A DENGAN HIPOSPADIA
DI RUANG CENDANA 4 RSUP DR SARDJITO
Tugas Mandiri
Stase Praktik Keperawatan Anak
Disusun Oleh:
1. Amalia Latifa Azizatina (20/469759/KU/22697)
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal penting dalam kehidupan semua orang, termasuk
ibu yang sedang mengandung. Menurut Kemenkes yang tertulis dalam UU No. 23
tahun 1992 kesehatan merupakan keadaan normal dan sejahtera anggota tubuh, sosial
dan jiwa pada seseorang untuk dapat melakukan aktifitas tanpa gangguan yang berarti
dimana ada kesinambungan antara kesehatan fisik, mental dan sosial seseorang
termasuk dalam melakukan interaksi dengan lingkungan. Tubuh sehat datang dari
kebiasaan mengonsumsi makanan bergizi seimbang seperti buah, sayur, dan susu
yang amat sangat penting terutama pada ibu yang sedang mengandung. Tidak
seimbangnya gizi dan faktor lingkungan lain dapat menyebabkan janin yang
dikandung ibu memiliki kelainan. Adapun kelainannya dapat berupa berat bayi lahir
rendah (BBLR) yang mengakibatkan bayi lahir dengan ikterik, hipoglikemia, dan
kelainan pada saluran pernapasan. Sementara itu, terdapat kelainan bawaan pada
saluran kemih yang terjadi pada anak yaitu Hipospadia.
Hipospadia merupakan salah satu kelainan kongenital saluran kemih. Pada
hipospadia terdapat gangguan perkembangan uretra yang mana meatus uretra
eksternus terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya
yang normal pada ujung penis. Pada hipospadia didapatkan tiga kelainan anatomi dari
penis yaitu meatus uretra terletak di ventral, terdapat korde, dan distribusi kulit penis
di ventral lebih sedikit dibanding di distal.
Menurut Krisna (2017), di Indonesia prevalensi hipospadia belum diketahui
secara pasti. Perbandingan kasus hipospadia di Indonesia diketahui sebanyak 1:300
kelahiran. Masalah-masalah yang dapat terjadi pada klien dengan Hipospadia adalah
gangguan fungsi seksual ketika anak sudah dewasa, infertilitas dan kesulitan dalam
mengatur aliran urine. Masalah-masalah yang terjadi diatas dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan konsep diri dimana anak akan malu dengan keadaannya.
Secara aspek kuratif, yang dapat dilakukan keluarga salah satunya adalah
menjalani pengobatan melalui tindakan pembedahan dirumah sakit. Menurut Smeltzer
& Bare (2002), tindakan pembedahan baik elektif maupun kedaruratan merupakan
suatu ancaman potensial dan actual pada pasien yang bisa membangkitkan reaksi
stress fisiologis maupun psikologis. Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di rumah
sakit melalui pelayanan keperawatan pada pasien seringkali mengabaikan aspek aspek
psikologis sehingga menimbulkan berbagai permasalahan psikologis bagi pasien yang
salah satunya adalah kecemasan, dimana rasa cemas dapat muncul pada pasien yang
akan dilakukan tindakan invasif (Wijayanti, 2009). Hasil suatu wawancara penelitian
menyebutkan bahwa 3 pasien anak berusia 6-10 tahun di salah satu rumah sakit Aceh,
merasa sangat cemas dengan tindakan operasi, alat alat yang akan digunakan serta
gagalnya tindakan operasi tersebut.
Tindakan yang dapat dilakukan secara non-farmakologi untuk mengurangi
stress psikologis anak pasca operasi salah satunya adalah dengan terapi bermain.
Terapi bermain yang digunakan pada kasus An. A dengan hipospadia di ruang
cendana 4 RSUP DR Sardjito pada kesempatan kali ini adalah permainan dakon.
B. Tujuan
Tujuan umum:
- Mengurangi dampak stres psikologis maupun fisik yang mungkin muncul
pada An. A dengan post-op hipospadia
Tujuan khusus:
C. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dari terapi bermain bagi pasien:
1. Membantu pasien dalam mobilisasi
2. Meningkatkan perkembangan fungsi motorik dan sensorik
3. Mendapatkan rasa senang
4. Mengurangi rasa jenuh
5. Meminimalkan dampak hospitalisasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Terapi Bermain
Pengalaman perawatan di rumah sakit membawa hal yang baru pada anak, yaitu
lingkungan baru, orang-orang asing, kebiasaan baru, dan kegiatan baru. Selain itu anak
juga mengalami kondisi yang tidak menyenangkan yaitu nyeri dan perlukaan, pembatasan
aktivitas, menjalani program terapi yang traumatic. Aktivitas bermain memerlukan energi,
walaupun demikian, bukan berarti anak tidak perlu bermain saat sedang sakit.
Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial serta
merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain anak akan berkata-kata,
belajar menyesuaikan diri dengan lingkungannya, melakukan apa yang dapat dilakukan
dan mengenal waktu, jarak, dan suara (Wong, 2004). Bermain adalah cara koping yang
efektif untuk mengurangi kecemasan yang dialami anak. Terapi bermain adalah bentuk
pengalaman bermain yang direncanakan sebelum anak menghadapi tindakan keperawatan
untuk membantu strategi koping mereka terhadap kemarahan, ketakutan, kecemasan, dan
mengajarkan kepada mereka tentang tindakan keperawatan yang dilakukan selama
hospitalisasi. Terapi bermain merupakan cara yang efektif untuk meminimalkan dampak
hospitalisasi.
1. Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dengan perawat, karena
dengan melaksanakan kegiatan bermain perawat mempunyai kesempatan untuk membina
hubungan yang baik dan menyenangkan dengan anak dan keluarganya. Bermain
merupakan alat komunikasi yang efektif antara perawat dengan klien.
2. Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri. Aktivitas
bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak
3. Permainan anak di rumah sakit tidak hanya akan memberikan rasa senang pada anak,
tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut,
sedih, tegang, dan nyeri.
B. Fungsi Bermain
Bermain adalah terapi pada anak yang menjalani hospitalisasi. Kebutuhan bermain
tidak berhenti selama anak sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Hospitalisasi adalah
salah satu penyebab stress bagi anak, terutama disebabkan oleh perpisahan dari
lingkungan. Anak yang sedang sakit hampir selalu memperlihatkan sikap yang sangat
mudah tersinggung, mudah cemas, pemarah, agresif, penakut, curiga, dan sensitif.
Anak bermain untuk memperoleh kesenangan, sehingga tidak merasa jenuh. Bermain
tidak sekedar mengisi waktu tetapi juga kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan
dan cinta kasih. Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensorik dan
motorik, perkenbangan sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri,
perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada anak
dan biasanya mengasyikkan. Misalnya: dengan menggunakan pasir, anak akan
membuat gunung – gunungan atau benda – benda apa saja yang dapat dibentuknya
dengan pasir. Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin lama semakin asyik
bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan permainan yang dilakukannya
sehingga susah dihentikan.
3. Bermain Keterampilan
Games atau permainan adlalah jenis permainan yang menggunakan alat tertentu
dengan menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak
ssendiri atau dengan temannya. Banyak jenis permainan ini baik yang bersifat
tradisional maupun modern. Misalnya: ular tangga, congklak, puzzle.
5. Unoccupied Behaviour
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar – mandir, tersenyum, tertawa, jinjit –
jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada di sekitarnya.
Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu, dan situasi atau objek
yang ada di sekelilingnya yang digunakan sebagai alat permainan
6. Dramatic Play
Permaianan ini emainkan peran sebagai orang lain, Anak berceloteh sambal
berpakaian meniru orang dewasa misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya dan
sebagainya yang ingin ia tahu. Apabila anak bermain dengan temannya, akan terjadi
percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka tiru. Permainan ini
penting untuk proses identifikasi anak terhadap peran tertentu.
1. Onlooker Play
Pada permainan ini anak hanya mengamati temannya yang sedang bermain, tanpa
ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi, anak tersebut bersifat
pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan
temannya.
2. Solitary Play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak
bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya dan alat permainan tersebut
berbeda dengan alat permainan yang digunakan temannya. Tidak ada kerja sama
ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya.
3. Parallel Play
Permainan ini menggunakan alat permainan yang sama tetapi antara satu anak
dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga antara anak satu
dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya permainan ini
dilakukan oleh anak toddler.
4. Associative Play
Permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak yang lain
tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin permainan dan
tujuan permainan tidak jelas. Contoh permainan bermain boneka, bermain hujan –
hujanan, dan bermain masak – masakan.
5. Cooperative Play
Permainan ini lebih jelas peraturan, tujuan dan pemimpinnya. Anak yang memimpin
permainan mengatur dan mengarahkan anggotanya untuk bertindak dalam
permainan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut.
