toddler
1. Bermain balok susun di atas tempat tidur

2. Mendengarkan music dari tape atau radio

3. Creative material

c. Usia sekolah

1.Game, buku bacaan, magic crayon

2. Radio atau tape

Bermain di rumah sakit berdasarkan tujuan

a. Meningkatkan masukan cairan:

1. Gunakan cangkir bergambar kecil yang lucu

2. Buat pesta the di meja kecil

3. Minta anak mengisi spuit dengan minuman dan semprotkan ke dalam mulut

4. Buat poster kemajuan, berikan pujian bila anak mau minum dalam jumlah yang
ditentukan

5. Bermain boneka simon’s says

b. Latihan nafas dalam

1. Bermain meniup busa sabun atau bola kapas

2. Simon’s says: “ambil nafas dalam” meniup gelembung dengan peniup

3. Meniup gelembung dengan sedotan tanpa sabun

4. Meniup bulu, balon, paluit, harmonica,terompet mainan, peniup pesta

5. Lakukan kontes meniup dengan menggunakan balon, bola kapas, bulu, bola pingpong,
selembar kertas

c. Latihan otot, rentang gerak dan ekstremitas

1. Bermain simon’s says “angkat tangan”


2. Lempar dan tangkat bola

3. Memainkan Gerakan tiruan seperti pesawat, kupu – kupu

4. Bermain tendangan bola: lemparkan benda atau bole ke dalam tempat yang diam

5. Sentuh dan tending balon atau bola

6. Mainkan Gerakan burung atau kupu – kupu

7. Lakukan lomba balap sepeda ridak tiga atau kursi roda di area yang aman

8. Mainkan video game atau pinball

9. Mainkan plastisin

10. Buat gambar di kertas yang besar

11. Main salon – salonan (menyisir rambut)

d. Bermain untuk injeksi

1. Mintalah anak untuk berhitung 1 -10 selama injeksi

e. Bermain untuk ambulasi

1. Berikan pada anak sesuatu untuk didorong

f. Bermain bersenang – senang

1. Menyanyi bersama – sama

F. Terapi Bermain untuk Anak dengan Tindakan Pembedahan

Masalah yang sering muncul sebelum operasi adalah kecemasan. Bermain merupakan
cara koping yang efektif untuk mengurangi kecemasan yang dialami oleh anak.
Pembedahan adalah tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasive dengan
membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Setiap pembedahan selalu
berhubungan dengan insisi yang merupakan trauma bagi penderita yang menimbulkan
berbagai keluhan. Prosedur pembedahan akan memberikan suatu reaksi emosional pada
pasien, seperti ketakutan atau perasaan tidak tenang, marah dan kekhawatiran. Persiapan
mental adalah hal yang penting dalam proses persiapan operasi.

Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan
prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Hal ini menyebabkan munculnya ekspresi
marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat dan ketergantungan pada orang tua.
Penelitian yang dilakukan oleh Aprina pada tahun 2019 pada anak usia 3 – 6 tahun yang
akan dilakukan tindakan pembedahan menunjukkan bahwa terapi bermain puzzle ternyata
berpengaruh pada tingkat kecemasan anak pra operasi. Hal ini terjadi karena terapi
bermain puzzle dapat mengalihkan perhatian anak sehingga pikiran anak tidak terlalu
fokus terhadap tindakan pembedahan yang akan dilakukan. Selain itu penerapan terapi
bermain menunjukkan dengan anak, sehingga akan menumbuhkan saling percaya.

Selain bermain puzzle, terapi bermain menggunakan permainan dakon juga dapat
menurunkan kecemasan anak yang menjalani hospitalisasi. Dakon adalah permainan
memindahkan butir – butir baru atau biji buah asem ke lubang – lubang pada sebidang
kayu atau plastic. Penelitian yang dilakukan Musdalipa yang dilakukan tahun 2013 pada
anak usia sekolah yang sedang menjalani hospitalisasi menunjukkan bahwa dakon atau
maggalenceng efektif digunakan sebagai metode untuk menurunkan kecemasan pada anak
usia sekolah. Bermain maggalenceng dapat merangsang keluarnya hirmon endorphin dan
serotonin. Endorphin tidak saja digunakan untuk merilekskan bagian otot dan saraf
melainkan juga mampu mengurangi rasa sakit. Serotonin adalah zat yang membantu
menjaga suasana hati kita di bawah kontrol pikiran, menenangkan kecemasan dan
mengurangi depresi. Selain mampu mengaktifkan otak anak dan menurunkan kecemasan,
dakon atau maggalenceng juga memiliki nilai kearifan local dan mengandung nilai – nilai
budaya tradisional Indonesia.
BAB III
SAP DAN PENJELASAN BERMAIN

POKOK BAHASAN : Terapi bermain stimulasi kognitif, sensorik, dan motorik

SUB POKOK BAHASAN : Terapi bermain dakon

WAKTU : 10.00 s.d. selesai

HARI/TANGGAL : Rabu, 23 Desember 2020

TEMPAT : Cendana 4

SASARAN : Pasien usia sekolah

A. Latar Belakang

Perawatan di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan hal baru:
lingkungan baru, orang-orang asing, kebiasaan baru, dan kegiatan baru. Selain itu
beberapa kondisi juga menyebabkan ketidaknyamanan, antara lain: nyeri dan
perlukaan, pembatasan aktifitas, menjalankan program terapi yang traumatik. Situasi ini
mengharuskan perawat mampu melakukan pengkajian yang spesifik sebagai dampak
hospitalisasi (Rohmah, 2013).