Misalnya, pada permainan sepak bola, ada anak yang memimpin permainan, aturan
main harus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai tujuan bersama
yaitu memenangkan permainan dengan memasukkan bola ke gawang lawan
mainnya.
Aktivitas bermain yang dilakukan anak harus sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan
perkembangannya, Artinya, permainan anak usia bayi tidak lagi efektif untuk pertumbuhan
dan perkembangan anak usia sekolah, begitupun sebalikknya. Permainan adalah alat
stimulasi pertumbuhan dan perkebangan anak sehingga jenis dan alat permainnya pun harus
sesuai dengan karakteristik anak untuk tiap – tiap tahap usianya
Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energi. Walau demikian, bukan berarti
anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Kebutuhan bermain pada anak sama
halnya dengan kebutuhan bekerja pada orang dewasa. Yang terpenting pada saat kondisi
anak sedang menurun atau anak terkena sakit, bahkan dirawat di rumah sakit, orang tua
dan perawat harus bisa memilih permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan
prinsip bermain pada anak yang sedang dirawat di rumah sakit.
Ada beberapa pandangan tentang konsep gender dalam kaitannya dengan permainan anak.
Permainan adalah salah satu alat untuk membantu mengenal identitas diri sehingga
sebagian alat permainan anak perempuan tidak dianjurkan untuk anak laki – laki.
d. Lingkungan
Aktivitas bermain yang baik untuk perkembangan anak dipengaruhi oleh nilai moral,
budaya, dan lingkungan fisik rumah. Fasilitas bermain seharusnya dapat menstimulasi
imajiansi dan kreatifitas anak bahdan dapat menggunakan benda – benda di sekitar
kehidupan anak lebih merangsang anak untuk kreatifitas.
Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk anak. Pilih yang
sesuai dengan tahapan tumbuh kembah anak. Harus diingat bahwa alat permainan harus
aman bagi anak.
Kegiatan bermain harus diprogram dengan baik di rumah sakit. Pada beberapa negara
maju kegiatan bermain pada anak di rumah sakit dikoordinir oleh nurse play specialist,
yaitu perawat yang mempunyai kompetensi khusus dalam melaksanakan program
bermain, yang bekerja sama secara kolaboratif dengan perawat dan dokter anak di ruang
rawat inap.
Teknik bermain yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: tetapkan tujuan bermain
bagi anak sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan bermain anak mengacu pada tahapan
tumbuh kembang dan bertujuan untuk relaksasi dan distraksi dari perasaan takut, cemas,
sedih, tegang, dan nyeri.
Hal – hal yang harus diperhatikan dalam aktifitas bermain di rumah sakit antara lain:
alat-alat bermain, tempat bermain, pelaksanaan aktivitas bermain. Contoh: Permainan
yang dapat dilakukan di ruang rawat anak
a. Usia Infant
3. Jika mampu, beri kesempatan untuk merangkak atau stimulasi untuk berjalan
b. Usia toddler
1. Bermain balok susun di atas tempat tidur
3. Creative material
c. Usia sekolah
3. Minta anak mengisi spuit dengan minuman dan semprotkan ke dalam mulut
4. Buat poster kemajuan, berikan pujian bila anak mau minum dalam jumlah yang
ditentukan
5. Lakukan kontes meniup dengan menggunakan balon, bola kapas, bulu, bola pingpong,
selembar kertas
4. Bermain tendangan bola: lemparkan benda atau bole ke dalam tempat yang diam
7. Lakukan lomba balap sepeda ridak tiga atau kursi roda di area yang aman
9. Mainkan plastisin
Masalah yang sering muncul sebelum operasi adalah kecemasan. Bermain merupakan
cara koping yang efektif untuk mengurangi kecemasan yang dialami oleh anak.
Pembedahan adalah tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasive dengan
membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Setiap pembedahan selalu
berhubungan dengan insisi yang merupakan trauma bagi penderita yang menimbulkan
berbagai keluhan. Prosedur pembedahan akan memberikan suatu reaksi emosional pada
pasien, seperti ketakutan atau perasaan tidak tenang, marah dan kekhawatiran. Persiapan
mental adalah hal yang penting dalam proses persiapan operasi.
Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan
prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Hal ini menyebabkan munculnya ekspresi
marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat dan ketergantungan pada orang tua.