Beberapa tindakan telah banyak direkomendasikan untuk meminimalkan dampak


hospitalisasi, namun sampai saat ini yang paling banyak digunakan dan diyakinin
paling efektif adalah dengan terapi bermain. Pada saat bermain anak memiliki
kesempatan untuk memainkan perasaan dan permasalahannya. Situasi seperti ini sangat
kondusif untuk anak yang sedang mengalami kecemasan, sehingga rasa amannya
terpenuhi.

Aktivitas bermain memerlukan energi, walaupun demikian, bukan berarti anak


tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Pada saat anak sakit ia akan mengalami
stres yang diakibatkan oleh nyeri, perlukaan, perpisahan dengan kelompok, pembatasan
aktivitas, dan lingkungan yang asing. Berbagai dampak negatif saat anak sakit dan
dirawat di rumah sakit dapat terjadi, antara lain: anak akan kehilangan kontrol, rewel,
menangis, tidak kooperatif dan bahkan dapat terjadi kemunduran tahap perkembangan
(regresi). Dampak negatif ini dapat diminimalkan atau bahkan dapat dicegah melalui
upaya mempertahankan fasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan
aktifitas bermain (Supartini, 2004).

Program terapi bermain di beberapa rumah sakit sudah mulai dikembangkan


walaupun pelaksanaannya masih terbatas. Sedangkan di RS yang besar, ruangan khusus
bermain sudah disediakan, programnya sudah ada, dan pelaksanaannya sudah berjalan
secara rutin. Dengan melihat latar belakang yang sudah disebutkan di atas, diharapkan
perawat mampu memberikan terapi bermain yang sesuai dengan usia perkembangan
anak sehingga tercapai tujuan dan manfaat dari terapi bermain di rumah sakit dapat
maksimal.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum

Setelah dilakukan terapi bermain, anak dapat mengikuti terapi bermain stimulasi
kognitif, sensorik, dan motorik yang diberikan

2. Tujuan Khusus

Setelah dilakukan terapi bermain, anak mampu:

 Menningkatkan jiwa sosialisasi dengan teman baru di rumah sakit


 Mengurangi kecemasan dan mengalihkan rasa nyeri
 Menimbulkan rasa senang dan menghilangkan rasa bosan
C. Metode dan Media
1. Metode : bermain dakon

2. Media : papan dakon 1 buah, biji sawo/biji dakon 98 buah, bedak bayi

D. Pembagian Tugas dalam tim


1. Leader : Istighfarlin Widyanita

2. Fasilitator : Amalia Latifa A., Aziz Ar Rafiq, Rona Perdana, Vicky Octavia P.

E. Rencana pelaksanaan

Waktu Kegiatan Pemberi Materi Kegiatan Sasaran Media dan Alat

5 menit Kegiatan awal :


1. Membuka pengajaran Menjawab salam
dengan mengucapkan
salam
2. Memperkenalkan diri
3. Kontrak waktu
Memperhatikan
Memberi Pendapat
memperhatikan

45-60 Kegiatan inti :


menit
1. Menjelaskan cara Memperhatikan dan papan dakon 1
bermain mengikuti buah, biji sawo/
2. Mendampingi selama permainan biji dakon 98
bermain buah, bedak bayi

5 menit Kegiatan akhir :


1. Reinforcement Memperhatikan
2. Penutup Menjawab salam

F. Langkah Kegiatan

1. Tahap Preinteraksi

a. Membuat rencana pelaksanaan Terapi Bermain

b. Membuat kontrak dengan pasien

c. Menyiapkan alat dan bahan kegiatan

d. Mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan diri

e. Mengumpulkan pasien di ruang terapi bermain

2. Tahap Orientasi

a. Mengucapkan salam

b. Leader memperkenalkan dirinya beserta timnya

c. Leader menjelaskan nama kegiatan, tujuan, waktu, tempat.


d. Leader memimpin berkenalan dengan pasien.

3. Tahap Kerja

Leader menjelaskan cara bermain dakon. Pertama, menyiapkan papan dakon


dan biji dakon, kemudian mengisi setiap lubang kecil dengan 7 buah biji
dakon. Dua orang pemain berhadapan, salah seorang yang memulai dapat
memilih lubang yang akan di ambil dan meletakkan satu lubang di sebelah
kanannya dan seterusnya. Bila biji habis di lubang kecil yang berisi biji
lainnya, Ia dapat mengambil biji-biji tersebut dan melanjutkan mengisi.
Apabila saat mengisi biji dakon habis di lubang besar miliknya maka Ia dapat
melanjutkan dengan mengambil lubang kecil disisinya. Bila habis dilubang
kecil disisinya maka ia berhenti dan mengambil seluruh biji disisi yang
berhadapan, tetapi bila berenti dilubang kosong disisi lawan maka ia berhenti
dan tidak mendapatkan apa-apa. Permainan dianggap selesai bila sudah tidak
ada biji lagi yang diambil(seluruh biji berada di lubang besar seluruh pemain).
Pemenangnya adalah yang mendapatkan biji terbanyak. Pemain yang kalah
akan mendapat hukuman berupa menyanyi dan diberikan coretan di pipi
menggunakan bedak bayi.

4. Tahap Terminasi

a. Leader memberikan reinforcement positif kepada peserta.

b. Leader memimpin doa dan menutup kegiatan dengan baik.

G. Evaluasi

1) Evaluasi Struktur

a) Pengorganisasian penyelenggaraan terapi bermain sudah disusun

b) Program sudah direncanakan sebelumnya

c) Semua anak yang memenuhi kriteria dapat mengikuti terapi bermain

2) Evaluasi Proses

a) Peserta antusias mengikuti terapi bermain


b) Tidak ada peserta yang bosan atau drop out

c) Keluarga dapat bekerja sama dengan baik

3) Evaluasi Hasil

a) Anak merasa senang dan terhibur

b) Anak dapat berkenalan dengan perawat dan peserta lainnya


BAB IV
ANALISIS KEGIATAN, EVALUASI DAN PROSES

A. Rencana Analisis Kegiatan


Bermain adalah kegiatan menyenangkan yang disukai oleh ragam usia,
terutama usia anak-anak. Selama masa pengobatan di Rumah Sakit, anak-anak
cenderung dibatasi untuk kegiatan bermainnya karena alasan kesehatannya. Tak
jarang anak-anak yang merasa sangat bosan dan kurang nyaman jika harus berlama-
lama di Rumah Sakit. Mulai dari kondisi sakit yang dialami (nyeri), harus meminum
obat, ketidaknyamanan lingkungan (suhu ruangan, kebersihan ruangan, pencahayaan)
dan tingkat emosi pasien. Dalam kasus di ruang Cendana 4 kebanyakan pasien adalah
pasien pre operasi atau post operasi. Tidak sedikit pasien setelah operasi adalah
mengalami nyeri, ketidaknyamanan dan kecemasan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Wijayanto (2008), menunjukkan bahwa terapi bermain merupakan
terapi yang efektif untuk menghilangan kecemasan anak yang sedang sakit.
B. Rencana Evaluasi Proses
Selama dilakukan kegiatan terapi bermain dakon, anak-anak dapat mengikuti
kegiatan terapi bermain dengan tenang dan senang. Nampak dari wajahnya yang
semangat dan mengatakan menginginkannya kembali esok hari.
C. Rencana Hasil
Setelah dilakukan kegiatan terapi bermain dakon, anak-anak merasa senang.
Selain itu ibu pun ikut senang ketika melihat belahan jiwanya merasa senang dan
nyaman.
BAB V
REKOMENDASI

Berdasarkan materi yang telah dipaparkan penulis merekomendasikan kegiatan terapi


bermain yang dapat dilakukan bermain dakon. Tujuannya adalah mengalihkan nyeri dan
mengurangi kecemasan. Selain itu kegiatan bermain dakon ini dipilih karena sesuai dengan
rekomendasi usia anak yaitu 11 tahun dan pasca operasi karena tidak banyak gerak. Selain itu
bermain dakon adalah sesuai dengan anak usia sekolah dan bersifat universal.
DAFTAR PUSTAKA

Aprina, Ardiyansa, dan Sunarsih. 2019. Terapi bermain puzzle pada Anak Usia 3-6 tahun
terhadap kecemasan pra operasi. Jurnal Kesehatan Vol. 10 No. 2.
http://ejournal.poltekkes-tkj.ac.id/index.php/JK
Depkes RI., 1992. UU RI No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Depkes RI.
Krisna et,al. (2017). Hipospadia Bagaimana Karakteristiknya di Indonesia.
Musdalipa, Kanita, Kasmawati. 2013. Terapi Bermain Maggalenceng sebagai metode untuk
menurunkan kecemasan pada anak usia sekolah yang menjalani hspitalisasi: A
Literature Review. ISSN: 2338-4700
Rohmah, Nikmatur. 2013. Terapi Bermain. Jember: LPPM Universitas Muhammadiyah
Jember
Smeltzer dan Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: EGC.
Yuliastati, Nining. 2016. Keperawatan Anak. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia
Kesehatan
Wijayanti, D. Hubunggan Antara Dukungan Keluarga Dengan Tingkat 6 Kecemasan pasien
Preoperasi di Bangsal melati RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Tahun
2009. Di akses pada tanggal 18 Februari 2016 dari
https://skripsistikes.wordpress.com/2 009/05/03/ikpiii18/ wijayanti

Anda mungkin juga menyukai