Penelitian yang dilakukan oleh Aprina pada tahun 2019 pada anak usia 3 – 6 tahun yang
akan dilakukan tindakan pembedahan menunjukkan bahwa terapi bermain puzzle ternyata
berpengaruh pada tingkat kecemasan anak pra operasi. Hal ini terjadi karena terapi
bermain puzzle dapat mengalihkan perhatian anak sehingga pikiran anak tidak terlalu
fokus terhadap tindakan pembedahan yang akan dilakukan. Selain itu penerapan terapi
bermain menunjukkan dengan anak, sehingga akan menumbuhkan saling percaya.
Selain bermain puzzle, terapi bermain menggunakan permainan dakon juga dapat
menurunkan kecemasan anak yang menjalani hospitalisasi. Dakon adalah permainan
memindahkan butir – butir baru atau biji buah asem ke lubang – lubang pada sebidang
kayu atau plastic. Penelitian yang dilakukan Musdalipa yang dilakukan tahun 2013 pada
anak usia sekolah yang sedang menjalani hospitalisasi menunjukkan bahwa dakon atau
maggalenceng efektif digunakan sebagai metode untuk menurunkan kecemasan pada anak
usia sekolah. Bermain maggalenceng dapat merangsang keluarnya hirmon endorphin dan
serotonin. Endorphin tidak saja digunakan untuk merilekskan bagian otot dan saraf
melainkan juga mampu mengurangi rasa sakit. Serotonin adalah zat yang membantu
menjaga suasana hati kita di bawah kontrol pikiran, menenangkan kecemasan dan
mengurangi depresi. Selain mampu mengaktifkan otak anak dan menurunkan kecemasan,
dakon atau maggalenceng juga memiliki nilai kearifan local dan mengandung nilai – nilai
budaya tradisional Indonesia.
BAB III
SAP DAN PENJELASAN BERMAIN
TEMPAT : Cendana 4
A. Latar Belakang
Perawatan di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan hal baru:
lingkungan baru, orang-orang asing, kebiasaan baru, dan kegiatan baru. Selain itu
beberapa kondisi juga menyebabkan ketidaknyamanan, antara lain: nyeri dan
perlukaan, pembatasan aktifitas, menjalankan program terapi yang traumatik. Situasi ini
mengharuskan perawat mampu melakukan pengkajian yang spesifik sebagai dampak
hospitalisasi (Rohmah, 2013).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan terapi bermain, anak dapat mengikuti terapi bermain stimulasi
kognitif, sensorik, dan motorik yang diberikan
2. Tujuan Khusus
2. Media : papan dakon 1 buah, biji sawo/biji dakon 98 buah, bedak bayi
2. Fasilitator : Amalia Latifa A., Aziz Ar Rafiq, Rona Perdana, Vicky Octavia P.
E. Rencana pelaksanaan
F. Langkah Kegiatan
1. Tahap Preinteraksi
2. Tahap Orientasi
a. Mengucapkan salam
3. Tahap Kerja
4. Tahap Terminasi
G. Evaluasi
1) Evaluasi Struktur
2) Evaluasi Proses
3) Evaluasi Hasil
Aprina, Ardiyansa, dan Sunarsih. 2019. Terapi bermain puzzle pada Anak Usia 3-6 tahun
terhadap kecemasan pra operasi. Jurnal Kesehatan Vol. 10 No. 2.
http://ejournal.poltekkes-tkj.ac.id/index.php/JK
Depkes RI., 1992. UU RI No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Depkes RI.
Krisna et,al. (2017). Hipospadia Bagaimana Karakteristiknya di Indonesia.
Musdalipa, Kanita, Kasmawati. 2013. Terapi Bermain Maggalenceng sebagai metode untuk
menurunkan kecemasan pada anak usia sekolah yang menjalani hspitalisasi: A
Literature Review. ISSN: 2338-4700
Rohmah, Nikmatur. 2013. Terapi Bermain. Jember: LPPM Universitas Muhammadiyah
Jember
Smeltzer dan Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: EGC.
Yuliastati, Nining. 2016. Keperawatan Anak. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia
Kesehatan
Wijayanti, D. Hubunggan Antara Dukungan Keluarga Dengan Tingkat 6 Kecemasan pasien
Preoperasi di Bangsal melati RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Tahun
2009. Di akses pada tanggal 18 Februari 2016 dari
https://skripsistikes.wordpress.com/2 009/05/03/ikpiii18/ wijayanti